Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak
pembangunan model lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan
terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak akan merasa
tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula adanya berbagai
Kartasasmita, 1996).
(basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih
lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai
pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun
dari kerangka logik sebagai berikut: (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan
terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2) pemusatan kekuasaan faktor
(3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau system pengetahuan, sistem
politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulative untuk memperkuat
legitimasi; dan (4) pelaksanaan sistem pengetahuan, system politik, sistem hukum
dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu
masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996). Akhirnya
yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang
dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan
powerless).
Alur pikir di atas sejalan dengan terminologi pemberdayaan itu sendiri atau
yang dikenal dengan istilah empowerment yang berawal dari kata daya (power). Daya
dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat diperkuat dengan unsur–
unsur penguatan yang diserap dari luar. Ia merupakan sebuah konsep untuk
dis powerment, yakni peniadaan power pada sebagian besar masyarakat, akibatnya
masyarakat tidak memiliki akses yang memadai terhadap akses produktif yang
Begitulah lingkaran setan itu berputar terus. Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang
tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
masyarakat.
adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada
kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan
kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan system
bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan
masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan
mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari apa
yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya bahwa
apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal tersebut
Artinya, bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau
demikian akan punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah-
langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif.
sektor informal, khususnya kelompok pedagang kaki lima sebagai bagian dari
Kaki Lima. Perubahan istilah Pedagang Kreatif Lapangan berdasarkan keputusan tiga
Istilah pedagang kaki lima sebenarnya telah ada dari jaman Raffles yaitu
berasal dari istilah 5 feet yang berarti jalur dipinggir jalan selebar lima kaki. Di
Amerika, pedagang semacam ini disebut dengan Hawkers yang memiliki pengertian
orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di tempat umum,
terutama di pinggir jalan dan trotoar (McGee dan Yeung dalam Surya, 2006).
bukanlah kelompok yang gagal masuk dalam sistem ekonomi perkotaan. PKL
perkotaan. PKL adalah salah satu moda dalam transformasi perkotaan yang tidak
terpisahkan dari sistem ekonomi perkotaan. Masalah yang muncul berkenaan dengan
PKL ini adalah banyak disebabkan oleh kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan
PKL di perkotaan. Konsep perencanaan ruang perkotaan yang tidak didasari oleh
adanya krisis moneter yang melanda secara berkepanjangan yang menimpa Indonesia
pada tahun sekitar 1998 dimana salah satunya mengakibatkan terpuruknya kegiatan
menjadi pedagang kaki lima. Fenomena tersebut tidak disertai dengan ketersediaan
wadah yang menaunginya dan seolah kurang memberi perhatian terhadap PKL.
sumber daya lokal dan tidak memiliki ijin resmi sehingga usaha sektor informal
sangat beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang keliling, pedagang
eceran, tukang warung, tukang cukur, tukang becak, tukang sepatu, tukang loak,
buruh harian, serta usaha-usaha rumah tangga seperti pembuat tempe, tukang jahit,
Karakteristik aktivitas PKL dapat ditinjau baik dari sarana fisik, pola
penyebaran dan pola pelayanan dalam ruang perkotaan. Karakteristik dari PKL
1. Aktivitas usaha yang relatif sederhana dan tidak memiliki sistem kerjasama yang
Berikut ini akan dijabarkan mengenai karakteristik aktivitas PKL yang dilihat
dari segi sarana fisik dan pola pelayanan, yaitu sebagai berikut.
Menurut McGee dan Yeung (Surya, 2006) bahwa di kota-kota Asia Tenggara
mempunyai bentuk dan sarana fisik dagangan PKL umumnya sangat sederhana
dan biasanya mudah untuk dipindah-pindah atau mudah dibawa dari satu tempat
ke tempat lainnya. Jenis sarana dagangan yang digunakan PKL sesuai dengan jenis
dagangan yang dijajakan. Sarana fisik PKL ini terbagi lagi menjadi jenis barang
dagangan dan jenis sarana usaha. Secara detail mengenai jenis dagangan dan
1. Jenis Dagangan
Menurut McGee dan Yeung (Surya, 2006), jenis dagangan PKL sangat
dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar kawasan dimana PKL tersebut
beraneka ragam seperti makanan atau minuman, kelontong, pakaian dan lain-
lain. Adapun jenis dagangan yang dijual oleh PKL secara umum dapat dibagi
menjadi:
b) Makanan siap saji (Prepared food). Termasuk dalam jenis dagangan ini
berupa makanan atau minuman yang telah dimasak dan langsung disajikan
c) Non makanan (Non foods). Termasuk jenis barang dagangan yang tidak
berupa makanan contohnya adalah mulai dari tekstil sampai dengan obat-
obatan.
reparasi jam dan lain-lain. Pola penyebarannya pada lokasi pusat pertokoan
2. Sarana Usaha
bentuk fisik dagangan bagi PKL bukan merupakan bangunan permanen tetapi
yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak dapat dipindahkan.
Terdiri dari beberapa gerobak yang diatur berderet yang dilengkapi dengan
meja dan bangkubangku panjang. Bentuk sarana ini beratap dari bahan terpal
atau plastik yang tidak tembus air. PKL dengan bentuk sarana ini
3. Gerobak/Kereta dorong
Bentuk sarana berdagang ini ada 2 jenis, yaitu gerobak/kereta dorong yang
debu, hujan dan sebagaianya serta gerobak/kereta dorong yang tidak beratap.
Sarana ini dikategorikan jenis PKL yang menetap dan tidak menetap.
4. Jongkok/Meja
Bentuk sarana berdagang seperti ini dapat beratap atau tidak beratap. Sarana
5. Gelaran/Alas
kelontong.
6. Pikulan/Keranjang
Sarana ini digunakan oleh para pedagang yang keliling (mobile hawkers)
atau semi menetap dengan menggunakan satu atau dua buah keranjang
dengan cara dipikul. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah
Pola pelayanan PKL erat kaitannya dengan sarana fisik dagangan PKL yang
dikategorikan atas fungsi pelayanan, golongan pengguna jasa, skala pelayanan dan
waktu pelayanan. Untuk lebih jelas terkait dengan pengkategorian tersebut dapat
1. Fungsi Pelayanan
Penentuan jenis fungsi pelayanan dari suatu aktivitas pedagang sektor informal
(PKL) dapat ditentukan dari dominasi kuantitatif jenis barang dan jasa yang
diperdagangkannya. Suatu lokasi aktivitas PKL dapat memiliki lebih dari satu
fungsi secara sekaligus. Peran dan fungsi yang dimiliki oleh aktivitas PKL
dalam kehidupan perkotaan secara umum dibagi menjadi tiga fungsi yang akan
kota khususnya dalam bidang pedagang eceran. PKL dalam hal ini berfungsi
memasarkan hasil produksi suatu barang dan jasa dari produsen sampai ke
konsumen akhir.
Aktivitas PKL memiliki fungsi sebagai hiburan yang bersifat rekreatif yaitu
misalnya lokasi di alam terbuka dapat dipakai sebagai tempat santai, jalan-
ekonomi yang sangat luas bila dikelola dengan baik. Aktivitas PKL memiliki
maka aktivitas PKL sangat membantu dalam penyediaan barang dan jasa
Sedangkan bagi pemerintah kota maka aktivitas jasa sektor informal ini
Golongan pengguna jasa yang dilayani oleh aktivitas pedagang sektor informal
pada umumnya terdiri dari golongan pendapatan menengah ke bawah. Hal ini
dapat dilihat dari tarif harga aktivitas perdagangan tersebut yang relatif rendah
adanya penipuan dalam keaslian barang, dan sebagainya sehingga mereka lebih
lebih tinggi. Pertimbangan lainnya adalah faktor psikologis yaitu gaya hidup
masyarakat kota yang ingin menjaga `gengsi' sehingga mereka merasa lebih
juga berbelanja ke lokasi aktivitas pedagang sektor informal, tetapi hal ini
hanya terjadi sekali waktu jadi sifatnya insidentil sehingga masih terlihat jelas
Skala pelayanan suatu aktivitas PKL dapat diketahui dari asal pengguna
aktivitasnya. Besar kecilnya skala pelayanan tergantung dari jauh dekatnya asal
semakin besar.
4. Waktu Pelayanan
atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal atau kondisi yang ada. Terdapat
juga perbedaan pada setiap periode waktu pelayanan, baik dari segi jumlah PKL
maupun jumlah pengguna jasanya (McGee dan Yeung dalam Surya, 2006).
seperti pasar, maka saat-saat teramai adalah pada waktu pagi hari sampai siang
pagi sampai siang hari. Demikian pula bagi aktivitas pedagang sektor informal
kantor dan sebagainya. (Bromley dalam Manning dan Noer Effendi, 1996).
5. Sifat Layanan
semi menetap (semi static), dan pedagang keliling (mobile). Pengertian tentang
Pedagang menetap adalah suatu bentuk layanan yang mempunyai cara atau
sifat menetap pada suatu lokasi tertentu. Dalam hal ini setiap pembeli atau
yang sementara, yaitu hanya pada saat-saat tertentu saja dengan jangka
waktu lama (ada batas waktu tertentu). Dalam hal ini dia akan menetap bila
ada kemungkinan datangnya pembeli yang cukup besar. Biasanya pada saat
bubaran bioskop, pada saat para pegawai mau masuk/pulang kantor, atau
pembeli yang cukup besar tersebut tidak dijumpai, maka pedagang tersebut
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
fungsional.
dalam suatu wilayah, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya, maupun aspek-aspek
mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah
masyarakat yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia
dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis,
yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk
mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi
kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara
kesenjangan regional dan spasial (tata ruang). Kesenjangan antara perkotaan dan
dengan wilayah pengaruh cenderung bertambah besar, hal ini berarti implementasi
dari segi strategi kebijakan kutub pertumbuhan dianggap gagal (Adisasmita, 2010).
yang tersedia adalah terbatas sedangkan usulan dari masing-masing sektor cukup
dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan,
baik dari sektor swsasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan
2. 4. Penelitian Sebelumnya
signifikan oleh variable modal investasi, jam kerja, tenaga kerja, dan modal kerja
yang dikeluarkan.
yang terdapat di Kecamatan Medan Kota umumnya adalah kaum urban yang
tinggal di sepanjang kota Medan dan rata-rata mampu menampung tiga orang
tingkat pendidikan.
berkaitan dengan studi tentang pengelolaan kelompok pedagang kaki lima dan
(PAD) dari sisi retribusi daerah dan keempat faktor tersebut juga secara simultan
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan PAD dari sisi
retribusi daerah. Hal ini berarti bahwa pemberdayaan sektor informal, khususnya
faktor pendidikan dan lokasi usaha di dalam kampus IPB. Tingkat pendidikan
Jika tingkat pendidikan pelaku usaha sektor informal meningkat 1 tahun maka
yang berarti lokasi usaha sektor informal dilakukan di dalam kampus IPB dan
berkaitan langsung dengan aktivitas IPB berpeluang lebih besar untuk meraih
keuntungan yang besar dari pada pelaku usaha yang usahanya atas alasan yang
berikut:
Pembangunan
Kota Medan
Pemko Medan
Pemberdayaan
Modal
Manajemen Usaha
Lokasi Usaha
Jam berdagang
Pemgembangan Wilayah
Bertitik tolak dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Modal, manajemen usaha, lokasi usaha dan
(PKL).