PENDAHULUAN
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan
terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak
yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal,
kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh
gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-
anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi,
infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti
gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang
menstimulasi terjadinya kejang.1
Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa,
pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada
umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam
tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang
sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam.
Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan
elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat,
dalam hal ini tidak disebut kejang demam.1
Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.1,2
BAB II
1
PRESENTASI KASUS
2
mengatakan bahwa kejang seperti ini baru pertama kali terjadi. Dua hari sebelum terjadinya
kejang,siang harinya pasien terjatuh dari kursi pada saat sedang bermain dirumahnya,tidak
ada yang melihat saat pasien jatuh tetapi pasien ditemukan karena berteriak dan saat
didatangi sudah dalam posisi tengkurap oleh ibunya. Sore harinya badan pasien panas,
kemudia diukur oleh ibu pasien dengan thermometer dan menunjukkan suhu tubuh pasien
39,20 C. Ibu pasien lalu memberikan obat penurun panas yaitu panadol anak 3-4 kali
pemberian tetapi demamnya tidak turun. Nafsu makan dan minum baik,Buang air kecil dan
buang air besar normal. Keluhan batuk,pilek,keluar cairan dari
telinga,mual,muntah,penurunan berat badan disangkal oleh ibu pasien.
C.RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), anemia (-),
penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi
KEHAMILAN pada kehamilan (-), asma (-)
Perawatan antenatal Kontrol rutin 1 kali sebulan ke dokter selama
hamil, imunisasi TT (+) 2 kali
Tempat persalinan Rumah Sakit
Penolong persalinan Bidan
Spontan pervaginam
Cara persalinan
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 12 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
3
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis :-
Payudara :-
Menarche :-
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik sesuai usia.
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI + PASI + - -
6–8 ASI + PASI + + +
8 – 10 ASI + PASI + + +
10 -12 ASI + PASI + + +
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir, tidak ada
kesulitan makan dan pasien telah diberikan makanan pendamping asi sejak usia 6 bulan.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
4
Nama Tn. S Ny. I
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 23 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - Ibu waktu kecil ada riwayat
kejang demam
5
penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien
diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : baik
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 13 kg
Panjang Badan : 85 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Status Gizi
- BB / U = 13/ 13,5 x 100 % = 96,2%
- TB / U = 85 /90 x 100 % =94,4,4%
- BB / TB = 13/12,5 x 100 % = 104% (Gizi baik)
Berdasarkan kurva CDC gizi anak termasuk dalam gizi baik.
Tanda Vital
6
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+ Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-),sianosis (-)
MULUT : trismus(-),oral hygiene baik, tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
LIDAH : Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor (-),
coated tongue (-)
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER :Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran
tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostals (-), retraksi subcostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN :
Inspeksi :perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)
Palpasi : supel,nyeri tekan (-) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit baik.
Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi :bising usus (+), frekuensi 3x / menit
GENITALIA : Jenis kelamin laki-laki, fimosis (-), parafimosis (-), hipospadia (-), epispadia
(-), tanda radang (-)
KGB :
7
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
STATUS NEUROLOGIS
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
Nervus Kranialis : Tidak ada lesi nervus kranialis
KULIT :warna sawo matang merata, pucat (-),ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit
menurun, lembab, pengisian kapiler 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
8
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT
9
TINJA
FAECES RUTIN
Makroskopik
Warna Coklat coklat
Konsistensi Lunak Lunak
Lendir Negatif negatif
Darah Negatif negatif
Mikroskopik
Leukosit negatif negatif
Eritrosit negatif negatif
Amoeba coli Negatif negatif
Amoeba histolitika negatif negatif
Telur cacing Negatif Negatif
Pencernaan
Lemak Negatif negatif
Amilum negatif negatif
Serat negatif negatif
Sel ragi negatif negatif
Silinder Negatif negatif
IV. RESUME
An. M 2 tahun 3 bulan datang ke igd RSUD Budhi asih dengan kejang generalis tonik
45 menit sbelum masuk rumah sakit. Durasi kejang kurang dari 5 menit,kejang terjadi satu
kali.Sebelum dan setelah kejang tidak terdapat penurunan kesadaran. Setelah kejang pasien
sempat terdiam dan kemudian menangis.
Terdapat riwayat jatuh dua hari sebelum masuk rumah sakit pada siang hari. Sore
harinya pasien febris diukur dengan thermometer suhu 390c, oleh ibu pasien diberikan obat
penurun panas tapi tidak ada perbaikan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
composmentis, kesan gizi baik, nadi 108x/menit, suhu 37,7˚C, frekuensi nafas 28 x/menit.
Pemeriksaan fisik yang lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
keton didalam urin, trombosit menurun (204 ribu/υL), MCV menurun (70,4 fL), MCH
menurun (21,1 pg)
V. DIAGNOSIS BANDING
Kejang Demam Simpleks
Kejang Demam Kompleks
Meningitis
Epilepsi
10
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
-Pemeriksaan darah
-Pemeriksaan elektrolit
-Pemriksaan urinalisis
-Pemeriksaan faeces
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan
pasien.
2. Observasi tanda vital dan kejang.
B. Medika Mentosa
1. IVFD Kaen1B 3 cc/kgbb/jam.
2. Diazepam 1 mg jika suhu ≥ 38,50 C
3. Paracetamol 150 mg jika suhu 38C.
4. Candistin 3x1 cc
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Follow up
Tgl S O A P
18/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=13 kg Kejang demam - IVFD K1b
- Demam tadi - N: 114 x/menit
2015 sederhana 3cc/kgBB/jam.
- S: 37,1C
malam 38,40 C Stomatitis
- R: 44 x/menit - Diet makan
- Mencret (-) Anemia
- Normosefali
- Batuk (-) lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- pilek (-)
- Mulut: sianosis -, kering - - PCT 150 mg jka
- Muntah (-) hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-;
suhu 380 c
BJ 1&2 reg, m -, g -
- Diazepam 1 mg
11
- Abdomen: supel, BU +, jika suhu
turgor baik 38,50c
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2
- Candistin 3x1cc
detik
- Status neurologis (N)
- Reflex fisiologis (+)
- Reflex patologis (-)
- Motoric :5/5/5/5
19/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=11kg Kejang demam - IVFD K1b
2015 - Demam (-) - N: 118 x/menit
simpleks 3cc/kgBB/jam.
- Muntah (-) - S: 36,2C Stomatitis
- BAB (N) - R: 30 x/menit - Diet makan
Anemia
- Normosefali lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- Mulut: sianosis -, kering - - Paracetamol
hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-; 150 mg bila
BJ 1&2 reg, m -, g -
suhu 38C.
- Abdomen: supel, BU +,
- Diazepam 1 mg
turgor baik
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2 jika suhu 380 c
detik - Cek
Lab 18/9/2015:
Urin lengkap: H2TL,SI,TIBC,
Warna : kuning jernih GDT
Bilirubin : (-)
Keton ( 2+)
Albumin urin ; (-)
Tgl S O A P
18/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=13 kg Kejang demam - IVFD K1b
- Demam tadi - N: 114 x/menit
2015 sederhana 3cc/kgBB/jam.
- S: 37,1C
malam 38,40 C Stomatitis
- R: 44 x/menit - Diet makan
- Mencret (-) Anemia
- Normosefali
- Batuk (-) lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- pilek (-)
- Mulut: sianosis -, kering - - PCT 150 mg jka
- Muntah (-) hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-;
suhu 380 c
BJ 1&2 reg, m -, g -
- Diazepam 1 mg
- Abdomen: supel, BU +,
turgor baik jika suhu
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2 38,50c
detik - Candistin 3x1cc
- Status neurologis (N)
12
- Reflex fisiologis (+)
- Reflex patologis (-)
- Motoric :5/5/5/5
19/9/ - Kejang (-) - TSS, CM, BB=11kg Kejang demam - IVFD K1b
2015 - Demam (-) - N: 118 x/menit
simpleks 3cc/kgBB/jam.
- Muntah (-) - S: 36,2C Stomatitis
- BAB (N) - R: 30 x/menit - Diet makan
Anemia
- Normosefali lunak
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung -/- mikrositik
- Mulut: sianosis -, kering - - Paracetamol
hipokrom
- Thoraks: SNV, w -/-. R -/-; 150 mg bila
BJ 1&2 reg, m -, g -
suhu 38C.
- Abdomen: supel, BU +,
- Diazepam 1 mg
turgor baik
- Ekstremitas: hangat +, CRT 2 jika suhu 380 c
detik - Cek
Lab 18/9/2015:
Urin lengkap: H2TL,SI,TIBC,
Warna : kuning jernih GDT
Bilirubin : (-)
Keton ( 2+)
Albumin urin ; (-)
`BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan kejang
sejak 45 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang 1 kali,berlangsung kurang dari 5 menit
menit,sebelum kejang pasien dalam keaadaan sadar penuh yaitu sedang makan,saat kejang
mata pasien mendelik keatas badan pasien kaku, kedua tangan tertekuk, kedua kaki lurus
kaku. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien diam dahulu setelah itu
menangis. Kejang bersifat umum dengan bentuk tonik, yaitu kaku seluruh tubuh, biasanya
terlihat sebagai fleksi atau ekstensi tonus pada ekstremitas bagian atas, leher, atau batang
tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah.
13
Pasien demam sejak 2 hari SMRS dan sempat diberikan obat penurun panas, demam
tidak turun.Dari karakteristik kejang pada pasien maka kejang pada pasien ini termasuk
dalam karakteristik kejang demam sederhana karena kejang ini baru terjadi 1 kali dengan
durasi kejang yang cepat yaitu kurang dari 5 menit, kejang terjadi setelah 16 jam demam, dan
pasien baru berusia 2 tahun. Untuk menyingkirkan diagnosis banding adanya kejang demam
kompleks dapat dilihat dari tidak ada riwayat kejang demam pada pasien,kejang bersifat fokal
ataupun parsial, durasi kejang lebih dari 15 menit, dan kejang terjadi lebih dari satu kali
dalam 24 jam.Untuk infeksi meningitis dapat dilihat dari kesadaran pasien sebelum dan
setelah kejang. Pada pasien didapatkan dari anamnesis, sebelum dan setelah kejang pasien
sadar dan tidak ditemukan adanya defisit neurologis,pemeriksaan neurologis juga didapatkan
tidak ada kelainan sehingga meningitis dapat disingkirkan. Pada kejang demam juga perlu di
observasi tanda vital terutama suhu agar tidak terjadi kenaikan suhu yang terlalu tinggi yang
dapat mencetuskan kembali terjadinya kejang. Pasien dengan kejang demam juga perlu
dipantau kadar elektrolit serum karena ketidakseimbangan dari elektrolit tubuh dapat
mencetuskan terjadinya kejang. Status hidrasi pada pasien juga perlu diperhatikan agar tidak
terjadi dehidrasi.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG
A. Definisi
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat
berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.1,2
14
B. Kriteria kejang
C.
Klasifikasi kejang
15
Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang.
Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi
International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat
pada tabel 2 berikut:
Tabel 3.
Klasifikasi
kejang.2,3,4
16
- Biasanya berlangsung 1-3 menit
Kejang Umum/ Generalisata - Hilangnya kesadaran
- Melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon
- Tidak ditandai awitan aktivitas kejang yg bilateral ,fokal
dan simetrik
- Muncul tanpa aura (gejala)
KejangAbsens/pettit - Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
mal - Tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari
15 detik.
- Awitan dan akhirancepat, (setelah itu kembali waspada
dan berkonsentrasi penuh.)
- Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan
sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik - Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi mendadak.
- Kontraksi mirip syok dan terbatas dibeberapa otot atau
tungkai
Kejang - Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi
Mioklonik→Lanjutan bilapatologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari
leher, bahu, lengan atas dan kaki.
- Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadidi
dalam kelompok.
- Kehilangan kesadaran hanya sesaat
Kejang Tonik-Klonik - Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah,
yang langsung kurang dari 1 menit.
- Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih
dan usus.
- Tidak ada respirasi dan sianosis
- Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas
atas dan bawah.
- letargi, konfusi, dan tidurdalamfase postical
Tonik - Tonus otot wajah n tubuh bag. Atas meningkat mendadak
(menjadi kaku)
- Fleksi lengan
- Ekstensi tungkai
- Mata dan kepala berputar ke satu sisi
- Dapat menyebabkan henti nafas.
Klonik - Gerakan menyentak
- Repetitif, tajam, lambat dan tunggal (multipel dilengan),
tungkai, dan torso.
Kejang Atonik - Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau
jatuh ke tanah.
- Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.
17
D. Etiologi kejang
Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah
mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk
tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun
etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
2.Bayi dan Anak : Kejang demam, epilepsi, infeksi, idiopatik, gangguan elektrolit
(hiponatremia, hipernatremia dan hipokalsemia), keracunan teofilin,
alkohol, kokain, hipoglikemia, gangguan asam basa, defisiensi
piridoksin, genetik, penghentian OAE mendadak, tumor otak,
perdarahan intrakranial dan idiopatik.
18
Gambar 1. Etiologi kejang.2,3,4
KEJANG DEMAM
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, terjadi pada anak
berusia lebih dari 3 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak berusia sekitar
3 bulan sampai 5 tahun tanpa disertai infeksi intrakranial, gangguan elektrolit, dan gangguan
metabolik lainnya. Dari beberapa penelitian dijumpai 2-5% anak di bawah usia 5 tahun
mengalami kejang, baik kejang pertama maupun ulangan yang didahului kenaikan suhu
tubuh.5
Menurut ILAE, International League Against Epilepsy, anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian mengalami kejang demam tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam yang terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga
tidak termasuk dalam kejang demam. Para ahli sepakat bahwa bila anak yang berumur kurang
dari 3 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang yang didahului demam, harus
dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.5
19
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.5
B. Epidemiologi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak
berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang. Kejang
demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan.5
C. Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal (usia ibu saat hamil,
riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor
perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor
pasca natal (trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira
9 % anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.3,5
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara
autosomal dominan sederhana.4
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah:
20
- Temperatur yang rendah saat kejang
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80
%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada
tahun pertama.1,3
D. Etiologi
Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia,
bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.7,8
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat
kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut
dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih
jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia,
perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal.7,8
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.
Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili
(campak).7,8
21
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297
penderita kejang demam, 66 (±22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab
utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami
kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media
akut (lihat tabel 5).7,8
Morbili (campak) 12
Tidak diketahui 66
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai kejang demam
daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8%-45% penderita gastroenteritis oleh kuman
Shigella mempunyai risiko mengalami kejang demam yang lebih tinggi dibanding
penderita gastroenteritis oleh kuman penyebab lainnya.7,8
Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam
pada Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun
yang dihasilkan kuman bersangkutan.7,8
E. Klasifikasi
22
Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak,
dan lainnya.6,7,8
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam
pada anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang
demam kompleks (complex febrile seizure).7
23
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1
hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di
antara anak yang mengalami kejang demam.6,8
F. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ di dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K –
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.5
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang
tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar SSP, misalnya infeksi pada telinga,
dan infeksi saluran pernafasan lainnya.5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat
umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
24
berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen otak.5
G. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau
25
akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan
kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau
kejang menahun adalah kecil.3,4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.
Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya
kejang tanpa demam.3,4
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.3,4
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)
26
Gangguan pernafasan
Apneu
Cyanosis.
Setelah mengalami kejang biasanya :
Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih.
Terjadi amnesia dan sakit kepala.
Mengantuk
Linglung
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya
cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.(3,4)
H. Diagnosis
Anamnesis
a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah
kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2
serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,
menetap atau naik turun).
c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi).
d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).
e. Riwayat trauma kepala.
f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan
lain-lain).
h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.8,9
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
27
b. Manifestasi kejang yang terjadi
c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan
d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
f. Tanda infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan neurologis antara lain:
a. Tingkat kesadaran
b. Tanda rangsang meningeal
c. Tanda refleks patologis
Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis,
termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.8,9
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,
urinalisis, biakan darah, urin atau feses.
b. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga
pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian,
cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan
kejang demam yang:
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)
- Mengalami komplex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD
- Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga
sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun.
28
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan
jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang
demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis
dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat
dianjurkan untuk dilakukan.8,9
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi
lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika ada kecurigaan klinis meningitis
Kejang demam pertama
Pasien telah mendapat antibiotik
Adanya paresis atau paralisis.8,9
c. EEG dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.9
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada
kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis. Tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau
segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya
kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh
gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran tersebut
tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko
epilepsi.9
29
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.
Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari
kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai
tujuh hari setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan
untuk pasien kejang demam sederhana.9
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal.9
d. Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan
(CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)
Paresis nervus VI
Papil edema
Riwayat atau tanda klinis trauma.9
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang
telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf
Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
30
tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau
radang otak (ensefalitis).9
I. Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita kejang dengan demam, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di
dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, dan abses otak. Oleh
karena itu perlu waspada untuk menyingkirkan apakah ada kelainan organis di otak. Baru
sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana
atau kejang demam kompleks. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal.3,6,8
1. Kelainan Intrakranium
o Meningitis
o Encephalitis
o Abses otak
31
2. Gangguan metabolik
o Hipoglikemi
o Gangguan elektrolit
o Sinkop
3. Epilepsi Epilepsi Triggered by Fever (ETOF)
Oleh karena cukup banyaknya diagnosis banding, sangat sulit bagi kita untuk
menentukan penyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang
tersebut.3,6,8
32
Paresis +++/- +++
J. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam.9
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik.9
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat – obatan antipiretik
sangat diperlukan. Obat – obatan yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah
asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari
setiap 4 – 6 jam.9
Diazepam 5-10
Pre-hospital 0-10 menit
mg/rektal
33
Hospital Diazepam 0,25-0,5 10-20 menit Monitor
Breathing
Tanda vital
EKG
Elektrolit serum
Fenitoin 20
mg/kg/iv
Refrakter
Midazolam 0,2
mg/kg/iv bolus
2. Di Rumah Sakit
Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan intravena, dapat
diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali, sambil mencari akses vena. Sebelum
dipasang cairan intravena, sebaiknya dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan
darah tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi.8
34
Bila terpasang cairan intravena, berikan fenitoin i.v dengan dosis 20 mg/kg
dilarutkan dalam NaCl 0,9%, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan pemberian 50
mg/menit. Bila kejang belum teratasi, dapat diberikan tambahan fenitoin i.v 10 mg/kg.
Bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin setelah 12 jam, kemudian dengan
rumatan 5-7 mg/kg.8
Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital i.v dengan dosis maksimum 15-20
mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit. Awasi dan atasi kelainan metabolik
yang ada. Bila kejang berhenti, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital i.v rumatan 4-5
mg/kg setelah 12 jam kemudian.8
Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan-lahan, diikuti infus midazolam
0,01-0,02 mg/kg/menit selama 12-24 jam.
Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5 mg/kg/jam dan
diturunkan setelah 12-24 jam.
Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5 mg/kg/jam.8
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
3. Pengobatan Profilaksis
35
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan
ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya
demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat
masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-
peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten.
Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya
cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk
pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan
berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5 o C atau
lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari
setiap 8 jam pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotonia.8
36
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam lebih dari 4 kali dalam 1 tahun.
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang
terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian obat ini efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.5
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya bisa meninggal.
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi angka kejadian epilepsi.7
37
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut.
6. Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.7
K. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan
tidak menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar
antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat dari usia,
jenis kelamin, dan riwayat keluarga, mendapatkan:
Pada anak yang berusia kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada anak perempuan
sebesar 50% dan anak laki-laki sebesar 33%.
Pada anak yang berusia 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedangkan pada anak tanpa riwayat kejang sebesar
25%.2,8
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston mendapatkan
dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari
golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi.2,8
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
38
atau tidak sama sekali dari faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-
3% saja. Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaborative Perinatal Project
di Amerika Serikat, dari 1706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai
usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Kemudian anak
dengan kejang demam ini dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal dengan tes
IQ. Angka rata-rata pada anak yang pernah mengalami kejang demam adalah 93%. Skor ini
tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya. Sedangkan pada anak yang sebelum
mengalami kejang demam sudah abnormal, atau dicurigai menunjukkan gejala yang
abnormal, mempunyai total IQ yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang
diperoleh The National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang
didapatkan di Inggris oleh The National Child Development Study, yaitu didapatkan bahwa
anak yang pernah mengalami kejang demam kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum
saat dilakukan tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,8
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ellenberg dan Nelson, tidak didapatkan adanya
perbedaan IQ saat diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan kejang demam dan
kembarannya yang tidak mengalami kejang demam. Dengan penanggulangan yang tepat dan
cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Hasil dari 2 penelitian,
didapatkan angka kematian akibat kejang demam ini sebesar 0,46% dan 0,74%. Dari
penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.2,8
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.8
L. Komplikasi
39
Walaupun kejang demam dapat menyebabkan kekhawatiran dan mengambil perhatian
yang besar dari orang tua, sebagian besar kejang demam tidak menimbulkan efek yang
menetap. Kejang demam jika diterapi dengan tepat, tidak menyebabkan kerusakan otak,
retardasi mental, gangguan belajar, atau epilepsi dikemudian hari.8
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
2. Epilepsi
3. Kelainan motorik
M. Pencegahan
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar
kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dahulu digunakan obat anti
kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam.
Sekarang hal tersebut sudah jarang dilakukan. Kepada anak-anak yang cenderung mengalami
kejang demam pada saat menderita demam dapat diberikan diazepam (baik secara oral atau
melalui rektal).6
40
DAFTAR PUSTAKA
41
6. Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. Childhood-Onset Epilepsy With and Without
Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, no. 8, 1999 : 23-34.
7. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice
Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures.
Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 – 7.
8. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.
42