LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-
negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara
dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada
masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, ataupun
keluarga. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang
keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya
WHO melaporkan jumlah kasus baru di dunia pada tahun 2011 adalah
sekitar 219.075. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia
Tenggara (160.132) diikuti regional Amerika (36.832), regional Afrika (12.673),
dan sisanya berada diregional lain di dunia .
Di Indonesia selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru
kusta pada tahun 2013 adalah yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per
10.000 (79 hingga 96 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target <1 per
10.000 penduduk atau <10 per 100.000 penduduk (profil kesehatan 2013,
pusdatin). Dan mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 3.167 jiwa.
Sedangkan pada anak selama tahun 2011-2013, angka penemuan kasus baru pada
tahun 2012 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 11,40 per 100.000 penduduk 2.
Berdasarkan bebannya kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta
tinggi (high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high
burden jika NCDR (new case detectin rate : angka penemuan kasus baru)>10 per
100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low
burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru kurang
dari 1.000.
1
Selama tahun 2013 jumlah kasus kusta baru terbanyak didapatkan di
provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 4.132 jiwa, diikuti Jawa Barat sebanyak 2.180
jiwa, Jawa Tengah sebanyak 1.765 jiwa, Papua sebanyak 1.180 jiwa, dan
Sulawesi Selatan sebanyak 1,172 jiwa.
Penemuan penderita kusta di Kabupaten Kebumen tahun 2015 sebanyak
35 penderita baru dengan Case Detection Rate 2,95 / 100.000 penduduk.
Persebaran penderita kusta merata di 18 puskesmas di Kabupaten Kebumen
selama tahun 2015. Kasus terbanyak didapatkan di Puskesmas Klirong I sejumlah
6 kasus.
Penemuan penderita kusta di Kabupaten Kebumen dari tahun ke tahun
terjadi fluktuasi terutama untuk kasus MB. Pada tahun 2012 ditemukan 21 orang
dan meningkat signifikan pada tahun 2015 (30 orang). Target penemuan Cacat
tingkat 2 adalah 5%, di Kabupaten Kebumen Cacat Tingkat 2 masih sangat tinggi
dan terjadi peningkatan yaitu dari tahun 2011 sampai 2013 dari 23 % hingga 36
%. Namun di tahun 2014 meurun menjadi 16 % dan kembali meningkat pada
tahun 2015 yaitu sebesar 28,6%.
Untuk wilayah kerja Puskesmas Kebumen 1 hanya ditemukan 1 kasus
selama tahun 2016 hingga tahun 2017 dengan CDR 2,29/100.000 penduduk dan
prevalensi sebesar 0,23%. Dengan begitu wilayah Puskesmas Kebumen 1
termasuk wilayah Endemik rendah.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Khusta yang berarti
kumpulan gejala – gejalakulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga
Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae. Kusta menyerang
berbagai bagian tubuh diantaranya kulit dan saraf. Penyakit ini adalah tipe
penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran nafas atas dan
lesi pada kulit adalah tanpa yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani kusta
dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota
2
gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah seperti pada penyakit
tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan penyakit kusta.
Etiologi
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang hidup intraseluler dan
mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem retikulo
endothelial. Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,
dengan rata-rata 3-5 tahun.1 Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang
lama, yaitu antara 2 – 3 minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis) kuman
kusta dapat bertahan sampai 9 hari
3
saraf (menyebabkan Hanya satu cabang saraf sensasi
hilangnya kurang jelas
sensasi/kelemahan otot Banyak cabang
yang dipersarafi olehsaraf saraf
yang terkena
BTA Negative Positif
Diagnosis Kusta
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis
dan histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang terpenting dan
paling sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus dilakukan
anamnesa, pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan saraf tepi dan
4
fungsinya). Untuk menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta harus ada minimal
satu tanda utama atau cardinal sign.
a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan dapat berbentuk bercak
keputihan (hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematosa) yang
mati rasa (anestesi).
b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat
peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa :
Gangguan fungsi sensoris (mati rasa).
Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan
Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak
c. Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit
(BTA positif).
5
lain.Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non solid pada sebuah sediaan
dinyatakan dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai +6 menurut
RIDLEY. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).
Indeks Morfologi (IM) adalah persentase jumlah bentuk solid di banding dengan
jumlah solid dan non solid. Rumus :
Syarat perhitungan :
Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Penyakit kusta yang merupakan suatu
6
reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral
response). Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi
selama atau setelah pengobatan. Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip
antara reaksi tipe 1 dan tipe 2, yaitu pada reaksi tipe 1 yang memegang peranan
adalah imunitas seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang
peranan adalah imunitas humoral
a. Reaksi tipe 1
Menurut Jopling, reaksi kusta tipe I merupakan delayed hypersensitivity
reaction yang disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal
upgrading) seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Antigen yang berasal
dari kuman yang telah mati (breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan
limfosit T disertai perubahan sistem imun selular yang cepat. Jadi pada dasarnya
reaksi tipe I terjadi akibat perubahan keseimbangan antara imunitas dan basil.
Dengan demikian, sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal.
Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal oleh karena
paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan pengobatan,
sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan lebih
lambat dan umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak mendapat
pengobatan.
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta
yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk
yang lain sehingga disebut reaksi borderline.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang
telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif
singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi lebih
eritematosa, lesi makula menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi
lama menjadi bertambah lesi luas. Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu saja
sudah cukup.
b. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II disebabkan oleh hipersensitivitas humoral, yaitu reaksi
hipersnsitivitas tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang
7
melibatkan komplemen. Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatous juga tampak
pada BL. Reaksi tipe II sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum
(ENL) dengan gambaran lesi lebih eritematus, mengkilap, tampak nodul atau
plakat, ukuran bernacam-macam, pada umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan
simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, dan paha, serta dapat
pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang
berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum. Selain itu, didapatkan nyeri,
pustulasi dan ulserasi, juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise.
Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi,
testis, dan limfe.
Tabel 3. Perbedaan RR dan ENL secara Klinik.
No. Gejala/tanda Tipe I (reversal) Tipe II (ENL)
1 Kondisi umum Baik atau demam ringan Buruk, disertai malaise
dan febris
2 Peradangan di Bercak kulit lama Timbul nodul
kulit menjadi lebih meradang kemerahan, lunak, dan
(merah), dapat timbul nyeri tekan. Biasanya
bercak baru pada lengan dan
tungkai. Nodul dapat
pecah (ulserasi)
3 Waktu terjadi Awal pengobatan MDT Setelah pengobatan
yang lama, umumnya
lebih dari 6 bulan
4 Tipe kusta PB atau MB MB
5 Saraf Sering terjadi Dapat terjadi
Umumnya berupa nyeri
tekan saraf dan atau
gangguan fungsi saraf
6 Keterkaitan Hampr tidak ada Terjadi pada mata,
organ lain KGB, sendi, ginjal,
8
testis, dll
7 Faktor pencetus Melahirkan Emosi
Obat-obat yang Kelelahan dan stress
meningkatkan kekebalan fisik lainnya
tubuh kehamilan
9
gangguan pada
tulang, hidung,
dan tenggorokan
*bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai reaksi
berat
Terapi
Tujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai
penularan untuk menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita,.Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi pokok yang
dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,
menurunkan angka putus obat, dan untuk mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan.
10
BAB II
PERMASALAHAN
11
Target penemuan Cacat tingkat 2 adalah 5%, di Kabupaten Kebumen
Cacat Tingkat 2 masih sangat tinggi dan terjadi peningkatan yaitu dari tahun 2011
sampai 2013 dari 23 % hingga 36 %. Namun di tahun 2014 meurun menjadi 16 %
dan kembali meningkat pada tahun 2015 yaitu sebesar 28,6%.
12
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
13
BAB IV
PELAKSANAAN INTERVENSI
1. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah yang dilakukan mendapatkan hasil kondisi fisik
rumah tinggal pasien dan keluarganya. Dari hasil pemantauan tempat tinggal,
rumah pasien termasuk rumah tidak sehat
2. Konseling / edukasi
Konseling dilakukan pada pasien dan keluarga yang tinggal bersamaan
dalam satu rumah. Konseling pasien diantaranya adalah :
- Memberikan informasi mengenai penyakit kusta
- Memberikan informasi tentang penyebab, cara penularan serta
pengobatan baik kepada pasien maupun keluarga
- Memotivasi pasien agar rutin dalam berobat agar tidak terjadi drop out
dan meyakinkan pasien bahwa kusta bisa disembuhkan
- Memotivasi pasien agar tidak putus asa dan menghilangkan rasa
rendah diri
- Memberikan konseling kepada keluarga agar dapat membantu dalam
pengawasan minum obat serta memotivasi pasien agar tidak ada rasa
rendah diri
- Memberikan informasi mengenai reaksi kusta untuk menghindari
kecacatan yang lebih parah
- Meminta kepada keluarga apabila terdapat tanda atau gejala serupa
pada anggota keluarga, perlu diperiksakan ke layanan kesehatan
- Menggali informasi tentang keluhan-keluhan yang dirasakan.
14
Pada pasien ini, keteraturan minum obat sudah baik, pasien sudah
melaksanakan pengobatan kurang lebih 4 bulan secara teratur. Untuk
kehidupan sosial pasien, pasien melakukan sosialisasi dengan sekitarnya
cukup baik. Untuk keluarga sendiri sudah memiliki dukungan yang baik
terhadap pasien.
15
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
16
BAB VI
LAMPIRAN
A. IDENTITAS
Nama : Tn. TS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Desa Panjer, Kebumen
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Luka yang sulit sembuh
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada bulan november 2016 pasien datang ke puskesmas kebumen I dengan
keluhan luka di tangan dan kaki yang tidak sembuh-sembuh. Keluhan
mulai dirasakan pasien sekitar kurang lebih 3 tahun sebelumnya saat masih
bekerja di Jakarta. Pasien merasakan tangan dan kaki mati rasa dan lemah,
lama kelamaan muncul luka. Pasien sudah mencoba berbagai pengobatan
bahkan ke dokter kulit namun belum juga sembuh. Pasien mengaku pernah
kontak dengan penderita saat bekerja di bengkel las di kota Solo tetapi
lupa tahun berapa. Pasien bekerja di Solo sebelum bekerja di Jakarta.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
17
5. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Riwayat Sosial ekonomi
Pasien belum menikah dan tinggal hanya bersama Ibu kandungnya.
Sehari hari pasien tidak bekerja, hanya berjualan bensin di rumah,
terkadang pasien mendapatkan uang dengan dimintai tolong oleh para
tetangga untuk membetulkan listrik. Sedangkan ibu pasien sehari hari
membuka warung nasi sederhana dari sore hingga malam.
b. Riwayat Lingkungan
Pasien dan sang ibu tinggal di ruko berukuran 3,5x5 meter yang
bagian depan (3,5x3,5 m) digunakan sebagai warung dan sekaligus
untuk tidur jika malam. Sedangkan bagian belakang (3,5x1,5 m)
sebagai dapur, tempat penyimpanan baju dan juga tempat mandi dan
cuci piring. Tembok sudah permanen dan lantai sudah keramik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Compos mentis
2. Status Lokalis
Kepala
Kepala : Normocephal
Mata
Palpebra : Oedem -/-
Konjungtiva : Anemis +/+
Sclera : Ikterik -/-
Pupil : Bulat, isokor
Lagoftalmus :-
Alis : Madarosis
Hidung : Hidung pelana
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran
18
Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran
Thoraks
Bercak kemerahan (+)
Abdomen
Bercak kemerahan (+)
Ekstremitas
Lengan
Bercak kemerahan (+)
Terdapat pemendekan jari
Kaki
Bercak (+)
Ulkus sudah mengering
Terdapat pemendekan jari
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS KERJA
Kusta tipe Multi Basiler
F. TERAPI
- Multi Drug Treatment untuk MB (12-18 bulan pengobatan)
1. Rifampisin 600mg (diminum didepan petugas)
2. Dapson 100mg (minum di depan petugas dan dibawa pulang)
3. Lampril/Lovasimin/Lampren 300mg (minum di depan petugas dan
dibawa pulang)
- Obat diberikan setiap bulan sekaligus untuk monitoring pengobatan
19
20
21
22