Anda di halaman 1dari 40

CASE BASED DISCUSSION

PSIKOTIK

Pembimbing :

dr. D. Widiatmoko, MSc,Sp.KJ

Disusun oleh :

R. Ifan Arief Fahrurozi 030.10.226 Rachma Tia Wasril 030.10.228

Ricky Julianto 030.10.236 Isnadiah Fitria Maharani 030.10.138

Bernad Nauli 030.10.054 Dwi Indah Wulandari 030.10.089

Wenny Wijaya 030.10.278 Fadhilla Eka Novalya 030.10.098

Desira Anggitania 030.10.075 Biondi Andorio H. 030.10.057

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROF.DR. SOEROJO MAGELANG
PERIODE 30 NOVEMBER-25 DESEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
STATUS PASIEN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. US
Usia : 20 tahun
Alamat : Grabag
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : MTS
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pembiayaan : BPJS kelas III
Tanggal masuk : 20 November 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Anamnesis diperoleh dari :
1. Autoanamnesis dilakukan pada hari selasa tanggal 8 Desember 2015 di bangsal
Unit Perawatan Intensif Wanita RSJ Prof. Soerojo Magelang

2. Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 9 Desember 2015

Diperoleh dari
Nama Tn. MI Tn. M
Alamat Grabag Grabag
Pekerjaan Petani, ojek Petani
Pendidikan SMP MTS
Umur 50 tahun 48 tahun
Agama Islam Islam
Hubungan dengan pasien Ayah kandung paman
Sifat perkenalan Baik Baik

a. Keluhan utama
Pasien dibawa ke RSJ Prof dr Soerojo dengan keluhan mengamuk dan membanting-
banting barang di rumah sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu.

b. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien dibawa ke RSJ Prof dr Soerojo oleh bapak dan kakak laki-laki
kandungnya karena mengamuk dan membanting-banting barang sejak satu setengah
bulan yang lalu. Menurut ayah pasien, pasien pernah ditemukan oleh warga
(tetangganya) sedang mengamuk di masjid kurang lebih satu setengah bulan lalu, dan
setelahnya sering teriak-teriak marah di rumah sampai sering membanting barang

2
tanpa alasan yang jelas. Ketika ditanya mengapa pasien seperti itu, dia malah
menjawab melantur, tidak nyambung dan malah terlihat berbicara dan tertawa sendiri.
Keluhan ini muncul semenjak kakak perempuan kandungnya menikah dan tinggal
terpisah bersama dengan suaminya 2 bulan yang lalu.
Menurut ayah pasien, keluhan tersebut semakin lama semakin parah dan
sampai membuat pasien jarang mau tidur. Dalam sehari pasien biasanya hanya tidur
satu jam saja dan lebih sering mondar-mandir di rumah serta terlihat gelisah. Untuk
mandi pun pasien juga harus disuruh dulu oleh kakak laki lakinya dan ayahnya. Akan
tetapi, untuk makan pasien masih bisa meminta sendiri. Setiap selesai makan,
peralatan makan seperti piring dan gelas selalu dibuang atau dibanting oleh pasien.
Ketika ditanya oleh ayahnya mengapa pasien membuang piring dan gelasnya, pasien
mengaku bukan dia yang melakukannya. Pasien merasa pikirannya seperti dikontrol
ketika membanting-banting barang tersebut. Pasien menyangkal pernah merasa
pikirannya tersedot keluar ataupun seperti disisipi pikiran dari luar. Pasien mengaku,
terkadang melakukan hal tersebut diatas seperti marah marah, membanting barang
karena mencontoh perilaku ayahnya yang dulu sering membanting-banting barang
ketika marah.
Menurut ayah pasien, pasien sering berbicara sendiri dan tertawa-tawa tidak
jelas alasannya. Biasanya hal yang sering diucapkan pasien adalah shalawat nabi
karena menurut pasien dia mendengar dengan jelas suara nyanyian shalawat nabi akan
tetapi ayahnya dan kakaknya tidak mendengar. Pasien juga meyakini dirinya paling
cantik di kampung dan banyak laki-laki yang mengejarnya.
Menurut pengakuan paman pasien ketika ditemui di dekat rumahnya,
kelakuan pasien semakin lama semakin parah dan sampai mengamuk di warung
sampai memecahkan barang- barang yang ada di warung tersebut. Kakaknya
mengatakan bahwa sekitar 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien tiba-tiba
memasukkan semua barang yang ada di dapur dan ruang tamu ke dalam kamarnya.
Ketika ditanya alasannya pasien menjawab takut barangnya diambil orang akan tetapi
tidak tahu siapa. Pasien mengaku ada beberapa orang yang sirik kepadanya karena
kecantikannya.
Pada saat dibawa ke rumah sakit pun menurut kakak pasien, pasien tidak mau
memakai baju dan hanya memakai sarung saja. Menurut ayah pasien, 15 hari sebelum
dibawa ke rumah sakit, pasien sempat dikurung di kamar oleh ayahnya karena
mengamuk dan memecahkan kaca rumahnya. Ayah pasien menyangkal bahwa
belakangan ini pasien terlihat sedih.
3
Grafik Perjalanan Penyakit

Gejala

Oktober’15 November’15 Desember’15

Fungsi Peran

A. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Psikiatrik
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya, riwayat mondok di
RSJ tidak pernah.
2. Riwayat Medis Umum
Riwayat kejang dan trauma kepala disangkal, sakit sampai dirawat di rumah sakit
tidak pernah
3. Riwayat Obat-obatan dan alkohol
Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang, konsumsi alkohol dan
merokok.

B. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal: Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.
Keadaan ibu saat hamil dan melahirkan sehat. Kehamilan merupakan kehamilan
yang tidak direncanakan. Pasien dilahirkan dengan bantuan dukun beranak di
rumah. Pada saat lahir menangis kuat dan kulit berwarna merah.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun): Riwayat psikomotor, psikososial,
komunikasi dan emosi pasien serta pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
anak seusianya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun): Pasien masuk SD pada usia 7
tahun. Pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan, pergaulan pasien baik,
memiliki banyak teman dan berprestasi di bidang akademik. Tumbuh kembang

4
pasien sesuai dengan anak lainnya yang seusianya. Ibu pasien meninggal saat umur
10 tahun
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (11-18 tahun): pasien hanya sekolah
sampai MTS dan tidak dapat melanjutkan sekolah karena dilarang oleh ayahnya
melanjutkan sekolah. Semenjak saat itu, pasien dilarang keluar rumah dan bekerja
oleh ayahnya.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien hanya tamat MTS
b. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan penegak hukum karena melakukan
pelanggaran hukum.
c. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien merupakan orang yang pendiam, hanya berkomunikasi sesuai
kebutuhan. Pasien sulit untuk mengungkapkan perasaannya terhadap orang-
orang sekitarnya. Pasien juga jarang keluar rumah. Menurut tetangganya,
ketika SD pasien sering bermain dengan tetangganya. Akan tetapi semenjak
ibunya meninggal pasien jarang keluar rumah.
d. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam dan taat beribadah.
e. Riwayat Psikoseksual
Pasien menyadari dirinya seorang perempuan dan selama ini berpenampilan
dan berperilaku sebagaimana seorang perempuan.
f. Riwayat Situasi Hidup Sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama ayah dan kakak laki-lakinya. Keadaan ekonomi
keluarga pasien menengah ke bawah. Ayah dan kakak laki-laki pasien adalah
seorang buruh tani dan tukang ojek.

C. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara. Pasien dibesarkan oleh ibu dan
ayah pasien. Ibu pasien meninggal saat pasien berumur 10 tahun. Ayah pasien
mendidik anaknya dengan sangat keras, bahkan sering menegur anak-anaknya dengan
membanting barang. Paman pasien dan warga sekitar menganggap yang menyebabkan
pasien seperti ini adalah ayahnya. Menurut paman dan warga sekitar yang tinggal di
sebelah rumahnya, ayah pasien melarang pasien melanjutkan sekolah, dan sering
melarang pasien keluar rumah semenjak istrinya meninggal. Ayahnya masih sangat
percaya dengan dukun dan hal-hal mistis. Tidak terdapat anggota keluarga yang
memiliki riwayat keluhan yang sama dengan pasien.

Genogram Keluarga

5
Taraf Kepercayaan

Alloanamnesis: dapat dipercaya

Autoanamnesis: dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15
b. Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Pernapasan : 18 x/menit
 Suhu : afebris
c. Kepala : Normocephali, jejas (-)
d. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
e. Leher :Kelenjar Getah Bening dan Tiroid tidak teraba
membesar.
f. Thorax :
 Jantung : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru-Paru : Suara Nafas Vesikuler, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
g. Abdomen : Datar, Supel, Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-)
h. Ekstremitas :Akral Hangat (+), Oedem (-),Sianosis(-),CRT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

o Pemeriksaan Nervus Cranialis I-XII : Tidak ditemukan kelainan


o Pemeriksaan Rangsangan Meningeal : Tidak ditemukan kelainan
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
6
o Pemeriksaan Reflek Fisiologis :
 Biseps : (+) / (+)
 Triseps : (+) / (+)
 Radius : tidak dilakukan
 Ulna : tidak dilakukan
 Patella : (+) / (+)
 Achilles : (+) / (+)

Kesimpulan refleks Fisiologis : Dalam batas normal

o Pemeriksaan Reflek Patologis :


 Hoffman – Tromner : (-) / (-) :
 Babinski : (-) / (-)
 Chaddock : (-) / (-)
 Schaefer : (-) / (-)
 Oppenheim : (-) / (-)
 Gordon : (-) / (-)
 Mendei : (-) / (-)
 Kesimpulan : tidak ditemukan kelainan

V. STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan di UGD RSJS Magelang pada tanggal 8 Desember 2015.

A. Deskripsi Umum
 Penampilan
Tampak seorang perempuan, wajah sesuai usia, rawat diri buruk, cara berpakaian
tidak rapi, dan kebersihan buruk.
 Kesadaran
a. Neurologik : Compos Mentis
b. Psikologik : Jernih
c. Sosial : Mampu Berkomunikasi
 Pembicaraan
 Kualitas : Inkoheren
 Kuantitas : Logorrhea
 Tingkah laku : Hiperaktif
 Sikap : non kooperatif
 Perhatian & Kontak psikis : mudah ditarik, sulit dicantum
B. Alam Perasaan
1. Mood : euforia
2. Afek : Appropriate, luas, labil
C. Gangguan Persepsi
 Ilusi : Tidak ada
 Halusinasi : Halusinasi auditorik (pasien sering mendengar
suara shalawatan nabi).
 Depersonalisasi : tidak ada
 Derealisasi : tidak ada
D. Proses Pikir
1. Isi Pikir : waham kebesaran (pasien merasa dirinya paling
cantik di kampung dan banyak laki-laki yang mengejarnya).
7
Waham curiga
Delusional of control
2. Arus Pikir
a. Kuantitas : Banyak ide
b. Kualitas : Flight of idea
3. Bentuk pikir : Non-realistik

E. Sensorium dan kognitif


1. Tingkat kesadaran : Jernih, compos mentis
2. Orientasi waktu/tempat/personal/situasional : Baik/baik/baik/baik
3. Daya ingat jangka panjang : Baik
4. Daya ingat jangka pendek : Baik
5. Daya ingat segera : Baik
6. Konsentrasi : Kurang
7. Perhatian : Kurang
8. Kemampuan baca tulis : Baik
9. Pikiran abstrak : Tidak bisa dinilai
10. Kemampuan menolong diri : Buruk
F. Pengendalian Impuls
Pengendalian diri selama pemeriksaan : Baik
Respon penderita terhadap pemeriksa : Baik
G. Tilikan : 1

VI. RESUME

Dari pemeriksaan status mental didapatkan:


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Tampak seorang perempuan,wajah sesuai usia,rawat diri buruk,cara berpakaian
tidak rapi, dan kebersihan buruk
b. Pembicaraan
⇒ Kualitas : Inkoheren
⇒ Kuantitas : Logorrhea
c.Tingkah laku : Hiperaktif
d. Sikap : kooperatif
e. Perhatian & Kontak psikis : mudah ditarik,sulit dicantum
2. Alam Perasaan
a. Mood : euforia
b. Afek : appropriate, luas, labil
Gangguan Persepsi
⇒ Halusinasi : Halusinasi auditorik (pasien mendengar suara
shalawatan nabi sering sekali).
Proses Pikir
1. Isi Pikir : waham kebesaran
2. Arus Pikir
a. Kuantitas : banyak ide
b. Kualitas : flight of idea
3. Bentuk pikir : non-realistik
Insight : derajat 1

8
VII. SIMPTOM PADA PASIEN

 Rawat diri buruk


 Cara berpakaian tidak rapih
 Pembicaraan
 Kuantitas : logorrhea
 Kualitas : inkoheren
 Tingkah laku : hiperaktif
 Kontak psikis : mudah ditarik, mudah dicantum
 Mood : normoaktif
 Afek : Appropriate
 Halusinasi
 Halusinasi auditorik
 Isi pikir : waham kebesaran
 Bentuk pikir : non-realistik
 Insight :1
 Reliabilitas alloanamnesis : bisa dipercaya

IV. SINDROM PADA PASIEN


 Skizofrenia
Gangguan Pikir : Halusinasi Auditorik
Waham curiga
Waham kebesaran
 Gangguan Afek : hiperaktif (mondar-mandir), kebutuhan tidur yang
berkurang, kepedulian terhadap lingkungan berkurang

V. DIAGNOSIS BANDING
F 25.0 Skizoafektif Tipe Manik
F.20.3 Skizofrenia Tak Terinci
F 20.1 Skizofrenia Paranoid
F 30.2 Gangguan Mania dengan gejala psikotik
F. 22.0 Gangguan Waham Menetap

PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III
PADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 25.0
Kategori ini digunakan baik untuk episode TERPENUHI
skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun
untuk gangguan yang berulang dengan sebagian
besar episode skizoafektif tipe manik
Afek harus meningkat secara menonjol, atau ada TERPENUHI
peningkatan afek yang tidak begitu menonjol
dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada TERPENUHI
9
sedikitnya satu, atau lebih, atau lebih baik lagi
dua gejala skizofrenia, yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk skizofrenia, F20- pedoman
diagnostik (a) sampai dengan (d).

PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III PADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 20.1
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. TERPENUHI
Sebagai tambahan : TERPENUHI
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol ;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam
pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming) atau bunyi
tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa,
atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh; halusinasi visual mungkin ada tapi jarang
menonjol;
(c) Waham dapat berupa hampit tiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau
passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang
paling khas;
- Gangguan afektif dorongan kehendak dan
pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata/tidak menonjol.

PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III PADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 30.2
 Gambaran klinis merupakan bentuk mania TERPENUHI
yang lebih berat dari F 30.1 (Mania tanpa

10
gejala psikotik)
 Harga diri yang membumbung dan gagasan
kebesaran dapat berkembang menjadi
waham kebesaran (delusion of grandeur),
iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham
kejar (delusion of persecution). Waham dan
halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek
tersebut (mood congruen).

VI. DIAGNOSIS MULTIAXIAL


AXIS I : F 25.0 Skizoafektif Tipe Manik
AXIS II : Gangguan kepribadian skizoid
AXIS III : Tidak ada diagnosis
AXIS IV : Masalah berkaitan dengan “primary support group” (keluarga)
AXIS V : GAF admission : 20-11
GAF mutakhir : 30-21

VII. PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakoterapi
 Pasien dirawat inap
Indikasi : terdapat hendaya yang berat, keluarga pasien tidak mampu merawat
pasien, memastikan pasien minum obat dengan teratur, nafsu makan pasien
menurun. Pasien dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
 Psikoterapi
Memotivasi dan memberi dukungan sehingga pasien dapat berfungsi fisik dan
sosial secara optimal dan memotivasi pasien untuk mengkonsumsi obat secara
teratur.
 Terapi keluarga
Memberikan bimbingan kepada keluarga (terutama ayahnya) agar selalu
berperan aktif dalam setiap proses penatalaksanaan pasien. Memberi
penjelasan kepada keluarga tentang pentingnya peranan obat untuk
kesembuhan pasien sehingga keluarga perlu mengingatkan dan mengawasi
pasien untuk minum obat secara teratur. Efek samping obat juga diberitahu
kepada keluarga. Memberi edukasi kepada keluarga agar dapat mengontrol
sikap dan ucapan yang dapat menimbulkan stress pada pasien,karena
meningkatkan potensi untuk kambuh. Memberikan motivasi kepada keluarga
untuk bersama-sama membantu pasien sebagai seorang individu
(mengikutsertakan pasien dalam mengambil keputusan,memberikan
reward,dan mengabulkan permintaan-permintaan pasien dengan pertimbangan
yang matang).
 Sosioterapi
11
Melibatkan pasien dalam kegiatan di luar rumah, misalnya: ikut membantu
belanja keperluan rumah di pasar, berolah raga bersama,dll.
B. Farmakoterapi

Di UGD :
- Inj Haloperidol 1 amp IM
- Inj Diazepam 1 amp IV
Di Ruang rawat inap :
- Risperidon 2 x 1 mg
- Fluoxetine 1 x 20 mg

VIII. PROGNOSIS

Faktor Resiko
 Dukungan keluarga dan lingkungan (-) Buruk
 Status sosial ekonomi : kurang Buruk
 Onset usia : 20 tahun Buruk
 Perjalanan penyakit : Akut Baik
 Jenis penyakit : Skizoafektif Buruk
 Penyakit organik (-) Baik
Baik
 Regresi (-)

Kesimpulan Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungsionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

F.25.SKIZOAFEKTIF

1. Pengertian

Seperti yang diartikan oleh istilahnya, gangguan skizoafektif memiliki ciri baik
skizofrenia dan gangguan afektif (sekarang disebut gangguan mood). Kriteria diagnostic
untuk gangguan skizoafektif telah berubah seiring dengan berjalannya waktu, sebagian besar
karena perubahan kriteria untuk skizofrenia dan gangguan mood. Terlepas dari sifat diagnosis
yang dapat berubah, diagnosis ini tetap merupakan diagnosis yang terbaik bagi pasien yang
sindroma klinisnya akan terdistorsi jika hanya dianggap skizofrenia atau hanya suatu
gangguan mood saja.

2. Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Tetapi angka tersebut adalah angka
pekiraan, karena berbagai penelitian terhadap gangguan skizoafektif telah menggunakan
kriteria diagnostic yang bervariasi. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada
laki-laki dibandingkan wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset untuk wanita
adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki. Laki-laki dengan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisocial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang
nyata.

3. Etiologi

13
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan :

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe
gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia
dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang pertama.

Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan tersebut telah


memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobatan jangka pendek, dan hasil
akhir jangka panjang.

Walaupun banyak pemeriksaan terhadap keluarga dan genetika yang dilakukan untuk
mempelajari gangguan skizoafektif didasarkan pada anggapan bahwa skizofrenia dan
gangguan mood adalah keadaan yang terpisah sama sekali, namun beberapa data menyatakan
bahwa skizofrenia dan gangguan mood mungkin berhubungan secara genetic. Beberapa
kebingungan yang timbul dalam penelitian keluarga pada pasien dengan gangguan
skizoafektif dapat mencerminkan perbedaan yang tidak absolute antara dua gangguan primer.
Dengan demikian tidak mengejutkan bahwa penelitian terhadap sanak saudara pasien dengan
gangguan skizoafektif telah melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi
skizofrenia tidak ditemukan diantara sank saudara pasien yang pasien dengan skizoafektif,
tipe bipolar; tetapi, sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif,
mungkin berada dalam resiko yang lebih tinggi menderita skizofrenia daripada suatu
gangguan mood.

4. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala kinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manic, dan gangguan depresif. Gejala skizofrenik dan gangguan
mood dapat ditemukan bersama-sama atau dalam cara yang bergantian. Perjalanan penyakit
dapat bervariasi dari satu eksaserbasi dan remisi sampai satu perjalanan jangka panjang yang
memburuk.

Banyak peneliti dan klinisi berspekulais tentang cirri psikotik yang tidak sesuai
dengan mood (mood-incongruent); isi psikotik (yaitu halusinasi atau waham) adalah tidak
14
konsisten dengan mood yang lebih kuat. Pada umumnya adanya cirri psikotik yang tidak
sesuai dengan mood pada suatu gangguan mood kemungkinan merupakan indicator dari
prognosis yang buruk. Hubungan tersebut kemungkinan berlaku untuk gangguan skizoafektif,
walaupun data-datanya terbatas.

5. Kriteria Diagnosis

F25 Gangguan Skizoafektif

Pedoman Diagnostik

 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitive adanya


skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan
(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.

 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.

 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia). Beberapa
pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0)
maupundepresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami
satu atau dua episode skizoafektif terselip diantara episode manic dan depresif (F30-
F33)

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic

Pedoman Diagnostik

 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe
manic.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu
menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua,
gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-
pedoman diagnostic (a) sampai (d).
15
F 25.1 Skizoafektif tipe depresif

Pedoman diagnostik

 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal,
dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di dominasi oleh skizoafektif tipe
depresif.

 Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik depresif
maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif
(F 32)

 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua,
gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-
pedoman diagnostic (a) sampai (d).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

 Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama


dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya

F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT

6. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis


di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan pasien dengan gangguan
mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis
yang jauh lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis
yang lebih buruk dari pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih
baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa
penelitian yang mngikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk
dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.

Data menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,


mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa pasien
dengan gangguan pramorbid yang buruk; onset yang perlahan-perlahan; tidak ada factor
pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau gejala negative; onset

16
yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.
Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Scheneider tampaknya tidak
meramalkan perjalanan penyakit.

7. Terapi

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah
sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk
gangguan skizoafektif adalah bahwa protocol antidepresan dan antimanik diikuti jika
semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk
pengendalian jangka pendek. Jika protocol thymoleptic tidak efektif dalam mengendalikan
gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan
gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja
tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan
antidepresan dan terapi elektrokonvulsan (ACT) sebelum mereka diputuskan tidak responsive
terhadap terapi antidepresan.

B. F.20. 1 SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

I. Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan
kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi dan gangguan persepsi. Umumnya gangguan ini muncul pada usia
yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang
muncul dapat terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang
cenderung suka menyendiri yang mengalami stress. Skizofrenia hebefrenik disebut
disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan inkoherensi, afek
inappropriate, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan
perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial.1,2,3

17
II. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi
skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:

 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain:2

a. a.Faktor Genetis
b. b.Faktor Neurologis
c. c.Studi Neurotransmiter
d. d.Teori Virus
e. e.Psikologis
 Faktor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :

a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan


memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.2

III. Tanda Dan Gejala


Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi
jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan
mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan
mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal
semakin buruk prognosisnya.2

Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan.1,2

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan
fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping
18
gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).2

Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas,
antara lain;


Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.

Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.

Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.

Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.

Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu
kesatuan.

Gangguan proses berfikir

Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.2
Beberapa tanda dan gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien
Skizofrenia Hebefrenik adalah,

 Waham

Halusinasi

Siar pikiran5

IV. Psikofisiologi

1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.


a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa,
klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi
sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain

19
ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik
diri ( withdrawal ).
d. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien
susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien
merasa sangat kesepian atau sedih.
e. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku
suicide.1
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya
menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa waham
kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara
abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai gangguan lain, hanya
depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan,
tetapi kadang-kadang yang berkaitan dengan bentuk tubuh yang salah dijumpai
pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan dengan
situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas.
Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan wahamnya, afek
dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah normal.Waham ini minimal
telah menetap selama 3 bulan.2
V. Diagnosis
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:


Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk
diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab
dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;

20

Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases)

Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).

Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).

Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.2,6,7

VI. Penatalaksanaan
 Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia Terdapat 2 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional dan newer atypical
antipsycotics.1

a. Antipsikotik Konvensional

---Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik


konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :

1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine (trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine (chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)

21
4. Prolixin (fluphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik


konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic.3

Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama,


pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat diberikan dalam jangka waktu
yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu
di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan.

b. Newer Atypcal Antipsycotic4

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip


kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan juga bekerja pada
neurotransmitter lain, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain

 Risperdal (risperidone)
 Seroquel (quetiapine)
 Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani


pasien-pasien dengan Skizofrenia.1,4

c. Clozaril

---- Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik


atipikal yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping
yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk
melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya tiap bulan. Para ahli merekomendaskan
22
penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih
aman tidak berhasil.4

 Cara Penggunaan
 Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada efek
samping sekunder.
 Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekuivalen.
 Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),
dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik
efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
 Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien.1,4

 Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


----Newer atypical antipsychotic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal
dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.

----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk


mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti
dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6
minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)

23
 Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

--Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2-
4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.

--Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat


sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atypical antipsychotic atau diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.4

 Pengobatan Selama fase Penyembuhan


----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.4

 Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


---- Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang
lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang
timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional yaitu gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).
Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak
24
kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka
tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor
pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya sulfas atropin) bersamaan dengan obat antipsikotik
untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.5

---- Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana
terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan
facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi
dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.

Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi


seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian
obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan
dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang
efek sampingnya lebih sedikit.5

Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Skizofrenia


yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan
antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah
ini.1

Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant


syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga
dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-
gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

 Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku

Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan


sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah

25
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b. Terapi berorientasi-keluarga

---- Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali


dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun
intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang
dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps.

c. Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,


masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau
suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual

Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam


pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam

26
psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan
keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali
sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat
dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan
kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas
yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri.
Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.1,2

VII. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien
dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia

1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan
orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah
tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi
akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya
rendah.
3. Pengobatan

27
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan
efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu
di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat
lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi
terhadap pemberian obat.4,7

VIII. Kesimpulan
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa prilaku dan hampa
perasaan, senang menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir
mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan
perawatan diri pada individu dan merupakan suatu gangguan yang yang ditandai
dengan regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik diri secara
ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa
yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. 1,2

F.30. GANGGUAN AFEKTIF


MANIA

I. Definisi

28
Mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas, abnormal,
menetap, ekspansif, atau iritabel. Afek yang abnormal ini membuat fungsi harian
pasien menjadi terganggu karena gangguan pada daya pertimbangan lingkungan
Menurut PPDGJ III, episode mania merupakan suatu kesamaan karakteristik dalam
afek meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan
mental dalam berbagai derajat keparahan. [11,] [12]

II. Epidemiologi.
Mania merupakan suatu gangguan afektif dengan persentasi 12 % dari seluruh
gangguan afektif. Onset rata-rata umur pada pasien dewasa dengan mania adalah 55
tahun dengan perbandingan jumlah pria dan wanita 2 : 1. Prevalensi timbulnya mania
sekitar 0,1% pertahun.[12] Biasanya gangguan mania lebih sering pada pasangan yang
sudah bercerai atau belum menikah dibandingkan dengan pasien yang menikah.
Gangguan mania juga dikatakan dialami oleh golongan sosioekonomi yang tinggi dan
pada pasien yang kurang taraf pendidikannya, sebagai contoh mahasiswa lebih jarang
mengalami gangguan ini dibanding dengan orang yang rendah pendidikannya.[13]

III. Etiologi
1. FAKTOR BIOLOGIS
a. Neurotransmitter
Teori biologik untuk gangguan mania memfokuskan pada abnormalitas
norepinefrin (NE) dan serotonin (5-HT). Hipotesis katekolamin menyatakan
peningkatan NE di otak menyebabkan mania. Hipotesis indolamin pula
menyatakan bahwa peningkatan neurotransmiter serotonin (5-HT) pada otak
menyebabkan juga dapat menyebabkan mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa
peningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah. [13]
Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok
neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan
neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin.
Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak
seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu
normal.Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan
spinal pada pasien mania. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik,
menimbulkan hiperaktivitas dan agresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.
Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa
29
merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin
yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada
skizofrenia.[13]
b. Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahawa suatu faktor yang penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika, tetapi pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks, bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada
sekurangnya beberapa orang. [13]
Data keluarga menunjukkan bahwa jika satu orang tua memiliki gangguan mood,
anak akan memiliki risiko antara 10 - 25 % untuk gangguan mood. Jika kedua
orang tua yang terkena, risiko ini berlipat ganda. Lebih banyak anggota keluarga
yang terpengaruh, semakin besar risikonya untuk anak. Risikonya juga lebih besar
jika anggota keluarga dekat terkena dibanding kerabat jauh.[13]
Data kembar pula memberikan bukti yang kuat bahwa gen hanya menjelaskan 50
sampai 70 persen dari etiologi gangguan mood. Satu studi menemukan tingkat
kesesuaian untuk gangguan mood dalam (MZ) kembar monozigot adalah 70
hingga 90 persen dibandingkan dengan dizigotik sesama jenis (DZ) kembar yang
hanya 16 hingga 35 persen.[13)
2. FAKTOR PSIKOSOSIAL
Faktor psikososial terdiri dari 3 faktor yang utama yaitu faktor lingkungan, faktor
kepribadian, dan faktor psikodinamik mania. [13]
a. Faktor Lingkungan
Pengamatan klinis menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang penuh stres
lebih sering mendahului episode gangguan mood seperti gangguan mania [13]
b. Faktor Kepribadian
Tidak ada ciri kepribadian tunggal atau khusus untuk seseorang yang mengalami
gangguan mania; semua manusia, apapun pola kepribadian, bisa menjadi tertekan
dan dalam keadaan yang sesuai mengalami gangguan yang sama. Orang dengan
kepribadian tertentu seperti kepribadian antisosial atau menurut PPDGJ III
gangguan kepribadian dissosial mungkin menghadapi risiko lebih besar untuk
mengalami gangguan mania dibandingkan orang dengan gangguan kepribadian
paranoid atau cemas.[13]
c. Faktor Psikodinamika
30
Kebanyakan teori-teori episode manik mania dipandang sebagai pertahanan
terhadap depresi yang mendasarinya. Abraham, misalnya, percaya bahwa episode
manik mungkin mencerminkan ketidakmampuan untuk mentolerir tragedi
perkembangan, seperti kehilangan orangtua. Keadaan manik juga mungkin akibat
dari superego tirani, yang menghasilkan kritik-diri yang kemudian digantikan oleh
euforia kepuasan diri. Bertram Lewin dianggap ego pasien manik sebagai
kewalahan oleh impuls menyenangkan, seperti seks, atau dengan impuls ditakuti,
seperti agresi. Klein juga melihat mania sebagai reaksi defensif terhadap
depresi,dengan menggunakan pertahanan manik seperti kemahakuasaan, di mana
seseorang mengembangkan ‘delusion of grandeur’[13]

IV . Gambaran Klinis [13]


· Deskripksi umum
Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang-kadang mengelikan dan sering
hiperaktif.
· Mood, afek dan perasaan
Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki toleransi yang rendah
dan mudah frustasi yang dapat menyebabkan perasaan marah dan permusuhan. Secara
emosional mereka sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi marah kemudian
menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam.
· Bicara:
Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali rewel dan menjadi
pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat keadaan teraktifitas, pembicaraan penuh
dengan gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Saat
tingkat aktifitas meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar kemampuan konsentrasi menghilang
menyebabkan gagasan yang meloncat-loncat (flight of idea), gado-gado kata dan neologisme.
Pada keadaan manik akut pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat
dibedakan dari pembicaraan skizofrenik.
· Gangguan persepsi :
Waham ditemukan pada 75% pasien manik.Waham sesuai mood seringkali melibatkan
kesehatan, kemampuan atau kekuatan yang luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dan
halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.
· Pikiran:
Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali perhatiannya mudah
dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran gagasan yang tidak terkendali.

31
· Sensorium dan kognisi:
Secara umum, orientasi dan daya ingat masih intak walaupun beberapa pasien manik
mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut
disebut “mania delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.
· Pengendalian impuls:
Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang atau mengancam.
· Perimbangan dan tilikan:
Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik. Mereka mungkin dapat
melanggar peraturan.
· Reliabilitas:
Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan penipuan sering ditemukan pada pasien
mania

V. DIAGNOSIS

PPDGJ III
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (gangguan mania) dibagi menjadi: [3]

F30 EPISODE MANIK


Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam
jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan.
Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama), termasuk
gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Jika ada episode afektif (depresi,
manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif
bipolar. (F31).
F30.0 Hipomania
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas,nbmenetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut- turut,pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi
apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau
waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai dengan
diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka
diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan.
F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik
32
Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai
mengacaukan seluruh atau hamper seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas
berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-
ide perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu optimistik.
F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania tanpa
gejala psikotik).
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi
waham kebesaran (delusion of grandeur), irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham
kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek
tersebut (mood congruent).
F30.8 Episode Manik Lainnya
F30.9 Episode Manik YTT

DSM-III-R [4]
Berdasarkan tabel Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder DSM-
IV-TR , Episode Manik
A. Periode terpisah yang secara abnormal dan persisten meningkat, ekspansif, atau
iritabel yang berlangsung setidaknya 1 minggu (atau berapapun lama waktunya jika
memerlukan rawat inap)
B. Selama periode gangguan mood , tiga atau lebih gejala berikut telah ada (empat gejala
jika mood hanya iritabel dan signifikan ;
∞ Harga diri yang membumbung atau rasa kebesaran
∞ Berkurangnya kebutuhan tidur ( cth, merasa lelah beristirahat setelah tidur hanya 3
jam )
∞ Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara
∞ Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya saling berlomba
∞ Perhatian mudah teralih
∞ Meningkatnya aktivitas yang berorientasi tujuan (baik secara social, ditempat kerja
atau sekolah, maupun secara seksual) atau agitasi psikomotor
∞ Keterlibatan yang berlebihan didalam aktivitas yang menyenangkan dan
berpotensi tinggi memiliki akibat menyakitkan (cth. Terlibat dalam kegiatan

33
berbelanja yang tidak bias ditahan, tindakan seksual yang tidak bijaksana dan
investasi bisnis yang bodoh
C. Gejala tidak memenuhi criteria episode campuran.
D. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata fungsi pekerjaan
maupun aktivitas atau hubungan social yang biasa dengan orang lain, atau
memerlukan rawat inap untuk mencegah mencelakakan diri sendiri dan orang lain,
atau terdapat cirri psikotik
E. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung suatu zat (cth. Obat yang
disalahgunakan, obat, atau terapi lain atau kondisi medis umum
Catatan : Episode menyerupai manik yang secara nyata disebabkan terapi
antidepresan somatic (cth. Obat, terapi elektrokonvulsif, terapi cahaya) sebaiknya
tidak dimasukkan kedalam diagnosis Bipolar I.
Berdasarkan tabel Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder DSM-
IV-TR , Episode Hipomanik
A. Periode terpisah yang secara abnormal dan persisten meningkat, ekspansif, atau
iritabel yang berlangsung setidaknya 1 minggu (atau berapapun lama waktunya
jika memerlukan rawat inap)
B. Selama periode gangguan mood , tiga atau lebih gejala berikut telah ada (empat
gejala jika mood hanya iritabel dan signifikan ;
∞ Harga diri yang membumbung atau rasa kebesaran
∞ Berkurangnya kebutuhan tidur ( cth, merasa lelah beristirahat setelah tidur hanya 3
jam )
∞ Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara
∞ Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya saling berlomba
∞ Perhatian mudah teralih
∞ Meningkatnya aktivitas yang berorientasi tujuan (baik secara social, ditempat kerja
atau sekolah, maupun secara seksual) atau agitasi psikomotor
∞ Keterlibatan yang berlebihan didalam aktivitas yang menyenangkan dan
berpotensi tinggi memiliki akibat menyakitkan (cth. Terlibat dalam kegiatan
berbelanja yang tidak bias ditahan, tindakan seksual yang tidak bijaksana dan
investasi bisnis yang bodoh
C. Episode ini disertai perubahan jelas fungsi yang tidak khas pada orang tersebut
ketika tidak bergejala
D. Gangguan mood dan perubahan fungsi dapat diamati orang lain

34
E. Episode ini tidak cukup berat untuk menimbulkan hendaya nyata fungsi pekerjaan
maupun aktivitas atau hubungan social yang biasa dengan orang lain, atau
memerlukan rawat inap dan tanpa ciri psikotik
F. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung suatu zat (cth. Obat yang
disalahgunakan, obat, atau terapi lain atau kondisi medis umum
Catatan : Episode menyerupai hipomanik yang secara nyata disebabkan terapi
antidepresan somatic (cth. Obat, terapi elektrokonvulsif, terapi cahaya) sebaiknya
tidak dimasukkan kedalam diagnosis Bipolar II.

VI. Penatalaksanaan
1. PSIKOFARMAKA [2]
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood stabilizer
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom mania dan mencegah
berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode berubahnya mood pada umumnya tidak
berhubungan dengan peristiwa peristiwa kehidupan. Gangguan biologis yang pasti
belum diidentifikasi tapi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan aktivitas
katekolamin. Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar
serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.
1) Lithium [2]
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa lithium
merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan manik. Angka
keberhasilannya pada remisi pasien dengan fase manik dilaporkan mencapai 60-
80%.
Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar
terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan penurunan resiko
bunuh diri. Bila mania masih tergolong ringan, lithium sendiri merupakan obat yang
efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu ditambah clonazepam atau lorazepam
dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis
boleh dihentikan dan lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk
pemeliharaan.
Efek Samping
 Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik, ataksia, disartria
dan afasia.
 Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi efeknya
reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien mengalami pembesaran kelenjar

35
gondok dan gejala-gejala hipotiroidisme. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12 bulan.
 Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun bersifat reversibel.
Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi lithium jangka panjang dapat
menyebabkan disfungsi ginjal termasuk nefritis interstitial kronis dan
glomerulopati perubahan minimal dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi
glomerulus telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai azotemia maupun
gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk mendeteksi
perubahan-perubahan pada ginjal.
 Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi natrium.
Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena edema namun pada 30%
pasien tidak mengalami peningkatan berat badan.
 Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus sehingga sindrom
bradikardi dan takikardi merupakan kontraindikasi penggunaan lithium.
 Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan peningkatan
frekuensi kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang mengkonsumsi lithium
terutama anomali Ebstein. Namun data terbaru menyebutkan resiko efek
teratogenik relatif rendah.Lithium didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga
sampai setengah dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan
letargi, sianosis, reflek moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali.
 Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis pada penggunaan
lithium. Leukositosis selama pengobatan dengan lithium selalu ada yang
merefleksikan efek langsung pada leukopoiesis.

Preparat yang Tersedia


Lithium carbonate (generik, Eskalith)
Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300; 450 mg tablet
sustained release
Dosis: 250-500 mg/hari

2) Asam Valproat (valproic acid; valproate) [2]


Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki efek
antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal memberikan respon
terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate menunjukkan keberhasilan yang setara
dengan lithium pada awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-
36
obatan psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase kedua
pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Valproate telah
diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania.

Preparat yang Tersedia


Valproic acid (generik, Depakene)
Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari

3) Carbamazepine [2]
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk lithium jika
lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati mania akut dan
juga untuk terapi profilaksis.
Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari lithium dan kadang
bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat digunakan sendiri atau pada pasien yang
refrakter dapat dikombinasi dengan lithium.
Cara kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat mengurangi sensitisasi otak
terhadap perubahan mood. Mekanisme tersebut mungkin serupa dengan efek
antikonvulsinya. Meskipun efek diskrasia darah menonjol pada penggunaannya
sebagai antikonvulsi, namun tidak menjadi masalah besar pada penggunaanya sebagai
penstabil mood
.
Preparat yang Tersedia
Carbamazepine (generic, Tegretol)
Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100; 200; 400 mg
tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul.
Dosis: 400-600 mg/hari

4) Chloropromazine [7]
Cara kerja chloropromazine tidak jelas, tetapi dikatakan dapat menghalang reseptor D 2
pada ‘chemoreceptor trigger zone’ di otak.
Efek sampingnya adalah sedasi ,hipotensi postural,peningkatan prolaktin di tubuh dsb

5) Neuroleptik atipikal dan tipikal yang lain [7]


Atipikal: Olanzapine, Risperidone, Quetiapine, Ziprasidone, and Aripiprazole
37
Tipikal: Haloperidol
Dibandingkan dengan agen yang tipikal, seperti Haloperidol (Haldol) dan
Chlorpromazin (Thorazine), antipsikotik atipikal memiliki peluang yang lebih rendah
untuk tardive dyskinesia perangsangan postsynaptic, dan banyak obat atipikal tidak
meningkatkan kadar prolaktin. Tetapi obat-obat jenis ini akan menyebabkan risiko
tinggi dalam penaikan berat badan, sakit kepala,gangguan jantung dan sebagainya

6) Clonazepam and lorazepam [7]


Keduanya berasal dari golongan benzodiazepine dan sangat berguna untuk mengobati
gangguan mania akut.Cara kerja antipsikotik ini adalah dengan menghalang
‘inhibitory action’ GABA dengan mengikat dirinya dengan reseptor GABA di sistem
saraf pusat

2.PSIKOTERAPI [5]
Selain pengobatan, psikoterapi, atau "terapi berbicara" , dapat menjadi pengobatan
yang efektif untuk gangguan mood afektif seperti mania. Hal ini dapat memberikan
dukungan, pendidikan, dan bimbingan untuk orang dengan gangguan mania dan
keluarga mereka. Beberapa perawatan psikoterapi digunakan untuk mengobati
gangguan mania meliputi:

1) Terapi perilaku kognitif (CBT) membantu orang dengan gangguan mania belajar
untuk mengubah pola pikir berbahaya atau negatif dan perilaku.

2) Keluarga yang berfokus pada terapi termasuk anggota keluarga. Ini membantu
meningkatkan strategi koping keluarga, seperti mengenali episode baru awal dan
membantu mereka cintai. Terapi ini juga meningkatkan komunikasi dan pemecahan
masalah.

3) Terapi irama interpersonal dan sosial membantu orang dengan gangguan bipolar
meningkatkan hubungan mereka dengan orang lain dan mengelola rutinitas sehari-
hari. Rutinitas sehari-hari yang teratur dan jadwal tidur dapat membantu melindungi
terhadap episode manik.

4) Psychoeducation mengajarkan orang dengan gangguan mania tentang penyakit dan


pengobatannya. Perawatan ini membantu orang mengenali tanda-tanda kambuh
sehingga mereka dapat mencari pengobatan awal, sebelum episode-besaran terjadi.

38
Biasanya dilakukan dalam kelompok, psychoeducation juga dapat membantu untuk
anggota keluarga dan pengasuh.

VII. PROGNOSIS
Emil Kraepelin,yang mendeskripsikan sifat episodik mania-depresi,menyatakan
bahwa kondisi episodik manik tunggal biasanya akan sembuh sendiri seiring waktu
dengan atau tanpa pengobatan, akan tetapi kejadian episodik tunggal sangatlah jarang.
Oleh karena itu digunakan istilah ‘bipolar’ untuk menggambarkan individu yang
mengalami gabungan episode manik dan juga depresi.
Studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan berdasarkan usia dan jenis kelamin
saat ini. Namun, angka morbiditas pada masa kecil atau remaja lebih tinggi pada usia
lanjut. Pasien yang mengalami langsung dari satu kutub (mania atau depresi) yang lain
juga cenderung membutuhkan waktu lebih lama dan serangan lebih sering daripada
pasien yang mengalami episode diskrit mania atau depresi.[8]

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta
2. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatri. 9th ed.
Philadelpia: Lippincott William & Wilkins. 2003
3. Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia, In :Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition,2007.
4. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta,
2001.

39
5. Sinaga Banhard Rudyanto. 2AA7. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT Nuh Jaya
Jakarta.
7. Anonymous. Schizophrenia (DSM-IV-TR 295.1–295.3, 295.90)
8. Sadock BJ, Sadock Virginia Alcott. Kaplan&Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi 2. New York.2012. hal 189
9. Yulia Sari Risnawati. Tesis: Psikatrik Gangguan Afektif. [online] 13. August. 2010
[cited 10 Juli 2013 ], Available from: http://www.scribd.com/Makalah-Psikiatri-
Gangguan-Afektif
10. Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001 hal 58-61
11. Ahmad Yusron Alfi Wakhianto Anggara Hadinata, dll. : Mania [online] Mei, 2009
[cited 10 Juli 2013], Available from: www.scribd.com/-GangguanAfektifMania
12. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 10. New York: Lippincott Williams.
1997. hal 529-34, 552-3
13. Inu Wicaksana. Aspek Neuropsikologi Gangguan Mood : Depresi dan Mania
[online] Oktober 2011 [cited 10 Juli 2013] ,Available from:
http://www.inuwicaksana.com/

40

Anda mungkin juga menyukai