Anda di halaman 1dari 6

Suci Rohmatul Hidayah et al., Proses Berpikir Kritis Siswa ...

Proses Berpikir Kritis Siswa Kelas VII F MTs Al-Qodiri 1 Jember dalam
Pemecahkan Masalah Matematika Pokok Bahasan Segitiga dan Segi Empat
ditinjau dari Adversity Quotient

Suci Rohmatul Hidayah, Dinawati Trapsilasiwi, Susi Setiawani


Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: suci.rohmatul@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa climber, camper, dan quitter di kelas VII F
MTs al-Qodiri 1 Jember dalam memecahkan masalah matematika pokok bahasan segitiga dan segi empat sesuai dengan
indikator proses berpikir kritis yang telah disusun. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
Adversity Response Profile (ARP), soal tes kemampuan berpikir kritis dan pedoman wawancara. Penentuan subyek
dilakukan menggunakan teknik snowball sampling. Subyek penelitian adalah empat orang siswa yang mewakili setiap
kategori adversity quotient. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa
quitter, camper, dan climber melalui tahapan proses berpikir kritis sebagaimana yang dikemukanan Jacob dan Sam, yaitu
klarifikasi, assessment, Inferensi, dan strategi. Namun, cara mereka melalui tahapan tersebut berbeda.

Kata Kunci: berpikir kritis, tahapan berpikir kritis Jacob dan Sam, adversity quotient

Abstract
The aim of this research was to describe the critical thinking process of climber, camper, and quitter students in grade
VII F of MTs Al-Qodiri 1 Jember in solving the problems on triangles and rectangles according to indicators of critical
thinking process that has been compiled. The instruments used in this research were adversity response profile
questionnaire (ARP), critical thinking skills test, and interview guidelines. The subjects of the research were taken by
using the snowball sampling technique. The subjects of the research were four students that represent each category of
adversity quotient. Based on the data analysis of the results of the research, it showed that climber, camper, and quitter
students through the stages of the process of thinking as Jacob and Sam statements, namely clarification, assessment,
inference, and strategies. It's just they have the different way to through the stages of this theory.

Key Words: critical thinking, stages of critical thinking by Jacob and Sam, adversity quotient

Pendahuluan proses pembelajaran lebih sering berlangsung satu arah


Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting atau terpusat pada guru (teacher centered). Beberapa guru
dalam upaya peningkatan sumber daya manusia. belum memberikan kebebasan berpikir kepada peserta didik
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sehingga mayoritas peserta didik pergi ke sekolah hanya
menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan, untuk mendengarkan penjelasan guru dan mencatat apa
karena matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang dituliskan guru tanpa mencoba memahami materi
dasar di berbagai disiplin ilmu yang mengembangkan daya yang diajarkan. Apabila hal ini terus dibiarkan, peserta
pikir manusia. Selain itu, matematika juga merupakan didik tidak akan akan dapat berkembang karena proses
mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenjang berpikir mereka dibatasi.
pendidikan. Berpikir kritis merupakan proses disiplin secara
intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil
Meskipun matematika mempunyai jam pelajaran yang memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan
relatif banyak dijenjang SMP kenyataan menunjukkan dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan
bahwa saat ini masih banyak peserta didik yang belum bisa atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi
mencapai target sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang
Matematika sering kali dianggap pelajaran yang dilakukannya. Dewey (dalam Fisher, 2008:2), menamakan
menakutkan bahkan pelajaran yang sangat dibenci bagi berpikir kritis sebagai ‘berpikir reflektif’ yaitu suatu
sebagian besar peserta didik. Salah satu penyebabnya yaitu

UNEJ JURNAL EDUKASI 2016, I (1): 1-6


Suci Rohmatul Hidayah et al., Proses Berpikir Kritis Siswa ... 2

pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan Seseorang harus memiliki kecerdasan adversitas yang
teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan tinggi serta kemampuan berpikir kritis yang baik agar
yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan- dapat menyelesaiakan setiap permasalahan yang ada.
alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan Fruner dan Robinson (dalam Suryanti, 2015:2) menyatakan
lanjutan yang menjadi kecenderungannya. bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Proses berpikir kritis merupakan suatu rangkaian tahap- matematis, pembelajaran harus difokuskan pada
tahap berpikir dalam memecahkan masalah sehingga pemahaman konsep dengan berbagai pendekatan daripada
diperoleh solusi yang tepat. Jacob dan Sam (2008) keterampilan prosedural. Oleh karena itu, pokok bahasan
mendefinisikan 4 tahapan proses berpikir kritis, yaitu segitiga dan segi empat dipilih dalam penelitian ini karena
klarifikasi, assessment, inferensi, dan strategi. Uraian dari selain pokok bahasan tersebut berpengaruh terhadap
keempat tahapan tersebut sebagai berikut. pembentukan konsep lainnya seperti bangun ruang sisi
a. Klarifikasi datar, masalah-masalah dalam pokok bahasan tersebut
klarifikasi merupakan tahap di mana siswa dianggap dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.
merumuskan masalah dengan tepat dan jelas. Merumuskan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
masalah dengan tepat dan jelas dapat dilakukan dengan ambarwati et al. (2014:4), proses berpikir kritis peserta
menemukan informasi apa saja yang diberikan dan didik dalam menyelesaikan permasalahan memiliki
pertanyaan apa yang diajukan dalam permasalahan perbedaan antara setiap individu. Hal ini karena peserta
tersebut. didik memiliki kecerdasan yang berbeda sehingga
b. Assessment mempengaruhi proses berpikir kritisnya. Menurut Stoltz
Assessment merupakan tahap di mana siswa (dalam Sudarman, 2012), agaknya bukan IQ ataupun EQ
menemukan yang penting dalam masalah. Dalam yang menentukan suksesnya seseorang, ada satu faktor lagi
menemukan bagian yang terpenting dalam masalah, siswa yang memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap
harus mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan, keberhasilan seseorang, yaitu kecerdasan mengatasi
meminta alasan dari setiap bukti yang diberikan relevan masalah atau Adversity Quotient (AQ). Selanjutnya,
atau tidak, dan membuat pertimbangan nilai dari argumen Sudarman (2012) mencoba mengintegrasikan AQ dalam
yang diberikan. pembelajaran matematika.
c. Inferensi Pada penelitian terdahulu seperti yang disebutkan diatas,
Inferensi merupakan tahap dimana siswa membuat penelitian hanya terbatas pada pengidentifikasian proses
kesimpulan berdasarkan informasi yang telah diperoleh. berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan,
Informasi-informasi yang relevan selanjutnya digunakan pentingnya AQ dalam meraih kesuksesan, dan uji coba
dalam pemecahan masalah dengan memperhatikan pengintegrasian AQ dalam pembelajaran matematika. Oleh
hubungan tiap informasi tersebut. karena itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan
d. Strategi penelitian mengenai bagaimanakah proses berpikir kritis
Strategi merupakan tahap dimana siswa berpikir secara dalam pemecahan masalah pokok bahasan segitiga dan segi
terbuka dalam menyelesaikan masalah. Tahap ini, siswa empat ditinjau dari Adversity Quotient (AQ).
mulai mengusulkan langkah spesifik yang mengarah ke Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang berjudul
solusi, mendiskusikan langkah-langkah yang mungkin, “Proses Berpikir Kritis Siswa Kelas VII F MTs AL-Qodiri
mengevaluasi langkah-langkah pemecahan masalah 1 Jember dalam Pemecahan Masalah Matematika Pokok
tersebut, dan memprediksi hasil dari langkah-langkah Bahasan Segitiga dan Segi empat ditinjau dari Adversity
pemecahan masalah yang telah diusulkan. Quotient (AQ)” ini, dilaksanakan untuk mengetahui proses
Proses pemecahan masalah tidak hanya melibatkan berpikir kritis siswa kelas VII F MTs AL-Qodiri 1 Jember
kemampuan berpikir saja, namun juga memerlukan usaha dalam pemecahan masalah matematika pokok bahasan
keras untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada. segitiga dan segi empat ditinjau dari Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu kecerdasan atau (AQ). Hasil penelitian ini diharapkan dapat
kemampuan dalam mengubah, mengolah sebuah memberikaninformasi dan menambah pengetahuan tentang
permasalahan atau kesulitan, dan menjadikannya sebuah proses berpikir kritis siswa kelas VII F MTs AL-Qodiri 1
tantangan untuk diselesaikan. Stoltz mengelompokkan Jember dalam pemecahan masalah matematika pokok
orang dalam 3 kategori AQ, yaitu quitter (AQ rendah ), bahasan segitiga dan segi empat ditinjau dari Adversity
camper (AQ sedang) dan climber (AQ tinggi). Quitters Quotient (AQ)”.
merupakan kelompok orang yang kurang memiliki
kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Metode Penelitian
Campers merupakan kelompok orang yang sudah memiliki Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk
tantangan yang ada, namun mereka berhenti karena mendeskripsikan tentang proses berpikir kritis siswa kelas
merasa tidak mampu lagi. Sedangkan climbers merupakan VII F MTs Al-Qodiri 1 Jember dalam pemecahan masalah
kelompok orang yang memilih untuk terus berjuang pada pokok bahasan segitiga dan segi empat ditinjau dari
menghadapi berbagai macam hal yang akan terus
Adversity Quotient. Pada penelitian ini diamati bagaimana
menerjang baik berupa masalah, tantangan, hambatan,
proses berpikir siswa dengan AQ tinggi, AQ sedang, dan
serta hal lain yang terus didapat setiap harinya.
AQ rendah dalam menyelesaikan permasalahan

UNEJ JURNAL EDUKASI 2016, I (1): 1-6


Suci Rohmatul Hidayah et al., Proses Berpikir Kritis Siswa ... 3

berdasarkan indikator berpikir kritis. menunjukan tes termasuk dalam kategori reliabilitas tinggi
Subjek dalam penelitian ini diambil dengan pula sehingga angket dan tes dapat diberikan pada subyek.
menggunakan teknik snowball sampling. Subyek yang Setelah dilakukan pengumpulan data, dipilih empat
digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat subyek orang siswa yang mewakili setiap kategori Adversiti
penelitian, yaitu 2 siswa dengan AQ tinggi, 1 siswa dengan Quotient (AQ) sebagai subyek penelitian dengan
AQ sedang, dan 1 siswa dengan AQ rendah. Instrumen menggunakan teknik snowball sampling. Berdasarkan hasil
yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket analisis yang telah dilakukan, keempat subyek tersebut
Adversity Qoutient Profile (ARP), tes kemampuan berpikir memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyelesaikan
kritis, dan pedoman wawancara. Metode pengumpulan data permasalahan yang diberikan. hal tersebut terlihat dari
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode angket, bagaimana cara mereka dalam memahami soal, memilah
tes, dan wawancara. Data yang dianalisis adalah hasil tes informasi mana yang dibutuhkan dan yang tidak, menarik
kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh, serta
kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah
merencanakan penyelesaian yang tepat.
pokok bahasan segitiga dan segi empat serta hasil
Subyek 1 (siswa climber) mampu menyelesaikan setiap
wawancara pada setiap subyek. Hal tersebut dilakukan
permasalahan yang diberikan dengan teliti dan benar.
untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa dalam Subyek 1 melalui setiap tahapan berpikir kritis dalam
pemecahan masalah ditinjau dari Adversity Quotient. menyelesaikan permasalahan yang diberikan, baik tahap
Sumber data pada penelitian ini adalah siswa sebagai klarifikasi, assessment, inferensi, dan strategi. Subyek 1
subjek penelitian. tergolong memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik,
Secara ringkas prosedur penelitian dapat dilihat pada hal ini diperkuat oleh jawaban subyek 1 dalam
gambar 1. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Subyek 1
mampu menemukan solusi kritis dari permasalahan yang
diberikan. Subyek 1 menuliskan solusi pemecahan yang
lebih cepat dan tepat serta berbeda dengan subyek yang lain
dengan menggunakan bahasanya sendiri. Sedikit berbeda
dengan subyek 1, subyek 2 (siswa climber) juga melalui
setiap tahapan berpikir kritis dalam menyelesaikan
permasalahan yang diberikan, baik tahap klarifikasi,
assessment, inferensi, dan strategi. Namun, pada tahap
strategi penyelesaian soal no 1, subyek 2 menggunakan
cara biasa dengan menghitung luas setiap bangun untuk
memecahkan masalah yang diberikan tanpa memahami
konsepnya dengan benar. Sehingga, meskipun jawabannya
benar, langkah penyelesaian tersebut kurang efisien. Pada
penyelesaian soal no 2, pada tahap inferensi, subyek 2
menggunakan cara yang berbeda pula dengan subyek
lainnya. Subyek 2 menjumlahkan luas segitiga AEC dengan
luas segitiga BCF untuk menghitung luas bangun yang
diarsir. Meskipun subyek 2 mampu mememukan langkah
penyelesaian yang sangat baik namun subyek 2 kurang
teliti dalam menyelesaikan langkah pemecahan masalah
yang telah ditemukan. Dengan demikian, subyek 2 belum
Gambar 1. Prosedur Penelitian tergolong siswa yang kritis.
Subyek 3 (siswa camper) telah menyelesaikan setiap
Hasil Penelitian permasalahan yang diberikan meskipun jawabannya kurang
tepat. Proses berpikir subyek 3 hanya sampai pada tahap
Berdasarkan hasil analisis data hasil validasi angket dan assessment. Subyek 3 kurang memahami permasalahan
tes diperoleh rerata total (Va) angket sebesar 4,83 dan yang diberikan dengan baik. Subyek 3 juga belum mampu
rerata total (Va) tes sebesar 4,67 sehingga angket dan tes menghubungkan setiap informasi yang diberikan dengan
termasuk kategori valid. Setelah dilakukan uji validitas, pengetahuan yang telah didapat sebelumnya sehingga
kemudian dilakukan beberapa revisi sesuai dengan saran solusi pemecahan yang diberikan untuk menyelesaikan
validator. Tahap selanjutnya yaitu melakukan uji setiap permasalahan yang diberikan kurang tepat. Subyek 3
reliabilitas angket dan tes menggunakan rumus alpha. terlalu terburu-buru dalam menyelesaikan setipa
Setelah menganalisa hasil uji coba angket dan tes, permasalahan yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan
diperoleh koefisien reliabilitas angket sebesar 0,764 karakteristik siswa dengan AQ sedang (camper) yang cepat
menunjukan angket termasuk dalam kategori reliabilitas merasa puas dengan apa yang mereka kerjakan dan kerap
mengabaikan kemungkinan-kemungkinan yang akan
tinggi dan koefisien reliabilitas tes sebesar 0,64
didapat. Dengan demikaian, Subyek 3 belum termasuk
siswa yang kritis.

UNEJ JURNAL EDUKASI 2016, I (1): 1-6


Suci Rohmatul Hidayah et al., Proses Berpikir Kritis Siswa ... 4

Berbeda dengan ketiga subyek lainnya, proses berpikir informasi yang telah diberikan pada soal. Subyek 1 juga
kritis subyek 4 (siswa quitter) dalam upaya memecahkan mampu merumuskan solusi kritis dari permasalahan yang
permasalahan yang diberikan terhenti pada tahap diberikan. subyek 1 menggunakan cara yang berbeda
klarifikasi. Subyek 4 hanya mampu menyebutkan apa yang dengan subyek lainya. Subyek 1 berhasil menemukan
diketahui dan apa yang ditanyakan pada soal. Subyek 4 langkah pemecahan masalah yang mudah, cepat dan tepat.
kebingungan saat diminta untuk memilah informasi Sama halnya dengan subyek 1, subyek 2 juga mampu
berdasarkan apa yang ditanyakan pada soal. Hal ini menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan setiap
diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan, permasalahan yang diberikan. Namun, solusi pemecahan
yaitu subyek 4 memilih diam saat ia ragu dengan masalah yang digunakan subyek 2 merupakan solusi
jawabannya pemecahan biasa seperti yang pernah ia gunakan pada
permasalahan sebelumnya. Berbeda dengan subyek 1 dan 2,
Pembahasan subyek 3 belum mampu menyimpulkan langkah
penyelesaian yang akan digunakan untuk setiap
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, terlihat permasalahan dengan benar. Subyek 3 belum mampu
bahwa keempat subyek yang mewakili setiap kategori menggambarkan bangun yang dimaksud pada soal dengan
adversity quotient mampu menyelesaikan permasalahan tepat berdasarkan informasi-informasi yang telah diketahui
pokok bahasan segitiga dan segi empat dengan baik. sehingga solusi pemecahan masalah yang digunakan
Namun, proses berpikir yang mereka lalui dalam kurang tepat.
menyelesaikan permasalahan tersebut berbeda-beda. Setelah subyek menyimpulkan solusi apa yang akan
Pada dasarnya keempat subyek tersebut memahami digunakannya untuk menyelesaikan permasalahan, tahap
maksud soal yang diberikan. Meskipun tidak semua subyek selanjutnya adalah melaksanakan langkah penyelesaian
menuliskan informasi dalam lembar jawaban dengan tersebut dengan teliti sehingga diperoleh solusi
lengkap, namun keempat subyek tersebut mampu penyelesaian masalah yang tepat. Dalam tahapan proses
menyebutkan dengan lisan semua informasi yang diberikan berpikir kritis, tahap ini dikenal dengan tahap strategi.
pada soal. Berdasarkan lembar jawaban dari keempat Subyek 1 dan 2 mampu menyelesaikan langkah pemecahan
subyek tersebut, tampak bahwa hanya subyek 3 yang yang telah ditemukannya dengan baik sehingga diperoleh
menuliskan informasi yang diketahui dan yang ditanyakan solusi pemecahan masalah yang tepat. Sedangkan subyek 3
pada soal dengan lengkap dan benar. Meskipun demikian, belum mampu menumukan solusi pemecahan masalah yang
ketiga subyek lainnya mampu menyebutkan informasi- tepat karena subyek 3 belum mampu melalui tahap
informasi tersebut dengan lengkap dan benar, serta inferensi dengan baik atau belum mampu menyimpulkan
menggunakan bahasanya sendiri saat kegiatan wawancara langkah pemecahan masalah yang tepat.
berlangsung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas proses
keempat subyek mampu mengklarifikasikan setiap berpikir kritis subyek dalam menyelesaikan permasalahan
permasalahan yang diberikan dengan baik. Kemampuan sub pokok bahasan segitiga dan segi empat dapat dilihat
mengklarifikasikan permasalahan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
dari informasi apa saja yang dituliskan pada lembar Tabel 1 Proses Berpikir Kritis Subyek dalam
jawaban ataupun penjelasan secara lisan saat wawancara Menyelesaikan Masalah
Setelah subyek mampu mengklarifikasikan setiap
permasalahan, tahapan proses berpikir kritis selanjutnya Tahapan Indikator Climber Camper Quitter
yang harus dilalui adalah tahap assessment. Pada tahap ini, Berpikir
subyek 1, 2, dan 3 sudah mampu menemukan informasi- Kritis
informasi penting dari soal serta mampu memilah
informasi apa saja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
Klarifikasi Siswa mampu √ √ √
menyebutkan
setiap permasalahan yang diberikan. Berbeda dengan
subyek lainnya, subyek 4 belum mampu melalui tahapan informasi yang
berpikir kritis ini. Subyek 4 belum mampu memilah diketahui dalam
informasi-informasi yang telah ditemukan pada tahap permasalahan.
sebelumnya berdasarkan permasalahan yang berikan. Hal
ini diperkuat dengan lembar jawaban dari subyek 4 yang
Siswa mampu √ √ √
hanya berisi informasi yang diketahui serta apa yang menyebutkan
ditanyakan pada tiap-tiap soal. pertanyaan yang
Tahapan proses berpikir kritis yang ketiga yaitu tahap diajukan dalam
inferensi. Tahap dimana siswa membuat kesimpulan permasalahan.
mengenai langkah yang akan digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan berdasarkan informasi yang
Assessment Siswa mampu √ √
telah diperoleh pada tahap sebelumnya dengan memilah
memperhatikan hubungan tiap informasi tersebut. Pada informasi yang
tahap ini, subyek 1 mampu menggambarkan bangun yang dibutuhkan dan
dimaksud soal dengan benar, sesuai dengan informasi- yang tidak

UNEJ JURNAL EDUKASI 2016, I (1): 1-6


Suci Rohmatul Hidayah et al., Proses Berpikir Kritis Siswa ... 5

Tahapan Indikator Climber Camper Quitter yang ditanyakan dengan benar. Tahap assessment,
Berpikir siswa dengan AQ tinggi mampu memilah setiap
Kritis informasi yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan
untuk menyelesaian setiap permasalahan. Tahap
dibutuhkan inferensi, siswa dengan AQ tinggi mampu
dalam pemecahan mengunakan informasi yang relevan untuk
masalah. menyelesaikan permasalahan dan mampu menjelaskan
hubungan tiap informasi dengan menggunakan
Inferensi Siswa mampu √ bahasanya sendiri. Pada tahap strategi, siswa dengan
menggunakan AQ tinggi mampu menemukan solusi kritis dan
informasi- menyelesaikan langkah pemecahan masalah dengan
informasi yang teliti dan benar. Hal tersebut sesuai dengan
relevan dalam karakteristik siswa dengan AQ tinggi yang memiliki
permasalahan sifat ulet, gigih, dan memiliki keberanian untuk
atau pengetahuan mengunakan solusi pemecahan masalah yang berbeda
dengan siswa lainnya. Dengan demikian, uraian diatas
sebelumnya yang
menunjukkan bahwa siswa dengan AQ tinggi
ia peroleh untuk termasuk siswa yang kritis.
menyelesaikan 2. Proses Berpikir Kritis Siswa dengan AQ sedang
permasalahan (Camper)
tersebut. Proses berpikir siswa dengan AQ sedang (camper)
dalam menyelesaikan permasalahan hanya memenuhi
Siswa mampu √ dua tahapan proses berpikir kritis yaitu klarifikasi dan
menjelaskan
assessment. Meskipun, siswa denga AQ sedang
bagaimana
mencoba menyelesaikan setiap permasalahan yang
hubungan tiap
diberikan. Pada tahap inferensi siswa masih
informasi yang
kebinggungan dan belum mampu menggunakan
ada.
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk
Siswa mampu
mengambarkan bangun dari beberapa informasi yang
menemukan
telah diketahui. Siswa dengan AQ sedang juga kurang
langkah untuk
memamami masalah yang diberikan dengan seksama
menyelesaikan
sehingga mereka belum mampu menemukan solusi
permasalahan
penyelesaian yang tepat. Hal tersebut sesuai dengan
Strategi Siswa mampu √ karakteristik siswa dengan AQ sedang yang cepat
menjelaskan merasa puas dengan apa yang mereka kerjakan dan
dengan baik kerap mengabaikan kemungkinan-kemungkinan yang
akan didapat. Dengan demikian, uraian diatas
langkah
menunjukkan bahwa siswa dengan AQ sedang bukan
pemecahan termasuk siswa yang kritis.
masalah yang 3. Proses Berpikir Kritis Siswa dengan AQ rendah
sudah ditemukan. (Quitter)
Proses berpikir siswa dengan AQ rendah (quitter)
Kesimpulan dan Saran dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan
hanya memenuhi tahap klarifikasi dalam tahapan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari awal proses berpikir kritis. Terdapat 2 soal yang diberikan
hingga akhirnya melakukan analisis data hasil penelitian dan siswa dengan AQ rendah (quitter) hanya
tentang proses berpikir kritis siswa dengan AQ tinggi menuliskan informasi apa yang diketahui dan apa
(climber), AQ sedang (camper), dan AQ rendah (quitter), yang ditanyakan dalam soal tanpa mencoba untuk
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Hal ini
1. Proses Berpikir Kritis Siswa dengan AQ Tinggi sesuai dengan karakteristik siswa dengan AQ rendah
(Climber) (quitter) yang mudah menyerah ketika menemukan
kesulitan dan berhenti tanpa dibarengi usaha
Proses berpikir siswa dengan AQ tinggi (climber)
sedikitpun. Dengan demikian, uraian diatas
dalam menyelesaikan setiap permasalahan sedikit
menunjukkan bahwa siswa dengan AQ rendah bukan
berbeda dengan siswa lainnya. Proses berpikir siswa
termasuk siswa yang kritis.
dengan AQ tinggi (climber) dalam pemecahan
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan
masalah memenuhi ke empat tahapan proses berpikir
berdasarkan penelitian ini yaitu:
kritis yaitu klarifikasi, assessment, inferensi, dan
1. Kepada Guru, untuk memberikan latihan soal yang
strategi. Pada tahap klarifikasi, siswa dengan AQ
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
tinggi mampu menyebut informasi yang diketahui dan

UNEJ JURNAL EDUKASI 2016, I (1): 1-6


Suci Rohmatul Hidayah et al., Proses Berpikir Kritis Siswa ... 6

siswa dan selalu mengingatkan siswanya untuk Meraih Sukses Adversity Quotient. Jakarta:
memahami setiap permasalahan dengan seksama Gramediasarana Indonesia
sehingga mampu menyelesaikan setiap permasalahan [6] Suryanti, Oktarica Cindra. 2015. Identifikasi
dengan baik. Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah
2. Kepada Siswa, hendaknya memahami permasalahan Matematika Pokok Bahasan Garis dan Sudut pada
yang diberikan seksama dan lebih teliti dalam Siswa Kelas VII-E SMP Negeri 4 Jember. Tidak
menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Diterbitkan. Skripsi, Jember: Program Studi
3. Kepada Peneliti lain, untuk melakukan penelitian Pendidikan Matematika Universitas Jember.
lebih lanjut dengan menggunaka subyek yang sama
namun variabel bebas dan variabel terikatnya berbeda
atau subyek berbeda dengan variabel bebas dan
variabel terikatnya sama. Dengan demikian, terdapat
beragam penelitian yang berguna untuk mengetahui
proses berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan
permasalahan dan mampu mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa
4. Mencari literature sebanyak-banyaknya guna
memperkuat teori.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing tugas akhir, serta kepala sekolah dan guru
matematika di Mts Al-Qodiri 1 Jember yang telah
membimbing selama penelitian.

Daftar Pustaka
[1] Ambarawati, S., Mardiana, dan Subanti, Sri. 2014.
Profil Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 3 Surakarta dalam Memecahkan Masalah
Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel (SPLDV) ditinjau dari Kecerdasan
Majemuk dan Gender. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika. ISSN: 2339-1685.
Vol.2 (9): 984-994. [online].Tersedia :
http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/
view/4838
[2] Bennu, Sudarman. 2012. Adversity Quotient:
Kajian Kemungkinan Pengintegrasian dalam
Pembelajaran Matematika. AKSIOMA Jurnal
Pendidikan Matematika. [online]. Tersedia:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AKSIOMA/arti
cle/view/1279

[3] Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis : Sebuah


Pengantar. Jakarta: Erlangga
[4] Jacob, S. M ; Sam, H. K. 2008. Measuring Critical
Thinking In Problem Solving Through Online
Discussion Forums In First Year University
Mathematics. International MultyConference of
Engineers and Computer Scientists. ISBN 978-
988-98671-8-8. Vol 1. [online]. Tersedia:
www.iaeng.org/publication/IMECS2008/IMECS2008_pp
816-821.pdf
[5] Stoltz, Paul. 2007. Mengubah Hambatan Menjadi
Peluang Faktor-Faktor Paling Penting Dalam

UNEJ JURNAL EDUKASI 2016, I (1): 1-6

Anda mungkin juga menyukai