Anda di halaman 1dari 18

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang mempunyai

nilai ekonomis yang tinggi dan potensi pasar yang cukup baik. Permintaan pasar

terhadap buah-buahan semakin meningkat, baik pasar dalam negeri maupun pasar

internasional. Permintaan buah-buahan ini tidak diikuti dengan peningkatan

produksi dan mutu, karena penerapan teknologi buah-buahan di beberapa lokasi

sentra produksi buah-buahan belum sepenuhnya dilakukan oleh petani secara baik

dan benar (Kusmayadi, 2010).

Indonesia berada pada masa transisi yaitu masa peralihan dari masyarakat

agraris ke masyarakat industri, dari masyarakat dengan teknologi sederhana ke

masyarakat dengan teknologi modern dan canggih. Pada masa transisi ini terjadi

perubahan pola interaksi sosial, perubahan sistem nilai maupun peningkatan

mobilitas fisik. Timbulnya perubahan sosial ini bersumber dari kemajuan

teknologi, telekomunikasi, infrastruktur dan peningkatan pendapatan. Perubahan

perubahan sosial tersebut memberikan dampak pada perilaku konsumsi pangan.

Peningkatan pendapatan membawa perubahan pada pola makan seseorang dan

lebih banyak orang-orang yang mengkonsumsi pangan dengan orientasi

kesenangan dan mengutamakan gizi (Susanto, 1999).

Tanaman alpukat (Persea americana mill) merupakan tanaman yang

berasal dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang

tersebar di seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West

Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian
2

bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau

karena kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002).

Mangga kweni (Mangifera odorata Griff) merupakan salah satu anggota

genus Mangifera yang memiliki aroma yang khas pada buah yang telah masak,

sehingga mangga kweni dapat dibedakan dari jenis mangga lainnya berdasarkan

bentuk dan aromanya. Mangga kweni berbentuk lonjong dengan tangkai yang

terletak di tengah pangkal buah. Pucuk buah runcing sedangkan pangkalnya bulat

dan tidak berlekuk(Pracaya, 1991).

Pemasakan buah secara alami menghasilkan tingkat kemasakan buah yang

tidak seragam, hingga tidak mungkin menyediakan buah yang seragam dalam

jumlah yang besar dan waktu yang singkat. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat

digunakan hormon pemasakan, diantaranya adalah gas etilen yang dapat diperoleh

dari karbid (Kalsium Karbida) atau etephon (Gardjito, 1988).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum adalah untuk mengetahui tingkat kematangan

buah Alpukat (Persea americana mill) dan Kweni (Mangifera odorata Griff)

dengan metode pemeraman.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat

memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Budidaya Tanaman

Hias dan Buah-buahan Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang

membutuhkan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Alpukat

Klasifikasi alpukat adalah: Kingdom: Plantae, Divisi: Angiospermae,

Subdivisi Spermatophyta, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Laurales,

Famili: Lauraceae, Genus: Persea, Spesies: Persea americana mill

(Plantamor, 2012).

Tanaman alpukat memiliki dua jenis akar, yaitu akar tunggang dan

memiliki akar rambut. Rambut pada akar tanaman alpukat hanya sedikit sehingga

pemupukan harus dilakukan dengan cara yang benar. Pupuk harus diletakkan

sedekat mungkin dengan akar sehingga pupuk ditanam dengan kedalaman 30 – 40

cm disekitar tanaman (Andi, 2013).

Tinggi tanaman alpukat dapat mencapai 20 m, terdiri dari batang berwarna

coklat kotor memiliki banyak cabang dan ranting yang berambut halus. Batang

tanaman alpukat biasanya digunakan sebagai pengembangan bibit, penyambungan

dan okulasi (Prihatman 2000).

Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan

di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti

kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak rmenggulung ke

atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda warnanya

kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul (Andi, 2013).

Bunga bersifat sempurna, tetapi sifat pembungaannya dichogamy, artinya

tiap bunga mekar 2 kali berselang, menutup antara 2 mekar dalam waktu berbeda.

Pada hari mekar pertama, bunga betina yang berfungsi sedangkan pada hari mekar

berikutnya bunga jantan yang berfungsi. Berdasarkan sifat pembungaannya ini,


4

tanaman alpukat dibedakan menjadi 2 tipe. Tipe A: bunga betina mekar pada pagi

hari sedangkan bunga jantan mekar pada sore hari pada hari berikutnya. Tipe B:

bunga betina mekar pada sore hari dan bunga jantan mekar pada pagi hari

berikutnya (Ashari, 2004).

Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan

bulat tidak simetris, panjang 9 – 11,5 cm, memiliki massa 0,25 – 0,38 kg,

berwarna hijau atau hijau kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki

kulit yang lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah

alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat

berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji

berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x

4 cm (Andi, 2013).

Syarat Tumbuh

Iklim

Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses

penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat

dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong

lunak, rapuh dan mudah patah (Linda, 2008).

Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun.

Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah

beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah

hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih

dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m (Prasetyowati et al, 2010).

Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %.


5

Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim

kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat (Linda, 2008).

Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat

C. Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran

tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau

lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing,

antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala

sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C (BPS, 2013).

Tanah

Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak

mudah tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan

banyak mengandung bahan organik (Prasetyowati et al, 2010).

Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah

lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan

Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH

sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan

menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup

banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe, Mg,

dan Zn akan berkurang (Linda, 2008).

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai

dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur

dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman

alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan
6

ketinggian 1000-2000 m dpl, sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000

m dpl (Prasetyowati et al, 2010).

Botani Tanaman Kweni

Dalam tata nama sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga

kweni diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi :

Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Class : Dicotyledonae , Ordo :

Sapindales, Famili : Anacardiaceae, Genus : Mangifera , Species : Mangifera

odorata Griff (Pracaya, 2004)

Mangga kweni berakar tunggang (bercabang-cabang), dari cabang akar ini

tumbuh cabang kecil yang ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Kegunaan

akar : Menguatkan tegaknya pohon, Menyerap unsur hara dari dalam tanah, Alat

pernafasan dari dalam tanah, Tidak semua jenis unsur hara yang ada di dalam

tanah diambil oleh, bulu akar hanya yang dibutuhkan oleh tanaman itu saja yang

diambil. Jadi, bulu akar hanya mengetahui unsur hara yang diperlukan tanaman

(Rohmaningtyas, 2010).

Batang mangga kweni memiliki bagian tengah dari tumbuhan yang

tumbuh keatas. Bagian ini mengandung zat-zat kayu sehingga tanaman Mangga

kweni tumbuh tegak, keras dan kuat. Pada batang yang masih muda lapisan yang

paling luar terbentuk dari kulit yang sangat tipis, disebut kulit ari atau epidermis,

kemudian kulit ini diubah menjadi lapisan gabus (Rohmaningtyas, 2010).

Daun mangga kweni diselimuti oleh kulit tipis yang tidak terlihat dengan

mata telanjang, yang dinamakan kulit ari. Kulit ari ini berlubang-lubang kecil

yang yang dinamakan mulut kulit. Melalui mulut kulit inilah udara dapat keluar

atau masuk ke dalam badan daun (BPPP, 2008).


7

Bunga mangga kweni dalam keadaan normal, adalah bunga majemuk yang

tumbuh dari tunas ujung. Tunas yang asalnya bukan dari tunas ujung tidak

menghasilkan bunga, tetapi menghasilkan ranting daun biasa

(Rohmaningtyas, 2010).

Pohon mangga kweni berbuah sekitar bulan Agustus samapai Oktober

yaitu pada musim kemarau. Musim ini sangat baik pengaruhnya terhadap proses

pembentukan dan pembesaran sampai pemasakan buah di pohon. Terdapat pohon

Mangga kweni yang berbuah terlambat yaitu pada permulaan musim penghujan.

Hal ini menurunkan produksi Mangga kweni karena banyak bakal buah yang

tidak jadi (BPPP, 2008).

Buah mangga kweni terdapat pada tangkai pucuk daun. Setiap tangkai

terdapat 4 sampai 8 buah, bahkan ada yang lebih. Akan tetapi ada juga yang setiap

tangkai buah hanya terdapat satu buah karena buahnya besar dan berat, misalnya

Mangga kweni kuweni, golek, santok dan Mangga kweni merah dari Brazilia.

Bentuk buah Mangga kweni bermacam-macam : bulat penuh, bulat pipih, bulat

telur, bulat memanjang atau lonjong (Rohmaningtyas, 2010).

Syarat Tumbuh

Iklim

Daerah dengan curah hujan antara 750-2.250 mm per tahun dan

temperatur 24-27° C merupakan tempat tumbuh yang baik untuk tanaman buah

ini. Temperatur yang rendah akan menyebabkan kerusakan bagi tanaman mangga

kweni muda (umur lima tahun). Namun ada juga tanaman mangga kweni yang

masih tahan terhadap suhu rendah, tetapi tidak dapat berproduksi dengan baik dan

tepat (BPPP, 2008).


8

Kondisi Iingkungan yang ideal bagi tanaman mangga kweni adalah iklim

yang agak kering dengan curah hujan 750 - 2.000 mm, dengan 4 - 7 bulan kering,

ketinggian < 300 m dpl. dan suhu udara rata-rata berkisar antara 25°C - 32°C.

Namun, Mangga kweni dapat juga ditanam pada ketinggian hingga 1.200 m

(BPPIPT, 2013).

Tanaman mangga kweni mempunyai daya adaptasi yang tinggi, baik di

dataran rendah maupun dataran tinggi, dengan keadaan volume curah hujan

sedikit atau banyak. Tetapi untuk memperoleh produksi mangga kweni yang

tinggi membutuhkan temperatur, curah hujan, keadaan awan dan angin yang

sesuai untuk syarat pertumbuhan tanaman Mangga kweni (Hanum, 2008).

Tanaman mangga kweni dapat tumbuh sampai pada ketinggian tempat

lebih kurang 1.300 m dari permukaan laut. Jika kita ingin mengusahakan tanaman

mangga kweni dengan produksi optimal, sebaiknya mangga kweni ditanam pada

suatu areal yang memiliki ketinggian maksimal 500 m di atas permukaan laut

(BPPP, 2008).

Tanah

Jenis tanah yang disukainya adalah tanah yang gembur, berdrainase baik,

ber-pH antara 5,5-6, dan dengan kedalaman air tanah antara 50-150 cm. Di

samping itu, kondisi tanah tidak terlalu kering atau terlalu basah dan tidak terlalu

banyak mengandung garam atau air payau (BPPP, 2008).

Tanaman mangga kweni yang ditanam di daerah berpasir, kualitas

buahnya kurang baik, rasa buah menjadi hambar seperti air. Tanah semacam itu

sering mengakibatkan tanaman menjadi kekurangan air karena air mudah sekali

meresap ke lapisan yang lebih dalam. Jadi mangga kweni dapat hidup dengan baik
9

dan cepat berproduksi pada tanah yang bertekstur ringan (tanah lempung berpasir)

sampai tanah berat (tanah lempung atau tanah liat) (Rohmaningtyas, 2010).

Pemeraman

Ada beberapa teknik pemeraman yang biasa dilakukan oleh masyarakat

yakni dengan cara dimasukkan kedalam tempayan. Pemeraman dengan cara ini

memakan waktu 2-3 hari. Cara pemeraman lain yaitu dengan menggunakan

dedaunan. Beberapa jenis daun yang dapat merangsang pematangan buah adalah

daun lamtoro, daun gamal, daun mindi dan daun pisang. Pemeraman dengan

teknik ini memerlukan waktu 3- 4 hari untuk mendapatkan kematangan buah yang

serempak (Zuhairini, 1997).

Selain teknik pemeraman secara tradisional para petani juga sering

menggunakan gas etilen untuk memeram buah yang ternyata hasilnya lebih baik

dibandingkan dengan menggunakan karbid. Pemeraman dengan gas ini paling

efektif bila buah yang diperam mengandung enzim oksidase karena gas berfungsi

sebagai koenzim (Suyanti, 2008).

Pada umumnya masyarakat menggunakan cara pemeraman dengan

menggunakan karbid. Karbid atau kalsium karbida adalah senyawa kimia yang

mempunyai rumus kimia CaC2 bila diberi air akan bereaksi menghasilkan C2H2

(gas asetilen) dan Ca(OH)2. Gas asetilen inilah yang mempunyai peranan dalam

pemeraman buah (Efendi, 2007).

Secara tidak disadari, penggunaan etilen dalam proses pematangan sudah

lama dilakukan, jauh sebelum senyawa tersebut diketahui peranannya dalam

proses pematangan. Di Indonesia, pemeraman buah yang masih hijau banyak

dilakukan orang dengan menggunakan karbit (CaC2). Karbit yang bercampur


10

dengan air akan menghasilkan gas asetilen (C2H2), yaitu senyawa yang hampir

sama dengan etilen. Gas asetilen inilah yang dapat membuat proses pemeraman

menjadi cepat dan proses pematangan cepat (Wardiyati, 2013).

Selama pematangan buah mengalami perubahan nyata dalam hal warna,

tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam

susunan kimia buah-buahan tersebut. Sehingga untuk mencapai mutu konsumsi

maksimal diperlukan terselesaikannya perubahan-perubahan kimiawi tersebut.

Perubahan kimiawi tersebut berkaitan dengan proses pengubahan amilum (zat

tepung) menjadi gula melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim.

Kandungan gula dalam daging buah meningkat dengan lebih cepat oleh tekanan

osmotik yang tinggi pada saat daging buah menyerap air dari kulit buah

(Pantastico, 1989).

Pemeraman sering digunakan untuk meningkatkan laju pematangan buah

tertentu, terutama pada buah-buah yang bersifat klimakterik. Selama pemeraman

diduga kemasakan benih meningkat seiring dengan kematangan buah. Pemanenan

sebelum masak fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat

menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang

diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Murniati, 2008).
11

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Tanaman Hias dan

Buah-buahan Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat 32 m dpl, pada hari Kamis 15

Desember 2017.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah Alpukat

(Persea americana mill) dan Kweni (Mangifera odorata Griff) sebagai bahan

yang akan di peram, karbid (Calcium Carbida) sebagai aktivator pemeraman,

koran bekas sebagai alas kardus daun pisang basah dan kering sebagai

pembungkus dan kantong plastik untuk tempat pemeraman.

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah kotak / kardus

untuk tempat pemeraman, alat tulis untuk mencatat hasil praktikum.

Metode Percobaan

Adapun perlakuan dalam praktikum ini adalah pemeraman buah dalam

beberapa metode sebagai berikut:

1 : Dengan Karbit + Plastik

2 : Dengan Karbit + Daun Pisang Kering

3 : Dengan Karbit + Daun Pisang Basah

Parameter yang diamati pada percobaaan ini adalah sebagai berikut:

Parameter 1 : Tekstur

Parameter 2 : Aroma

Parameter 3 : Warna
12

PELAKSANAAN PERCOBAAN

Pengumpulan Buah

Buah Mangga kweni dan Alpukat yang digunakan untuk percobaan

dikumpulkan sebelum digunakan ke masing-masing perlakuan pemeraman.

Persiapan Media Pemeraman

Disiapkan beberapa wadah media pemeraman dalam percobaan ini yaitu

kotak kardus sebagai wadah, karbid sebagai pemicu kematangan buah, koran

sebagai alas, plastik dan daun pisang yang basah dan kering sebagai perlakuan.

Aplikasi Pemeraman

Buah Alpukat dan Kweni sebanyak 2 yang telah dikumpulkan

dimasukkan kedalam masing masing kotak dimana setiap perlakuan:

1. Koran, Plastik, Karbid, Plastik, Buah, Plastik, Koran.

2. Koran, Daun Pisang Kering, Karbid, Daun Pisang Kering, Buah, Daun

Pisang Kering, Koran.

3. Koran, Daun Pisang Basah, Karbid, Daun Pisang Basah, Buah, Daun

Pisang Basah, Koran.

Pengamatan Pemeraman

Buah yang telah dimasukkan didiamkan selama 2 x 24 jam. Lalu diamati:

Tekstur

Diamati dengan menekan buah tersebut setelah mengalami pemeraman.

Aroma

Diamati dengan mencium aroma yang keluar dari buah tersebut.

Warna

Dilihat perubahan dari warna buah setelah mengalami pemeraman.


13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

2 hari setelah pemeraman


Parameter Pengamatan
Perlakuan Buah
Tekstur Aroma Warna

Karbid + Plastik KweniAgak lembek Harum Hijau Kekuningan


Agak Lembek Harum Hijau Kekuningan
Alpukat Keras Agak Harum Cokelat
keras Agak Harum Cokelat
Karbid + Daun Kweni Lembek Harum Hijau
Pisang Kering Keras Harum Hijau Kekuningan
Alpukat Lembek Agak Harum Hijau Kemerahan
Keras Agak Harum Hijau
Karbid + Daun Kweni Agak Lembek Harum Hijau Kekuningan
Pisang Basah Agak Lembek Harum Hijau Kekuningan
Alpukat Lembek Agak Harum Hijau Kemerahan
Agak Lembek Agak Harum Hijau Kemerahan

4 hari setelah pemeraman


Parameter Pengamatan
Perlakuan Buah
Tekstur Aroma Warna

Karbid + Plastik KweniLembek Bau Hijau Kekuningan


Lembek Harum Hijau Kecoklatan
Alpukat Lembek Tidak Beraroma Cokelat Kehitaman
Lembek Tidak Beraroma Cokelat Kehitaman
Karbid + Daun Kweni Lembek Harum Hijau
Pisang Kering Lembek Bau Hijau Kekuningan
Alpukat Lembek Tidak Beraroma Hijau Kemerahan
Lembek Tidak Beraroma Hijau
Karbid + Daun Kweni Lembek Harum Hijau Kekuningan
Pisang Basah Lembek Harum Hijau Kekuningan
Alpukat Lembek Tidak Beraroma Cokelat
Lembek Tidak Beraroma Cokelat

Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum didapat hasil yaitu tekstur buah pada saat

akhir pemeraman adalah dari keras menjadi lembek. Hal ini membuktikan bahwa

karbit yang digunakan berfungsi baik dalam pematangan buah, dimana fungsi
14

karbid itu sendiri adalah untuk mempercepat proses kematangan buah. Hal ini

sesuai literatur Effendi (2007) yang menyatakan bahwa Karbid atau kalsium

karbida adalah senyawa kimia yang mempunyai rumus kimia CaC2 bila diberi air

akan bereaksi menghasilkan C2H2 (gas asetilen) dan Ca(OH)2. Gas asetilen inilah

yang mempunyai peranan dalam pemeraman buah.

Berdasarkan hasil praktikum didapat hasil bahwa aroma buah pada akhir

pemeraman bervariasi yaitu harum, bau, maupun tidak beraroma. Hal ini

membuktikan buah yang beraroma bau maupun tidak beraroma telah melewati

batas kematangan buah dimana buah tersebut menuju kearah busuk ditambah lagi

dengan kondisi buah sebelum pemeraman yang hampir masak. Hal ini sesuai

literatur Patastico (1989) yang menyataka bahwa kandungan gula dalam daging

buah meningkat dengan lebih cepat oleh tekanan osmotik yang tinggi pada saat

daging buah menyerap air dari kulit buah.

Berdasarkan hasil praktikum didapat bahwa warna buah pada akhir

pemeraman yaitu pada buah kuini dari hijau menjadi hijau kekuningan dan pada

buah alpukat dari hijau menjadi cokelat. Berdasarkan kriteria warna, buah sudah

tergolong masak setelah dilakukan pemeraman. Hal ini sesuai literatur Pantastico

(1989) yang menyatakan bahwa selama pematangan buah mengalami perubahan

nyata dalam hal warna, tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi

perubahan-perubahan dalam susunan kimia buah-buahan tersebut.

Berdasarkan hasil praktikum yang paling cepat mengalami perubahan

adalah pada perlakuan daun pisang, dimana daun pisang membantu karbid dalam

proses pematangan buah. Hal ini sesuai literatur Zuhairini (1997) yang

menyatakan bahwa dengan menggunakan dedaunan, pemeraman dengan teknik


15

ini memerlukan waktu 3- 4 hari untuk mendapatkan kematangan buah yang

serempak dan baik.

Berdasarkan hasil praktikum penggunaan karbid (calsium Carbida)

merupakan metode pemeraman yang baik dimana karbid dapat menghasilkan

kematangan buah yang seragam dan singkat. Hal ini sesuai literatur Wardiyati

(2013) yang menyatakan bahwa pemeraman buah yang masih hijau banyak

dilakukan orang dengan menggunakan karbit (CaC2), yaitu senyawa yang hampir

sama dengan etilen. Gas asetilen inilah yang dapat membuat proses pemeraman

menjadi cepat dan proses pematangan cepat.


16

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil praktikum didapat hasil yaitu tekstur buah pada saat akhir

pemeraman adalah dari keras menjadi lembek.

2. Berdasarkan hasil praktikum didapat hasil bahwa aroma buah pada akhir

pemeraman bervariasi yaitu harum, bau, maupun tidak beraroma.

3. Berdasarkan hasil praktikum didapat bahwa warna buah pada akhir

pemeraman yaitu pada buah kuini dari hijau menjadi hijau kekuningan dan

pada buah alpukat dari hijau menjadi cokelat.

4. Berdasarkan hasil praktikum yang paling cepat mengalami perubahan adalah

pada perlakuan daun pisang, dimana daun pisang membantu karbid dalam

proses pematangan buah.

5. Berdasarkan hasil praktikum penggunaan karbid (calsium Carbida)

merupakan metode pemeraman yang baik dimana karbid dapat menghasilkan

kematangan buah yang seragam.


17

DAFTAR PUSTAKA

Andi, C. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi
Pati dari Biji Alpukat. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan.

Ashari, S. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-buahan Komersial.


Bayumedia Publishing. Malang.

BPPIPT. 2013. Mangga (Mangifera indica L.). Badan Pendayagunaan dan


Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.

BPPP. 2008. Budidaya Tanaman Mangga (Mangifera indica L.). Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanah. Bogor.

BPS. 2013. Pemeraman Buah-buahan. Dinas Pertanian. Malang.

Efendi, S. 2007. Pengaruh Media Pemeraman Kulit Pisang Klutuk Terhadap


Kadar Glukosa. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Gardjito, M. 1989. Buah sebagai Sumber Etilen Alternatif. Balitbang Pertanian.


Bogor.

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah


Mengenah Kejuruan. Medan.

Kusmayadi. 2010. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Pemasaran Buah.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Linda, M. 2008. Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat Karya Ilmiah. Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Murniati, E. 2008. Pengaruh Pemeraman Buah dan Periode Simpan terhadap


Viabilitas Benih Pepaya (Carica papaya L.). Bul. Agron. (36) (2) 139 –
145 (2008).

Pantastico, Er.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika (Terjemahan
Kamariyani). Gajah mada University Press. Yogyakarta. 409 hal.

Plantamor. 2012. Klasifikasi www.plantamor.com. Diakses pada tanggal 20


Desember 2017.

Pracaya, 2004. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag. Cetakan
ke-. 4. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya Jakarta.


18

Prasetyowati, Retno Pratiwi, Fera Tris O. 2010. “Pengambilan Minyak Biji


Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Metode Ekstraksi. Jurnal
Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010.

Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Padi. Pendayagunaan Dan Pemasyarakatan


Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. Jakarta hal 3-7.

Rohmaningtyas, D. 2010. Perbanyakan Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)


dengan Teknik Okulasi di Kebun Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura Tejomantri. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Susanto, S. 1999. Mengetahui Tingkat Kemasakan Buah. Trubus XXVI (303): 70-
71.

Suyanti. 2008. Karbit: Sang Stimulus Pematangan Buah. Jurnal Produksi


Tanaman Vlume 1 No. 1 Mei 2013 Universitas Negeri Malang. Malang.

Wardiyati, T. 2013. Peranan Etilen dalam Pemasakan Buah. Jurnal Produksi


Tanaman Volume 1 No. 1 Mei 2013 Universitas Brawijaya. Malang.

Zuhairini, M. 1997. Pengaruh Kadar CaCl2 dan Lama Perendaman Terhadap


Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. Ilmu Pertanian
Vol. 11 No. 1, 2004: 42-50. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai