Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut SK Menkes No.128/2004, puskesmas adalah unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah
kerja. Program Puskesmas terdiri dari : (1) Program pokok : promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, KIA – KB pencegahan
pemberantasan penyakit menular dan pengobatan. (2) Program
pengembangan; upaya kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan mata,
upaya kesehatan telinga, kesehatan jiwa, kesehatan olahraga,
pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi, perawatan kesehatan
masyarakat, bina kesehatan tradisional, bina kesehatan kerja,
pemberdayaan masyarakat dalam PHBS, pengembangan UKBM,
program gizi, program laboratorium, UGD, pengambilan dan pengiriman
sampel makanan dan minuman.

Puskesmas sendiri merupakan unit organisasi fungsional yang


melaksanakan upaya-upaya kesehatan secara menyeluruh, terpadu,
berkesinambungan, kepada masyarakat di wilayah tertentu yang
meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Keempat
jenis pelayanan tersebut dikenal sebagai pelayanan medis paripurna
dasar. Sedangkan maksud dari upaya kesehatan secara terpadu
adalah terpadu dalam hal tenaga (dilakukan oleh tenaga kesehatan
bersama-sama dengan masyarakat), terpadu tempat dan kegiatan
(dilakukan disatu tempat dengan bermacam-macam kegiatan).
Namun dalam pelaksanaannya, puskesmas masih menghadapi
berbagai masalah. Sampai saat ini puskesmas belum maksimal untuk
menumbuhkan inisiatif masyarakat dalam pemecahan masalah dan
rasa memiliki puskesmas serta mampu mendorong kontribusi
sumberdaya dan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan. Dalam rangka untuk mengatasi masalah tersebut, maka

1
sesuai penyelenggaraan puskesmas yaitu pemberdayaan masyarakat,
maka puskesmas wajib menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan, terutama dalam berprilaku hidup bersih dan sehat, melalui
program kesehatan lingkungan.
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia
sehingga kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya.
STBM ( Sanitasi Total Bersumberdaya Masyarakat ) merupakan salah
satu fokus kegiatan dalam komponen peningkatan kesehatan
masyarakat

Sanitasi Total Bersumberdaya Masyarakat (STBM) atau dikenal


juga dengan nama Community Led Total Sanitation (CLTS) merupakan
program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan
hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta
mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan
akses air minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Upaya
sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852 /
Menkes / SK /IX/2008 yang disebut Sanitasi Total Bersumberdaya
Masyarakat (STBM), yaitu : meliputi tidak buang air besar (BAB)
sembarangan (ODF), mencuci tangan pakai sabun (CTPS), mengelola
air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar
mengelola limbah air rumah tangga dengan aman (Depkes RI, 2008).
STBM adalah suatu pendekatan partisipatif yang mengajak
masyarakat untuk menganalisa kondisi sanitasi mereka melalui suatu
proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil
tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar mereka yang
masih di tempat terbuka dan sembarang tempat. Pendekatan yang
dilakukan dalam STBM menyerang/ menimbulkan rasa ngeri dan malu
kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya. Melalui pendekatan

2
ini kesadaran akan kondisi yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman
ditimbulkan. Dari pendekatan ini juga ditimbulkan kesadaran bahwa
sanitasi (kebiasaan BAB di sembarang tempat) adalah masalah
bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat
sehingga pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara
bersama. Prinsip pendekatan STBM adalah non subsidi. Masyarakat
akan di “bangkitkan” kesadarannya bahwa masalah sanitasi adalah
masalah masyarakat sendiri dan bukan masalah pihak lain. Dengan
demikian yang harus memecahkan permasalahan sanitasi adalah
masyarakat sendiri. Di harapkan dengan bermula dari STBM, kemudian
dilanjutkan dengan program kesehatan lainnya seperti program
kampanye cuci tangan, dan program kesehatan lainnya, peningkatan
kesehatan masyarakat melalui perilaku hidup bersih dan sehat dapat
terwujud. STBM merupakan suatu pendekatan terintegrasi untuk
mencapai dan mempertahankan status ODF (Open Defecation Free).
Suatu daerah dikatakan ODF apabila > 100 % jumlah penduduknya
telah memenuhi kriteria stop buang air besar sembarangan
(BABS).
Pada kesempatan ini masalah kesehatan lingkungan yang kami
angkat adalah tentang STBM ODF di Desa Sidorukun dikarenakan
pencapaian untuk ODF di Desa Sidorukun masih rendah dan menjadi
prioritas masalah di desa tersebut, selain itu didukung juga dengan
adanya dukungan dari perangkat desa setempat (dalam hal ini Kepala
Desa Sidorukun) mengenai penyelesaian permasalahan tersebut.
ODF Desa adalah 100%, dan ODF menurut wilayah kerja
puskesmas Alon-Alon dalah 75%. Perilaku BABS ini terjadi karena
banyak faktor diantaranya faktor ekonomi yang rendah dan kurangnya
kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan jamban bersama
(kurangnya pengetahuan atau rendahnya pendidikan) dan juga
disebabkan karena masyarakat sudah terbiasa untuk BAB di dekat rel
kereta api atau di pesisir pada mulanya. Dan hal tersebut terjadi sampai
sekarang dan akhirnya sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Kelurahan Sidorukun untuk melakukan OD.

3
Dari data survei yang kami lakukan di Desa Sidorukun tahun
2013 jumlah warga yang tidak memiliki jamban sebesar 229 rumah
dan warga yang OD meningkat dari yang berjumlah 48 orang pada
tahun 2012 menjadi 73 orang pada tahun tahun 2013. Desa Sidorukun
merupakan wilayah kerja Puskesmas Alon-Alon yang merupakan
salah satu puskesmas yang menjalankan gerakan STBM sehingga
Desa Sidorukun menjadi desa dengan ODF 100% sesuai dengan
penilaian puskesmas Gresik. Namun, masalah yang dihadapi sedikit
berubah, yaitu kurang tersedianya dana untuk pembangunan jamban
sehat, ketidakpahaman masyarakat sekitar akan dampak buruk dari
OD, dan masalah kepedulian dan kesadaran masyarakat yang masih
kurang. Sebab itu, kami mengangkat topik ini untuk mencari masalah
yang dihadapi Desa Sidorukun, mencari alternatif pemecahan
masalah terhadap masalahnya dari segala aspek agar Desa
Sidorukun dapat mencapai target ODF 100% atau paling tidak angka
ODF Desa Sidorukun dapat meningkat.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apakah faktor – faktor penyebab belum tercapainya target ODF di
wilayah kerja Puskesmas Alon-Alon tahun 2013?
b. Bagaimana pemecahan masalah belum tercapainya target ODF di
wilayah kerja Puskesmas Alon-Alon di tahun 2013?
c. Bagaimana cara untuk meningkatkan motivasi masyarakat dalam
rangka tercapainya target ODF di wilayah kerja Puskesmas Alon-
Alon Tahun 2013?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Terwujudnya pola hidup stop buang air besar sembarangan di
setiap keluarga di Wilayah kerja Puskesmas Alon-Alon
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Menentukan prioritas penyebab masalah belum tercapainya
target ODF di wilayah kerja Puskesmas Alon-Alon.
2) Menetapkan pemecahan masalah belum tercapainya target

4
ODF di wilayah kerja Puskesmas Alon-Alon.
3) Upaya meningkatkan motivasi masyarakat dalam rangka
tercapainya target ODF di wilayah kerja Puskesmas Alon-
Alon.

1.4. Manfaat
1.4.1 Puskesmas dan Dinas Kesehatan
 Memberikan informasi tentang masalah yang dihadapi
Puskesmas Alon-Alon, khususnya di wilayah Desa
Sidorukun.
 Menjalin kerjasama antara pihak Puskesmas dengan dokter
muda.
 Dapat memberikan masukan kepada Puskesmas terkait
dengan program - program yang dilaksanakan.

1.4.2 Dokter Muda (Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hang Tuah)


 Memenuhi syarat tugas kepaniteraan IKM
 Dapat mengaplikasikan semua ilmu yang diperoleh selama
masa kuliah dalam pelaksanaan masa kepaniteraan.
 Menambah pengetahuan tentang organisasi dan manajemen
Puskesmas.
 Dapat memahami program-program Puskesmas dan
pelaksanaannya.
 Mendapat pengalaman sebagai bekal bekerja setelah
pelantikan dokter.

1.4.3 Masyarakat
 Meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya dan
dampak buruk dari buang air besar sembarangan (BABS)
 Berkurangnya angka kejadian penyakit menular (diare
khususnya) yang disebabkan oleh karena buang air besar
sembarangan (BABS).
 Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam
menjaga kesehatan lingkungan.

5
6

Anda mungkin juga menyukai