Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-
negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara
dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada
masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, ataupun
keluarga. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang
keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya
WHO melaporkan jumlah kasus baru di dunia pada tahun 2011 adalah
sekitar 219.075. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia
Tenggara (160.132) diikuti regional Amerika (36.832), regional Afrika (12.673),
dan sisanya berada diregional lain di dunia .
Di Indonesia selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru
kusta pada tahun 2013 adalah yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per
10.000 (79 hingga 96 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target <1 per
10.000 penduduk atau <10 per 100.000 penduduk (profil kesehatan 2013,
pusdatin). Dan mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 3.167 jiwa.
Sedangkan pada anak selama tahun 2011-2013, angka penemuan kasus baru pada
tahun 2012 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 11,40 per 100.000 penduduk 2.
Berdasarkan bebannya kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta
tinggi (high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high
burden jika NCDR (new case detectin rate : angka penemuan kasus baru)>10 per
100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low
burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru kurang
dari 1.000.

1
Selama tahun 2013 jumlah kasus kusta baru terbanyak didapatkan di
provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 4.132 jiwa, diikuti Jawa Barat sebanyak 2.180
jiwa, Jawa Tengah sebanyak 1.765 jiwa, Papua sebanyak 1.180 jiwa, dan
Sulawesi Selatan sebanyak 1,172 jiwa.
Penemuan penderita kusta di Kabupaten Kebumen tahun 2015 sebanyak
35 penderita baru dengan Case Detection Rate 2,95 / 100.000 penduduk.
Persebaran penderita kusta merata di 18 puskesmas di Kabupaten Kebumen
selama tahun 2015. Kasus terbanyak didapatkan di Puskesmas Klirong I sejumlah
6 kasus.
Penemuan penderita kusta di Kabupaten Kebumen dari tahun ke tahun
terjadi fluktuasi terutama untuk kasus MB. Pada tahun 2012 ditemukan 21 orang
dan meningkat signifikan pada tahun 2015 (30 orang). Target penemuan Cacat
tingkat 2 adalah 5%, di Kabupaten Kebumen Cacat Tingkat 2 masih sangat tinggi
dan terjadi peningkatan yaitu dari tahun 2011 sampai 2013 dari 23 % hingga 36
%. Namun di tahun 2014 meurun menjadi 16 % dan kembali meningkat pada
tahun 2015 yaitu sebesar 28,6%.
Untuk wilayah kerja Puskesmas Kebumen 1 hanya ditemukan 1 kasus
selama tahun 2016 hingga tahun 2017 dengan CDR 2,29/100.000 penduduk dan
prevalensi sebesar 0,23%. Dengan begitu wilayah Puskesmas Kebumen 1
termasuk wilayah Endemik rendah.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Khusta yang berarti
kumpulan gejala – gejalakulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga
Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae. Kusta menyerang
berbagai bagian tubuh diantaranya kulit dan saraf. Penyakit ini adalah tipe
penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran nafas atas dan
lesi pada kulit adalah tanpa yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani kusta
dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota

2
gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah seperti pada penyakit
tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan penyakit kusta.

Etiologi
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang hidup intraseluler dan
mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem retikulo
endothelial. Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,
dengan rata-rata 3-5 tahun.1 Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang
lama, yaitu antara 2 – 3 minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis) kuman
kusta dapat bertahan sampai 9 hari

Gejala Klinik dan Klasifikasi


Tanda-tanda seseorang menderita kusta antara lain, kulit mengalami
bercak putih seperti panu pada awalnya hanya sedikit tetapi lama kelamaan
semakin lebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar pada
kulit, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau
bagian raut muka, muka berbenjol-benjol atau tegang yang disebut facies leomina
(muka singa), dan mati rasa karena kerusakan saraf tepi. Gejala memang tak
selalu tampak, justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang
menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka
ditekan dengan jari tidak terasa sakit.
Tabel 1. Klasifikasi WHO berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan
bakteriologi.
PB ( Pausibasilar ) MB (
Multibasilar )
Lesi kulit (macula yang 1-5 lesi Hipopigmentasi/eritema >5 lesi
datar, papul yang Distribusi tidak simetris Distribusi lebih
meninggi, infiltrate, simetris
plak eritem, nocus)
Kerusakan Hilangnya sensasi yang jelas Hilangnya

3
saraf (menyebabkan Hanya satu cabang saraf sensasi
hilangnya kurang jelas
sensasi/kelemahan otot Banyak cabang
yang dipersarafi olehsaraf saraf
yang terkena
BTA Negative Positif

Tabel 2. Perbedaan PB dan MB secara Klinis

Diagnosis Kusta
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis
dan histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang terpenting dan
paling sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus dilakukan
anamnesa, pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan saraf tepi dan

4
fungsinya). Untuk menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta harus ada minimal
satu tanda utama atau cardinal sign.

Tanda utama tersebut yaitu :

a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan dapat berbentuk bercak
keputihan (hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematosa) yang
mati rasa (anestesi).
b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat
peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa :
 Gangguan fungsi sensoris (mati rasa).
 Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan
 Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak
c. Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit
(BTA positif).

Pemeriksaan penunjang BTA


Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan obat.Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau
usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap
basil tahan asam (BTA) ,antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN.Bakterioskopik
pada seorang penderita tidak berarti seseorang tidak mengandung bakteri M.
Leprae .Pada pengambilan sample diharapkan mengambil bahan dari tempat yang
mengandung kuman paling banyak seperti dikedua cuping telinga.
M.leprae tergolong BTA,akan tampak merah pada sediaan. Di bedakan
bentuk sold.fragmented, dan granular.Bentuk solid adalah kuman hidup, sedang
fragmented dan granular adalah bentuk mati.Secara teori penting untuk
membedakan bentuk solod dan non solid, sebab bentuk yang hidup lebih
berbahaya, karena dapat berkembang biak dan dapat menularkan ke orang

5
lain.Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non solid pada sebuah sediaan
dinyatakan dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai +6 menurut
RIDLEY. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).

1+ bila 1-10 BTA dalam 100LP

2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP

3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP

4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

5+ bila 101-1000 BTA rata-ratra dalam 1 LP

6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Pemeriksaa dengan menggunakan miroskopok cahaya dengan minyak emersi


pada pembesaran lensa obyektif 100x. IB seseorang adalah IB rata-rata semualesi
yang dibuat sediaan.

Indeks Morfologi (IM) adalah persentase jumlah bentuk solid di banding dengan
jumlah solid dan non solid. Rumus :

Jumlah solid x 100% = ....%

Jumlah solid+ non solid

Syarat perhitungan :

- Jumlah perhitungan kuman tiap lesi 100 BTA


- IB 1+ tidak perlu dibuat IM nya karena untuk mendapat 100 BTA harus
mencari 1000 sampai 10000 lapangan.
- Mulai dari IB 3+ harus hitung IM nya,sebab dengan IB 3+ maksimum
harus dicari dalam 1000 lapangan.

Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Penyakit kusta yang merupakan suatu

6
reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral
response). Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi
selama atau setelah pengobatan. Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip
antara reaksi tipe 1 dan tipe 2, yaitu pada reaksi tipe 1 yang memegang peranan
adalah imunitas seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang
peranan adalah imunitas humoral
a. Reaksi tipe 1
Menurut Jopling, reaksi kusta tipe I merupakan delayed hypersensitivity
reaction yang disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal
upgrading) seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Antigen yang berasal
dari kuman yang telah mati (breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan
limfosit T disertai perubahan sistem imun selular yang cepat. Jadi pada dasarnya
reaksi tipe I terjadi akibat perubahan keseimbangan antara imunitas dan basil.
Dengan demikian, sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal.
Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal oleh karena
paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan pengobatan,
sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan lebih
lambat dan umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak mendapat
pengobatan.
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta
yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk
yang lain sehingga disebut reaksi borderline.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang
telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif
singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi lebih
eritematosa, lesi makula menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi
lama menjadi bertambah lesi luas. Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu saja
sudah cukup.
b. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II disebabkan oleh hipersensitivitas humoral, yaitu reaksi
hipersnsitivitas tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang

7
melibatkan komplemen. Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatous juga tampak
pada BL. Reaksi tipe II sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum
(ENL) dengan gambaran lesi lebih eritematus, mengkilap, tampak nodul atau
plakat, ukuran bernacam-macam, pada umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan
simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, dan paha, serta dapat
pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang
berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum. Selain itu, didapatkan nyeri,
pustulasi dan ulserasi, juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise.
Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi,
testis, dan limfe.
Tabel 3. Perbedaan RR dan ENL secara Klinik.
No. Gejala/tanda Tipe I (reversal) Tipe II (ENL)
1 Kondisi umum Baik atau demam ringan Buruk, disertai malaise
dan febris
2 Peradangan di Bercak kulit lama Timbul nodul
kulit menjadi lebih meradang kemerahan, lunak, dan
(merah), dapat timbul nyeri tekan. Biasanya
bercak baru pada lengan dan
tungkai. Nodul dapat
pecah (ulserasi)
3 Waktu terjadi Awal pengobatan MDT Setelah pengobatan
yang lama, umumnya
lebih dari 6 bulan
4 Tipe kusta PB atau MB MB
5 Saraf Sering terjadi Dapat terjadi
Umumnya berupa nyeri
tekan saraf dan atau
gangguan fungsi saraf
6 Keterkaitan Hampr tidak ada Terjadi pada mata,
organ lain KGB, sendi, ginjal,

8
testis, dll
7 Faktor pencetus Melahirkan  Emosi
 Obat-obat yang  Kelelahan dan stress
meningkatkan kekebalan fisik lainnya
tubuh  kehamilan

Tabel 4. Perbedaan RR dan ENL Berdasarkan Derajat Keparahan


Gejala/ Tipe I Tipe II
tanda
Ringan Berat Ringan Berat
Kulit Bercak : Bercak : Nodul : Nodul : merah, panas,
merah, merah, tebal, merah,panas, nyeri yang bertambah
tebal, panas, nyeri nyeri parah sampai pecah
panas, yang
nyeri bertambah
parah sampai
pecah
Saraf Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada perabaan
tepi perbaan (-) perabaan (+) perabaan (-) (+)
Keadaan Demam (-) Demam (+) Demam (+) Demam (+)
umum
Keterliba - - - +
tan Terjadi peradangan
organ pada :
lain  mata : iridocyclitis
 testis :
epididimoorchitis
 ginjal : nefritis
 kelenjar limpa :
limfadenitis

9
 gangguan pada
tulang, hidung,
dan tenggorokan
*bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai reaksi
berat

Terapi
Tujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai
penularan untuk menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita,.Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi pokok yang
dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,
menurunkan angka putus obat, dan untuk mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan.

Gambar 1. MDT PB Dewasa Gambar 2. MDT MB Dewasa

10
BAB II
PERMASALAHAN

Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia menetapkan tahun 2000


sebagai tonggak pencapaian eliminasi. Indonesia berhasil mencapai target ini pada
tahun yang sama, akan tetapi perkembangan terakhir memperlihatkan tren statis
dalam penemuan kasus baru. Pencapaian eliminasi kusta 2000 secara nasional ini
bukanlah akhir dari pemberantasan penyakit kusta melainkan secara bertahap
tetpa harus dicapai target selanjutnya yaitu Indonesia Bebas Kusta 2020.
Persebaran penderita kusta di Kabupaten Kebumen sendiri merata di 18
puskesmas selama tahun 2015. Kasus terbanyak didapatkan di Puskesmas Klirong
I sejumlah 6 kasus.
Penemuan penderita kusta di Kabupaten Kebumen dari tahun ke tahun
terjadi fluktuasi terutama untuk kasus MB, hal ini terlihat pada grafik di bawah.
Pada tahun 2012 ditemukan 21 orang dan meningkat signifikan pada tahun 2015
sebanyak 30 orang.

11
Target penemuan Cacat tingkat 2 adalah 5%, di Kabupaten Kebumen
Cacat Tingkat 2 masih sangat tinggi dan terjadi peningkatan yaitu dari tahun 2011
sampai 2013 dari 23 % hingga 36 %. Namun di tahun 2014 meurun menjadi 16 %
dan kembali meningkat pada tahun 2015 yaitu sebesar 28,6%.

Untuk puskesmas kebumen I sendiri hanya terdapat 1 kasus pada tahun


2016 hingga 2017 sedangkan pada tahun 2015 tidak ditemukan kasus. Case
Detection Rate / CDR sebesar 2,29/100.000 penduduk dan prevalensi sebesar
0,23%. Dengan begitu wilayah Puskesmas Kebumen 1 termasuk wilayah
Endemik rendah.
Salah satu masalah yang menghambat upaya penanggulangan kusta adalah
adanya stigma yang melekat pada penyakit kusta dan orang yang mengalami kusta
bahkan keluarganya serta seringnya kasus kusta yang terlambat ditemukan
sehingga terlambat dalam memberikan pengobatan

12
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Berdasarkan permasalahan yang telah ditetapkan, maka akan dilakukan


intervensi sebagai berikut :

1. Kunjungan rumah (Home visit) penderita kusta


2. Konseling/edukasi kepada penderita kusta maupun keluarga
3. Pemeriksaan kontak serumah

Intervensi konseling ditujukan kepada penderita kusta sendiri maupun


keluarganya agar tujuan pengobatan tercapai. Dengan mengetahui penyebab,
penyebaran penyakit dan pengobatannya diharapkan tidak akan timbul
lepraphobia (ketakutan yang berlebihan terhadap penyakit kusta ataupun penderita
kusta). Dimana dengan konseling ini penderita dapat berobat dengan teratur, tidak
perlu dikucilkan dan dijauhi oleh keluarga, justru keluarga sebagai pendukung
proses penyembuhan kusta karena kita tahu sebagian besar penderita kusta
memiliki tekanan psikologis yang berat.
Pemeriksaan kontak serumah adalah cara untuk menemukan penderita
secara aktif. Hal ini bertujuan untuk mencari penderita baru yang mungkin ada di
sekitar penderita kusta. Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang
tinggal serumah dengan penderita. Pemeriksaan ini dilakukan terutama ditujukan
pada kontak kusta tipe MB
Intervensi akan dilaksanakan pada :

1. Waktu : Rabu, 22 februari 2017


2. Tempat : tempat tinggal pasien (Desa Panjer)
3. Sasaran : Pasien dan keluarga serumah
4. Pelaksana : Dokter Internsip didampingi penanggung jawab program

13
BAB IV
PELAKSANAAN INTERVENSI

Intervensi yang dilakukan berupa kunjungan rumah, konseling, serta


pemeriksaan kontak serumah. Intervensi tersebut dilaksanakan pada hari Rabu, 22
Februari 2017 bertempat di rumah tinggal pasien dengan melibatkan pasien dan
keluarga serta Dokter Internsip dan penanggung jawab program puskesmas
sebagai pelaksana kegiatan.

1. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah yang dilakukan mendapatkan hasil kondisi fisik
rumah tinggal pasien dan keluarganya. Dari hasil pemantauan tempat tinggal,
rumah pasien termasuk rumah tidak sehat
2. Konseling / edukasi
Konseling dilakukan pada pasien dan keluarga yang tinggal bersamaan
dalam satu rumah. Konseling pasien diantaranya adalah :
- Memberikan informasi mengenai penyakit kusta
- Memberikan informasi tentang penyebab, cara penularan serta
pengobatan baik kepada pasien maupun keluarga
- Memotivasi pasien agar rutin dalam berobat agar tidak terjadi drop out
dan meyakinkan pasien bahwa kusta bisa disembuhkan
- Memotivasi pasien agar tidak putus asa dan menghilangkan rasa
rendah diri
- Memberikan konseling kepada keluarga agar dapat membantu dalam
pengawasan minum obat serta memotivasi pasien agar tidak ada rasa
rendah diri
- Memberikan informasi mengenai reaksi kusta untuk menghindari
kecacatan yang lebih parah
- Meminta kepada keluarga apabila terdapat tanda atau gejala serupa
pada anggota keluarga, perlu diperiksakan ke layanan kesehatan
- Menggali informasi tentang keluhan-keluhan yang dirasakan.

14
Pada pasien ini, keteraturan minum obat sudah baik, pasien sudah
melaksanakan pengobatan kurang lebih 4 bulan secara teratur. Untuk
kehidupan sosial pasien, pasien melakukan sosialisasi dengan sekitarnya
cukup baik. Untuk keluarga sendiri sudah memiliki dukungan yang baik
terhadap pasien.

3. Pemeriksaan kontak serumah


Pemeriksaan kontak dilakukan terhadap keluarga yang tinggal serumah
yaitu ibu kandung pasien Ny.Maryati. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan gejala atau tanda penyakit kusta antara lain :
- Adakah bercak keputihan atau kemerahan pada seluruh badan (apakah
bercak simetris atau asimetris)
- Adakah bagian tubuh yang mati rasa
- Adakah bagian tubuh yang tidak berkeringat
- Adakah bagian tubuh yang melepuh tidak nyeri
- Adakah penebalan/pembesaran saraf tepi (N. Auricularris, N. Ulnaris,
N. Poplitea)
- Adakah gangguan gerak
- Adakah deformitas
- Adakah ulkus

Dari pemeriksaan tersebut tidak didapatkan tanda-tanda penyakit kusta pada


Ny.Maryati. Dibutuhkan pemeriksaan ulang setidaknya tiap 3 bulan untuk
pemeriksaan ulang kontak serumah.

15
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring yang dapat dilakukan untuk memantau perkembangan


pengobatan adalah dengan memonitor pasien setiap kunjungan bulanan di
puskesmas. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang
dirasakan pasien serta adakah reaksi kusta tipe1 maupun tipe2 untuk mencegah
kecacatan yang lebih parah. Untuk memonitor kontak serumah, bisa dilakukan
paling tidak setiap 3 bulan dan diulang di taun berikutnya walaupun pasien kusta
sudah menyelesaikan pengobatannya.
Kabupaten kebumen sendiri masih memiliki angka penyakit kusta dan
kecacatan tingkat 2 yang masih tinggi. Beberapa indikator utama yang penting
untuk evaluasi program pengendalian kusta diantaranya adalah angka penemuan
kasus baru baik secara sukarela maupun pemeriksaan kontak serumah dan
lingkungan, angka kesembuhan (RFT=Release from Treatment), prevalensi dan
angka prevalensi. Dengan demikian, penting sekali melakukan screening ataupun
penyuluhan pada penderita kusta maupun keluarganya untuk mencapai target
nasional yaitu eliminasi kusta.

16
BAB VI
LAMPIRAN

A. IDENTITAS
Nama : Tn. TS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Desa Panjer, Kebumen
Agama : Islam

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Luka yang sulit sembuh
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada bulan november 2016 pasien datang ke puskesmas kebumen I dengan
keluhan luka di tangan dan kaki yang tidak sembuh-sembuh. Keluhan
mulai dirasakan pasien sekitar kurang lebih 3 tahun sebelumnya saat masih
bekerja di Jakarta. Pasien merasakan tangan dan kaki mati rasa dan lemah,
lama kelamaan muncul luka. Pasien sudah mencoba berbagai pengobatan
bahkan ke dokter kulit namun belum juga sembuh. Pasien mengaku pernah
kontak dengan penderita saat bekerja di bengkel las di kota Solo tetapi
lupa tahun berapa. Pasien bekerja di Solo sebelum bekerja di Jakarta.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

17
5. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Riwayat Sosial ekonomi
Pasien belum menikah dan tinggal hanya bersama Ibu kandungnya.
Sehari hari pasien tidak bekerja, hanya berjualan bensin di rumah,
terkadang pasien mendapatkan uang dengan dimintai tolong oleh para
tetangga untuk membetulkan listrik. Sedangkan ibu pasien sehari hari
membuka warung nasi sederhana dari sore hingga malam.
b. Riwayat Lingkungan
Pasien dan sang ibu tinggal di ruko berukuran 3,5x5 meter yang
bagian depan (3,5x3,5 m) digunakan sebagai warung dan sekaligus
untuk tidur jika malam. Sedangkan bagian belakang (3,5x1,5 m)
sebagai dapur, tempat penyimpanan baju dan juga tempat mandi dan
cuci piring. Tembok sudah permanen dan lantai sudah keramik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
 Keadaan umum : lemah
 Kesadaran : Compos mentis
2. Status Lokalis
 Kepala
 Kepala : Normocephal
 Mata
 Palpebra : Oedem -/-
 Konjungtiva : Anemis +/+
 Sclera : Ikterik -/-
 Pupil : Bulat, isokor
 Lagoftalmus :-
 Alis : Madarosis
 Hidung : Hidung pelana
 Leher
 KGB : Tidak ada pembesaran

18
 Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran

 Thoraks
Bercak kemerahan (+)
 Abdomen
Bercak kemerahan (+)
 Ekstremitas
 Lengan
Bercak kemerahan (+)
Terdapat pemendekan jari
 Kaki
Bercak (+)
Ulkus sudah mengering
Terdapat pemendekan jari

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS KERJA
 Kusta tipe Multi Basiler

F. TERAPI
- Multi Drug Treatment untuk MB (12-18 bulan pengobatan)
1. Rifampisin 600mg (diminum didepan petugas)
2. Dapson 100mg (minum di depan petugas dan dibawa pulang)
3. Lampril/Lovasimin/Lampren 300mg (minum di depan petugas dan
dibawa pulang)
- Obat diberikan setiap bulan sekaligus untuk monitoring pengobatan

19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai