Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi
kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “ Dislokasi ” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah III di Jurusan Keperawatan Tanjungkarang.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tori Rihiantoro, S.Kp. M.Kep. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa, masyarakat dan pembaca.

Bandar Lampung, April 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Penyusun ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II. LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Pengertian 3
2.2 Etiologi 4
2.3 Manifestasi Klinik 4
2.4 Patofisiologi 4
2.5 Klasifikasi 5
2.6 Komplikasi 7
2.7 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik 7
2.8 Penatalaksanaan 7
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 8
3.2 Diagnosa Keperawatan 8
3.3 Intervensi Keperawatan 9
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan 14
4.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungin beberapa
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat
ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh
karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus
di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah
tulang atau dislokasi tulang. Bentuk kaku (rigid) dan kokoh antar rangka yang membentuk
tubuh dihubungkan oleh berbagai jenis sendi. Adanya penghubung tersebut memungkinkan
satu pergerakan antar tulang yang demikian fleksibel dan nyaris tanpa gesekan. Tulang dan
sendi dipakai untuk melindungi berbagai organ vital di bawahnya disamping fungsi
pergerakan (locomotor) / perpindahan makhluk hid up. Sendi merupakan satu organ yang
kompleks dan tersusun atas berbagai komponen yang spesifik satu dengan lainnya. Pada
umumnya terdiri dari air dan tersusun atas serabut kolagen, proteoglikan, glikorptein lain
serta lubrikan asam hialuronat, struktur yang kompleks di atas memungkinkan suatu
pergerakan sendi yang luas (fungsi locomotor), frictionless dan tidak mengakibatkan
kerusakan besar dalam jangka panjang.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul
(paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet,
juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah
dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit
atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan pembaca tentang dislokasi.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dislokasi.
2. Mengetahui faktor penyebab dislokasi.
3. Mengetahui tanda dan gejala dislokasi.
4. Mengerti patofisilogi dari dislokasi.
5. Mengetahui klasifikasi dislokasi.
6. Mengetahui komplikasi dislokasi.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang/diagnostik dari dislokasi.
8. Mengetahui penatalaksanaan dari dislokasi.
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dislokasi.

1.3 Manfaat
Dapat mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang dislokasi.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Pengertian
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
Dislokasi adalah patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah
tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal
1138).
Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

2.2 Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olahraga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga
yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket
dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya “ tear “ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.

2.3 Manifestasi Klinik


1. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
2. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
4. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
5. Kekakuan.

2.4 Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong kedepan, merobek
kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral kaput
hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan
menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir selalu jatuh
membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan
jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa
nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi
kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

2.5 Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya
dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1). Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di
sekitar sendi.
2). Dislokasi Kronik
3). Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid
(dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi
inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat menimbulkan
dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan
sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut
akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau
punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus
acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

2.6 Komplikasi
Dini
1). Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2). Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3). Fraktur disloksi.
Komplikasi lanjut
1). Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
2). Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid.
3). Kelemahan otot.

2.7 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik


Dengan cara pemeriksaan Sinar-X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan
memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi serta Radiologi (CT
Scan).

2.8 Penatalaksanaan
a). Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
b). Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
c). Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi, harus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
d). Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah
diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas,
fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
e. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

3.3 Intervensi Keperawatan


No
Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan. Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan rasa nyeri teratasi, dengan kriteria hasil :
a). Klien tampak tidak meringis lagi.
b). Klien tampak rileks.
1. Kaji skala nyeri.
2. Berikan posisi relaks pada pasien.
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
4. Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan.
5. Kolaborasi pemberian analgesik.
Mengetahui intensitas nyeri.
Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada nyeri.
Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.
Meningkatkan relaksasi pasien.
Analgesik mengurangi nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik klien teratasi,
dengan kriteria hasil :
a). Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
b). Klien menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal.
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien.
2. Berikan latihan ROM.
3. Anjurkan penggunaan alat bantu jika diperlukan.
4. Monitor tonus otot.
5. Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga.
Menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi.
Alat bantu memperingan mobilisasi pasien.
Agar mendapatkan data yang akurat.
Dapat membantu pasien untuk imobilisasi.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil :
a).Klien menunjukkan peningkatan atau mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
b). Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c). Klien menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
3. Timbang berat badan setiap hari.
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat
gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
8. Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
9. Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi.
Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral.
Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
nyeri berat.
Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.
Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang
buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.


Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan pasien teratasi, dengan
kriteria hasil :
a). Klien tampak rileks.
b). Klien tidak tampak bertanya-tanya.
1. Kaji tingakat ansietas klien.
2. Bantu pasien mengungkapkan rasa cemas atau takutnya.
3. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.
4. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien.
Mengetahui tingakat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
Mengali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien.
Agar perawat mengetahui seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan penyakitnya.
Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi.

5. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan body image teratasi.
1. Kaji konsep diri pasien.
2. Kembangkan BHSP dengan pasien.
3. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya.
4. Bantu pasien mengatasi masalahnya.
Dapat mengetahui pasien.
Menjalin saling percaya pada pasien.
Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalahnya.
Mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Dislokasi terjadi saat ligamen
memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di
dalam sendi. Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau
karena sejak lahir (kongenital).

4.2 Saran
Diharapkan perawat dapat memahami dan mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan
keperawatan sehari-hari sesuai dengan prosedur yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Aston, J N. 1999. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik. Jakarta : EGC.


Betz, Cecily l. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai