Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan
terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak
yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal,
kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh
gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-
anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi,
infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti
gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang
menstimulasi terjadinya kejang.1

Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa,
pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada
umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam
tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang
sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam.
Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan
elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat,
dalam hal ini tidak disebut kejang demam.1

Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.1,2

BAB II

1
PRESENTASI KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Biondy Bayu M Pembimbing : dr. Virginia, SpA
NIM : 030.10.058 Tanda tangan:
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MRV Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 Tahun 3 Bulan Suku Bangsa : Betawi
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 5 Juni 2013 Agama : Islam
Alamat : Jl. Pejaten Timur RT/RW 01/07
Pejaten timur,Pasar Minggu,Jakarta timur.
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. S Nama : Ny. I
Umur : 30 tahun Umur : 27 tahun
Alamat:Jl.Pejaten Timur RT/RW 01/07,Pasar Alamat:Jl.Pejaten timur RT/RW 01/07, Pasar
Minggu, Jakarta timur. minggu, Jakarta timur.
Pekerjaan : Pegawai satkom indosat Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan: Rp. 3.500.000 Penghasilan: -
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Betawi Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

2.2. RIWAYAT PENYAKIT


A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. I (ibu kandung pasien).
Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 511.
Tanggal / waktu : 18 September Juli 2015 pukul 08.00 WIB.
Tanggal masuk : 17 September 2015 pukul 15.00 WIB.
Keluhan utama : Kejang sejak 45 menit sebelum masuk rumah sakit (17/09/2015)
Keluhan tambahan : Demam

B.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibu dan ayahnya dengan
keluhan kejang sejak 45 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi sebanyak satu kali
dengan durasi waktu lima menit.Sebelum kejang pasien sedang makan dan duduk didepan
TV, tiba-tiba mata pasien mendelik keatas,kaki pasien menekuk dan kaku setelah itu diikuti
oleh tangan pasien yang menekuk dan kaku. Pada saat kejang pasien sadar tidak pingsan atau
tertidur, kemudian nenek pasien memasukkan kain ke mulut agar lidah pasien tidak tergigit.
Pada saat kejang pasien ngompol.Keluar busa,muntah disangkal oleh ibu pasien. Setelah
kejang pasien kemudian menangis dan tidak lama setelah itu pasien tertidur. Ibu pasien

2
mengatakan bahwa kejang seperti ini baru pertama kali terjadi. Dua hari sebelum terjadinya
kejang,siang harinya pasien terjatuh dari kursi pada saat sedang bermain dirumahnya,tidak
ada yang melihat saat pasien jatuh tetapi pasien ditemukan karena berteriak dan saat
didatangi sudah dalam posisi tengkurap oleh ibunya. Sore harinya badan pasien panas,
kemudia diukur oleh ibu pasien dengan thermometer dan menunjukkan suhu tubuh pasien
39,20 C. Ibu pasien lalu memberikan obat penurun panas yaitu panadol anak 3-4 kali
pemberian tetapi demamnya tidak turun. Nafsu makan dan minum baik,Buang air kecil dan
buang air besar normal. Keluhan batuk,pilek,keluar cairan dari
telinga,mual,muntah,penurunan berat badan disangkal oleh ibu pasien.
C.RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), anemia (-),
penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi
KEHAMILAN pada kehamilan (-), asma (-)
Perawatan antenatal Kontrol rutin 1 kali sebulan ke dokter selama
hamil, imunisasi TT (+) 2 kali
Tempat persalinan Rumah Sakit
Penolong persalinan Bidan
Spontan pervaginam
Cara persalinan

Masa gestasi 38 minggu (cukup bulan)


Berat lahir : 3800 gram
Panjang lahir : 48 cm
KELAHIRAN
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Keadaan bayi
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir spontan pervaginam, neonatus
cukup bulan dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 12 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)

3
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis :-
Payudara :-
Menarche :-
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik sesuai usia.

E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI + PASI + - -
6–8 ASI + PASI + + +
8 – 10 ASI + PASI + + +
10 -12 ASI + PASI + + +
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir, tidak ada
kesulitan makan dan pasien telah diberikan makanan pendamping asi sejak usia 6 bulan.

F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.

G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi

Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan


No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan

1. 6 tahun Laki-laki + - - - Sehat


5 juni 2013
2. Perempuan + - - - Pasien (sakit)
( 2 tahun 3 bulan)

b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali

4
Nama Tn. S Ny. I
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 23 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - Ibu waktu kecil ada riwayat
kejang demam

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien pernah mengalami kejang demam pada waktu kecil Riwayat penyakit
asma, TBC, alergi, darah tinggi,penyakit jantung dan kencing manis disangkal.
Kesimpulan riwayat keluarga: Ibu pasien mempunyai riwayat kejang demam pada waktu
kecil.

H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Penyakit
Alergi (-) Difteria (-) (-)
jantung
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien sebelumnya belum pernah
sakit.

I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN


Pasien tinggal bersama ayah dan ibu dan di rumah milik sendiri. Rumah memiliki
ventilasi yang cukup, jendela dibuka tiap pagi agar udara dan sinar matahari dapat masuk ke
dalam rumah. Sumber air bersih menggunakan air PAM. Tempat pembuangan sampah
didepan rumah dan setiap hari diangkut oleh petugas kebersihan. Daerah tempat tinggal
adalah perumahan padat penduduk.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan perumahan cukup baik, tetapi padat
penduduk.

J. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI


Ayah pasien bekerja sebagai pegawai satkom indosat dengan penghasilan
Rp.3.500.000/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien

5
penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien
diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 18 September 2015 pukul 08.00 WIB)

A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : baik
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 13 kg
Panjang Badan : 85 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Status Gizi
- BB / U = 13/ 13,5 x 100 % = 96,2%
- TB / U = 85 /90 x 100 % =94,4,4%
- BB / TB = 13/12,5 x 100 % = 104% (Gizi baik)
Berdasarkan kurva CDC gizi anak termasuk dalam gizi baik.

Tanda Vital

Tekanan Darah : - mmHg


Nadi : 108 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 28x /menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu : 37,7°C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)

KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup, cekung (-)


RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tebal
WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA:

Alis mata merata, madarosis (-)


Bulu mata hitam, merata, trikiasis (-)
Visus : normal Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Endophtalmus : -/- Lensa jernih : +/+
Strabismus : -/- Pupil : bulat, isokor
Nistagmus : -/-
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-

6
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+ Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-),sianosis (-)
MULUT : trismus(-),oral hygiene baik, tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
LIDAH : Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor (-),
coated tongue (-)
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER :Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran
tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)

JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostals (-), retraksi subcostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN :
 Inspeksi :perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)
 Palpasi : supel,nyeri tekan (-) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit baik.
Hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
 Auskultasi :bising usus (+), frekuensi 3x / menit
GENITALIA : Jenis kelamin laki-laki, fimosis (-), parafimosis (-), hipospadia (-), epispadia
(-), tanda radang (-)
KGB :

7
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, CRT 2 detik.

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
Nervus Kranialis : Tidak ada lesi nervus kranialis
KULIT :warna sawo matang merata, pucat (-),ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit
menurun, lembab, pengisian kapiler 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium dari IGD pada tanggal 17 September 2015:

8
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa darah sewaktu 136 mg/dl 33-111


Hematologi Hasil Nilai Normal
ELEKTROLIT
Leukosit 6,6 ribu/μL 6-17
Elektrolit serum
Eritrosit 5,2 jt/μL 3.6 - 5.2
Kalium (ka) 140 mmol/L 10,8-12,8
Hemoglobin 10,9 g/dL 10,8-12,8
Natrium (na) 4,2 mmol/L 35-43
Hematokrit 36 % 35-43
Klorida (cl) 107 ribu/μL 217-497
Trombosit 204 ribu/μL 217-497

MCV 70,4 fL 74 – 101

MCH 21,1 pg 23 –31

MCHC 30,0 g/dL 26 –34

RDW 15,3% <14

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 18 september 2015


Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai satuan
URINALISIS
Urine lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Glukosa Negatif negatif
Bilirubin Negatif negatif
Keton 2+ negatif
pH 6.5 4.6-8
Berat jenis 1.015 1.005-1.030
Albumin urine Negatif negatif
Urobilinogen 0.2 E.U./dl 0.1-1
Nitrit Negatif negatif
Darah Negatif negatif
Esterase lekosit Negatif negatif
Sedimen urine
Leukosit 2-3 /LPB <5
Eritrosit 0-1 /LPB <2
Epitel Positif /LPB Positif
Silinder Negatif /LPK negatif
Kristal Negatif negatif
Bakteri Negatif negatif
Jamur Negatif /LPB negatif

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai satuan

9
TINJA
FAECES RUTIN
Makroskopik
Warna Coklat coklat
Konsistensi Lunak Lunak
Lendir Negatif negatif
Darah Negatif negatif
Mikroskopik
Leukosit negatif negatif
Eritrosit negatif negatif
Amoeba coli Negatif negatif
Amoeba histolitika negatif negatif
Telur cacing Negatif Negatif
Pencernaan
Lemak Negatif negatif
Amilum negatif negatif
Serat negatif negatif
Sel ragi negatif negatif
Silinder Negatif negatif

IV. RESUME

An. M 2 tahun 3 bulan datang ke igd RSUD Budhi asih dengan kejang generalis tonik
45 menit sbelum masuk rumah sakit. Durasi kejang kurang dari 5 menit,kejang terjadi satu
kali.Sebelum dan setelah kejang tidak terdapat penurunan kesadaran. Setelah kejang pasien
sempat terdiam dan kemudian menangis.
Terdapat riwayat jatuh dua hari sebelum masuk rumah sakit pada siang hari. Sore
harinya pasien febris diukur dengan thermometer suhu 390c, oleh ibu pasien diberikan obat
penurun panas tapi tidak ada perbaikan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
composmentis, kesan gizi baik, nadi 108x/menit, suhu 37,7˚C, frekuensi nafas 28 x/menit.
Pemeriksaan fisik yang lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
keton didalam urin, trombosit menurun (204 ribu/υL), MCV menurun (70,4 fL), MCH
menurun (21,1 pg)
V. DIAGNOSIS BANDING
Kejang Demam Simpleks
Kejang Demam Kompleks
Meningitis
Epilepsi

VI. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Simpleks

10
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
-Pemeriksaan darah
-Pemeriksaan elektrolit
-Pemriksaan urinalisis
-Pemeriksaan faeces

VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan
pasien.
2. Observasi tanda vital dan kejang.

B. Medika Mentosa
1. IVFD Kaen1B 3 cc/kgbb/jam.
2. Diazepam 1 mg jika suhu ≥ 38,50 C
3. Paracetamol 150 mg jika suhu  38C.
4. Candistin 3x1 cc

IV. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

Follow up

Tgl S O A P
18/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=13 kg Kejang demam - IVFD K1b
- Demam tadi - N: 114 x/menit
2015 sederhana 3cc/kgBB/jam.
- S: 37,1C
malam 38,40 C Stomatitis
- R: 44 x/menit - Diet makan
- Mencret (-) Anemia
- Normosefali
- Batuk (-) lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- pilek (-)
- Mulut: sianosis -, kering - - PCT 150 mg jka
- Muntah (-) hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-;
suhu  380 c
BJ 1&2 reg, m -, g -
- Diazepam 1 mg

11
- Abdomen: supel, BU +, jika suhu 
turgor baik 38,50c
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2
- Candistin 3x1cc
detik
- Status neurologis (N)
- Reflex fisiologis (+)
- Reflex patologis (-)
- Motoric :5/5/5/5
19/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=11kg Kejang demam - IVFD K1b
2015 - Demam (-) - N: 118 x/menit
simpleks 3cc/kgBB/jam.
- Muntah (-) - S: 36,2C Stomatitis
- BAB (N) - R: 30 x/menit - Diet makan
Anemia
- Normosefali lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- Mulut: sianosis -, kering - - Paracetamol
hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-; 150 mg bila
BJ 1&2 reg, m -, g -
suhu 38C.
- Abdomen: supel, BU +,
- Diazepam 1 mg
turgor baik
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2 jika suhu 380 c
detik - Cek
Lab 18/9/2015:
Urin lengkap: H2TL,SI,TIBC,
Warna : kuning jernih GDT
Bilirubin : (-)
Keton ( 2+)
Albumin urin ; (-)

Tgl S O A P
18/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=13 kg Kejang demam - IVFD K1b
- Demam tadi - N: 114 x/menit
2015 sederhana 3cc/kgBB/jam.
- S: 37,1C
malam 38,40 C Stomatitis
- R: 44 x/menit - Diet makan
- Mencret (-) Anemia
- Normosefali
- Batuk (-) lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- pilek (-)
- Mulut: sianosis -, kering - - PCT 150 mg jka
- Muntah (-) hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-;
suhu  380 c
BJ 1&2 reg, m -, g -
- Diazepam 1 mg
- Abdomen: supel, BU +,
turgor baik jika suhu 
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2 38,50c
detik - Candistin 3x1cc
- Status neurologis (N)

12
- Reflex fisiologis (+)
- Reflex patologis (-)
- Motoric :5/5/5/5
19/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=11kg Kejang demam - IVFD K1b
2015 - Demam (-) - N: 118 x/menit
simpleks 3cc/kgBB/jam.
- Muntah (-) - S: 36,2C Stomatitis
- BAB (N) - R: 30 x/menit - Diet makan
Anemia
- Normosefali lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- Mulut: sianosis -, kering - - Paracetamol
hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-; 150 mg bila
BJ 1&2 reg, m -, g -
suhu 38C.
- Abdomen: supel, BU +,
- Diazepam 1 mg
turgor baik
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2 jika suhu 380 c
detik - Cek
Lab 18/9/2015:
Urin lengkap: H2TL,SI,TIBC,
Warna : kuning jernih GDT
Bilirubin : (-)
Keton ( 2+)
Albumin urin ; (-)

`BAB III

ANALISA KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan kejang
sejak 45 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang 1 kali,berlangsung kurang dari 5 menit
menit,sebelum kejang pasien dalam keaadaan sadar penuh yaitu sedang makan,saat kejang
mata pasien mendelik keatas badan pasien kaku, kedua tangan tertekuk, kedua kaki lurus
kaku. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien diam dahulu setelah itu
menangis. Kejang bersifat umum dengan bentuk tonik, yaitu kaku seluruh tubuh, biasanya
terlihat sebagai fleksi atau ekstensi tonus pada ekstremitas bagian atas, leher, atau batang
tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah.

13
Pasien demam sejak 2 hari SMRS dan sempat diberikan obat penurun panas, demam
tidak turun.Dari karakteristik kejang pada pasien maka kejang pada pasien ini termasuk
dalam karakteristik kejang demam sederhana karena kejang ini baru terjadi 1 kali dengan
durasi kejang yang cepat yaitu kurang dari 5 menit, kejang terjadi setelah 16 jam demam, dan
pasien baru berusia 2 tahun. Untuk menyingkirkan diagnosis banding adanya kejang demam
kompleks dapat dilihat dari tidak ada riwayat kejang demam pada pasien,kejang bersifat fokal
ataupun parsial, durasi kejang lebih dari 15 menit, dan kejang terjadi lebih dari satu kali
dalam 24 jam.Untuk infeksi meningitis dapat dilihat dari kesadaran pasien sebelum dan
setelah kejang. Pada pasien didapatkan dari anamnesis, sebelum dan setelah kejang pasien
sadar dan tidak ditemukan adanya defisit neurologis,pemeriksaan neurologis juga didapatkan
tidak ada kelainan sehingga meningitis dapat disingkirkan. Pada kejang demam juga perlu di
observasi tanda vital terutama suhu agar tidak terjadi kenaikan suhu yang terlalu tinggi yang
dapat mencetuskan kembali terjadinya kejang. Pasien dengan kejang demam juga perlu
dipantau kadar elektrolit serum karena ketidakseimbangan dari elektrolit tubuh dapat
mencetuskan terjadinya kejang. Status hidrasi pada pasien juga perlu diperhatikan agar tidak
terjadi dehidrasi.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG

A. Definisi

Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat
berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.1,2

14
B. Kriteria kejang

Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang,


sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang
menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Perbedaan anatara kejang dan serangan yang menyerupai kejang.3

C.

Klasifikasi kejang

15
Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang.
Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi
International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat
pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Klasifikasi kejang.2,3,4

Tabel 3.
Klasifikasi
kejang.2,3,4

Klasifikasi kejang Manifestasi


I. Kejang Partial - Kejang dengan kesadaran utuh
- Dimulai pada korteks serebrum
- Gejala tergantung pd lokasi dikorteks motorik/sensorik
- Fokus di satu bagian. Tapi, dapat menyebar ke bag.lain
Kejang Parsial Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih
Sederhana hal berikut ini:
- Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan,
atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang
yang sama.
- Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
- Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
- Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.
- Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
Kejang parsial - Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya
kompleks sebagai kejang parsial simpleks.
- Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—
mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan
lainnya.
- Dapat tanpa otomatisme-tatapan terpaku.

16
- Biasanya berlangsung 1-3 menit
Kejang Umum/ Generalisata - Hilangnya kesadaran
- Melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon
- Tidak ditandai awitan aktivitas kejang yg bilateral ,fokal
dan simetrik
- Muncul tanpa aura (gejala)
KejangAbsens/pettit - Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
mal - Tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari
15 detik.
- Awitan dan akhirancepat, (setelah itu kembali waspada
dan berkonsentrasi penuh.)
- Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan
sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik - Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi mendadak.
- Kontraksi mirip syok dan terbatas dibeberapa otot atau
tungkai
Kejang - Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi
Mioklonik→Lanjutan bilapatologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari
leher, bahu, lengan atas dan kaki.
- Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadidi
dalam kelompok.
- Kehilangan kesadaran hanya sesaat

Kejang Tonik-Klonik - Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah,
yang langsung kurang dari 1 menit.
- Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih
dan usus.
- Tidak ada respirasi dan sianosis
- Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas
atas dan bawah.
- letargi, konfusi, dan tidurdalamfase postical
Tonik - Tonus otot wajah n tubuh bag. Atas meningkat mendadak
(menjadi kaku)
- Fleksi lengan
- Ekstensi tungkai
- Mata dan kepala berputar ke satu sisi
- Dapat menyebabkan henti nafas.
Klonik - Gerakan menyentak
- Repetitif, tajam, lambat dan tunggal (multipel dilengan),
tungkai, dan torso.
Kejang Atonik - Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau
jatuh ke tanah.
- Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.

17
D. Etiologi kejang

Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah
mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk
tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun
etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel. 4. Penyebab tersering kejang pada anak. 2,3,4

Etiologi kejang menurut usia:

1. Neonatus : Infeksi, perdarahan intrakranial, malformasi otak, asfiksia


neonatorum, hiperbilirubinemia, meabolik (hipoglikemia dan defisiensi
piridoksin), prematuritas.

2.Bayi dan Anak : Kejang demam, epilepsi, infeksi, idiopatik, gangguan elektrolit
(hiponatremia, hipernatremia dan hipokalsemia), keracunan teofilin,
alkohol, kokain, hipoglikemia, gangguan asam basa, defisiensi
piridoksin, genetik, penghentian OAE mendadak, tumor otak,
perdarahan intrakranial dan idiopatik.

3. Dewasa muda : Trauma, tumor, genetik, idiopatik, alkoholisme/ NAPZA.

4. Dewasa lanjut : CVD, metabolik, tumor, degeneratif.2,3,4

Secara umum penyebab kejang dapat dibagi menjadi :

18
Gambar 1. Etiologi kejang.2,3,4

KEJANG DEMAM

A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, terjadi pada anak
berusia lebih dari 3 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak berusia sekitar
3 bulan sampai 5 tahun tanpa disertai infeksi intrakranial, gangguan elektrolit, dan gangguan
metabolik lainnya. Dari beberapa penelitian dijumpai 2-5% anak di bawah usia 5 tahun
mengalami kejang, baik kejang pertama maupun ulangan yang didahului kenaikan suhu
tubuh.5

Menurut ILAE, International League Against Epilepsy, anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian mengalami kejang demam tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam yang terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga
tidak termasuk dalam kejang demam. Para ahli sepakat bahwa bila anak yang berumur kurang
dari 3 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang yang didahului demam, harus
dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.5

19
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.5

B. Epidemiologi

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak
berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang. Kejang
demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan.5

C. Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal (usia ibu saat hamil,
riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor
perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor
pasca natal (trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira
9 % anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.3,5

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara
autosomal dominan sederhana.4

Faktor risiko berulangnya kejang demam:

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah:

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Usia kurang dari 12 bulan

20
- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

- Terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal)

- Kejang awal yang unilateral

- Kejang berhenti lebih dari 30 menit

- Kejang berulang karena penyakit yang sama.4

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80
%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada
tahun pertama.1,3

D. Etiologi
Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia,
bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.7,8

Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat
kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut
dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih
jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia,
perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal.7,8

Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang


menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali muncul sebagai penyebab
penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah
masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, dan
tumor otak.7,8

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.
Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili
(campak).7,8

21
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297
penderita kejang demam, 66 (±22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab
utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami
kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media
akut (lihat tabel 5).7,8

Tabel 5. Penyebab demam pada 297 anak penderita kejang demam.7,8

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis 100

Otitis media akut (radang liang telinga tengah) 91

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna) 22

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi 44

Bronkitis (radang saiuran nafas) 17

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas) 38

Morbili (campak) 12

Varisela (cacar air) 1

Dengue (demam berdarah) 1

Tidak diketahui 66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai kejang demam
daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8%-45% penderita gastroenteritis oleh kuman
Shigella mempunyai risiko mengalami kejang demam yang lebih tinggi dibanding
penderita gastroenteritis oleh kuman penyebab lainnya.7,8

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam
pada Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun
yang dihasilkan kuman bersangkutan.7,8

E. Klasifikasi

22
Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak,
dan lainnya.6,7,8

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam
pada anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang
demam kompleks (complex febrile seizure).7

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan 80% di antara


seluruh kejang demam.
 Kejang demam berlangsung singkat
 Durasi kurang dari 15 menit
 Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
 Umumnya akan berhenti sendiri
 Tanpa gerakan fokal
 Tidak berulang dalam 24 jam
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu
meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.6,8

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya


bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal, kadang – kadang hanya kaku
umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar
saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada
kenaikan suhu yang mendadak.6,8

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di antara seluruh


kejang demam.

Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.

Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.6,8

23
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1
hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di
antara anak yang mengalami kejang demam.6,8

F. Patofisiologi

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ di dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K –
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.5

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Pada seorang anak berumur
3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
K+ maupun ion Na+ melalui membran tadi, sehingga mengakibatkannya lepas muatan
listrik.5

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang
tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar SSP, misalnya infeksi pada telinga,
dan infeksi saluran pernafasan lainnya.5

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat
umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang

24
berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen otak.5

Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya


kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, dan
suhu tubuh yang makin meningkat disebabkan karena meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kejang demam yang berlangsung lama juga
dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.5

Gambar 2. Kejang tonik-klonik.2

G. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau

25
akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan
kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau
kejang menahun adalah kecil.3,4

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.
Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya
kejang tanpa demam.3,4

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.3,4

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)

 Kejang tonik-klonik atau grand mal


 Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
 Postur tonik
 Gerakan klonik
 Lidah atau pipi tergigit
 Gigi atau rahang terkatup rapat
 Inkontinensia

26
 Gangguan pernafasan
 Apneu
 Cyanosis.
Setelah mengalami kejang biasanya :


Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih.

Terjadi amnesia dan sakit kepala.

Mengantuk

Linglung

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya
cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.(3,4)
H. Diagnosis

Langkah diagnostik untuk kejang demam:

Anamnesis

a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah
kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2
serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,
menetap atau naik turun).
c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi).
d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).
e. Riwayat trauma kepala.
f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan
lain-lain).
h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.8,9
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a. Tanda vital terutama suhu tubuh

27
b. Manifestasi kejang yang terjadi
c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan
d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
f. Tanda infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan neurologis antara lain:

a. Tingkat kesadaran
b. Tanda rangsang meningeal
c. Tanda refleks patologis
Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis,
termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.8,9

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang


demam, di antaranya:

a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,
urinalisis, biakan darah, urin atau feses.
b. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga
pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian,
cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan
kejang demam yang:
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)
- Mengalami komplex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD
- Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga
sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

28
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan
jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang
demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis
dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat
dianjurkan untuk dilakukan.8,9

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi
lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.


2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin,
kecuali bila ada tanda-tanda
meningitis.
Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.8,9

Indikasi Pungsi Lumbal:


Jika ada kecurigaan klinis meningitis

Kejang demam pertama

Pasien telah mendapat antibiotik

Adanya paresis atau paralisis.8,9
c. EEG dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.9
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada
kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis. Tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau
segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya
kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh
gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran tersebut
tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko
epilepsi.9

29
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.
Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari
kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai
tujuh hari setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan
untuk pasien kejang demam sederhana.9
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal.9
d. Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan
(CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)

Paresis nervus VI

Papil edema

Riwayat atau tanda klinis trauma.9
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang
telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf
Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun


2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang


demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak
didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.
Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula

30
tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau
radang otak (ensefalitis).9

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan
dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai diagnostik, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari.
Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan
keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga
pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan
untuk mencari penyebab timbulnya demam.9

I. Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita kejang dengan demam, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di
dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, dan abses otak. Oleh
karena itu perlu waspada untuk menyingkirkan apakah ada kelainan organis di otak. Baru
sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana
atau kejang demam kompleks. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal.3,6,8

Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga


sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi
oleh demam dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat
mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis, sehingga menyerupai kejang demam.3,6,8

Diagnosis Banding Kejang Demam:

1. Kelainan Intrakranium

o Meningitis
o Encephalitis
o Abses otak

31
2. Gangguan metabolik

o Hipoglikemi
o Gangguan elektrolit
o Sinkop
3. Epilepsi  Epilepsi Triggered by Fever (ETOF)

Oleh karena cukup banyaknya diagnosis banding, sangat sulit bagi kita untuk
menentukan penyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang
tersebut.3,6,8

Tabel 6. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.3,6,8

Klinis/La Ensefaliti Meningitis Meningitis Meningitis Kejang


b s Herpes Bacterial/ Tuberkulosa Virus Demam
Simpleks Purulenta

Awitan Akut Akut Kronik Akut Akut


Demam < 7 hari < 7 hari >7 hari
< 7 hari < 7 hari
Tipe Fokal/um Umum Umum
Umum Umum/fok
kejang um
Singkat Singkat al
Lama>15
Singkat/la Singkat
menit
ma
Apatis-somnolen Somnolen- Sadar-apatis
Sopor- sopor
Somnolen
Kesadaran koma
Cepat Cepat
Pemulihan
Lama
kesadaran Cepat
Lama
Tanda ++/-
+/-
rangsang ++/-
meningeal - -
Meningkat
Tekanan Sangat Normal Normal
Sangat
intrakrania meningka +/-
meningkat - -
l t

32
Paresis +++/- +++

Pungsi Keruh/opalesen Jernih Jernih


lumbal
Jernih Segmenter/limf Jernih/xanto Normal Normal
Etiologi
Bakteri
Normal/li Limfo/segmen Virus Di luar SSP
mfo Antibiotik M.Tuberculosi
Simtomatik Penyakit
Terapi Virus HS s
dasar
Anti TBC
Antivirus

J. Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam.9

1.Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik.9

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat – obatan antipiretik
sangat diperlukan. Obat – obatan yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah
asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari
setiap 4 – 6 jam.9

Gambar 3. Algoritma Penanganan Kejang Demam Akut dan Status Konvulsif.8

Diazepam 5-10
Pre-hospital 0-10 menit
mg/rektal

33
Hospital Diazepam 0,25-0,5 10-20 menit Monitor

Kejang (-) mg/kg/iv


20-30 menit
Airway

Breathing
Tanda vital

EKG

Elektrolit serum

Fenitoin 20
mg/kg/iv

Kejang (-) Phenobarbital 30-60 menit


20 mg/kg/iv

Refrakter

Midazolam 0,2
mg/kg/iv bolus

Tatalaksana penghentian kejang akut dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Di Rumah (pre hospital):


Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan pemberian
diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg atau secara sederhana bila berat badan
kurang dari 10 kg diberikan 5 mg, sedangkan jika berat badan lebih dari 10 kg diberikan
10 mg. Pemberian di rumah diberikan maksimum 2 kali dengan interval 5 menit. Bila
kejang masih berlangsung, bawa pasien ke klinik atau rumah sakit terdekat.8

2. Di Rumah Sakit
Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan intravena, dapat
diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali, sambil mencari akses vena. Sebelum
dipasang cairan intravena, sebaiknya dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan
darah tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi.8

34
Bila terpasang cairan intravena, berikan fenitoin i.v dengan dosis 20 mg/kg
dilarutkan dalam NaCl 0,9%, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan pemberian 50
mg/menit. Bila kejang belum teratasi, dapat diberikan tambahan fenitoin i.v 10 mg/kg.
Bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin setelah 12 jam, kemudian dengan
rumatan 5-7 mg/kg.8

Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital i.v dengan dosis maksimum 15-20
mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit. Awasi dan atasi kelainan metabolik
yang ada. Bila kejang berhenti, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital i.v rumatan 4-5
mg/kg setelah 12 jam kemudian.8

3. Perawatan Intensif di Rumah Sakit


Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan di ruang intensif.
Dapat diberikan salah satu dari obat berikut:


Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan-lahan, diikuti infus midazolam
0,01-0,02 mg/kg/menit selama 12-24 jam.

Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5 mg/kg/jam dan
diturunkan setelah 12-24 jam.

Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5 mg/kg/jam.8
2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus
yang dicurigai mengalami meningitis, atau bila kejang demam berlangsung lama.
Pada bayi kecil manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas, sehingga pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada
pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan.8

3. Pengobatan Profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan


dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara
profilaksis, yaitu:

a. Profilaksis intermiten pada waktu demam untuk kejang demam sederhana

35
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan
ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya
demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat
masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-
peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten.
Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya
cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk
pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan
berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5 o C atau
lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari
setiap 8 jam pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotonia.8

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak


selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam
sempat diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi
gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.3

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan) untuk


kejang demam kompleks.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak, tapi tidak dapat
mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis setiap hari terus
menerus hanya diberikan jika kejang demam mempunyai ciri sebagai berikut
(salah satu / lebih):

1. Kejang lama lebih dari 15 menit


2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang, seperti
hemiparesis, paresis Todd, serebal palsi, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
Antikonvulsan yang dapat diberikan antara lain fenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.8

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan jika:

36
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam lebih dari 4 kali dalam 1 tahun.
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang
terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian obat ini efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.5

Indikasi Rawat Inap:

Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut :

a. Kejang demam kompleks


b. Hiperpireksia
c. Usia di bawah 6 bulan
d. Kejang demam pertama
e. Dijumpai kelainan neurologis.8
Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya bisa meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benigna

2. Memberikan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi mempunyai efek samping.

5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi angka kejadian epilepsi.7

Beberapa Hal yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher

37
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.7

K. Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan
tidak menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar
antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat dari usia,
jenis kelamin, dan riwayat keluarga, mendapatkan:


Pada anak yang berusia kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada anak perempuan
sebesar 50% dan anak laki-laki sebesar 33%.

Pada anak yang berusia 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedangkan pada anak tanpa riwayat kejang sebesar
25%.2,8
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston mendapatkan
dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari
golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi.2,8

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.


2. Kelainan dalam perkembangan, atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama, atau kejang fokal.2,8
Bila terdapat paling sedikit 2 dari ketiga faktor di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibandingkan jika hanya terdapat 1

38
atau tidak sama sekali dari faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-
3% saja. Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaborative Perinatal Project
di Amerika Serikat, dari 1706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai
usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Kemudian anak
dengan kejang demam ini dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal dengan tes
IQ. Angka rata-rata pada anak yang pernah mengalami kejang demam adalah 93%. Skor ini
tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya. Sedangkan pada anak yang sebelum
mengalami kejang demam sudah abnormal, atau dicurigai menunjukkan gejala yang
abnormal, mempunyai total IQ yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang
diperoleh The National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang
didapatkan di Inggris oleh The National Child Development Study, yaitu didapatkan bahwa
anak yang pernah mengalami kejang demam kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum
saat dilakukan tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,8

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ellenberg dan Nelson, tidak didapatkan adanya
perbedaan IQ saat diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan kejang demam dan
kembarannya yang tidak mengalami kejang demam. Dengan penanggulangan yang tepat dan
cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Hasil dari 2 penelitian,
didapatkan angka kematian akibat kejang demam ini sebesar 0,46% dan 0,74%. Dari
penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.2,8

Faktor resiko terjadinya epilepsi

Faktor resiko menjadi epilepsi di kemudian hari:

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.8

L. Komplikasi

39
Walaupun kejang demam dapat menyebabkan kekhawatiran dan mengambil perhatian
yang besar dari orang tua, sebagian besar kejang demam tidak menimbulkan efek yang
menetap. Kejang demam jika diterapi dengan tepat, tidak menyebabkan kerusakan otak,
retardasi mental, gangguan belajar, atau epilepsi dikemudian hari.8

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.

Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

2. Epilepsi

Resiko terjadinya epilepsi rendah.

3. Kelainan motorik

4. Gangguan mental dan belajar


5. Kemungkinan mengalami kematian sebesar 0,46% dan 0,74%.8
Komplikasi paling sering dari kejang demam adalah kemungkinan terjadinya kejang
demam lagi. Kira-kira sepertiga anak yang pernah kejang demam akan mengalami kejang
lagi pada demam berikutnya. Risiko kambuh lebih tinggi jika anak mengalami demam yang
tidak terlalu tinggi pada saat pertama kali mengalami kejang demam. Jika waktu antara
permulaan demam dan kejang pendek, atau jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
kejang demam. Tetapi factor yang paling berpengaruh adalah usia. Anak yang lebih muda
saat kejang demam pertama kali, kemungkinan besar akan mengalami kejang demam lagi.4,5

M. Pencegahan

Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar
kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dahulu digunakan obat anti
kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam.
Sekarang hal tersebut sudah jarang dilakukan. Kepada anak-anak yang cenderung mengalami
kejang demam pada saat menderita demam dapat diberikan diazepam (baik secara oral atau
melalui rektal).6

40
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term Treatment of the Child


with Simple Febrile Seizure. 1999; 6: 1307-1309. Didapatkan di:
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics
2. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediatric II : Kejang Pada
Anak. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.
3. Baumann Robert, MD. Febrile Seizures. 2002. Didapatkan di: http://www.
Emedicine.com/neuro/topic134.htm
4. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile Seizures.
2004. Didapatkan di: http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86.
5. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007.

41
6. Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. Childhood-Onset Epilepsy With and Without
Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, no. 8, 1999 : 23-34.
7. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice
Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures.
Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 – 7.
8. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.

42

Anda mungkin juga menyukai