Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Laporan Harian Asuhan Keperawatan pada An. A dengan COLESTASIS di Ruang Melati 4
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta disusun untuk memenuhi Tugas Asuhan Keperawatan Individu
PKK Keperawatan Anak Semester V, pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Praktikan,
(Nurul Handayani)
Mengetahui,
CI Lahan, CI Akademik,
(…………………………………) (…………………………………)
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran
empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan bahan-
bahan yang harus diekskresi hati. (Nazer, 2010)
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. (Arief, 2010)
B. Etiologi
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis.
1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat:
infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus
hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-
obatan yang menginduksi cholestasis.
2. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur
(penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor
atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu
penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir, mungkin juga hasil dari infeksi,
kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat memblokir saluran empedu, yang
dapat mengakibatkan kegagalan hati (Richard, 2005)
Kriteria Kolestasis
Kriteria Ekstrahepatik Intrahepatik
Warna tinja
- pucat 79 % 26%
- kuning 21% 74%
Berat lahir (g) 3226 ± 45 2678 ± 65
Usia saat tinja dempul 16 ± 1,5 30 ± 2
(hari) ± 2 minggu ± 1 bulan
Gambaran hati
- Normal 13 % 47 %
- Hepatomegali
- Konsistensi normal 12 35
- Konsistensi padat 63 47
- Konsistensi keras 24 6
C. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam
empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan
dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu.
Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif
memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler.
D. Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik.
2. Kolestasis intrahepatik
Saluran Empedu digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu:
a. Paucity saluran empedu
b. Disgenesis saluran empedu
Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda
asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu
dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.
Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital,
tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus
CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan
ekstra-hepatik.Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak
disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan :
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus tinja akolis/hipokolis,
urobilinogen dalam tinja menurun/negative, malabsorbsi lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak, hipoprotrombinemia.
2. Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus, gatal-gatal, hiperkolesterolemia.
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu.
Anatomis :
- Akumulasi pigmen
- Reaksi peradangan dan nekrosis
Fungsional :
- Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
- Transaminase serum meningkat (ringan)
- Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma
polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidaka ada), sering bersamaan
dengan atresia bilier : bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya
bising pulmunal stenosis perifer, sering bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic
bile ductules” (arterio hepatic displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek
dengan muntah, “irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti
galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra- atau ekstrahepatal
dengan tujuan utama memperbaiki/mengobati keadaan-keadaan yang memang dapat
diperbaiki/diobati.
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada
kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini
adalah:
1. Hapusan darah tepi
2. Bilirubin dalam air seni
3. Sterkobilinogen dalam air seni
4. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase
serta serum protein.
Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan lanjutan yang
lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat
hanya dengan melihat pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan adanya
kelainan hepatobilier.
Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan :
1. Kelainan intra/ekstrahepatal
2. Mencari kemungkinan etiologi
3. Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati
Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1. Terhadap infeksi/bahan toksik
2. Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
3. Mencari data tentang keadaan saluran empedu
Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:
Virus :
- Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
- TORCH
- Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster
Bakteri : terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik.
Parasit : toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid.
Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik.
Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting :
- Galaktosemia, fruktosemia
- Tirosinosis : asam amino dalam air seni
- Fibrosis kistik
- Penyakit Wilson
- Defisiensi alfa-1 antitripsin
Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan :
1. Rose Bengal Excretion (RBE)
2. Hida Scan
3. USG
4. Biopsi hepar
Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu.
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis.
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal
yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar.
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan.
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar.
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu :
1. Tindakan medis
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy
cholic acid (UDCA).
Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu
yang ada.
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)
Diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan
usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar
di bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini
dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak
berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana
definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki
prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati. (Nezer,
2010)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten
harusdicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
2. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat
badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan
dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih
awal.
3. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam
atau disertai tanda-tanda infeksi.
4. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan
suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).
5. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler periferatau
stasis vaskuler (meningkatkan resiko pembentukan trombosis).
6. Integritas ego
Gejala : Perasaan camas, takut, marah, apatis. Factor-faktor stress multiple misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka rangsangan
stimulasi simpasis.
7. Makanan atau cairan
Gejala : Insufisiensi pangkreas/ DM (Predisposisi untuk hihipeglikemia ketoasidosis)
malnutrisi(termasuk obesitas) membrane mukosa yang kering( pembatasan
pemasukan/prosedur puasa pra operasi).
8. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis, merokok.
9. Keamanan
Gejala : alergi/ sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan defisiensi
umum.
Tanda : munculnya proses infeksi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d neuromuskuler, ketidak seimbangan preseptual atau
kognitif, peningkatan ekspasi paru obstruksi trachea bronchea.
2. Perubahan proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan
farmasi, hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang berlebihan,
stress fisiologis.
3. Kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan
tubuh secara oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas
pembuluh darah.
4. Nyeri akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuletal.
C. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b/d neuromuskuler, ketidakseimbangan preseptual atau
kognitif, peningkatan ekspansi paru obstruksi trachea bronchea.
Tujuan : Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif dan bebas tanda-tanda hipoksia
lainnya.
Kriteria hasil : Tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan.
Intervensi :
a. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala hiperekstensi rahang
aliran udara fangial oral.
R/ mencegah obstruksi jalan nafas.
b. Auskultasi suara nafas. Dengarkan ada atau tidak adanya suara nafas.
R/ kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mulut/lidah dan
dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan.
c. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu pernafasan,
perluasan rongga dada retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan
aliran darah.
d. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan
dan jenis pembedahan.
R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya espirasi dan munta.
Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada diafragma.
2. Perubahan proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan
farmasi, hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang berlebihan,
stress fisiologis.
Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : pasien mampu mengenal keterbatasan diri dan mencari sumber
bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Intervensi :
a. Orientasikan pasien secara terus mnerus setelah keluar dari pengaruh anastesi,
nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
R/ karena pasien telah mengkat kesadarannya maka dukungan akan menmbantu
menghilangkan ansietas.
b. Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membantah sadar
penuh akan apa yang diucapkan.
R/ tidak dapa ditentukan pasien akan sadar penuh namun sensori pendengaran
mrupakan kemapuan yang pertama kali pulih.
c. Evaluasi sensasi / penggerakan ekstermitas dan batang tenggorokan.
R/ pengembalian funsi setelah dilakukan blok saraf spinal /local yang bergantung
pada jenis / jumlah obat yang akan digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.
3. Kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan
tubuh secara oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran
integritas pembuluh darah.
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat
Kriteria hasil : tidak ada tanda –tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil) kualitas
denyut nadi baik, turgor kulit normal, membrane mukosa lembab dan pengeluaran
urine yang sesuai.
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, tanya ulang catatan operasi.
R/ dokomentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang membantu
intervensi.
b. Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe operasi yang dilakukan.
R/ impotensi, takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan
cairan.
c. Letakkan posisi pasien pada posisi yang sesuai tergantung pada kekurangan
pernafasan dan jenis pembedahan.
R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari
muntah.
4. Nyeri akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuletal
Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat atau tidur dan melakukan
pergerakan yang berarti sesuai toleransi.
Intervensi :
a. Evaluasi rasa sakit secara regular. Catat karakterristik lokasi dan skala.
R/ sediakan mengenai informasi kebutuhan atau efektifitas intervensi.
b. Catat munculnya rasa cemas atau takut dan hubungkkan dengan lingkungan dan
persiapkan untuk prosedur.
R/ perhatikan hal—hal yang tidak diketahui dan tau persiapkan in adekuat.
c. Observasi efek analgetik.
R/ respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik dan mungkin
enimbulkan efek-efek analgetik dengan zat-zat anastesi.
d. Kolaborasi pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.
R/ analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit. Menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Richard S. Snell. 2005, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266. Jakarta: EGC