Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PEREKONOMIAN TANPA BUNGA ATAU RIBA

Disusun Oleh :

Zulfatul Ulya
17.01.031.133

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
2017

i
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianyasehingga dapat diselesaikan makalah yang berjudul ” Perekonomian Tanpa
Bunga Atau Riba”. Tak lupa ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
selaku dosen pembimbing matakuliah Agama Islam yang sudah membimbing dan
memberikan kepercayaan untuk menyelesaikan tugas ini. Saya sangat berharap makalah
ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga wawasan menyangkut
system Ekonomi Islam yang khususnya berkaitan dengan riba. Saya pun menyadari
bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan
makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun. Mudah-mudahan makalah sederhana ini
dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Sumbawa, 19 Januari 2018

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................


KATA PENGANTAR ...............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................
A. Menjelaskan Pengertian Bunga Atau Riba ....................................................
B. Menjelaskan Perekonomian Tanpa Bunga Atau Riba ...................................
BAB III PENUTUP ...................................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................
DAFTAR FUSTAKA ................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku riba ternyata telah membudaya.
Kurangnya pengetahuan tentang riba, hukum – hukum yang mendasari riba, sebab –
sebab diharamkannya riba, pembagian riba, hal - hal yang menyebabkan riba
serta dampak yang ditimbulkan oleh riba tersebut.
Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah
berkembang sejak zaman Jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya
masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi
bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga
sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan
memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam
akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah SAW. Islam telah melarang
adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara
bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan
riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam riba.
Karena riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian bunga atau riba?
2. Bagaimana perekonomian tanpa bunga atau riba?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian bunga atau riba.
2. Untuk mengetahui perekonomian tanpa bunga atau riba.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Menjelaskan Pengertian Bunga atau Riba.


1. Al Quran Tentang Bunga/Riba
Di masa awal munculnya Islam, bunga telah ada di dalam masyarakat
Arab baik dalam transaksi pinjaman uang atau barter komoditas, sehingga bunga
telah mengakar dalam kehidupan ekonomi masyarakat, maka dalam melarang
bunga Al Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur, sehingga kehidupan
masyarakat tidak mendadak kacau. Ayat-ayat Al Qur’an yang berhubungan
dengan bunga, yaitu:
 Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdirimelainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila.
Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan
riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barang siapa mendapatkan peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti,
maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya, dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Barang siapa yang mengulangi (mengambil riba),
maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa. (QS. Al-
Baqarah : 275-276)
 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Makajika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah: 278-279)
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapatkeberuntungan. (QS. Ali-‘Imran : 130)
 Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda
orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang
yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS. An-Nisaa’: 161)
 Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya). (QS. Ar-Ruum: 39)

2
Penjelasan ayat-ayat tersebut:
Riba itu ada dua macam: Nasi'ah dan Fadhl. Riba Nasiah adalah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
Riba Fadhladalah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang umum terjadi
di masyarakat Arab zaman jahiliyah.
Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak
dikembalikan. Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan
harta itu atau meniadakan berkahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
menyuburkan sedekah ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan
sedekahnya atau melipat gandakan pahalanya serta memberkahi harta itu.
Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap
melakukannya.Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi’ah. Menurut sebagian
besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat
ganda.
 Al Qur’an Surat Ar-Ruum : 39 menjelaskan mengenai bunga dibandingkan
dengan zakat, bahwa bunga tidak menambah harta tetapi mengurangi zakat
meningkatkan harta secara berlipat-lipat.
 Al Qur’an Surat Ali-‘Imran : 130 menjelaskan larangan untuk tidak
memakan bunga yang berlipat hinga dua atau empat kali jumlah asal
pinjaman.
 Al Qur’an Surat An-Nisaa’: 161 menjelaskan agar kaum Muslimin
mematuhi perintah Al Qur’an mengenai pelarangan bunga agar tidak
menderita seperti kaum Yahudi yang melanggar larangan bunga.
 Al Qur’an Surat Al-Baqarah : 275-276 dan 278-279, menjelaskan tentang
perbedaan antara perdagangan (bai’) dan bunga (riba), mengutuk bunga dan
pemakannya dan memuji keberkahan sedekah, dan melarang pemungutan
bunga.

2. Hadis-Hadis Nabi Muhammad SAW Tentang Bunga


 Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, bahwa Rasululloh SAW bersabda:
“Emas untuk emas, perak untuk perak, gandum untuk gandum, bur untuk
bur, kurma untuk kurma, garam untuk garam, sama setara tunai. Barang
siapa memberi atau mengambil lebih, maka baik pemberi maupun penerima
sama-sama mengambil riba”. (Muslim)
 Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, bahwa Rasululloh SAW bersabda:
“Jangan kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama beratnya,
janganlah kalian melebihkan sebagian diatas sebagian yang lain, janganlah
kalian menjual perak dengan perak kecuali yang sama beratnya dan
janganlah kalian melebihkan sebagian diatas sebagian yang lain, dan

3
janganlah kalian yang tidak ada diantara barang-barang itu dengan yang
ada”. (Muttafaq ‘alaih). Di dalam riwayat lain disebutkan : “Jangan
menukar emas dengan emas, perak dengan perak kecuali yang sama
beratnya”.(Bukhori dan Muslim)
 Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, bahwa Bilal datang kepada Rasulullloh
SAW sambil menyerahkan kurma Barny’. Lalu Nabi Muhammad SAW
bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkan kurma ini? ” Bilal
menjawab, “Tadinya kami mempunyai kurma yang kulitasnya rendah,
lalusaya menukar dua sha’ dengan satu sha’ kurma Barny”, Kemudian
Nabi bersabda, “Masya Allah. Ini adalah riba yang sebenarnya, janganlah
engkau melakukannya, tapi jika kamu mau membeli, juallah dahulu
kurmamu itu kemudian kamu beli kurma yang kamu
inginkan”. (Bukhori dan Muslim)
 Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, bahwa Rasululloh SAW bersabda:
“Jangan kalian menjual emas dengan emas dan perak dengan perak
kecualijika kuantitasnya sama, dan jangan pula dengan jenis yang sama
dalam kuntitas yang kurang, dan janganlah kalian menukar yang
ada dengan yangtidak ada”. (Bukhori)
 Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasululloh SAW bersabda: “Juallah
satu dirham dengan satu dirham, jangan lebih”. (Al-Muwattha’)
Kesimpulan dari hadist tersebut adalah :
a. Barter tidak disukai, karena berpotensi mengandung riba.
b. Riba lebih jahat dari pada perzinaan.
c. Nabi Muhmmad secara tegas menghapus bunga dalam sistem ekonomi
Islam.
d. Bukan hanya makan bunga saja yang di haramkan, melainkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan bunga juga haram, seperti membayar bunga,
menuliskannya dan menjadi saksinya.

3. Jenis-Jenis Riba di Masa Kehadiran Islam


Ada dua macam riba yaitu: riba nasi’ah (pinjaman uang) dan riba
fadhl(transaksi barter).
 Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah berarti bunga yang dikenankan pada uang pinjaman.
Contoh riba nasi’ah: di zaman Jahiliah jika seorang debitur berutang kepada
kreditur, tetapi tidak punya uang untuk melunasi ketika jatuh tempo, maka ia
akan meminta tambahan waktu kepada kreditur atau pemberi utang. Kreditur
mengabulkan permintaan itu tetapi jumlah utang pokoknya diperbesar
sehingga waktu diperpanjang dan jumlah utang juga diperbesar. Tambahan
atas utang pokok itu yang disebut riba. Riba nasi’ah mengandung tiga
elemen yaitu:

4
a. Kelebihan dari utang pokok.
b. Menentukan besarnya kelebihan dalam hubungan waktu.
c. Kelebihan tersebut menjadi syarat berlangsungnya transaksi.
 Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah nama bunga pada transaksi komoditas terletak
pada pembayaran tambahan pada debitur kepada kreditur dalam pertukaran
komoditas sejenis seperti gandum dengan gandum, bur dengan bur, kurma
dengan kurma,dll. Unsur-unsur riba fadhl, yaitu:
a. Keduanya barang yang dipertukarkan adalah homogeny atau sejenis,
seperti emas dengan emas, jagung dengan jagung.
b. Jumlah keduanya berbeda dalam timbangan maupu takaran.
c. Transaksi tidak berlangsung secara tunai.

4. Apakah Riba itu?


a. Menurut Muhammad Asad.
Dalam pengertian terminologi yang umum,istilah tersebut
bermakna“tambahan” kepada atau “kenaikan” dari sesuatu melebihi dan di
atas jumlah atau ukurannya yang asal. Dalam terminologi Al-Qur’an, istilah
riba itu menunjukkan tambahan apapun, melalui bunga, terhadap sejumlah
uang atau barang yang dipinjamkan oleh seseorang atau lembaga kepada
orang atau lembaga lain. Mengingat masalah ini, dalam hubungannya dengan
situasi ekonomi yang berlaku luas pada atau sebelum masa itu, sebagian besar
fuqaha zaman dahulu melihat “tambahan” ini sebagai ‘laba’ yang diperoleh
malalui pinjaman-berbunga apa pun juga, tidak tergantung pada tingkat bunga
dan motivasi ekonominya.
b. Menurut Syeh Abul A’la al-Mauludi.
Kata Arab ‘riba’ secara literal, berarti “peningkatan atas” atau
“tambahan untuk” apa pun juga. Secara teknis, istilah itu digunakan untuk
menyebut sejumlah tambahan yang dikenakan oleh kreditur kepada debitur
secara tetap pada pokok utang yang ia pinjamkan, yakni bunga. Pada masa
diwahyukannya Al-Qur’an, bunga dipungut dengan berbagai cara. Misalnya,
seseorang menjual sesuatu dan menetapkan suatu jangka waktu bagi
pembayarannya, dan jika pembeli tidak mampu membayar dalam waktu yang
telah ditetapkan itu, maka ia diberi perpanjangan waktu tetapi harus
menambah jumlah uang yang ia harus bayarkan. Atau seseorang
meminjamkan sejumlah uang dan minta agar debitur melunasinya bersama
dengan sejumlah tambahan uang yang telah disepakati dalam periode waktu
tertentu, atau suatu tingkat bunga ditetapkan untuk suatu masa tertentu
danjika pokok utang berikut bunganya tidak dibayar dalam jangka waktu
tersebut,maka suku bunga dinaikkan karena perpanjangan waktu tersebut, dan
sebagainya.

5
c. Menurut Afzalur Rahman.
Afzalur Rahman menerangkan arti riba secara rinci berdasarkan
pendapat beberapa fukaha Islam klasik sebagai berikut:
 Al-Qur’an menggunakan kata riba untuk bunga. Menurut kamus, arti
ribaadalah kelebihan atau peningkatan atau surflus, tetapi, dalam ilmu
ekonomi, kata itu berarti surflus pendapatan yang didapat oleh pemberi
utang dari pengutang, lebih tinggi dan di atas jumlah pokok utang, sebagai
imbalan karena menunggu atau memisahkan bagian yang likuid dari
modalnya selama suatu jangka waktu tertentu.
 Riba, di dalam Islam, secara khusus menunjuk pada kelebihan
yang dituntut dengan suatu cara tertentu. Ibnu Hajar al-Asqalani, ketika
membicarakanriba, menyatakan bahwa “intinya, riba adalah kelebihan,
baik dalam komoditas (itu sendiri) atau pun dalam uang, seperti dua dinar
ditukarkan dengan tiga dinar.

Sesudah menjelajahi ayat-ayat al-Qur’an, Hadis Nabi kaum Muslimin


dan pandangan para ilmuan Muslim, kita pun dapat memahami makna konsep
Islam tentang riba. Ayat 276 surat 2 al-Baqarah (2) dalam al-Qur’an memerintah
kita untuk menghentikan riba sedang ayat 279 membolehkan pemberi utang
mengambil kembali sejumlah pokok utang yang dipinjamkannya, tidak lebih. Itu
berarti bahwa riba adalah jumlah (uang) yang dipungut oleh pemberi utang dari
debitur di atasmodal yang dia pinjamkan. Jumlah yang ditambahkan itulah yang
dinyatakan haram oleh al-Qur’an. Jadi, menurut al-Qur’an, setiap tambahan
yang diperoleh di atas pokok utang adalah ‘riba’ berapa pun tinggi atau
rendahnya suku bunga yang dikenakan itu dan untuk apa utang itu diberikan.
Nabi Muhammad, dalam hadis beliau, telah menerangkan danmenjelaskan
bahwa unsur riba itu didapati tidak hanya dalam pinjaman uang saja melainkan
juga dalam semua bentuk transaksi barter ketika seseorang menerima kelebihan
dari barang yang dipertukarkan. Dari khotbah Nabi yang beliau sampaikan waktu
haji perpisahan (haji wada’), dengan mudah kita dapat menemukan definisi riba.
Dalam khotbah tersebut, diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Segala bentuk
‘riba’ dihapus; hanya pokok modalmu saja yang menjadi hakmu;
Janganlah menzalimi maka kamu tidak akan dizalimi. Allah telah memberikan
aturan bahwa bunga terlarang secara total. Bunga yang pertama saya hapus
adalah bunga (yang seharusnya dibayar orang kepada) ‘Abbas bin
‘Abdul Muthalib dan saya nyatakan semua itu dihapus.” Jadi, semua bentuk riba
telah dihapus oleh Nabi dan pemberi utang hanya boleh menerima kembali
jumlah pokok yang telah dipinjamkannya, yang bermakna bahwa setiap tambahan
terhadap jumlah pokok utang yang dipinjamkan adalah riba’ tanpa melihat tinggi
dan rendahnya suku bunga yang dukenakan, dan tanpa melihat tujuan pemberian
utang itu.

6
Sebagian sarjana Liberal menyatakan bahwa Islam hanya melarang
bunga yang terlalu tinggi saja, yang dipungut oleh pemberi utang dari kaum
miskin untuk tujuan konsumsi kebutuhan pribadi mereka. Tetapi pandangan ini
jelas keliru menurut pandangan mayoritas sarjana Muslim modern yang
menyatakan bahwa riba mencakup semua bentuk bunga atas pinjaman, tanpa
melihat tujuan pengambilan utang itu, tanpa melihat pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi bunga itu, dan tanpa melihat pula tinggi rendahnya suku bunga
maupun jangka waktunya.

5. Bunga dan Perdagangan


Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah: 275)
Allah menghalakan perdagangan dan mengharamkan riba karena :
a. Di dalam perdagangan sesorang menerima laba sebagai hasil dari insentif,
keberanian berusaha, efisiensi, dan kerja keras.
b. Bunga tidak diperoleh dari kerja keras maupun proses penciptaan nilai
apapun.
c. Bunga bukan merupakan imbalan bagi tenaga kerja, bahkan merupakan
pendapatan yang didapat tanpa bekerja sama sekali.
d. Bunga bersifat tetap, sedangkan laba bersifat fluktuasi.
e. Dalam perdagangan ada resiko rugi, tetapi dalam bunga pemberi utang
mendapatkan sejumlah uang tanpa perduli apakah peminjam mendapatkan
laba atau menderita kerugian.

6. Bunga dan Zakat


Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
(QS Al-Baqarah : 276)
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya). (QS. Rum : 39)

7
Sedekah membimbing kearah perkembangan ekonomi dan menarik
rahmat Allah, sedangkan bunga menahan pertumbuhan ekonomi dan
membahayakan kemakmuran nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi
kekayaan yang tidak merata, dan resesi. Zakat menunjang pertumbuhan ekonomi
dengan dua cara, yaitu:
a. Zakat mencegah penimbunan kekayaan dan mendorong sirkulasi investasi.
b. Zakat di pungut dari si kaya yang jumlahnya sedikit kepada si miskin yang
jumlahnya banyak, sehingga meningkatkan daya beli masyarakat miskin.

7. Bunga dan Sewa


Perbedaan antara bunga dengan sewa, yaitu:
a. Sewa adalah hasil dari insentif, keberanian berusaha, dan efisiensi. Hasil itu
didapat setelah terjadinya proses penciptaan nilai, karena pemilik barang
atau asset terlibat dalam pemanfaatan oleh pengguna. Sedangkan bunga
pemberi utang tidak terkait dengan penggunaan uang yang pinjaman itu
sesudah pinjamannya dirasa aman dan bunga yang akan diterimanya
terjamin.
b. Dalam sewa upaya-upaya produktif dalam penciptaan nilai, karena upaya
ekonomis dilakukan pemilik modal dengan cara mengubah modal menjadi
barang atau asset sehingga unsur enterperneur tetap ada dan hidup dalam
memproduksi barang. Sedangkan bunga dapat mengendurkan proses
penciptaan nilai, karena pemberi utang tak terkait dengan penggunaan uang
yang dipinjamkannya sehingga unsur enterperneur hilang sama sekali.
c. Sewa tidak masuk didalam harga. Sedangkan bunga masuk didalam harga,
melambatkan proses produksi dan konsumen yanga akan terpukul.
d. Dalam sewa unsur kerugian banyak sekali, maka penciptaan modal oleh
pemiliknya tidak akan menciptakan pengangguran di dalam masyarakat.
Sedangkan bunga unsur kerugian tidak ada sama sekali sehingga membuat si
kaya tambah kaya dan si miskin tambah miskin.
e. Dalam sewa modal punya potensi untuk diubah menjadi property atau asset
apapun, tetapi potensi modal terserah pada pertimbangan penggunanya.
Sedangkan dalam bunga modal tetap milik pemiliknya, bukan pengutangnya

8. Mengapa Bunga Dilarang?


a. Riba atau bunga menanamkan rasa kikir, mementingkan diri sendiri, tak
berperasaan, tak perduli, kejam, rakus, dan penyembah kepada harta.
b. Bunga mengembangbiakan kemalasan dan menimbulkan pendapatan tanpa
kerja.
c. Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi, penimbunan, kartel,dan
monopoli.

8
d. Investasi modal terhalang dari perusahaan yang tidak mampu menghasilkan
laba yang sama tinggi dari suku bunga yang berjalan, sekalipun proyek yang
ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi Negara.
e. Bunga dipungut pada utang internasional malah lebih buruk karena
memperparah DSR (debt-service ratio) Negara-negara debitur.

B. Menjelaskan Perekonomian Tanpa Bunga atau Riba.


1. Upaya-Upaya Menghapus Bunga
Beberapa yang diambil untuk menghapus bunga secara berangsur-
angsur dari sector perbankan dan finansial yaitu dengan mengorganisasikan
sistem utang yang bebas dari bunga. Banyak perusahaan Mudharabah dan sewa
menyewa yang akhir-akhir ini muncul di negara Islam, terutama Pakistan, yang
menawarkan untang dengan dengan basis profit and loss sharing sesuai dengan
prinsip mudarabah dan Syirkah. Di antara semua negara Muslim Pakistan adalah
negara yang terdepan dalam jihat Islam melawan riba atau bunga.
Transaksi profit and loss sharing telah diperkenalkan kepada para
deposan di Pakistan sesudah tahun 1980, dan system pinjaman diluncurkan oleh
dunia perbankan dengan sistem mark up. Investment Corporation of Pakistan
dan National Investment (unit) Trust serta banyak lembaga keuangan di Pakistan
menarik deposito dari Investor kelas menengah secara profit and loss
sharing. Mahkamah Syariah Federal Pakistan dalam peradilannya di bulan
November 1991 telah menyatakan bahwa semua jenis bunga adalah riba.

2. Kegagalan dan Sebab-Sebabnya


Sebab-sebab kegagalan dunia Islam menghapus bunga dari
perekonomian saat ini, yaitu:
a. Perubahan sosial-ekonomi yang dibawa ke dalam negeri-negeri Islam oleh
dominasi politik barat dan Revolusi Industri telah memperlemah nilai
religius dan moral masyarakat. Para pemimpin, yang sebenarnya memiliki
masalah dengan legitimasi mereka sendiri telah gagal menjadikan diri
mereka sebagai teladan bagi masyarakatnya. Penanaman nilai-nilai Islam
seperti kejujuran, berkata benar, sikap pertengahan dalam konsumsi,
kesederhanaan dan sebagainya hanya lip service.
b. Para ilmuan dan ahli ekonomi Islam sejauh ini telah gagal memberi
pengganti bunga yang praktis, sederhana dan aman. Tidak bisa diragunakan
lagi bahwa bunga, yang dengan jelas dinyatakan dilarang oleh Islam, Kristen
dan Yahudi, dan banyak justifikasi moral dan sosial-ekonomi bagi
pelarangannya itu, mengandung mekanisme sedehana dan praktis untuk
mengatur hubungan antara pemberi utang dan pengutang. Di satu pihak,
bunga menjamin keamanan modal dan laba pemberi utang. Di pihak lain,
bunga membebaskan pengutang dari kekhawatiran. Pengganti bunga yang
ditawarkan oleh ekonom-ekonom Islam sering kali bersifat samar, rumit dan

9
tidak praktis. Profit and loss sharing yang dijadikan pengganti bunga dirasa
sulit oleh pemberi utang dan pengutang yang tidak bisa bekerja sama karena
mereka saling mencurigai motif masing-masing sebagai akibat dari
rendahnya standar moral dan etika bisnis di dalam masyarakat.
Menurut Chaudhry, mudharabah dan musyarakah tidak disebut sama sekali
dalam Al-Quran dan Hadis. Keduanya sebenarnya bentuk organisai bisnis
yang aturan mainnya dibuat oleh para ahli fikih (fukaha) Islam di zaman
pertengahan. Bahkan para fukaha Islam klasik tidak menyatakan
mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti pinjaman berbunga. Para
ahli ekonomi Islam saat ini berkhayal bahwa mudaharah dan musyarakah
adalah pengganti yang islami bagi pinjaman berbunga. Namun, para ahli
ekonomi Islam belum mampu memodifikasi konsep mudharabah dan
musyarakah, misalnya yang sesuai stuasi saat ini dengan perekonomian
modern yang kompleks.
c. Bunga itu dilarang oleh Islam untuk mencegah terjadinya eksploitasi dan
penindasan. Para ahli ekonomi Islam yang merekomendasikan sistem
mudarabah dan profit and loss sharing untuk pemberi utang sebagai
pengganti bunga tidak melakukan apa-apa untuk melindungi kepentingan
pemberi utang, misalnya dalam sistem perbankan modern. Bukan rahasia
lagi, banyak bisnis yang tidak memberi return jujur kepada para pemegang
saham mereka. Jika bank-bank memberi pembiayaan dengan cara
mudharabah atau musyarakah, yang dalam praktiknya sama dengan
penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan joint stock, itu sama artinya
menyerobot tabungan para deposan.
d. Para pendukung ekonomi Islam belum memberikan solusi memuaskan
terhadap persoalan yang dihadapi pemerintah, yakni bagaimana pemerintah
bisa memperoleh utang dari sumber internal maupun eksternal tanpa bunga.
Apakah mungkin menerima dana asing misalnya dari International Monetary
Fund (IMF) atau Bank Dunia sebagai agen pemberi utang dana internasional
kepada negara-negara Islam termasuk Indonesia, tanpa bunga? Bagaimana
kesepakatan dagang internasional dilakukan tanpa bunga? Harus diakui
bahwa negera-negara Islam saat ini masih memiliki ketergantungan pada
negara-negara maju yang mesin penggerak ekonominya menggunakan
sistem bunga. Dapatkah negara-negara Islam berkembang dan terbelakang
menghapuskan bunga? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang hanya sedikit
mendapatkan perhatian dari ekonom-ekonom Islam dewasa ini.
e. Sebab terakhir kegagalan menghapuskan bunga adalah bahwa kita berusaha
mewujudkan yang tidak mungkin. Bukan bunga yang tidak bisa dihilangkan
dari perekonomian, tetapi bunga tidak bisa dihilangkan dari perekonomian
kapitalistis yang saat ini masih memimpin perekonomian dunia. Bunga
adalah tulang punggung sistem tersebut. Bunga seperti sebuah pilar yang
menyangga bangunan besar sistem kapitalisme.

10
3. Solusi Nyata Mengenai Masalah Bunga
Solusi rill bagi masalah bunga terletak pada penegakan total seluruh
sistem ekonomi Islam. Penegakan sistem ekonomi Islam secara parsial atau
sebagian saja tidak aka nada hasilnya. Al Qur’an telah menyatakan : “Hai
orang-orang yang beriman , masuklah kalian kedalam Islam secara keseluruhan
dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan…” (QS. Al Baqarah : 208).
Lima pilar yang merupakan komponen terpenting dalam sistem ekonomi Islam,
yaitu:
a. Perbedaan yang jelas antara halal dan haram.
b. Distribusi kekayaan yang adil melalui zakat, sedekah, dan hokum pewaris
(keadilan sosial).
c. Pemberian kebutuhan dasar bagi setiap warga negara (jaminan sosial).
d. Penimbunan harta dilarang dan diarahkan pada sirkulasinya di dalam
saluran- saluran produktif.
e. Penghapusan bunga.

Penegakan seluruh sistem ekonomi Islam yang lengkap dan sepenuh


hati akan mengantarkan ke suatu era ekonomi baru bagi umat Islam, suatu
tingkat kemakmuran umum akan menyebar di dalam masyarakat Islam, jaringan
sistem jaminan sosial yang luas, standar kehidupan yang layak diatas tingkat
minimal, layanan kesehatan, dan pendidikan.

4. Hutang Piutang Dalam Sistem Islam


Jika seorang Muslim membutuhkan hutang maka ia akan meminjam
pada kawan atau kerabatnya tanpa bunga. Apa bila kawan atau kerabatnya tidak
dapat memberikan utang maka pembendaharaan negara (baitulmal) akan ikut
campur dengan memberinyaQardhul Hasan (utang tanpa bunga) kepada orang
yang memerlukan. Hutang harus dibatasi hanya sebesar kebutuhannya saja dan
hutang hendaknya diambil dari sumber-sumber internal dan bebas bunga. Utang
harus segera dilunasi segera mungkin karena tanggungan utang untuk
diperpanjang atau dijadikan kebiasaan akan merugikan diri sendiri dan orang
lain.

5. Perbankan dan Asuransi di Dalam Perekonomian Islam


Bank berutang dalam bentuk tabungan yang terdiri dari tiga jenis yaitu :
tabungan, deposito, dan deposito berjangka. Bank memberi utang dengan tiga
cara, yaitu: penarikan uang, kredit tunai, dan discounting of bills. Fungsi lain
dari bank adalah sebagai transfer data, jual beli saham, membayar listrik dan
telepon,dll.
Dalam perbankan Islam, pemegang saham, deposan, dan penghutang
semuanya berpartisipasi dalam basis profit and loss sharing. Mekanime, cara,
dan alat yang berhubungan dengan bekerjanya system kerjasama harus

11
dikembangkan berdasarkan ajaran Islam. Perbankan Islam didasarkan pada
prinsip kerjasama (partnership.Perbankan Islam tetap melakukan fungsinya
berutang dan memberi utang secara profit and loss sharing, bukan menarik dan
membayar bunga, sementara untuk layanan lainnya ia akan menarik fee.
Perubahan dari perbankan berbasis bunga menjadi perbankan bebas
bunga di dalam perekonomian Islam akan membawa kebaikan bagi
perekonomian. Dalam sistem yang berlangsung sekarang adalah orang-orang
yang licik menghutang dengan bunga dari bank lalu membangun kerajaan bisnis
yang menyebabkan terjadinya konsentrasi kekayaan ditangan sedikit orang saja.
Dalam sistem perekonomian Islam tidak didasarkan pada bunga
melainkan padaprofit and loss sharing, maka modal diberikan sebagai
penyetaran tidak sebagai hutang, sistem ini akan menumbuhkan usaha kecil dan
menengah yang akan mendorong pembangunan ekonomi suatau bangsa.
Empat unsur yang menjadikan suatu transaksi menjadi haram dalam
sistem ekonomi Islam, yaitu: riba (bunga), maisir (judi), gharar (resiko atau
ketidakpastian), danjahalah (tak diketahui). Jika menganalis kontrak asuransi
modern maka terdapat empat unsur haram di dalamanya yang derajatnya cukup
besar sehingga menjadi illegal dalam Islam. Oleh karena itu jika sistem
perekonomian Islam diberlakukan maka asuransi komersial modern tidak akan
punya tempat dalam tanah Islam.
Para ahli ekonomi Islam dan pakar asuransi berpendapat bahwa
kebutuhan kaum Muslim akan dipenuhi dengan bentuk asuransi dengan prinsip
saling menolong dan kebersamaan. Dalam bentuk asuransi tersebut setiap
pemegang polis bertindak sebagai penjamin dan sebagai terjamin. Bentuk ini
dapat di terima oleh Islam. Jika ingin dilakukan modifikasi, maka hendaknya
dilakukan secara hati-hati sehingga tidak ada aturan Islam yang dilanggar.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ditinjau dari berbagai penjelasan yang kami paparkan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Bawasanya suku bunga mempunyai peranan yang sangat penting dalam


kegiatan ekonomi terutama dalam mubilisasi dana tabungan untuk mobilisasi dana
tabungan untuk investsasi dan sebagai instrumen utama kebijakan moneter hanyalah
mitos dan artifisal yang dikembangakan oleh kaum kapitalis untuk mempertahankan
dominasinya dalam perekonomian.

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat


pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba
Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-


faktor yang melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia
kepada harta benda, serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang
telah Allah SWT berikan, imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta
dengan berbagai cara termasuk riba.

B. SARAN
Sebagai generasi penerus dimuka bumi ini, sudah sepatutnya kita
ikutmembumikan system ekonomi Islam ini. Kita harus dapat menjadi bagian
dalamperubahan dunia yang lebih baik. Walaupun Islam akan tetap jaya ada ataupun
tanpakita. Sekarang kitalah yang memutuskan akan menjadi penonton atau bagian
daricatatan sejarah kejayaan Islam yang akan terwijud.

13
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Sharif Chaudry. 2014. Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar. Jakarta :
Prenada Media Group.
Ahmad, S.M. 1989. Towards Interest-Free Banking. Lahore, Pakistan: Institute
of Islamic Culture.
Bawerk, Bohm. 1891. Positive Theory of Capital. London.
Chapra, M. Umar. 1985. Toward a Just Monetary System. Leicester, UK: The
Islamic Foundation.
Keynes, J.M. 1936. The General Theory of Employment, Interest, and Money.
1936.
Mankiw, N.G. 2005. Macroeconomics. 6 th Ed. New York, NY: Worth Publisher.
Muslehuddin, Muhammad. 1992. Banking and Islamic Law. New Delhi, India:
International Islamic Publishers.
Pindyck, R. S. and Rubinfeld, D. L. 2001. Microeconomics. 5 th ed. Prentice Hall
International, Inc.

14

Anda mungkin juga menyukai