Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD KOTA SEMARANG

Disusun oleh :
AGYL PRIMASTUTI
14.08.004

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2014/2015
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Neonatus adalah seorang organisme yang sedang tumbuh yang baru mengalami proses
kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke dalam kehidupan
ekstra uterin. (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi (Pudjiaji, 2010). Dahulu neonatus dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada
tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500
gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).

B. Klasifikasi
Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus
Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).
2. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini
dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK).
Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan(NCB-KMK), Neonatus Lebih Bulan-
Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK).

C. Etiologi
1. Faktor Ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan
antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis
akut.
b. Usia ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan
multigravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia
antara 26 – 35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian
tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh
keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang Demikian
pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak
sah.ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari
perkawinan yang sah.
d. Sebab lain
ibu perokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
2. Faktor janin
Hidramion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat racun.

D. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir
cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-
keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.
Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit,
dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan
bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah
normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi
selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi
sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai
di bawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi
yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat
dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
Semakin kecil dan semakin prematur bayi, maka akan semakin tinggi risiko
gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi :
1. Menurunnya simpanan zat gizi, cadangan makanan di dalam tubuh sedikit. Hampir
semua lemak, glikogen, dan mineral seperti zat besi, kalsium, fosfor, dan seng
dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
2. Meningkatnya kebutuhan energi dan nutrien untuk pretumbuhan dibandingkan BBLC.
3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara reflek
hisap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneoumonia
belum berkembang denan baik sampai kehamilan 32 – 34 minggu. Penundaan
pengosongan lambung atau buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm.
Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan, pada bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorbsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan
lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun.
Begitu pula kadar laktose (enzim yang diperlukan untuk mencerna susu) juga sampai
sekitar kehamilan 34 minggu.
Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan kebutuhan kalori
yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat permukaan tubuh dibanding dengan BB dan
sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit. Kehilangan panas ini akan meningkatkan
kebutuhan akan kalori.
E. Pathway
Faktor ibu: Faktor janin Faktor lingkungan
1. Keadaan gizi ibu • Hidramion 1. Tempat tinggal di
2. Usia ibu • Kehamilan ganda dataran tinggi
3. Penyakit ibu • Kelainan kromosom 2. Radiasi
4. Taksemia 3. Zat-zat racun
gravidarum
5. Perdarahan
anteoartum
6. DM, Pre eklamsia
7. Keadaan lain,
perokok, alkohol,
narkotik
8. Golongan sosial
ekonomi BBLR

1. Sindrom aspirasi 1. Bayi tampak kurus


2. Akspiksia intra Imaturias hepar 2. Relatif lebih panjang
uterin janin 3. Kulit longgar, jaringan
3. Cairan amnion lemak
bercampur dengan
mekonium dan
lengket di paru
janin Gangguan Konjugasi Defisit albumin
hepar

1. Resiko perubahan
suhu
Hiperbilirubinemia 2. Resiko kerusakan
integritas kulit
3. Masalah kolaborasi
HIPOGLIKEMIA
Bilirubin indirec > 20 mg/dl 4. Prematur KDG < 20
mg/dl
5. Matur KGD < 30
mg/dl

Kernicterus
1. Letargi
2. Kejang tonus otot Tanda:
meningkat, leher kaku Pucat, tidak mau minum,
kemampuan hisap lemah, apatis, kejang
menurun
F. Manifestasi Klinis
1. Fisik
a. bayi kecil
b. pergerakan kurang dan masih lemah
c. kepala lebih besar dari pada badan
d. berat badan < 2500 gram
e. panjang badan  45 cm, lingkar dada  30 cm, lingkar kepala  33 cm.
f. Masa gestasi  37 minggu
2. Kulit dan kelamin
a. kulit tipis dan transparan
b. lanugo banyak
c. rambut halus dan tipis
d. genitalia belum sempurna
3. Sistem syaraf
a. refleks moro
b. refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna
4. Sistem muskuloskeletal
a. axifikasi tengkorak sedikit
b. ubun-ubun dan satura lebar
c. tulang rawan elastis kurang
d. otot-otot masih hipotonik
e. tungkai abduksi
f. sendi lutut dan kaki fleksi
5. Sistem pernafasan
a. pernafasan belum teratur sering apnea
b. frekwensi nafas bervariasi
G. Komplikasi
1. Hipotermia
2. Hipoglikemia
3. Hiperbilirubinemia
4. Respiratory distress syndrome (RDS)
5. Intracerebral and Intraventricular Haemoragge (IVH)
6. Periventrikuler Leucomalasia (PVL)
7. Infeksi bakteri
8. Kesulitan minum
9. Penyakit paru kronis (chronic lung disease)
10. NEC (necrotizing enterocolitis)
11. AOP (apnea of prematurity) terutama terjadi pada bayi <1000gram
12. PDA (patent ductus arteriosus) pada bayi dengan berat <1000 gram
13. Disabilitas mental dan fisik
- Keterlambatan perkembangan
- CP (Cerebral Palsy)
- Gangguan pendengaran
- Gangguan penglihatan seperti ROP (Retinopathy of prematurity)

H. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan diagnostic
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).
b. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan
polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal
/perinatal).
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebihan).
d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-
rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit ( Na, K, CI) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
g. Pemeriksaan Analisa gas darah.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta
menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultra
sonografi.
b. Memeriksa kadar gula darah ( true glukose ) dengan dextrostix atau laboratorium
kalau hipoglikemia perlu diatasi.
c. Pemeriksaan darah rutin, AGD, dan kadar elektrolit
d. Tes kocok(shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
e. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
f. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi
mekonium.
g. Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan dan bila frekwensi lebih dari
60x/ menit dibuat foto thorax.
h. Pemeriksaan skor Ballard

I. Penatalaksanaan
1. Pemberian Vitamin K
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian atau peroral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir,
umur 3-10 hari, umur 4-6 minggu)
2. Mempertahankan suhu tubuh normal
- Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pamancar panas, incubator,
atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk
- Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
- Ukur suhu tubuh sesuai jadwal
3. Pemberian minum
- ASI merupakan pilihan utama
- Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan
cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi
menghisap paling kurang sehari sekali
- Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 gram/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu
- Pemberian minum minimal 8 x /hari. Apabila bayi masih menginginkan dapat
diberikan lagi
- Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskuler dan respirasi yang tidak
stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomaly mayor saluran cerna, NEC,
IUGR berat dan berat lahir < 1000 gram.
- Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan selama
tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal.
Panduan pemberian minum berdasarkan BB:
a. Berat lahir < 1000 gram
- Minum melalui pipa lambung
- Pemberian minum awal : ≤ 10 ml/kg/hari
- ASI perah/term formula/half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik :
tambahan 0,5 -1 ml, interval 1 jam , setiap ≥ 24 jam
- Setelah 2 minggu : ASI perah + HMF (human milk fortifier)/full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 gram.
b. Berat lahir 1000-1500 gram
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤ 10 ml/kg/hari
- ASI perah/term formula/half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik :
tambahan 1-2 ml, interval 2 jam , setiap ≥ 24 jam
- Setelah 2 minggu : ASI perah + HMF (human milk fortifier)/full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 gram.
c. Berat lahir 1500-2000 gram
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤ 10 ml/kg/hari
- ASI perah/term formula/half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik :
tambahan 2-4 ml, interval 3 jam , setiap ≥ 24 jam
- Setelah 2 minggu : ASI perah + HMF (human milk fortifier)/full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 gram.
d. Berat lahir 2000-2500 gram
- Apabila mampu sebaliknya diberikan minum peroral
- ASI perah/term formula
e. Bayi sakit
- Pemberian minum awal : ≤ 10 ml/kg/hari
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik :
tambahan 3-5 ml, interval 3 jam, setiap ≥ 8 jam
Suportif
a. Jaga dan pantau kehangatan
b. Jaga dan pantau patensi jalan napas
c. Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
d. Bila terjadi penyulit segera kelola dengan penyulit yang timbul (misalnya hipotermi,
kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia, dll)
e. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota keluarga lainnya
f. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak memungkinkan biarkan ia
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui
g. Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat apabila dimungkinkan
Lain-lain atau Rujukan
a. Bila perlu lakukan pemeriksaan USG kepala atau fisioterapi
b. Pada umur 4 minggu atau selambat-lambatnya usia koreksi 34 minggu konsultasi ke
dokter spesialis mata untuk evaluasi kemungkinan retinopathy of prematurity (ROP)
c. THT : skrining pendengaran dilakukan pada semua BBLR, dimulai usia 3 bulan sehingga
apabila terdapat kelainan dapat dikoreksi sebelum usia 6 bulan
d. Periksa alkaline phospatase (ALP), P, Ca, saat usia kronologis ≥ 4 minggu dan 2 minggu
setelah bayi minum secara penuh sebanyak 24 kalori/oz. jika ALP > 500 U/L berikan
fosfat 2-3 mmol/kg/hari dibagi 3 dosis.
e. Imunisasi yang diberikan sama seperti bayi normal kecuali hepatitis B
f. Bila perlu siapkan transportasi dan atau rujukan.
Pemantauan
a. Bila perlu terapi untuk penyulit tetap diberikan
b. Preparat besi sebagai suplementasi mulai diberikan pada usia 2 minggu
Tumbuh Kembang
a. Pantau berat bayi secara periodic
b. Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan
berat lahir ≥ 1500 gram dan 15 % untuk bayi berat lahir < 1500 gram). Berat lahir
biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecualiapabila terjadi komplikasi.
c. Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah
berusia lebih dari 7 hari :
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah
pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai
200ml/kg/hari
- Timbang berat badan setiap hari, ukur panjang badan dan lingkar kepala setiap
minggu
Pemantauan setelah pulang
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul
- Gangguan perkembangan
- Gangguan pertumbuhan
- Retinopati karena prematuritas
- Gangguan pendengaran
- Penyakit paru kronik
- Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
- Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
Untuk itu perlu dilakukan pemantauan sebagai berikut :
- Kunjungan ke dokter hari ke-2, 10, 20, 30, setelah pulang, dilanjutkan setiap bulan
- Hitung umur koreksi
- Pertumbuhan : berat badan, panjang badan dan lingkar kepala
- Tes perkembangan : Denver Development Screening Test (DDST)
- Awasi adanya kelainan bawaan

J. Pengkajian
Keadaan Umum :
a. Tingkat kesadaran/keaktifan bayi
b. BB < 2500 gr
c. PB < 45 cm
d. LK < 33 cm
e. LD < 30 cm
f. TD : 80/46 mmHg
g. Nadi : 120-160 x/menit
h. Pernafasan : 40 –60 x / menit
i. Suhu : 36,5-37 °C
j. Posture cenderung ekstensi
Catatan :
Untuk bayi normal :
a. PB : 48 – 55 cm
b. LK : 33-35 cm
c. LD : kurang dari 2-3 cm dari LK
d. Setelah beberapa hari LD=LK karena ada ekspansi paru
e. Ubun-ubun besar : 2-3 cm
f. Ubun-ubun kecil 0,5 – 1 cm
g. Ubun-ubun berbentuk khas ‘Diamon’
h. Posture fleksi
1. Pengkajian umum
a. Dengan menggunakan timbangan elektronik, timbang setiap hari, atau lebih
sering apabila diinstruksikan.
b. Ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik.
c. Gambarkan bentuk dan ukuran tubuh umum, postur saat istirahat, kemudahan
bernafas, adanya edema, dan lokasinya.
d. Gambarkan adanya deformitas yang nyata.
e. Gambarkan adanya tanda disstres: warna buruk, mulut terbuka, kepala terangguk-
angguk, meringis, alis berkerut.
2. Pengkajian pernafasan
a. Gambarkan bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang
dada, atau penyimpangan lain.
b. Gambarkan otot aksesori: pernafasan cuping hidung atau substansial, interkostal,
atau retraksi subklavikular.
c. Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan.
d. Auskultasi dan gambarkan bunyi pernafasan: stridor, krekels, mengi, ronki basah,
area yang tidak ada bunyinya, mengorok, penurunan udara masuk, keseimbangan
bunyi nafas.
e. Tentukan apakah penghisapan diperlukan.
f. Gambarkan tangisan bila tidak diintubasi.
g. Gambarkan oksigen ambien dan metode pemberian, bila diintubasi gambarkan
ukuran selang, jenis ventilator dan penyiapannya, serta metode pengamanan
selang.
h. Tentukan saturasi oksigen dengan oksimetri nadi dan tekanan parsial oksigen dan
karbon dioksida dengan oksigen transkutan dan karbondioksida transkutan.
3. Pengkajian kardiovaskular
a. Tentukan frekuensi dan irama jantung.
b. Gambarkan bunyi jantung, termasuk adanya murmur.
c. Tentukan titik intensitas maksimum, titik di mana bunyi dan palpasi denyut
jantung yang terkeras (perubahan pada titik intensitas maksimum dapat
menunjukkan pergeseran mediastinal).
d. Gambarkan warna bayi: sianosis, pucat, pletora, ikterik, mottling.
e. Kaji warna kuku, membran mukosa, bibir.
f. Tentukan tekanan darah. Tunjukkan ekstremitas yang digunakan dan ukutan
manset, periksa setiap ekstremitas setidaknya sekali.
g. Gambarkan nadi perifer, pengisian kapiler (< 2 – 3 detik), perfusi perifer mottling.
h. Gambarkan monitor, parameternya, dan apakah alarm berada pada posisi “on”.
4. Pengkajian gastrointestinal
a. Tentukan distensi abdomen: lingkar perut bertambah, kulit mengkilat, tanda-tanda
eritema dinding abdomen, peristaltik yang dapat dilihat, lengkung susu yang dapat
dilihat, status umbilikus.
b. Tentukan adanya tanda-tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan dengan
pemberian makan.
c. Gambarkan jumlah, warna, konsistensi, dan bau dari adanya muntah.
d. Gambarkan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah samar dan
atau penurunan substansibila diinstruksikan atau diindikasikan dengan tampilan
feses.
e. Gambarkan bisisng usus, ada atau tidak ada.
5. Pengkajian genitourinaria
a. Gambarkan adanya abnormalitas genetalia.
b. Gambarkan jumlah urin (warna, pH, dll).
c. Periksa BB (pengkajian paling akurat untuk hidrasi).
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Gambarkan gerakan bayi: acak, bertujuan, gelisah, kedutan, spontan, menonjol,
tingkat aktivitas dengan stimulasi, evaliasi berdasarkan usia gestasi.
b. Gambarkan posisi atau sikap bayi: fleksi, ekstensi.
c. Gambarkan reflek yang diamati: moro, menghisap, Babinski, reflek plantar, dan
reflek yang diharapkan.
d. Tentukan perubahan pada lingkar kepala (bila diindikasikan).
7. Pengkajian suhu
a. Tentukan suhu kulit dan aksila.
b. Tentukan dengan suhu lingkungan.
8. Pengkajian kulit
a. Gambarkan adanya perubahan warna, area kemerahan, tanda iritasi, lepuh, abrasi
atau area gundul, khususnya di mana alat pemantau, infus, atau alat lain lontak
dengan kulit, periksa juga dan perhatikan adanya preparat kulit yang digunakan
(misal plester,, providin-iodin).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, halus, pecah-pecah, terkelupas, dll.
c. Gambarkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
d. Tentukan apakah kateter infus intravena atau jarum berada pada tempatnya dan
amati adanya tanda-tanda infiltrasi.
e. Gambarkan jalur pemadangn kateter infus intravena, jenis (arteri, vena, perifer,
umbilikus, sentral, vena sentral perifer), jenis infus (obat, salin, dekstrosa,
elektrolit, lemak, nutrisi parenteral total), jenis pompa infus dan frekuensi aliran,
jenis jarum (kupu=kupu, kateter), tampilan area insersi.
Tanda stres atau keletihan pada neonatus
1. Stres otonomik
a. Akrosianosis.
b. Pernafasan dalam dan cepat.
c. Frekuensi jantung reguler dan cepat.
2. Perubahan pada status
a. Status tidur atau dangkal.
b. Menangis atau rewel.
c. Mata berkaca-kaca atau kewaspadaan tegang.
3. Perubahan perilaku
a. Mata tidak berfokus atau tidak terkoordinasi.
b. Lengan dan kaki lemas.
c. Bahu flaksid turun ke belakang.
d. Cegukan.
e. Bersin.
f. Menguap.
g. Mengejan, buang air besar.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolic
2. Resiko tinggi tidak efektifnya thermoregulasi berhubungan dengan perkembangan SSP
imatur (pusat regulasi suhu), penurunan rasio massa tubuh terhadap area permukaan,
penurunan lemak sub kutan.
3. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan immaturitas organ tubuh.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kapiler rapuh
dekat permukaan kulit.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan respon imun imatur.

L. RENCANA/INTERVENSI
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif.
Kriteria : RR normal 40-60 kali/menit, jalan nafas paten, irama reguler.
INTERVENSI KEPERAWATAN
MANDIRI
1. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekwensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan prosedur
atau perawatan, lakukan pemantauan jantung dan pernafasan yang kontiniu.
2. Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
3. Pertahankan suhu tubuh optimal.
4. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan popok di bawah
bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi.
KOLABORASI
1. Pantau pemeriksaan laboratorium (GDA, glukosa serum, elektrolit )
2. Berikan oksigen sesuai indikasi

2. Resiko ketidak efektifan thermoregulasi berhubungan dengan perkembangan SSP


imatur (pusat regulasi suhu), penurunan rasio massa tubuh terhadap area permukaan,
penurunan lemak sub kutan.
Tujuan : Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal ( 36,4-37,4)
INTERVENSI KEPERAWATAN
MANDIRI
1. Kaji suhu dengan sering, periksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya periksa suhu
aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebab hangat. Ulangi
setiap 15 menit selama penghangatan ulang
2. Tempatkan bayi pada isolette, penghangat, inkubator, tempat tidur terbuka dengan
penyebar hangat, atau tempat tidur terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang
lebih besar atau lebih tua gunakan bantalan pemanas di bawah bayi bila perlu dalam
hubungannya dengan tempat tidur isolette atau terbuka.
3. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah, pertahankan kepala bayi tetap
tertutup.
KOLABORASI
1. Kolaborasi pemberian D-10 W dan ekspander volume secara intra vena bila
diperlukan
2. Berikan obat-obatan sesuai indikasi fenobarbital, natrium bikarbonat

3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan immaturitas
organ tubuh.
Tujuan : - Peningkatan berat badan 20-30 gr/hr
- Mempertahankan berat badan
INTERVENSI KEPERAWATAN
MANDIRI
1. Timbang berat badan bayi saat menerima di ruangan perawatan dan setelah itu setiap
hari.
2. Auskultasi bising usus, perhatikan adanya distensi abdomen, adanya tangisan lemah
yang diam bila dirangsang oral diberikan dan perilaku menghisap.
3. Lakukan pemberian makan oral awal dengan 5-15 ml air steril, kemudian dextrose dan
air sesuai protokol rumah sakit, berlanjut pada formula untuk bayi yang makan melalui
botol.
KOLABORASI
Berikan glukosa dengan segera peroral atau intravena bila kadar dextrostik kurang dari
45 mg/dl.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kapiler rapuh
dekat permukaan kulit.
Tujuan : Mempertahankan kulit utuh bebas dari cedera dermal.
Kriteria : Integritas kulit baik.
INTERVENSI KEPERAWATAN
MANDIRI
1. Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan.
2. Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin scrab.
3. Berikan latihan gerak, perubahan posisi rutin dan bantal bulu domba atau terbuat dari
bahan yang lembut.
4. Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun meminimalkan manipulasi
kulit bayi.
KOLABORASI
1. Berikan salep antibiotika.
2. Hindari penggunaan agen topikal keras, cuci tangan dengan hati-hati dengan fovidon
setelah prosedur.

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur.


Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria : Leukosit normal, tali pusat tidak ada tanda-tanda infeksi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
MANDIRI
1. Tingkatkan cara-cara mencuci tangan pada staf, orang tua dan pekerja lain.
2. Pantau pengunjung akan adanya lesi kulit.
3. Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi, misalnya : suhu, letargi atau perubahan
perilaku.
4. Lakukan perawatan tali pusat sesuai _ocal_l_ rumah sakit.
5. Berikan ASI untuk pemberian makan bila tersedia.
KOLABORASI
Berikan antibiotika sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Cicilia, S.B. 2002. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Doenges M.E. at al. 2000. Nursing Care Plans. Philadelphia : F.A. Davis Company.

Donna L. Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta :EGC.

Hudak C.M. 2000. Critical Care Nursing. Philadelphia: Lippincort Company.

Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 2000. Nursing Interventions Classification


(NIC). St. Louis : Mosby Year-Book.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome Classifications (NOC. St. Louis: Mosby
Year-Book.

Marjory Gordon, dkk. 2005. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006
NANDA. Philadelphia

Pudjiaji, A. dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jogjakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai