Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

E.E Kellet mengungkapkan bahwa saat ia membaca suatu karya sastra, dalam

kegiatan tersebut ia selalu berusaha menciptakan sikap serius, tetapi dengan suasana

batin riang. Penumbuhan sikap serius dalam membaca itu terjadi karena sastra

bagaimanapun lahir dari daya kontemplasi batin pengarang sehingga untuk

memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya kontemplatif pembacanya.

Sementara pada sisi lain, sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha

menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu

memberikan hiburan dan kepuasan rohaniyah pembacanya.

Sebab itulah tidak berlebihan jika Boulton mengungkapka bahwa cipta sastra,

selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu

memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang

berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin, baik berhubungan dengan

masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai macam problema yang

berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini. Kandungan makna yang begitu

komplek serta berbagai macam nilai keindahan tersebut dalam hal ini akan

mewujudkan atau tergambar lewat media kebahasaan, media tulisan, atau struktur

wacana.

Terdapatnya berbagai macam unsur dalam karya sastra diatas

mengimplikasikan bahwa untuk mengapresiasi cipta sastra, pembaca pada dasarnya

1
disyaratkan memiliki bekal-bekal tertentu. Sejalan dengan kandungan aspek diatas,

maka bekal awal yang harus dimiliki sebagai calon apresiator adalah (1) kepekaan

emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati unsur-unsur

keindahan yang terkandung dalam cipta sastra. (2) pemilikan pengetahuan dan

pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan, baik

lewat penghayatan kehidupan ini maupun dengan membaca buku-buku yang

berhubungan dengan masalah humanitas. (3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan,

dan (4) pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan berhubungan

dengan telaah teori sastra.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian aplikasi sastra?
2. Apa yang dimaksud dengan apresiasi puisi?
3. Apa yang dimaksud dengan prosa fiksi?
4. Apa yang dimaksud dengan apresiasi drama?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aplikasi sastra.
2. Untuk mengetahui apresiasi puisi.
3. Untuk mengetahui apa itu prosa fiksi.
4. Untuk mengetahui apresiasi drama

D. Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan beberapa metode, diantaranya metode


kualitatif, kepustakaan, dan deskriptif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang

2
dalam penyusunan makalah dengan cara mengumpulkan data-data yang dapat
membantu dalam penyelesaian makalah tersebut.

Metode kepustakaan adalah suatu metode yang dalam penyusunan makalah


dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku yang berasal dari perpustakaan
maupun dari buku sumber sendiri. Metode deskriptif adalah suatu metode yang dalam
penyusunan makalah menggunakan konsep penggambaran data-data yang telah ada.

E. Sistematika Masalah

Dalam sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu;

1. Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,rumusan


masalah, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II pembahasan yaitu berisi tentang Mengungkapkan isi bacaan
3. Bab III penutup berisi tentang Kesimpulan, Saran, Dan Lampiran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian aplikasi apresiasi sastra

Apresiasi Sastra adalah memberikan penilaian terhadap karya sastra. Jika anda

mengapresiasikan sebuah karya sastra, maka anda melakukan kegiatan pengamatan,

penilaian, dan memberikan penghargaan terhadap karya sastra tersebut. Menurut sayuti

( 2009 ) bahwa apresiasi sastra merupakan hasil usaha pembaca dalam mencari dan

menemukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang

dapat di nyakan dalam bentuk tertulis.

Tahapan Apresiasi meliputi :

1. Tahap mengenal dan menikmati yaitu suatu tindakan berupa membaca, melihat

atau menonton dan mendengarkan suatu karya sastra

2. Tahap menghargai yaitu dapat merasakan kegunaan atau manfaat karya sastra,

misalnya memberi kesenangan, hiburan, kepuasaan serta memperluas

pandangan hidup

3. Tahap pemahaman yaitu berupa melakukan tindakan meneliti serta

menganalisis unsur - unsur yang membangun karya sastra, baik unsur intrinsik

maupun unsur ekstrinsik

4. Tahap penghayatan yaitu membuat interprestasi atau penafsiran terhadap karya

sastra

4
5. Tahap aplikasi atau Penerapan yaitu mewujudkan nilai - nilai yang di peroleh

dalam karya sastra dalam sikap dan tingkah sehari – hari.

Apresiasi sastra merupakan salah satu bentuk reaksi kinetik dan reaksi verbal

seorang pembaca terhadap karya sastra yang didengar atau dibacanya. Dalam

kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar istilah apresiasi. Barangkali dalam benak

kita muncul pertanyaan: apa itu apresiasi? Istilah apresiasi muncul dari kata appreciate

(Ing), yang berarti menghargai. Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa

apresiasi sastra adalah kegiatan untuk menghargai sastra. Namun, dalam

perkembangan berikutnya pengertian apresiasi sastra semakin luas. Banyak tokoh

mencoba memberikan batasan tentang apresiasi sastra. S. Effendi memberikan batasan

bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-

sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pada cipta sastra

tersebut.

Tahap mengenal dan menikmati pada tahap ini, kita berhadapan dengan suatu

karya. Kemudian kita mengambil suatu tindakan berupa membaca, melihat atau

menonton, dan mendengarkan suatu karya sastra.

Tahap menghargai pada tahap ini kita merasakan manfaat atau nilai karya sastra

yang telah dinikmati. Manfaat di sini berkaitan dengan kegunaan karya sastra tersebut.

Misalnya memberi kesenangan, hiburan, kepuasan, serta memperluas wawasan dan

pandangan hidup.

5
Tahap pemahaman pada tahap ini kita melakukan tindakan meneliti serta

menganalisis unsur-unsur yang membangun karya sastra, baik unsur intrinsik maupun

unsur ekstrinsiknya. Akhirnya kita menyimpulkan karya sastra tersebut. Apakah karya

sastra tersebut termasuk baik atau tidak, bermanfaat atau tidak bagi masyarakat sastra.

Tahap penghayatan pada tahap ini kita membuat analisis lebih lanjut dari tahap

sebelumnya, kemudian membuat interpretasi atau penafsiran terhadap karya sastra

serta menyusun argumen berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada tahap

sebelumnya.

Tahap aplikasi atau penerapan merupakan segala nilai, ide, wawasan yang

diserap pada tahap-tahap terdahulu diinternalisasi dengan baik, sehingga masyarakat

penikmat sastra dapat mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam sikap dan tingkah laku

sehari-hari.

Dengan demikian, kegiatan apresiasi sastra diartikan sebagai suatu proses

mengenal, menikmati, memahami, dan menghargai suatu karya sastra secara sengaja,

sadar, dan kritis sehingga tumbuh pengertian dan penghargaan terhadap sastra.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra adalah:

1) bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan

bahasa sehari-hari).

2) karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri

keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

Sastra dalam pengertian umum adalah karya tulis yang merupakan ungkapan

pengalaman manusia melalui bahasa yang mengesankan. Dalam sastra terkandung ide,

6
pikiran, perasaan, dan pengalaman yang khas manusiawi, serta diungkapkan dengan

bahasa yang indah. Jakob Sumardjo mengatakan bahwa sastra memiliki badan dan

jiwa. Jiwa sastra berupa pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia. Badannya berupa

ungkapan bahasa yang indah. Karya sastra mempunyai tiga ciri yang melekat padanya.

1.2 Apresiasi Puisi

Seperti bentuk karya sastra lain, puisi memunyai ciri-ciri khusus. Pada

umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek

serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang

menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.

Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering

terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu,

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada

puisi yang tergolong ‘sulit’ yaitu:

1. Membaca puisi berulang kali

2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan

- garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma

- dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau

pengertian kalimat sudah tercapai.

3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat

memerjelas maksud kalimat dalam puisi.

4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).

5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.

7
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema,

amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan

sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.

Mata Pisau

(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;

kau yang baru saja mengasahnya

berpikir : ia tajam untuk mengiris apel

yang tersedia di atas meja

sehabis makan malam

ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu

Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)

Tahap II : Melakukan pemenggalan

Mata Pisau

(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//

kau yang baru saja mengasahnya /

berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /

yang tersedia di atas meja /

sehabis makan malam //

ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //

Tahap III : Melakukan parafrase

8
Mata Pisau

(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//

(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /

berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /

yang (sudah) tersedia di atas meja /

(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //

ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //

Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat

Pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal

yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang

buruk, jahat, dan mengerikan.

Apel : sejenis buah yang rasanya enak atau sesuatu yang baik dan bermanfaat.

Terbayang olehnya urat lehermu : sesuatu yang mengerikan.

Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi

Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan

sebagai berikut :

Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan

menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana,

tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa

jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!

9
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa

tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya

mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan

mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).

Dengan memerhatikan hasil kerja tahap 1 hingga 5, dapat dikemukakan unsur-

unsur intrinsik puisi “Mata Pisau” sebagai berikut :

No. Definisi “Mata Pisau”

Tema : Gagasan utama penulis Sesuatu hal dapat

1 yang dituangkan dalam digunakan untuk kebaikan

karangannya. (bersifat positif), tetapi sering juga

disalahgunakan untuk hal-hal

yang bersifat negatif. Contoh :

anggota tubuh, kecerdasan, ilmu

dan teknologi, kekuasaan dll.

Amanat : Pesan moral yang ingin Hendaknya kita memanfaatkan

2 disampaikan penulis melalui segala hal yang kita miliki untuk

karangannya tujuan positif supaya hidup kita

punya makna

10
Feeling : Perasaan/sikap/penyair Penyair tidak setuju pada tindakan

3 terhadap pokok persoalan yang seseorang yang memanfaatkan

dikemukakan dalam puisi. sesuatu yang dimiliki untuk

tujuan-tujuan negatif.

Nada : Tone yang Nada puisi “Mata Pisau”

4 dipakai penulis dalam cenderung datar, tidak nampak

mengungkapkan pokok pikiran. luapan emosi penyairnya.

Kecuali keempat point di atas, perlu diperhatikan juga citraan (image) dan

gaya bahasa yang terdapat dalam puisi.

1. Struktur dan ragam puisi sebagai hasil karya kreatif terus-menerus berubah.

Hal ini nampak apabila kita mengkaji ciri-ciri puisi pada zaman tertentu yang

ternyata berbeda dari ke-khas-an puisi pada zaman yang lain. Di masa lampau

misalnya, penciptaan puisi harus memenuhi ketentuan jumlah baris, ketentuan rima dan

persyaratan lain. Itulah sebabnya Wirjosoedarmo mendefinisikan puisi sebagai

karangan terikat. Definisi tersebut tentu saja tidak tepat lagi untuk masa sekarang

karena saat ini penyair sudah lebih bebas dan tidak harus tunduk pada persyaratan-

persyaratan tertentu. Hal ini mengakibatkan pembaca tidak dapat lagi membedakan

antara puisi dengan prosa hanya dengan melihat bentuk visualnya. Misalnya sajak

Sapardi Djoko Damono dan cerpen Eddy D. Iskandar berikut ini :

11
AIR SELOKAN

“Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit,” katamu pada suatu hari

Minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung

– ia hamper muntah karena bau sengit itu. Dulu di selokan itu mengalir pula air yang

digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir : campur darah dan amis baunya.

Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.

Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-

tiba berdiri dan menuding sesuatu : “Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu

– alangkah indahnya!” Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan

hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.

(Sapardi Djoko Damono – Perahu Kertas, 1983 : 18)

NAH

Nah, karena suatu hal, maafkan Bapak datang terlambat. Nah, mudah-

mudahan kalian memaklumi akan kesibukan Bapak. Nah, tentang pembangunan

masjid ini yang dibiayai oleh kalian bersama, itu sangat besar pahalanya. Nah, Tuhan

pasti akan menurunkan rahmat yang berlimpah ruah. Nah, dengan berdirinya masjid

ini, mereka yang melupakan Tuhan, semoga cepat tobat. Nah, sekianlah sambutan

Bapak sebagai sesepuh.

(Nah, ternyata ucapan suka lain dengan tindakan. Nah, ia sendiri ternyata suka kepada

uang kotor dan perempuan. Nah, bukankah ia termasuk melupakan Tuhan? Nah,

ketahuankedoknya).

(Eddy D. Iskandar – Horison, Th. IX, Juni 1976 : 185)

12
Bentuk visual kedua contoh di atas sama, padahal Sapardi Djoko Damono

memaksudkan karyanya sebagai puisi, sedangkan Eddy D.Iskandar memaksudkan

karangannya sebagai cerita pendek (prosa). Dengan demikian mendefinisikan puisi

berdasarkan bentuk visualnya saja, pada masa sekarang tidak relevan lagi.

Karena sulitnya mendefinisikan pengertian puisi, A. Teeuw dan Culler

menyerahkan pada penilaian pembaca. Menurut mereka pembacalah yang paling

berhak menentukan suatu karya termasuk prosa atau puisi (Teeuw, 1983 : 6; Culler,

1977 : 138). Pendapat demikian meskipun nampaknya menyelesaikan masalah, namun

untuk study keilmuan tentu sangat membingungkan karena tidak ada standar yang

pasti.

• Samuel Taylor Coleridge berpendapat bahwa puisi adalah kata-kata terindah dalam

susunan yang terindah, sehingga nampak seimbang, simetris, dan memiliki hubungan

yang erat antara satu unsur dengan unsur lainnya.

• Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-

katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu

seperti musik.

• Wordsworth memberi pernyataan bahwa puisi adalah ungkapan perasaan yang

imajinatif atau perasaan yang diangankan.

• Dunton berpendapat bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan

artistik (selaras, simetris, pilihan kata tepat), bahasanya penuh perasaan dan berirama

seperti musik(pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).

13
• Shelley mengatakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam

hidup manusia, misalnya hal-hal yang mengesankan dan menimbulkan keharuan,

kebahagiaan, kegembiraan, kesedihan dan lain-lain.

Dengan meramu pendapat-pendapat di atas, kita dapat mendefinisikan puisi

sebagai berikut :

Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat

pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling

berkesan. Setelah kita definisikan apa itu puisi, selanjutnya kita dapat mengungkapkan

perbedaan antara puisi dan prosa sebagai berikut :

PUISI PROSA

1 Merupakan aktivitas jiwa yang Merupakan aktivitas

menangkap kesan-kesan, kemudian menyebarkan (men-dispersi-

kesan-kesan tersebut dipadatkan (di- kan) ide/gagasan dalam bentuk

kondensasi-kan)dan dipusatkan. uraian, bahkan kadang-kadang

sampai merenik.

Merupakan pencurahan jiwa yang Merupakan pengungkapan gagasan

2 bersifat liris (emosional) dan ekspresif. yang bersifat epis atau naratif.

Seringkali isi dan kalimat-kalimatnya

bermakna konotasi.

14
3 Pada umumnya bermakna denotasi,

walaupun memang ada beberapa

karya yang isinya konotasi.

Di samping pengertian puisi di atas, secara etimologi istilah puisi berasal dari

bahasa Yunanipoeima ‘membuat’ atau poeisis ’pembuatan’, dalam bahasa Inggris

disebut poem atau poerty. Puisi diartikan ”membuat atau pembuatan” karena lewat

puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin

berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Wellek dan

Warren, 1990; Tarigan, 1984; Aminuddin, 1987; Semi, 1988; Pradopo, 1990).

Sudjiman (1986), mengemukakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang

bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Pradopo

(1990) memadukan pendapat tersebut, sehingga tercipta pengertian puisi yaitu emosi,

imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindra, susunan kata, kata-kata kias,

kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka untuk menyampaikan gagasan

penyair menggunakan bahasa sebagai medium. Seperti halnya yang dikemukakan oleh

Preminger (1974) puisi adalah sistem tanda tingkat kedua yang memergunakan sistem

tanda tingkat pertama yang berupa bahasa tertentu. Sistem tanda tingkat pertama itu,

diorganisasikan sesuai dengan konvensi-konvensi tambahan yang memberi arti-arti

dan efek-efek yang lain dari yang dimiliki prosa biasa. Menurut Jakobson, studi

15
terhadap seni dapat digambarkan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan tanda dan

informasi.

1. Anlisis puisi berdasarkan srata normal

Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks

yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Menurut Wellek masing-masing norma

dalam sebuah analisis puisi menimbulkan lapis norma di bawahnya yaitu :

Lapis norma pertama adalah lapis bunyi. Bila orang membaca puisi, maka yang

terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan

panjang. Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua,

yaitu lapis arti, karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti.

Bunyi-bunyi itu disusun sedemikian rupa menjadi satuan kata, frase, kalimat, dan bait

yang menimbulkan makna yang dapat dipahami oleh pembaca. Rangkaian satuan-

satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik

puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan-lukisan, objek-objek yang dikemukakan, makna

implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan sebagainya.

Penerapan analisis puisi berdasarkan strata norma menurut Wellek berdasarkan

Roman Ingardens akan dijelaskan dalam analisis puisi

16
CINTAKU JAUH DI PULAU

(Chairil Anwar)

Cintaku jauh di pulau,

gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,

di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar

Angin membantu, laut terang, tapi terasa

aku tidak ‘kan sampai padanya

Di air yang terang, di angin mendayu,

di perasaan penghabisan segala melaju

Ajal bertahta, sambil berkata :

“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!

Perahu yang bersama ‘kan merapuh!

Mengapa ajal memanggil dulu

sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau

kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri

17
1. Analisis lapis pertama (bunyi)

Analisis puisis dengan lapis bunyi yaitu menggunakan bunyi-bunyi yang dipilih

berdasarkan yang bunyi-bunyi yang bernada. Misalnya pada puisi Cintaku Jauh Di

Pulau, pada baris pertama puisi tersebut ada pengulangan bunyi vokal pada sebuah

baris yang sama(asonansi) yaitu a dan u, pada baris kedua ada Pengulangan bunyi

konsonan dari kata-kata yang berurutan atau rima awal(aliterasi) yaitu (gadis manis

sekarang iseng sendiri). Demikian juga pada bait kedua terdapat pengulangan bunyi

vocal a (melancar – memancar – si pacar – terang – terasa), dan juga

terjadi pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan yaitu l dan r

(melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa).

Selain itu ada pula rima teratur yang terdapat pada puisi iniyaitu terdapat pada

bait 1 dan bait terakhir yang memiliki rima yang sama (a b), yang terletak diantara bait-

bait yang berpola rima a a – bb. Rima konsonan dari “memancar – si pacar”

bertentangan dengan rima “terasa – padanya” yang merupakan bunyi vokal. Rima

“kutempuh – merapuh” (konsonan) bertentangan dengan rima vokal “dulu – cintaku”.

Rima yang berupa asonansi dan aliterasi pada puisi di atas berfungsi sebagai lambang

rasa sehingga menambah keindahan puisi dan memberi nilai rasa tertentu.

2. Analisis lapis kedua (arti)

Untuk menganalisis arti, kita berusaha memberikan makna pada bunyi, suku

kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi.

Contohnya analisis makna per kalimat, per bait dan akhirnya makna seluruh puisi.

18
Contoh analisis puisi berdasarkan tiap bait yaitu pada puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’

yaitu:.

Analisis bait “Cintaku jauh di pulau” pada bait ini menandakan bahwa kekasih tokoh

aku berada di pulau yang jauh. ”Gadis manis sekarang iseng sendiri” pada bait ini

artinya kekasih dari tokoh aku tersebut adalah seorang gadis yang manis yang

menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku. Pada bait “Perahu

melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar” Analisis pada

bait tersebut menandakan bahwa tokoh aku menempuh perjalanan yang jauh dengan

perahu karena ingin menjumpai kekasihnya. “Angin membantu, laut terang, tapi terasa

aku tidak ‘kan sampai padanya” pada saat itu cuaca sangat bagus, namun hati si aku

merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.

Pada bait selanjutnya “Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke

pangkuanku saja”. Pada bait ini menceritakan perasaan tokoh aku yang semakin sedih

karena meskipun air terang, angin mendayu, tetapi perasaannya mengatakan

bahwa ajal telah memanggilnya.

Bait selanjutnya yaitu “Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang

bersama ‘kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu, sebelum sempat berpeluk

dengan cintaku?! menunjukkan bahwa tokoh aku putus asa. Dia telah bertahun-tahun

berlayar demi bertemu dengan kekasihnya, bahkan perahu yang membawanya sudah

hampir rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya

sebelum ia bertemu dengan kekasihnya. “Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia

mati iseng sendiri” pada bait ini menandakan bahwa tokoh aku khawatir terhadap

19
kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam

penantiannnya selama ini yang selalu sendiri dengan sia-sia.

3. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-

lain)

Pada analisis lapis arti sebelumya menimbulkan lapis ketiga yaitu berupa objek-

objek yang dikemukakan, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’, makna implisit, dan

metafisis.

Dalam menganalisis puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’, objek yang dikemukakan

adalah cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal. Pelaku

atau tokohnya adalah si aku , sedangkan latarnya di laut, pada malam hari yang cerah

dan berangin.

Jika objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi

digabungkan, maka akan menghasilkan ‘dunia pengarang’ atau isi puisi. Ini merupakan

dunia (cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya. Contohnya berdasarkan puisi

‘Cintaku Jauh di Pulau’ kita dapat menuliskan ‘dunia pengarang’ sebagai berikut :

Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. Karena

ingin menemuinya, pada suatu malam ketika bulan bersinar dan cuaca bagus, si aku

berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun keadaan sangat baik untuk berlayar

(laut terang, angin mendayu), namun si aku merasa ia tak akan sampai pada kekasihnya

itu. Pelayaran selama bertahun-tahun, bahkan sampai perahunya akan rusak,

nampaknya tidak akan membuahkan hasil karena ajal lebih dulu datang. Ia

membayangkan, setelah ia mati kekasihnya juga akan mati dalam kesendirian. Dalam

20
puisi tersebut digambarkan perasaan-perasaan tokoh si aku yaitu : senang, gelisah,

kecewa, dan putus asa. Selain itu juga dapat di lihat terdapat unsur metafisis yang

menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut

berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai

sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak

dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih

dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.

Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam puisi namun dapat

dipahami oleh pembaca. Misalnya kata ’gadis manis’ memberi gambaran bahwa pacar

si aku ini sangat menarik.

3.ANALISIS BERDASARKAN STRATA NORMA, SEMIOTIK, DAN FUNGSI

ESTETIK

Menganalisis puisi tidak cukup berdasarkan strata norma saja. Agar analisis

lengkap dan mendalam, perlu menggabungkan analisis strata norma dengan analisis

semiotik dan fungsi estetik setiap unsur yang membangun puisi tersebut.

Analisis semiotik memandang karya sastra, dalam hal ini puisi, sebagai sistem

tanda yang bermakna. Tiap-tiap fenomena (unsur puisi) diyakini mempunyai makna

atau arti, sehingga menganalisis puisi sampai menemukan makna yang dimaksud

merupakan suatu keharusan. Kecuali itu fungsi estetik setiap unsur dalam puisi juga

perlu dibahas.

21
Menganalisis puisi berdasarkan strata norma yang dihubungkan dengan

semiotik dan fungsi estetik, pada umumnya menyangkut masalah bunyi dan kata.

1. Bunyi

Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan

keindahan dan tenaga ekspresif. Kecuali itu bunyi juga bertugas memperdalam makna,

menimbulkan suasana yang khusus, menimbulkan perasaan tertentu, dan menimbulkan

bayangan angan secara jelas.

Demikian pentingnya peranan bunyi dalam puisi, sehingga dalam

perjalanannya ada puisi-puisi yang sangat menonjolkan unsur bunyi. Misalnya saja

Sajak Hugo Bal yang diterjemahkan dengan judul ‘Ratapan Mati’, secara keseluruhan

hanya berupa rangkaian bunyi ‘kata-kata’ tanpa arti. Bahkan di Indonesia pada masa

lampau dikenal bentuk puisi mantera dan serapah yang memanfaatkan kekuatan bunyi.

Di masa modern ini, dipelopori Sutardji Calzoum Bachri, muncul puisi-puisi yang

menomorsatukan peranan bunyi. Dalam hal ini bunyi-bunyi yang dipakai disusun

sedemikian rupa, sehingga menimbulkan daya evokasi (daya kuat untuk membentuk

pengertian). Contoh :

SEPISAUPI

(Sutardji Calzoum Bachri)

22
sepisau luka sepisau duri

sepikul dosa sepukau sepi

sepisau duka serisau diri

sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupi

sepisapanya sepikau sepi

sepisaupa sepisaupi

sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi

sepisaupa sepisaupi

sepisaupa sepisaupi

sampai pisauNya kedalam nyanyi

Walaupun puisi di atas seolah-olah merupakan permainan bunyi belaka, namun

jika kita teliti, bunyi-bunyi yang dipakai oleh Sutardji ternyata diolah dengan sangat

baik, sehingga memiliki daya evokasi.

23
Berikut ini dikemukakan fungsi bunyi dalam mendukung suasana, perasaan,

dan imaji pada puisi.

Vokal a, i, u, e, o

Efoni (euphony) :
Konsonan bersuara b, d, g, j Suasana mesra, penuh kasih
bunyi yang merdu
sayang, gembira, bahagia.
Bunyi liquida r, l
dan indah.

Bunyi sengau m, n, ng, ny

Bunyi aspiran s, h

Kakofoni - Dominasi bunyi-bunyi k, p, t, s. Suasana kacau, tidak teratur,

(cacophony) : tidak menyenangkan.


- Rima puisi sangat tidak teratur
bunyi yang tidak

merdu, parau

Vokal e, i - Perasaan riang, kasih, suci

- imaji : kecil, ramping,


Konsonan k, p, t, s, f

ringan, tinggi.

24
Vokal a, o, u - Perasaan murung, sedih,

Konsonan b, d, g, z, v, w gundah, kecewa.

- imaji : bulat, berat, besar,

rendah.

2. Kata

Walaupun ada penyair yang menonjolkan bunyi dan mengabaikan peranan kata

dalam puisi ciptaannya (misalnya Sajak Hugo Bal), namun tidak dapat dipungkiri

bahwa kata sampai saat ini masih merupakan sarana yang sangat penting dalam

penciptaan puisi. Bagaimanapun juga, pada umumnya penyair mencurahkan

pengalaman jiwanya melalui kata-kata.

Dalam menganalisis puisi, perlu dibahas arti kata dan efek yang

ditimbulkannya, misalnya arti denotatif, arti konotatif, kosa kata, diksi, citraan, faktor

ketatabahasaan, sarana retorika, dan hal-hal yang berhubungan dengan struktur kata

atau kalimat puisi.

25
Kata-kata yang digunakan oleh penyair disebut Slamet Mulyana sebagai kata

berjiwa. Dalam kata berjiwa ini sudah dimasukkan unsur suasana, perasaan-perasaan

penyair, dan sikapnya terhadap sesuatu.

Nampaknya penyair mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa

sehari-hari. Ini terjadi karena puisi sebagai ungkapan jiwa. Penyair menghendaki agar

pembaca dapat turut merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan penyair.

Misalnya saja sajak Toto Sudarto Bachtiar berikut ini :

PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dalam bait puisi tersebut, kata-kata yang dipergunakan menyiratkan pancaran

sikap sopan dan rasa hormat kepada pahlawan. Apabila dikatakan ia mati tertembak,

rasanya kurang hormat meskipun hakikatnya sama saja dengan kalimat …dia

terbaring, tetapi bukan tidur. Demikian juga diksi Sebuah lubang peluru bundar di

dadanya memberi gambaran tentang kematian yang indah dan bersih. Padahal

kenyataannya pastilah tidak seperti itu. Tentu ada darah yang berlepotan, tidak

tersenyum melainkan menyeringai kesakitan. Penyair menggunakan pilihan kata

tersebut sebagai ungkapan jiwanya yang menghargai pengorbanan pahlawan. Kalimat

Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang menyatakan keikhlasan sang

pahlawan dalam membela tanah air sampai titik darah penghabisan.

26
Untuk memaksimalkan kepuitisan karya, biasanya penyair memanfaatkan

kemampuannya dalam memilih kata setepat mungkin, memasukkan kata-kata/kalimat

yang konotatif dan mempergunakan gaya bahasa tertentu.

Pilihan kata penyair sangat membantu imajinasi pembaca. Semakin konkret

kata-kata dalam puisi, semakin tepat citraan yang ditimbulkannya. Misalnya pada salah

satu bait puisi ‘Balada Penyaliban’ karya W.S. Rendra tertulis Tiada mawar-mawar di

jalanan / tiada daun-daun palma / domba putih menyeret azab dan dera / merunduk

oleh tugas teramat dicinta / dst.

Kata menyeret merupakan gaya bahasa yang mengkonkretkan seolah-olah

‘azab’ dan ‘dera’ dapat dilihat dan terasa berat. Hal itu memberi citraan penglihatan

dan perasaan yang sangat dalam. Pembaca seolah-olah melihat sendiri jalanan yang

kering tanpa tumbuhan dan sosok Yesus yang digambarkan sebagai domba putih yang

tertatih-tatih menyeret beban amat berat. Dengan demikian, untuk ‘menghidupkan’

puisi, penyair dapat memanfaatkan gaya bahasa (misalnya personifikasi, metafora,

hiperbola dan lain-lain) dan pilihan kata yang tepat.

Ada puisi-puisi yang kosakatanya diambil dari bahasa sehari-hari. Hal tersebut

memberikan efek gaya yang realistis. Sebaliknya, penggunaan kata-kata indah

memberi efek romantis.

Setelah menganalisis puisi tahap demi tahap, kita dapat menyimpulkan tema

puisi, amanat/pesan, sikap penyair (feeling) dan nada puisi (tone). Tema adalah ide/

gagasan/pokok masalah yang disampaikan penyair melalui puisinya; amanat/pesan

adalah nilai-nilai yang terkandung dalam puisi yang dapat dipetik oleh pembaca; sikap

27
penyair adalah perasaan/sikap penyair terhadap tema yang ‘digarapnya’ dalam puisi

(misalnya benci, kagum, antipati, simpati dan lain-lain); nada adalah cara penyair

mengemukakan sikapnya (misalnya marah, keras, menyindir, putus asa, riang, penuh

kekaguman dan sebagainya).

c. Apresiasi Prosa Fiksi

1. Pengertian apresiasi prosa fiksi

Secara leksikal, Appreciation ‘ apresiasi ‘ mengacu pada pengertian

pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan,penilaian, dan pernyataan yang

memberikan penilaian. ( Hornby,1973 ). Apresiasi sastra ialah kegiatan menggauli

karya sastra dengan sungguh – sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan,

kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. (

Effendi,1973 ). Dengan kata lain apresiasi sastra adalah upaya memahami karya sastra,

yaitu upaya bagaimanakah caranya untuk dapat mengerti sebuah karya sastra yang kita

baca baik fiksi maupun puisi, mengerti maknanya, baik yang intensional maupun yang

faktual, dan mengerti seluk beluk strukturnya. Pendek kata apresiasi sastra itu

merupakan upaya merebut makna karya sastra sebagai tugas utama seorang pembaca.

Untuk dapat memahami struktur karya sastra dan dapat merebut makna

dengan setepat – tepatnya,seorang pembaca perlu mengerti bagian – bagian atau

elemen – elemen karya sastra. Karena, karya sastra merupakan sebuah struktur yang

rumit. Sebagai sebuah struktur, karya sastra mengandung gagasan keseluruhan,

gagasan tranformasional, dan gagasan kaidah yang mandiri. Oleh karena itu, untuk

mengerti karya sastra diperlukan analisis terhadap bagian – bagian struktur tersebut.

28
Dengan demikian, nyatalah bahwa apresiasi sastra merupakan satu kegiatan yang tidak

dapat dipisahkan dari kegiatan kritik sastra. Bahkan, dapat dikatakan bahwa apresiasi

sastra merupakan salah satu jenis kritik sastra terapan.

Kegiatan – kegiatan atau langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk

memahami karya sastra paling tidak meliputi 3 hal yaitu : Interpretasi, Analisis atau

Penguraian, dan Evaluasi atau Penilaian.

A. Penafsiran

Penafsiran adalah upaya memahami karya sastra dengan memberikan

tafsiran berdasarkan sifat – sifat karya sastra itu sendiri. Dalam hubungan ini, Abrams-

1981 membedakan tafsiran menjadi dua hal, yakni dalam artinya yang sempit,

penafsiran merupakan upaya untuk memperjelas arti bahasa dengan sarana analisis,

parafrase dan komentar. Lazimnya penafsiran difokuskan pada kegelapan, ambiguitas,

parafrase, dan komentar. Dalam arti luas, penafsiran atau menafsirkan ialah membuat

jelas arti karya sastra yang bermediakan bahasa yaitu meliputi penjelasan aspek – aspek

seperti jenis karya,unsur – unsur,struktur,tema dan efek – efeknya.

B. Analisis

Analisis merupakan penguraian karya sastra atas bagian – bagian atau norma

– normanya. Secara lebih khusus, analisis karya sastra dibedakan menjadi analisis fiksi

dan anlisis puisi. Analisis fiksi meliputi analisis terhadap semua elemen pembangun

fiksi itu, yang mencakup fakta cerita, sarana cerita, dan tema. Fakta cerita meliputi plot,

tokoh, dan latar. Sarana cerita meliputi hal – hal yang dimanfaatkan oleh pengarang

29
dalam memilih dan menata detil – detil cerita sehingga tercipta pola yang bermakna,

seperti unsur judul,sudut pandang, gaya dan nada,dan sebagainya.

Penafsiran dan analisis memungkinkan pembaca untuk memberikan penilaian

kepada karya sastra secara tepat sesuai dengan hakikatnya. Hakikat karya sastra adalah

karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai unsur estetik yang

dominan.

C. Penilaian

Penilaian adalah usaha menentukan kadar keberhasilan atau keindahan suatu

karya sastra. Dengan adanya penilaian dimungkinkan untuk membuat pemilihan antar

karya sastra yang baik dan yang jelek, yang berhasil dan yang gagl, yang bermutu

tinggi,rendah, dan sedang. Jika penilaian dapat dilakukan sebaik – baiknya,

penghargaan kepada sebuah karya sastrapun dapat dilakukan secara wajar dan

sepantasnya. Untuk itu diperlukan suatu kriteria, yakni kriteria keindahan atau

keberhasilab suatu karya sastra.

2. Perbedaan Antara Cerpen dan Novel

Sebelum dibicarakan elemen – elemen yang membangun fiksi secara struktural,

ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembedaan jenis prosa fiksi, yaitu cerita

pendek dan novel. Ditinjau dari segi ‘panjangnya’ cerpen relatif lebih pendek dari

novel. Walaupun didapatkan pula cerpen yang panjang dan novel yang pendek. Secara

lebih spesifik, istilah cerpen biasanya diterapkan pada fiksi yang panjangnya antara

seribu sampai lima ribu kata. Sedangakn novel umumnya berisi empatpuluh lima ribu

30
kata atau lebih. Karya fiksi yang berkisar antara limabelas ribu sampai empatpuluh

lima ribu kata bisanya disebut sebagai ‘ novela’.

Pertimbangan dari segi panjang cerita tersebut pada dasarnya terlampau

bersifat tekhnis dan mekanis, tetapi beberapa kualitas penting kedua jenis fiksi tersebut

memang berkaitan erat dengan panjang pendeknya.

Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan

bagian darti novel yang belum ditul;iskan. Sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang

diarahkan pada insiden atau peristiwa yang tunggal. Di samping itu, tokoh dalam

cerpen jarang dikembangkan karena pengembangan membutuhkan waktu, karena

tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditunjukkan karakternya. Artinya, hanya

ditentukan tahapan tertentu perkembangan karakter tokohnya. Karakter dalam cerpen

lebih merupakan revelation ‘ penunjukkan’ daripada development ‘ perkembangan ‘.

Selanjutnya dimensiwaktu dalam cerpen cenderung terbatas,walaupun dijumpai pula

cerpen – cerpen yang menunjukkan dimensi waktu yang relatif luas.

Ringkasnya, cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat compression ‘

pendataan ‘,concentration ‘ pemusatan ‘ dan intensity ‘ pendalaman, yang kesemuanya

berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang diisyaratkan oleh panjang

cerita itu.

Novel cenderung bersifat expands ‘ meluas ‘, complexity ‘ kompleksitas ‘.

Novel memungkinkan adanya penyajian tentang panjang lebar suatu tempat/ruang.

Oleh karena itu, tidaklah mengeherankan jika posisi manusia dalam masyarakat

31
menjadi pokok permasalahan yang selalu menjadi pusat perhatoian para novelis.

Masyarakat memilki dimensi ruang dan waktu.

Sebuah novel jelas tidak berarti dapat dibaca selesai dalam sekali duduk,

karena panjangnya sebuah novel secara khusus cukup untuk mempermasalahkan

karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu dan hal ini tidak mungkin dalam cerpen.

Akhirnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi ( inclusion ), yakni

bahwa novelis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.

3. Jenis – jenis Fiksi

Cerpen,novel, dan novel pada hakikatnya merupakan kategori- kategori fiksi

yang bersifat formal. Kita juga dapat membuat kategori yang lain berdasarkan sudut

pandangan tertentu, misalnya dari segi tekhnik kita mengenal adanya alegori, dari

segi jenis isinya kita mengenal fiksi sains, dari segi temanya kita mengenal fiksi

eksistensialis, atau dari segi kombinasi kesemuanya itu.

Beberapa Jenis Fiksi

JENIS FIKSI PENGERTIAN

Fiksi Realistik Berkaitan dengan hal – hal yang bersifat faktual

dalam perilaku manusia.

Fiksi Romantik Menyajikan masalah perjuangan emosi pribadi

dan desakan – desakan dari luar.

Fiksi Naturalis Mengutamakan pelukisan fakta – fakta yang keji

dan Proletarian yang kurang dapat diterima secara moral dan pelukisan

32
tatanan material yang kurang dapat diterima oleh akal

Fiksi Gotik sehat.

Melukiskan cerita – cerita horor. Fakta – fakta

yang disajikan sedemikian rupa sehingga memancing

Fiksi Sains atau kengerian dan melahirkan mimpi yang menakutkan.

Utopian Menunjukkan kecendrungan tanan – tatanan

material dengan menggambarkan sesuatu sedemikian

rupa sehingga tampak benar – benar terjadi.

4. UNSUR – UNSUR PEMBANGUN FIKSI

1. Tema

Memepertanyakan makna sebua karya karya sastra sebenarnya juga berarti

mempertanyakan tema. Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau menawarkan

tema.

Tema sebagai salah satu unsur karya sastra menurut Stanton, 1965 dan Kenny,

1966 adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun ada banyak makna

yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita.Tema dapat dikatakan sebagai gagasan

dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung sebuah teks

sebagai strukltur semantis yang menyangkut persamaan – persamaan atau perbedaan –

perbedaan. Tema di saring dari motif – motif yang terdapat dalam karya yang

33
bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa – peristiwa,konflik, dan situasi

tertentu.

Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran

peristiwa,konflik,situasi tertentu,termasuk berbagai unsur instrinsik yang lain, karena

hal – hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang disampaikan.

Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai

seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi umum,lebih luas, dan abstrak.

Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi,ia haruslah

disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian – bagian tertentu

cerita. Tema, walaupun sulit ditentukan secara pasti bukanlah makna yang

disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai

makna pokok sebuah karya fiksi tidak secara sengaja disembunyikan karena justru hal

inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan

yang dudukung cerita, dengan sendirinya ia akan tersembunyi dibalik cerita yang

mendukungnya.

A. Penggolongan Tema

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung

dari segi mana penggolongan itu dilakukan. Pengkategorian tema yang dimaksudkan

dapat dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang yaitu, Penggolongan Dikhotomis

yang bersifat Tradisional dan Nontradisional, Penggolongan dilihat dari tingkat

Pengalaman Jiwa, dan Penggolongan dari Tingkat Keutamaannya.

34
a. Tema Tradisional dan Nontradisional.

Tema Tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang

hanya itu – itu saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam

berbagai cerita,termasuk cerita lama. Pernyataan – pernyataan tema yang dapat

dipandanf sebagai.

tema yang bersifat tradisional,misalnya,berbunyi (I) Kebenaran dan keadilan

mengalahkan kejahatan. (ii) Tindak kejahatan walaupun ditutup – tutupi akan

terbongkar juga. (iii) Tindak kebenaran atau kejahatn masing – masing akan memetik

hasilnya.(iv) Cinta sejati menuntut pengorbanan. (v) Kawan sejati adalah kawan adalah

kawan di masa duka. Dan sebagainya.

Pada umumnya tema – tema tradisional merupakan tema yang digemari orang

dengan status sosial apapun,di manapun dan kapanpun. Dapat dikatakan bahwa tema

tradisional adalah tema yang bersifat universal.

Selain hal – hal yang bersifat tradisional,tema sebuah karya sastra mengangkat

sesuatu yang tidak lazim, atau yang berssifat nontradisional. Tema yang

demikian,mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca,bersifat melawan arus,

mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan pembaca, mengecewakan atau berbagai

reaksi afektif yang lain.

b. Tingkatan Tema Menurut Shipley

Pertama, Tema tingkat fisik. Manusia sebagai molekul,man as molecul. Tema

karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh

35
banyaknya aktifitas fisik daripada kejiwaan. Ia lebih banyak menekankan mobilitas

fisik daripada

konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam novel

dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan.

Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai ( atau dalam tingkat kejiwaan )

protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak

menyangkut atau mempersoalkan masalah seksulitas. Suatu aktifitas yang hanya dapat

dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia

mendapat penekanan dalam novel dengan tema tinfkat ini,khususnya kehidupan

seksual yang bersifat menyimpang.

Ketiga, tema tingkat sosial, man as socious. Kehidupan masyarakat yang

merupakan tempat aksi interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan

alam, mengandung banyak permasalahan,konflik, dan lain – lain yang menjadi obyek

pencarian tema.

Keempat, tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man asindividualism

. Manusia sebagai makhluk individu senantiasa menuntut pengakuan atas hak

individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu,manusiapun

mempunyai banyak permasalahan,konflik yang dihadapinya.

Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi. Yang

belum tentu manusia lainnya bisa mengalami atau mencapainya. Masalah yang

menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan sang

36
pencipta, masalah religiositas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya

seperti pandangan hidup,visi dan keyakinan.

c. Tema Utama dan Tema Tambahan

Tema utama atau tema mayor artinya, makna pokok cerita yang menjadi dasar

atau gagasan dasar umum karya itu. Menentukan makna pokok cerita pada hakikatnya

merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai diantara sejumlah

makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan.

Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam

keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian – bagian tertentu

cerita saja. Makna yang hanya terdap[at pada bagian – bagian tertentu cerita dapat

diidentifikasikan sebagai makna bagian bagian, makna tambahan. Makna – makna

tambahan inilah yang di sebut sebagai tema – tema tambahan atau tema minor.

B. Penafsiran Tema

Kegitan menafsirkan sebuah tema karya fiksi secara lebih khusus dan

rinci,Stanton ( 1965 ) mengemukakan adanya sejumlah kriteria yang dapat diikuti

seperti berikut ini :

1. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan setiap detil

cerita yang menonjol. Dengan kata lain, tokoh,masalah,konflik utama merupakan

tempat yang paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel.

37
2. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan

tiap detil cerita. Jika hal yang demikian terjadi, cobalah diulangi sekali lagi hasil

penafsiran iotu barangkali terjadi kesalahpahaman.

3. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti

– bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel

yang bersangkutan.

4. Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti – bukti

yang secara langsung atau yang disarankan dalam cerita. Kriteria ini mempertegas

tentang kriteria ketiga.

Penunjukan tema sebuah novel haruslah dapat dibuktikan dengan data – data

atau detil – detil cerita yang terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti – bukti

langsung, artinya kata – kata itu dapat ditemukan dalam novel, maupun tak

langsung,artinya,berupa penafsiran terhadap kata – kata yang ada. Dalam sebuah novel,

kadang – kadang dapat ditemui adanya data – data tertentu, mungkin berupa kata –

kata,kalimat,alinea, atau bentuk dialog, yang dapat dipandang sebagai bentuk yang

berisi tema pokok cerita yang bersangkutan.

2. Pengeplotan

A. Hakikat Plot dan Pemplotan

Plot merupakan unsur fiksi yang dianggap sebagai yang terpenting diantara

unsur lainnya dalam fiksi.Hal itu kiranya beralasan sebab kejelasan plot, kejelasan

38
tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, akan mempermudah

pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.

Untuk menyebut plot,secara tradisional orang juga sering mempergunakan

istilah alur atau jalan cerita. Sedangkan dalam teori – teori yang berkembang lebih

dikenal dengan istilah struktur naratif, susunan. Plot memang mengandung unsur jalan

cerita atau tepatnya peristiwa demi peristiwa yang susul menyusul namun ia lebih dari

sekedar ja;lan cerita itu sendiri.

Stanton ( 1965 ) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan

kejadian, namun setiap kejadian itu dihubungkan dengan secara sebab akibat, peristiwa

yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Penampilan peristiwa demi peristiwa yang mendasarkan diri pada urutan waktu

saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa – peristiwa itu

haruslah diolah dan disiasati secara kreatif sehingga hasilnya merupakan sesuatu yang

indah dan meanrik. Kegiatan mengolah dan menyiasati ini dilihat dari sisi pengarang

merupakan kegitan pengembangan plot atau pemplotan,pengaluran.

B. Peristiwa,Konflik, dan Klimaks

Peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam

pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan oleh

ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan

sebuah cerita fiksi. Ketiga unsur ini memiliki hubungan yang mengerucut.

39
Peristiwa atau kejadian dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan

ke keadaan yang lain. Dengan pengertian tersebut tentunya kita dapat membedakan

natara kalimat – kalimat tertentu yang menampilkan peristiwa atau tidak.

Peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yakni :

1. Peristiwa fungsional adalah peristiwa – peristiwa yang menentukan atau

mempengaruhi perkembangan plot.

2. Peristiwa kaitan adalah peristiwa – peristiwa yang berfungsi mengaitkan

peristiwa – peristiwa penting dalam pengurutan penyajian peristiwa.

3. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan

atau berhubungan dengan perkembangan plot,melainkan mengacu pada unsur

– unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana

yang melingkupi batin seorang tokoh.

Konflik yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting merupakan

unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya

naratif akan dipengaruhi oleh wujud dan isi konflik,bangunan konflik, yang

ditampilkan.

Konflik menyaran pada pengewrtian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan

yang terjadi dan atau yang dialami oleh tokoh cerita. Konflik adalah sesuatu yang

dramatik,mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dang

menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.

40
Bentuk konflik dapat dibedakan kedalam dua kategori yakni, konflik fisik dan

konflik batin, konflik eksternal ( external conflict ) dan konflik internal ( internal

conflict ).

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan

sesuatu yang di luar dirinya,mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan

manusia. Dengan demikian konflik eksternal dapat dibedakan kedalamdua kategori

yakni konflik fisik

( phsical conflict ) dan konflik sosial ( social konflict ). Konflik fisik yang

disebut juga dengan konflik elemental adalah konflik yang disebabkan adanya

perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Konflik sosial adalah konflik yang

disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah – masalah yang

muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.

Konflik internal atau disebut juga dengan konflik kejiwaan adalah konflik yang

terjadi di dalam hati,jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, lebih merupakan permasalahan

intern seorang manusia. Misalnya hal itu terjadi akbat adanya pertentangan antara dua

keinginan,keyakinan, pilihan yang berbeda,harapan – harapan,atau masalah – masalah

lainnya.

Klimaks adalah saat konflik telah mencapai intensitas tertinggi,dan saat itu

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kehajiannya. Klimaks sangat

menentukan arah perkembangan plot. Klimak s merupakan titik pertemuan antara dua

hal yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan itu akan

diselesaikan.

41
C. Kaidah Pemplotan

Kaidah – kaidah pemplotan meliputi :

Plausibilatas ( plausibility ) menyaran kepada pengertian suatu hal yang dapat

dipercaya sesuai dengan logika cerita. Adanya sifat dapat dipercaya merupakan hal

yang esensial dalam karya fiksi,khususnya yang konvensional. Pengembangan plot

cerita yang tidak plausibel dapat membingungkan dan meragukan

pembaca,misalnyakarena tidak ada atau tidak jelasnya unsur kausalitas.

Suspense ( rasa ingin tahu ). Artinya bahwa sebuah cerita yang baik pasti

memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga. Atau lebih tepatnya mampu

membangkitkan rasa ingin tahu pembaca terhadap peristiwa – peristiwa yang akan

terjadi,khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca. Unsur

suspense bagaimanapun akan mendorong,menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk

setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir

cerita.

Jika suspense dipandang mampu memotivasi,menarik, dan mengikat pembaca

ia haruslah dijaga terus menerus keberadaannya dalam sebuah cerita. Salah satu cara

untuk membangkitkan suspense sebuah cerita adalah dengan menampilkan

foreshadowing. Foreshadowing merupakan penampilan peristiwa tertetu yang bersifat

mendahului yang ditampilkan secara tidak langsung terhadap peristiwa penting yang

akan dikemukakan kemudian.

Surprise ( kejutan ). Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika

sesuatu yang dikisahkan atau kejadian – kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau

42
bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca. Dalam hal ini bisanya

novel – novel jenis detektif biasanya lebih sering memberikan kejutan, khusunya yang

berkaitan dengan isi cerita pada menjelang akhir cerita.

Kesatupaduan ( unity ). Plot harus memiliki kesatupaduan,keutuhan.unity.

Kesatupaduan menyaran pada menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang

ditampilkan,khusunya peristiwa – peristiwa fungsional,kaitan, dan acuan,yang

mengandung konflik ,atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak

dikomunikasikan,memilki kerkaitan satu dengan yang lainnya.

D. Penahapan Plot

Secara teoritis plot dapat di urutkan atau dikembangkan ke dalam tahap- tahap

tertentu secara kronologis. Secara kronologis-teoritis tahap – tahap pengembangan atau

lengkapnya struktur plot dikemukakan sebagai berikut.

a. Penahapan plot : Awal – Tengah - Akhir

Tahap awal. Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahjap

perkenalan. Tahap awal biasanya berisi informasi penting yang berkaitan dengan

berbagai hal yang akan dikisahkan pada thap – tahap berikutnya.

Tahap tengah. Tahap tengah cerita dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian,

menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap

sebelumnya,yang menjadi semakin meningkat dan menegangkan.

Tahap akhir. Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai tahap

peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi bagian ini berisi

kesudahan cerita, atau menyaran pada bagaimanakah akhir cerita.

43
b. Tahapan Plot : Rincian lain

1. Tahap situation. Tahap pembukaan cerita,pemberian informasi awal. Terutama

berfungsi melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

2. Tahap Generating circumstances. Tahap pemunculan konflik, masalah –

masalah yang menyulut terjadinya konflik yang dimunculkan.

3. Tahap rising action : Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan

kadar intensitasnya.

4. Tahap climax : Tahap klimaks,konflik dan atau pertentangan – pertentangan

yang terjadi mencapai titik intensitas puncak.

5. Tahap denouement : Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai

klimaks diberi penyelesaian,ketegangan dikendorkan.

6. E. Pembedaan Plot

a.Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu

Plot Lurus ( Progresif) Plot Sorot Balik ( Flash Plot Campuran

Back )

Peristiwa – peristiwa Urutan kejadian Merupakan

yang dikisahkan yang dikisahkahkan perpaduan antara

bersifat kronologis.Peristiwa dalam karya fiksi yang progresif dan regresif.

– peristiwa yang pertama bersifat regresif tidak

bersifat kronologis

44
diikuti oleh peristiwa –

peristiwa berikutnya.

b.Perbedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah

Plot Tunggal Plot Sub – Sub Plot

Mengembangkan sebuah cerita Merupakan bagian dari plot

dengan menampilkan seorang utama yang berisi cerita kedua yang

tokoh Utama sebagai hero ditambahkan yang bersifat memperjelas

dan memperluas pandangan kita

terhadap plot utama dan mendukung

efek keseluruhan cerita.

c. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan

Plot Padat Plot Longgar

Peristiwa – peristiwa fungsional Pergantian peristiwa demi

terjadi susul – menyusul dengan peristiwa penting berlangsung

cepat,hubungan antara peristiwa terjalin lambat,dan hubungan antar peristiwa

secara erat.Pembaca seolah olah selalu tiodak terlalu erat.

dipaksa untuk terus menerus

mengikutinya.

d. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Isi

45
Plot Peruntungan Plot Tokohan Plot Pemikiran

Berhubungan Menyaran pada Mengungkapkan sesuatu yang

dengan cerita yang adanya sifat pementingan menjadi bahan

menceritakan tokoh yang menjadi pusat pemikiran,keinginan,perasaan,berbagai

nasib,peruntungan,yang perhatian. Plot tokohan macam obsesi,dan lain-lain. Plot ini

menimpa tokoh utama dibedakan ke dalam : dibedakan ke dalam :

cerita. a. Plot Pendewasaan a. Plot Pendidikan ( Education

Plot Peruntungan ( Maturing plot ) plot )

di bedakan menjadi : b. Plot Pembentukan b. Plot Pembukaan Rahasia (

a. plot ) ( Reform plot ) Relevation plot )

b. Plot Sedih (Plot c. Plot Pengujian ( c. Plot Efektif ( Effektive plot )

Gerak ( action pathetic Testing Plot ) d. Plot Kekecewaan (


plot ) d. Plot Kemunduran ( Disillusionment plot )

c. Plot Tragis ( tragic plot Degeneraion plot )

d. Plot Penghukuman (

punitive plot )

e. Plot Sentimental (

sentimental plot )

46
f. Plot Kekaguman (

admiration plot )

3. PENOKOHAN

a. Pengertian dan Hakikat Penokohan

Istilah tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan

karakterisasi secara bergantian menunjuk pengertian yang sebenarnya tidak menyaran

pada pengertian yang hampir sama. Walau memang ada diantaranya yang merupakan

sinonim.

Istilah tokoh, menunjuk pada orangnya,pelaku cerita. Watak.Karakter,dan

Perwatakan menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang di tafsirkan oleh

pembaca dan lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sedangakan

penokohan dan karakter ( karakterisasi ) sering juga di samakan artinya dengan karakter

dan perwatakan yang sebenarnya menunjuk pada penempatan tokoh – tokoh tertentu

dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau dengan kata lain penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

b. Pembedaan Tokoh

1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

3. Tokoh Sedrhana dan Tokoh Bulat

4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

47
c. Takhnik Pelukisan Tokoh

1. Tekhnik Ekspositori ( tekhnik analitis ) : Pelukisan tokoh cerita dilakukan

dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.

2. Tekhnik Dramatik : Penampilan tokoh cerita dalam tekhnik ini lebih mirip

dengan yang ditampilkan pada drama,di lakukan secara tak langsung.

Wujud penggambaran tekhnik dramatik :

 Tekhnik cakapan. ( Percakapan yang di lakukan oleh tokoh cerita )

 Tekhnik Tingkah Laku ( Tindakan yang bersifat

nonverbal,fisik,reaksi,tanggapan,sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat

– sifat seorang tokoh. )

 Tekhnik Pikiran dan Perasaan ( Keadaan dan jalan pikiran serta

perasaan yang dirasakan oleh tokoh yang dapat diwujudkan dalam tingkah

laku baik verbal maupun nonverbal.

 Tekhnik Arus Kesadaran. ( stream of consciousness, berkaitan dengan

tekhnik pikiran dan perasaan yang keduanya tidak dapat dipilah.Bahkan

mungkin dapat dianggap sama karena sama – sama menggambarkan

tentang tingkah laku batin tokoh ).

 Tekhnik Reaksi Tokoh ( reaksi tokoh terhadap suatu kejadian,masalah,

keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain dan sebagainya yang

merupakan rangsanagan dari luar diri toko yang bersangkutan.)

48
 Tekhnik Reaksi Tokoh Lain.( Reaksi yang di berikan oleh tokoh lain

terhadap tokoh utama.Penilaian kedirian tokoh utama cerita oleh tokoh –

tokoh lain dalam sebuah karya.)

 Tekhnik Pelukisan Latar ( Suasana latar sekitar tokoh untuk melukiskan

keberadaan tokoh yang bersangkutan.Pelukisan suasana latar dapat

mengintensifkan sifat tokoh,dan dapat menimbulkan kesan yang tertentu

pula pada pembaca)

 Tekhnik Pelukisan Fisik ( Keadaan fisik seseorang berkaitan dengan

keadaan kejiwaannya. Atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan

memperhubungkan adanya keterkaitan tersebut ).

4. PELATARAN

A. Pengertian dan Hakikat Latar

Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu. Yang menyaran pada

pengertian

Tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa –

peristiwa yang diceritakan. ( Abrams 1981 : 175 ).

Stanton ( 1965 ) mengelompokkan latar, bersama tokoh dan plot ke dalam tiga

fakta cerita. Sebab ketiga hal inilah yang akan di hadapi oleh pembaca yang dapat

diimajinasikan secara faktual jika membaca karya fiksi.

49
Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting

untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang

seolah – olah sungguh – sungguh ada dan terjadi.

a. Latar Fisik dan Latar Spiritual

 Latar Fisik ( Physical setting )

Latar fisik bisa diartikan sebagai latar sebagai tempat atau lokasi tertentu,

hubungan waktu yang menyaran pada waktu tertentu.

 Latar Spiritual ( Spiritual setting )

Latar spiritual bisa berwujud pada penceritaan tentang tat cara, adapt

istiadat, kepercayaan, dan nilai – nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Jadi,

latar spiritual adalah nilai – nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. ( Kenny

1966 : 39).

b. Latar Netral dan Latar Tipikal

 Latar Netral.

Latar yang mendiskripsikan sebuah tempat secara umum. Artinya, latar ini

tidak memilki atau tidak mendiskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang

terdapat dalam sebuah latar.

 Latar Tipikal

Latar ini memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu. Baik yang

menyangkut latar tempat,weaktu maupun sosial.

50
Jika dalam sebuah cerita mendiskripsikan tentang latar spiritual,maka latar

tersebut akan menjadi latar yang khas,spsifik,tipikal.

B. UNSUR LATAR

 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakandalam sebuah karya fiksi.Penggunaan latar tempat dengan nama –

nama tertentu haruslah mencerminkan,atau paling tidak tak bertentangan

sdengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “ kapan “ terjadinya

peristiwa – peristiwa yang diceritakan dalam sebuajh klarya fiksi.

Pengangkatan unsure sejarah ke dalam karya sastra / fiksi akan

meyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat

menjadi sangat fungsional sehingga tak dapat dig anti dengan waktu lain tanpa

mempengaruhi perkembangan cerita.

Catatan tentang ANAKRONISME.

Anakronisme menyaran pada pengertian adanya ketidaksesuaian dengan urutan

( perkembangan ) waktu dalam sebauh cerita.

51
Waktu yang dimaksud adalah waktu yang berlaku dan ditunjuk dalam cerita,

waktu cerita,dengan waktu yang menjadi acuannya yang berupa waktu dalam realitas

sejarah,waktu sajarah.

Ketidaksesuaian antara waktu cerita dengan waktu sejarah bisanya

menggunakan dua waktu yang berbeda masa berlakunya dalam satu waktu dalam

sebuah karya fiksi.

Penyebab anakronisme mungkin berupa masuknya waktu lampau ke dalam ke

dalam cerita yang berlatar waktu kini, atau sebaliknya.

Kadang – kadang,anakronisme dalam sebuah fiksi mempunyai unsur

kesengajaan dihadirkan dalam sebuah karya untuk menjembatani imajinasi pembaca

dengan cerita yang bersangkutan. Ia dipergunakan untuk memudahkan pemahaman

pembaca terhadap sesuatu yang sudah dikenal pada masa lampaunya.

Namun tetntunya berbeda dengan anakronisme yang tidak disengaja,sebagai

sebuah ketidaktelitian yang justru akan melemahklan karya tersebut.

 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal – hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat.

Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan.Jadi dia berada dalam

kepaduannya dengan unsur latar yang lain.

52
FUNGSI LATAR

Latar sebagai salah satu unsur fiksi,sebagai fakta cerita, yang bersama unsur –

unsur lain membentuk cerita. Latar berhubungan langsung dan mempengaruhi

pengaluran dan penokohan. Latar sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Di samping

itu, latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yang lebih menyaran pada fungsi

latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu dalam cerita. Fungsi latar

yang di maksud adalah fungsi latar sebagai metafora dan latar sebagai atmosfir.

1. Latar Sebagai Metaforik

Fungsi Metafora pada sebuah latar menyaran pada pengertian menyampaikan

pengertian atau pemahaman. Artinya, sifat metafora ini menyaran pada suatu

perbandingan yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain.

Novel sebagai sebuah karya kreatif tentu saja kaya bentuk – bentuk ungkapan

metafora,khususnya sebagai sarana pendayagunaan stile,sesuai dengan budaya bahasa

bangsa yang bersangkutan. Latar yang berfungsi sebagai metaforik ini selain

mediskripsikan latar yang melukiskan suasana, sifat, keadaan tertentu juga dijumpai

adanya detil – detil yang mendeskripsikan cerminan keadaan batin tokoh. Deskripsi

latar yang berupa awan kelabu barangkali sekaligus melukiskan tentangkelamnya hati

tokoh yang bersangkutan.

2. Latar Atmosfir.

Fungsi latar ini berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan

suasana tertentu.Latar ini biasanya berupa latar penyituasian. Misalnya pada awal

cerita sebuah novel atau tahap awal,perkenalan, cerita sebuah novel pada umunya berisi

53
latar penyituasian. Walau hal ini juga bisa terdapat pada tahap lain. Adanya situasi

tertentu yang mampu menyeret pembaca ke dalam cerita akan melibatkan pemabcar

secara emosional. Hal ini penting sebab dari sinilah pembaca akan tertarik,bersimpati,

dan berempati, meresapi dan menghayati secara intensif.

Latar yang berfungsi sebagai metaforik dan atmosfir, walau menyaran pada

pengertian dan fingsi yang berbeda pada kenyataannya erat berkaitan. Dalam deskripsi

sebuah latar misalnya, disamping terasa sebagai penciptaan sebuah suasana tertentu

sekaligus juga terdapat deskripsi tertentu yang bersufat metaforik. Hal demikian justru

akan menimbulkan kepadatan,sekaligus memperkuat pandangan bahwa sastra dapat

dipahami dalam berbagai tafsiran.

5. PENYUDUTPANDANGAN

Sudut pandang/point of view,merupakan salah satu unsur fiksi yang digilingkan

sebagai sarana cerita, literary device. Pemilihan sudut pandang akan berpengaru pada

penyajian cerita. Reaksi afektif pembaca terhadap sebuah karya fiksi dalam banyak hal

akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.

a. Hakikat Sudut Pandang.

Sudut pandang/point of view,,menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia

merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk

cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. ( Abrams,1981 ). Dengan demikian,

sudut pandang pada hakekatnya merupakan strategi, tekhnik, siasat, yang secara

sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu

54
yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang, pandangan hidup dan

tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan

lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.

Sebelum pengarang menulis cerita mau tak mau ia harus telah memutuskan

memilih sudut pandang tertentu sebagai sikap naratif antara mengemukakan cerita

dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya atau oleh seorang narator yang berada di luar

cerita itu sendiri. Ia harus telah mengambil sikap menuliskan ceritanya dengan sudut

pandang orang pertama atau ketiga masing – masing dengan berbagai

kemungkinannya, atau bahkan keduanya sekaligus.

b. Macam Sudut Pandang

Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan

pembedaan yang telah umum yang banyak dilakukan orang, yaitu bentuk persona

tokoh cerita : Persona ketiga dan Persona pertama.

1. Sudut pandang persona ketiga : “ DIA “

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga,gaya “

dia “, narator adalah seorang yang berada diluar cerita yang menampilkan tokoh –

tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya ; ia, dia, mereka.

 “DIA” Mahatahu : Dalam sudut pandang ini cerita dikisahkan dari

sudut “ dia “,namun pengarang,narator dapat menceritakan apa saja yang menyangkut

tokoh “ dia “ tersebut. Dalam hal ini narator mengetahui segalanya.Ia bersifat

mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh,peristiwa, dan tindakan, termasuk

motivasi yang melatarbelakanginya.

55
 “ DIA “ Terbatas, “ Dia “ sebagai pengamat : Dalam sudut pandang ini

pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar,dialami,dipikir, dan dirasakan tokoh

cerita. Namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja. Tokoh cerota mungkin

banyak,yang juga berupa tokoh “dia”,namun tidak diberi kesempatan untuk

menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

2. Sudut Pandang Persona Pertama : “ AKU “

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona

pertama,first person point of view,”aku”,jadi, gaya “aku “ – narator adalah seseorang

ikut terlibat dalam cerita.. Ia adalah si “aku “ tokoh yang berkisah,mengisahkan

kesadarn dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang dialaminya sendiri.

 “ Aku “ tokoh utama : Tekhnik ini mengisahkan berbagai peristiwa

dan tingkah laku yang dialaminya,baik yang bersifat batiniah,dalam dirinya sendiri

,mauupn fisik. Dalam cerita tokoh “ aku “ dalam tekhnik ini disebut sebagai tokoh

utama,first-person central yang tentunya praktis akan menjadi tokoh protagonis.

 “ Aku “ tokoh tambahan : Dalam sudut pandang ini tokoh “ aku “

muncul bukan sebagai tokoh utama,melainkan sebagai tokoh tambahan, First-person

peripheral. Tokoh “aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,sedang

tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk mengisahkan sendiri

sebagai pengalamannya.

56
3. Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari

satu tekhnik. Pengarang dapat berganti – ganti mulai tekhnik yang satu ke tekhnik yang

lainnya untuk sebuah cerita yang dilukiskannya. Kesemuanya itu tergantung dari

kemauan dan kreatifitas pengarang,bagaimana mereka memanfaatkan berbagai tekhnik

yang ada demi tercapainya efektifitas penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk

mencari variasi penceritaan agar memberikan kesan lain. Pemanfaatan tekhnik –

tekhnik tersebut dalam sebuah novel misalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan

kelebihan dan keterbatasan masing – masing tekhnik.

APRESIASI DRAMA

A. Pengertian Drama

Drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti ‘berbuat’ ,

‘bertindak’, atau ‘beraksi’. Drama merupakan tiruan kehidupan yang manusia yang

diproyeksikan di atas pentas. Drama disebut juga sandiwara. Kata ini berasal dari

bahasa Jawa, yaitu ‘sandi’ yang berarti ‘tersembunyi’ dan ‘warah’ yang berarti

‘ajaran’. Dengan demikian, sandiwara berarti ajaran yang tersembunyi dalam tingkah

laku dan percakapan.

Drama dalam arti luas adalah suatu bentuk kesenian yang mempertunjukkan

sifat atau budi pekerti manusia dengan gerak dan percakapan di atas pentas atau

panggung. Drama merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan

dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan

57
melihat drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam

masyarakat. Hal ini karena drama merupakan potret kehidupan manusia.

Drama mencakup 2 bidang seni, yaitu seni sastra (untuk naskah drama) dan

seni peran/pentas (pementasan). Sebuah naskah drama akan menjadi lengkap/ utuh

ketika dipentaskan.

B. UNSUR-UNSUR DRAMA

Drama memiliki unsur-unsur sebagai berikut.

1. tokoh dan penokohan

Tokoh memiliki posisi yang sangat penting karena bertugas

mengaktualisasikan cerita/ naskah drama di atas pentas. Dalam cerita drama tokoh

merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi penggerak cerita.oleh karena itu

seorang tokoh haruslah memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak

cerita yang baik.

Di samping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang tokoh.

Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu:

Dimensi fisiologi (ciri-ciri badani) antara lain usia, jenis kelamin, keadaan

tubuh, cirri-ciri muka,dll.

Dimensi sosiologi (latar belakang) kemasyarakatan misalnya status sosial,

pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan

hidup, agama, hobby, dan sebagainya.

58
Dimensi psikologis (latar belakang kejiwaan) misalnya temperamen,

mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang

tertentu, kecakapan, dan lain sebagainya.

Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas, maka

tokoh yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan

cenderung menjadi tokoh yang mati.

Berdasarkan perannya, tokoh terbagai atas tokoh utama dan tokoh

pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi sentral cerita dalam pementasan

drama sedangkan tokoh pembantu adalah tokoh yang dilibatkan atau dimunculkan

untuk mendukung jalan cerita dan memiliki kaitan dengan tokoh utama.

Dari perkembangan sifat/perwatakannya, tokoh dan perannya dalam

pementasan drama terdiri 4 jenis, yaitutokoh berkembang, tokoh pembantu, tokoh

statis dan tokoh serba bisa. Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami

perkembangan selama pertunjukan. Misalnya, tokoh yang awalnya seorang yang baik,

namun pada akhirnya menjadi seorang yang jahat. Tokoh pembantu adalah tokoh

yang diperbantukan untuk menjelaskan tokoh lain. Tokoh pembantu merupakan minor

character yang berfungsi sebagai pembantu saja atau tokoh yang memerankan suatu

bagian penting dalam drama, namun fungsi utamanya tetap sebagai tokoh

pembantu. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami perubahan karakter dari

awal hingga akhir dalam dalam suatu drama. Misalnya, seorang tokoh yang berkarakter

jahat dari awal drama akan tetap bersifat jahat di akhir drama. Tokoh serba bisa adalah

tokoh yang dapat berperan sebagai tokoh lain (all round). Misalnya, tokoh yang

59
berperan sebagai seorang raja, namun ia juga berperan sebagai seorang pengemis untuk

mengetahui kehidupan rakyatnya.

2. alur (plot)

Alur adalah jalinan cerita. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi

beberapa bagian yaitu:

Pemaparan (eksposisi)

Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada

bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya.

Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana

cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita. Pada umumnya

bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.

Komplikasi awal atau konflik awal

Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang

maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik

merupakan kekuatan penggerak drama.

Klimaks dan krisis

Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot

dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.

Peleraian

Pada tahap ini mulai muncul peristiwa yang dapat memecahkan persoalan

yang dihadapi.

60
Penyelesaian (denouement)

Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya terdapat krisis-krisis yang

memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar di bagian akhir selanjutnya

diikuti adegan penyelesaian.

Alur cerita akan hidup jika terdapat konflik. Konflik merupakan unsur yang

memungkinkan para tokoh saling berinteraksi. Konflik tidak selalu berupa

pertengkaran, kericuhan, atau permusuhan di antara para tokoh. Ketegangan batin

antartokoh, perbedaan pandangan, dan sikap antartokoh sudah merupakan konflik.

Konflik dapat membuat penonton tertarik untuk terus mengikuti atau menyaksikan

pementasan drama.

Bentuk konflik terdiri dari dua, yaitu konflik eksternal dan konflik

internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan

lingkungan alamnya (konflik fisik) atau dengan lingkungan manusia (konflik

sosial). Konflik fisik disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan

alam. Misalnya,seorang tokoh mengalami permasalahan ketika banjir melanda

desanya. Konflik sosial disebabkan oleh hubungan atau masalah social antarmanusia.

Misalnya, konflik terjadi antara buruh dan pengusaha di suatu pabrik yang

mengakibatkan demonstarasi buruh. Konflik Internal adalah konflik yang terjadi

dalam diri atau jiwa tokoh. Konflik ini merupakan perbenturan atau permasalahan yang

dialami seorang tokoh dengan dirinya sendiri, misalnya masalah cita-cita, keinginan

yang terpendam, keputusan, kesepian, dan keyakinan.

61
Kedua jenis konflik diatas dapat diwujudkan dengan bermacam peristiwa yang

terjadi dalam suatu pementasan drama. Konflik-konflik tersebut ada yang merupakan

konflik utama dan konflik-konflik pendukung. Konflik Utama (bias konflik eksternal,

konflik internal, atau kedua-duannya) merupakan sentral alur dari drama yang

dipentaskan, sedangkan konflik-konflik pendukung berfungsi utnuk mempertegas

keberadaan konflik utama.

3. dialog

Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para tokoh harus berbicara dan apa

yang diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya,

pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan

perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.

Jalan cerita drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan

pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang

diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog

antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan

bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di

balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh pemain

sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti

suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama.

Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan

62
1. dialog harus menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah

dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa

yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula

dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang

turut berperan di atas pentas.

2. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada

ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus

berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.

1. latar

latar atau setting adalah penempatan ruang dan waktu, serta suasana cerita.

Penataan latar akan menghidupkan suasana. Penataan latar akan menghidupkan

suasana, menguatkan karakter tokoh, serta menjadikan pementasan drama semakin

menarik. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas

pementasan drama secara keseluruhan.

5. tema

Tema drama adalah gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon

drama. Tema drama merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin

diungkapkan oleh penulis naskah. Tema itu bersifat umum dan terkait dengan aspek-

aspek kehidupan di sekitar kita.

63
Tema Utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari

lakon drama, sedangkan tema tambahan merupakan tema-tema lain yang

terdapat dalam drama yang mendukung tema utama.

Bagaimana menemukan tema dalam drama? Tema drama tidak disampaikan

secara implisit. Setelah menyaksikan seluruh adegan dan dialog antarpelaku dalam

pementasan drama, kamu akan dapat menemukan tema drama itu. Kamu harus

menyimpulkannya dari keseluruhan adegan dan dialog yang ditampilkan. Maksudnya

tema yang ditemukan tidak berdasarkan pada bagian-bagian tertentu cerita.

Walaupun tema dalam drama itu cendrung ”abstrak”, kita dapat menunjukkan

tema dengan menunjukkan bukti atau alasan yang terdapat dalam cerita. Bukti-bukti

itu dapat ditemukan dalam narasi pengarang, dialog antarpelaku, atau adegan atau

rangkaian adegan yang saling terkait, yang semuannya didukung oleh unsur-unsur

drama yang lain, seperti latar, alur, dan pusat pengisahan.

6. pesan/amanat

Setiap karya sastra selalu disisipi pesan atau amanat oleh penulisnya. Dengan

demikian pula dengan drama. Hanya saja, amanat dalam karya sastra tidak ditulis

secara eksplisit, tetapi secara implisit. Penonton menafsirkan pesan moral yang

terkandung dalam naskah yang dibaca atau drama yang ditontonnya.

7. interpretasi kehidupan

Maksudnya adalah pementasan drama itu seolah-olah terjadi dengan

sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari meskipun hanya merupakan

64
tiruan kehidupan. Drama adalah bagian dari suatu kehidupan yang digambarkan dalam

bentuk pentas

Pementasan drama memilki unsur-unsur sebagai berikut.

1. cerita

Cerita dalam drama seringkali mengusung masalah/persoalan kehidupan.

Cerita dalam drama disusun dalam bentuk dialog, yang disebut naskah drama atau

skenario.

2. pelaku

Pelaku drama (pemain drama, aktor, atau aktris) adalah pembawa cerita.

Merekalah yang membawakan/menyampaikan cerita kepada penonton. Dalam

menyampaikan cerita kepada penonton, pelaku memliki dua alat, yaitu dialog (ucapan)

dan gerak (perbuatan)

3. sutradara

Sutradara bertugas menerjemahkan dan mewujudkan isi cerita kepada

penonton melalui ucapan dan perbuatan (akting) para pelaku di panggung.

4. panggung

Panggung merupakan tempat pementasan atau tempat para pelaku

mengekspresikan watak tokoh sesuai dengan isi cerita.

5. penonton

65
Penonton merupakan penikmat drama. Penonton berfungsi untuk mendukung

kelangsungan hidup drama.

C. MENULIS NASKAH DRAMA

Drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk

dipertunjukkan di atas pentas. Salah satu komponen yang diperlukan untuk

mementaskan sebuah drama adalah naskah drama. Naskah drama berisi cerita yang

disusun dalam bentuk dialog. Naskah drama biasanya mengandung beberapa unsur

pokok, seperti pelaku (tokoh), dialog (percakapan), dan keterangan (latar, kostum,

aksesoris), serta keterangan lakuan (akting).

Perhatikan contoh kutipan naskah drama berikut!

DAG DIG DUG

(Putu Wijaya)

BABAK I

Sebuah ruang besar yang kosong. Meskipun di tengah-tengah ada sebuah

meja marmar kecil tinggi diapit dua kursi antik berkaki tinggi, berlengan membundar,

berpantat lebar. Di sini sepasang suami istri pensiunan yang hidup dari uang

indekosan menerima kabar seseorang telah meninggal di sana. Dalam surat dijelaskan

akan datang utusan yang akan menjelaskan hal tersebut lebih lanjut. Pada hari yang

dijanjikan keduanya menunggu.

Masih pagi.

66
Suami : Siapa?

Istri : Lupa lagi?

Suami : Tadi malam hapal. Siapa?

Istri : Ingat-ingat dulu!

Suami : Lupa, bagaimana ingat?

Istri : Coba, coba! Nanti diberi tahu lupa lagi. Jangan biasakan otak

manja.

Suami : Cha….Chai….Chairul….Ka, Ka…ah sedikit lagi (berusaha

mengingat-ingat)

Istri : (tak sabar) Kairul Umam!

Suami : Ah? Kairul Umam? Ka? Bukan Cha? Kok lain?

Istri : Kairul Umam! Kairul Umam! Kairul Umam! Ingat baik-baik!

Suami : Semalam laim.

Istri : Kok ngotot!

Suami : Semalam enak diucapkan, Cha, Cha….begitu. Sekarang kok, Ka,

Ka…..siapa?

Istri : KAIRUL UMAM!

Suami : Kok Kairul, Cha!

67
Istri : Chairul Umam!

Suami : Semalam rasanya. Jangan-jangan keliru. Coba lihat suratnya lagi.

Istri : Kok ngotot. Ni lihat. (Menyerahkan surat)

Suami : (memasang kaca mata, – membaca sambil lalu) ….dengan ini kami

kabarkan…ya, jangan terkejut….diluar dugaan, barangkali….kami

harap….dengan ini kami kabarkan….ya, jangan terkejut…..diluar dugaan

lho….dengan ini kami kabarkan….

Istri : (mengambil kaca dan mendekatkan mukanya) Ini apa!

Suami : O, ya! Chairul, Chairul….ini U atau N.

Istri : U!

Suami : Ini?

Istri : M!

Suami : Ini?

Istri : A. Ini M!

Suami : Seperti tulisan dokter.

Istri : Sekarang siapa yang betul?

Suami : Jadi betul Chairul Umam, bukan KHA – irul Umam!

Penjelasan:

68
1. Paragraf awal menunjukkan keterangan latar (setting), petunjuk

panggung, aksesoris, kostum, dan sebagainya. Kadang-kadang ditulis dengan huruf

kapital.

2. Tulisan (kata atau kalimat) yang dicetak miring dan terdapat dalam

tanda kurung merupakan keterangan lakuan (akting) untuk diperagakan pelaku.

Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam menyusun naskah drama:

1. Babak

Babak merupakan bagian naskah yang merangkum semua peristiwa yang

terjadi dalam satu kesatuan waktu – tempat – peristiwa. Setiap babak terbagi atas

adegan-adegan. Babak disusun berdasarkan pertimbangan pementasan, terutama

menyangkut latar/setting karena sebuah bagian dalam cerita drama dapat terjadi pada

waktu dan tempat yang berlainan dengan bagian lainnya. Melalui pengalihan babak,

penonton akan diberitahu bahwa bagian cerita yang disaksikannya berada dalam waktu

dan tempat yang berbeda dengan bagian terdahulu. Babak ditandai dengan dekorasi

tertentu.

2. Adegan

Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan pergantian

formasi/posisi pemain di atas pentas. Batasnya ditentukan oleh datang dan perginya

seorang atau lebih tokoh di atas pentas.

69
3. Dialog

Dialog yaitu percakapan antara tokoh satu dengan tokoh lainnya yang menjadi

pusat tumpuan berbagai unsur struktur drama.

4. Petunjuk lakuan

Petunjuk lakuan berisi penjelasan kepada pembaca dan awak pementasan

(sutradara, pemeran, penata seni, dsb.) mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau

perbuatan tokoh, an unsur-unsur cerita lainnya.

5. Prolog

Prolog adalah bagian naskah drama yang ditempatkan pada bagian awal

drama. Prolog berfungsi sebagai pengantar yang mengungkap keterangan tentang

cerita yang akan disajikan.

6. Epilog

Epilog adalah bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan pengarang

mengenai cerita, nasihat, pesan moral (etika). Epilog bukanlah unsur yang harus ada

dalam naskah drama.

7. Tema

Tema merupakan ’sesuatu’ yang disampaikan. ’Sesuatu’ yang ingin

disampaikan pengarang itu terurai dalam seluruh unsur drama. Tema menjiwai seluruh

bagian drama: babak, adegan, dialog, tokoh, bahasa. ’Sesuatu’ itu pula yang ingin

disampaikan pengarang kepada penikmat/penonton drama.

70
8. Penokohan

Sifat dan kedudukan tokoh dalam drama bermacam-macam. Setiap tokoh

menghadirkan karakter masing-masing. Watak tokoh bukan saja merupakan pendorong

terjadinya peristiwa. Oleh karena itu, setiap tokoh mengemban tujuan yang penting

dalam pengembangan alur cerita.

9. Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang dihubungkan dengan hukum sebab

akibat. Artinya, peristiwa-peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa

kedua meyebabkan peristiwa ketiga, dan seterusnya. Fungsi utama alur adalah

mengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian.

10. Bahasa

Unsur yang tidak kalah pentingnya dalam penulisan naskah drama adalah

bahasa. Bahasa selalu menggerakkan tokoh dan mencipta suasana. Melalui bahasa

yang diucapkan tokoh-tokohnya, kita dapat memahami waktu, tempat, keadaan,

masalah. Melalui bahasa pula kita mengenal latar belakang setiap tokoh yang

dideskripsikannya.

11. Solilokui (monolog/senandika)

Solilokui adalah ungkapan pikiran seorang tokoh yang diungkapkan dalam

bentuk percakapan pada diri sendiri.

12. Aside

71
Aside adalah bagian dari naskah drama yang diucapkan seorang pemain

kepada penonton dengan anggapan tokoh lain tidak mendengarnya.

Untuk menyusun sebuah naskan drama dapat digali dari pengalaman-

pengalaman. Pengalaman tersebut dikisahkan kembali dengan mengingat pokok-pokok

peristiwa yang terjadi, masalah yang dihadapi para tokoh, serta watak dan peran setiap

tokoh dalam peristiwa tersebut. Urutan peristiwa yang tersusun digunakan sebagai

kerangka penulisan naskah drama yang dijabarkan melalui dialog yang diucapkan para

tokoh.

Dalam menulis naskah drama harus bersumber pada kehidupan dan watak

manusia. Secara garis besar, untuk menulis naskah drama dapat mengikuti langkah-

langkah berikut.

1. Menyusun cerita

2. Menjabarkan cerita itu menjadi rentetan peristiwa/garis lakon/alur, yang

tersusun menjadi eksposisi, komplikasi, klimaks, antiklimaks, dan resolusi.

3. Rentetan peristiwa itu harus menonjol ke arah sebuah konflik sampai

mencapai klimaks. Menulis drama tanpa mengandung konflik akan menjadi hambar

dan monoton.

4. Menentukan jenis-jenis karakter serta penerapannya lewat gerak dan

dialog. Konflik sebagai jiwa sebuah drama, berkembang karena pertentangan

karakter protagonis melawan antagonis.

72
5. Menyusun naskah dalam bentuk dialog yang efektif. Dalam

penyusunannya dapat didekati dari tiga hal, yaitu:

A. segi teknis, yaitu setiap dialog di sampingnya diberi catatan yang jelas

(keluar, masuk, musik, dan juga perlu diberi angka untuk mempermudah koreksi)

B. segi estetis, yaitu dialognya harus indah, komunikatif, memikat, dan

memperhatikan kontinuitas

C. segi literer, yaitu dialognya dapat menggunakan bahasa konotasi

D. MEMERANKAN DRAMA

Memerankan drama berarti mengaktualisasikan segala hal yagn terdapat di

dalam naskah drama ke dalam lakon drama di atas pentas. Aktivitas yang menonjol

dalam memerankan drama ialah dialog antartokoh, monolog, ekspresi mimik, gerak

anggota badan, dan perpindahanletak pemain.

Pada saat melakukan dialog ataupun monolog, aspek-aspek suprasegmental

(Lafal, intonasi, nada atau tekanan dan mimik) mempunyai peranan sangat penting.

Lafal yang jelas, intonasi yang tepat, dan nada atau tekanan yang mendukung

penyampaian isi/pesan

1. Membaca dan Memahami Teks Drama

Sebelum memerankan drama, kegiatan awal yang perlu kita lakukan ialah

membaca dan memahami teks drama.Teks drama adalah karangan atau tulisan yang

berisi nama-nama tokoh, dialog yang diucapkan, latar panggung yang dibutuhkan, dan

pelengkap lainnya (Kontum, lighting, dan musik pengiring). Dalam teks dram, yang

73
diutamakan ialah tingkah laku (acting) dan dialog (percakapan antartokoh) sehingga

penonton memahami isi cerita yang dipentaskan secara keseluruhan. Oleh karena itu,

kegiatan membaca teks drama dilakukan sampai dikuasainya naskah drama yang akan

diperankan.

Dalam teks drama yang perlu kamu pahami ialah pesan-pesan dan nilai-nilai

yang dibawakan oleh pemain. Dalam membawakan pesan dan nilai-nilai itu, pemain

akan terlibat dalam konflik atau pertentangan. Jadi, yang perlu kamu baca dan pahami

ialah rangkaian peristiwa yang membangun cerita dan konflik-konflik yang

menyertainya.

2. Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan

Sebelum memerankan sebuah drama, kita perlu menghayati watak tokoh. Apa

yang perlu kita lakukan untuk menghayati tokoh? Watak tokoh dapat diidentifikasi

melaui (1) narasi pengarang, (2) dialog-dialog dalam teks drama, (3) komentar atau

ucapan tokoh lain terhadap tokoh tertentu, dan (4) latar yang mengungkapkan watak

tokoh.

Melalui menghayati yang sungguh-sungguh, kamu dapat memerankan tokoh

tertentu dengan baik. Watak seorang tokoh dapat diekspresikan melalui cara sang tokoh

memikirkan dan merasakan, bertutur kata, dan bertingkah laku, seperti dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat. Artinya, watak seorang tokoh bisa dihayati mulai

dari cara sang tokoh memikirkan dan merasakan sesuatu, cara tokoh bertutur kata

dengan tokoh lainnya, dan cara tokoh bertingkah laku.

74
Hal yang paling penting dalam memerankan drama adalah dialog. Oleh karena

itu, seorang pemain harus mampu:

1. Mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.

Seorang pemain dikatakan mampu bertutur dengan jelas apabila setiap suku

kata yang diucapkannya dapat terdengar jelas oleh penonton sampai deretan paling

belakang. Selain jelas, pemain harus mampu mengucapkan dialog secara wajar.

Perasaan dari masing-masing pemain pun harus bisa ditangkap oleh penonton.

2. Membaca dialog dengan memperhatikan kecukupan volume suara.

Seorang pemain harus bisa menghasilkan suara yang cukup keras. Ketika

membaca dialog, suara pemain harus bisa memenuhi ruangan yang dipakai untuk

pementasan. Suara pemain tidak hanya bisa didengar ketika panggung dalam keadaan

sepi, juga ketika ada penonton yang berisik.

3. Membaca dialog dengan tekanan yang tepat.

Kalimat mengandung pikiran dan perasaan. Kedua hal ini dapat ditangkap oleh

orang lain bila pembicara (pemain) menggunakan tekanan secara benar. Tekanan dapat

menunjukkan bagian-bagian kalimat yang ingin ditonjolkan.

Ada 3 macam tekanan yang biasa digunakan dalam melisankan naskan drama:

1. tekanan dinamik

yaitu tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata tertentu dalam

kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut terdengar lebih menonjol dari kata-

75
kata yang lain. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai

jaminan!” (kata yang dicetak miring menunjukkan penekanan dalam ucapan).

1. tekanan tempo

yaitu tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan

memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapat tekanan tempo diucapkan seperti

mengeja suku katanya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tang-gal-kan ba-ju-

mu sebagai jaminan!” Pengucapan kelompok kata dengan cara memperlambat seperti

itu merupakan salah satu cara menarik perhatian untuk menonjolkan bagian yang

dimaksud.

c. tekanan nada

yaitu nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan

perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi.

Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” bisa diucapkan dengan tekanan nada yang

menunjukkan ”keseriusan” atau ”ancaman” jika diucapkan secara tegas mantap. Akan

tetapi, kalimat tersebut bisa juga diucapkan dengan nada bergurau jika pengucapannya

disertai dengan senyum dengan nada yang ramah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan dialog drama

adalah:

1. penggunaan bahasa, baik secara pelafalan maupun intonasi, harus

relevan. Logat yang diucapkan hendaknya disesuaikan dengan asal suku atau

daerah, usia, atau status sosial tokoh yang diperankan.

76
2. Ekspresi tubuh dan mimik muka harus disesuaikan dengan dialog. Bila

dialog menyatakan kemarahan, maka ekspresi tubuh dan mimik pun harus

menunjukkan rasa marah.

3. Untuk lebih menghidupkan suasana dan menjadikan dialog lebih wajar

dan alamiah, para pemain dapat melakukan improvisasi di luar naskah.

Memahami Teknik Bermain Drama

Teknik bermain (akting) merupakan unsur penting dalam seni peran. Berikut

ini hal-hal yang sangat mendasar berkaitan dengan teknik bermain drama.

1. Teknik Muncul

Teknik muncul adalah cara seorang pemain tampil pertama kali ke pentas yaitu

saat masuk ke panggung telah ada tokoh lain, atau ia masuk bersama tokoh lain. Tentu,

setelah muncul, pemain harus menyesuaikan diri dengan suasana perasaan adegan yang

sudah tercipta di atas pentas. Kehadiran seorang tokoh harus mendukung

perkembangan alur, suasana, dan perwatakan yang sudah tercipta atau dibangun.

2. Teknik Memberi Isi

Kalimat ”Engkau harus pergi!” mempunyai banyak nuansa. Ucapan tulus

mengungkap keikhlasan atau simpati, sedangkan ucapan kejengkelan atau kemarahan

tentu bernada lain. Nuansa tercipta melalui tekanan ucapan yang telah dijelaskan di

muka (tekanan dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo).

3. Teknik Pengembangan

77
Teknik pengembangan berkait dengan daya kreativitas pemeran, sutradara,

dan bagian estetis. Dengan pengembangan, sebuah naskah akan menjadi tontonan

memikat. Bagi pemain, pengembangan dapat ditempuh dengan beberapa cara,

diantaranya:

1. Pengucapan

Pengembangan pengucapan dapat ditempuh dengan menaikkan – menurunkan

volume dan nada. Dengan demikian setiap kata, frase, atau kalimat dalam dialog

diucapkan dengan penuh kesadaran. Artinya, setiap pemain sadar kapan harus

mengucap dengan keras-cepat-tinggi atau lembut-lambat-rendah.

1. Gesture

Pengembangan gesture dapat dicapai dengan lima cara. Setiap cara, tentu saja,

tidak dapat dipisah-pisahkan sebab saling melengkapi dan menyempurnakan.

(1) Menaikkan posisi tubuh

Menaikkan posisi tubuh berarti ada gerakan baik dari menunduk-menengadah,

tangan terkulai menjadi teracung, berbaring-duduk-berdiri, atau berdiri di lantai-kursi-

meja.

(2) Berpaling

Berpaling mempunyai arti yang spesifik dalam pengembangan dialog: tubuh

atau kepala. Perhatikan dialog berikut ini dan tentukan pada bagian mana kita harus

berpaling.

78
”Aku iri denganmu. Kadang-kadang aku berpikir untuk keluar saja, lalu buka

bengkel juga. Tidak ada hierarki. Tidak ada rapat-rapat panjang.”

(3) Berpindah tempat

Berpindah tempat dapat terjadi dari kiri-kanan, depan-belakang, bawah-atas.

Tentu, harus ada alasan yang kuat mengapa harus berpindah

(4) Gerakan

Gerakan anggota tubuh: melambai, ,mengembangkan jari-jari, mengepal,

menghentakkan kaki, atau gerakan lain seturut dengan luapan emosi. Ada tiga kategori

melakukan gerakan: a) gerakan dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata, b)

gerakan dilakukan sebelum kata diucapkan, c) gerakan dilakukan sesudah kata

diucapkan.

(5) Mimik

Perubahan wajah atau mimik mencerminkan perkembangan emosi. Tanpa

penghayatan dan penjiwaan tidak mungkinlah timbul dorongan dari dalam atau

perasaan-perasaan. Justru perasaan inilah yang mendasari raut wajah.

4. Menciptakan Peran

Tentu saja untuk menciptakan peran, pemain harus sadar bahwa ia sedang

”memerankan sebagai……..” Artinya, seluruh sifat, watak, emosi, pemikiran yang

dihadirkan adalah sifat, watak, emosi, dan pemikiran ”tokoh yang diperankan”. Dengan

demikian, seorang pemain harus berkemampuan menciptakan peran dalam sebuah

pertunjukan.

79
Hal-hal berikut dapat membantu untuk menciptakan peran:

1. kumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh

pemeran dalam pementasan

2. kumpulkan sifat-sifat tokoh, termasuk sifat yang paling menonjol

3. carilah ucapan atau dialog tokoh yang memperkuat karakternya

4. ciptakan gerakan mimik atau gesture yang mampu mengekspresikan

watak tokoh

5. ciptakan intonasi yang sesuai dengan karakter tokoh

6. rancanglah garis permainan tokoh untuk mlihat perubahan dan

perkembangan karakter tokoh

7. ciptakan blocking dan internalisasi dalam diri sehingga yang

berperilaku adalah tokoh yang diperankan.

80
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran sastra sangatlah penting terlebih pada jenjang Pendidikan

Sekolah Dasar, karena di dalam pembelajaran sastra tersebut terdapat beberapa aspek

humaniora yang dapat mengasah kepekaan sosial, ketajaman watak, serta dengan

mempelajari sastra, seseorang dapat belajar bagaimana caranya mengharagai karya-

karya orang lain, karena pada dasarnya sastra dapat membantu seseorang lebih

memahami kehidupan dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan

Apresiasi berawal dari kata apreciation yang bermakna penghargaan

Apresiasi sendiri mempunyai pengertian pengenalan, penghayatan dan pemahaman

terhadap karya seni.Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pemikiran dan

perasaan manusia keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalam pesan .

Jadi menurut kami apresiasi sastra adalah sebuah bentuk penghargaan dan

pemahaman terhadap suatu sastra yang berupa pengungkapan pikiran dan perasaan

manusia yang dituangkan dengan bahasa maupun sebuah tulisan.

Manfaat dari apresiasi sastra bukan hanya sekedar dijadikan pengetahuan

namun bisa melatih keterampilan dalam bahasa dan berkarya dalam bentuk tulisan.dan

tahapan dalam mengapresiasikan sastra dapat membantu seseorang dalam hal

mengapresiasikan sastra.

81
B. Saran

Pembelajaran sastra dianggap tidaklah penting, karena pada jenjang pendidikan

umumnya lebih mengedepankan serta mementingkan pembelajaran yang ilmiah dan

bertehnologi. Padahal dengan adanya pembelajaran sastra dapat turut berperan dalam

pembentukan kepribadian, watak, dan sikap yang tentunya akan lebih baik jika

diterapkan sejak dini dalam tahapan jenjang Pendidikan Sekolah Dasar pada

umumnya. Seharusnya Sastra dapat dioptimalkan pembelajarannya sehingga dapat

diapresiasikan dengan baik

82
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: CV Sinar Baru.

minuddin. 1987. Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru bekerjasama

dengan Yayasan Asah Asih Asuh.

Djojosuroto, K. 2004. Puisi, Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung: Nuansa

Effendi, S. 1973. Bimbingan Apresiasi Puisi. Flores: Penerbit Nusa Indah.

Pusat Bahasa. 2009. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Kemdiknas.

Sayuti, S.A. 1985. Puisi dan Pengajarannya (sebuah pengantar). Semarang: IKIP

Semarang Press.

83

Anda mungkin juga menyukai