Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketajaman penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta


dan saraf. Bila terdapat kelainan atau gangguan pada salah satu dari
komponen tersebut, akan dapat mengakibatkan penurunan tajam
penglihatan, salah satunya adalah katarak. Katarak adalah suatu keadaan
kekeruhan pada lensa yang diakibatkan oleh metabolisme lensa yang
terganggu sehingga terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan
berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Katarak dapat terjadi akibat
proses penuaan, trauma fisik, radiasi, pengaruh zat kimia, penyakit
intraokuler, penyakit sistemik ataupun kongenital (Voughan, 2013).

Katarak senilis masih menjadi penyebab kebutaan utama diseluruh dunia.


Seperti tercantum dalam Vision 2020 tahun 2006, 47% penyebab kebutaan
di dunia adalah katarak, dimana angka rata-rata operasi katarak di Indonesia
adalah 468 per 1 juta penduduk per tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia yakni sebesar 0,9%
dengan penyebab utama adalah katarak, disusul glaukoma, gangguan
refraksi, penyakit mata degeneratif, dan penyakit mata lainnya. Prevalensi
kasus katarak di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1,8% mengalami
peningkatan dibandingkan dengan data Survei Kesehatan Rumah Tangga
tahun 2001, yaitu 1,2%. Dengan bertambahnya usia harapan hidup dan
populasi usia lanjut, diperkirakan angka kejadian kasus katarak akan terus
meningkat (Ilyas, 2013).

1
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Usia : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Kauman, Metro Pusat
Tanggal Periksa : 7 Juni 2017

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :
Penglihatan kedua mata kabur perlahan-lahan sejak 2 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan :
Kedua mata terasa melihat kabut, silau saat melihat, dan berair.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan penglihatan kedua mata kabur sejak 2 bulan
yang lalu. Penglihatan dirasakan seperti berkabut, semakin lama dirasakan
semakin kabur. Penglihatan kabur dirasakan terus menerus sepanjang hari,
saat melihat dekat maupun jauh, pasien juga mengeluhkan pandangan
bertambah kabur saat membaca. Pasien juga mengeluh silau jika melihat
cahaya. Pasien sebelumnya belum pernah berobat untuk memeriksakan
keluhannya tersebut. Satu minggu yang lalu keluhan dirasa semakin memberat

2
hingga pasien merasa terganggu untuk beraktivitas. Oleh karena itu, pasien
berobat ke RSUD Ahmad Yani, Metro.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat trauma pada mata disangkal
 Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
 Riwayat hipertensi tidak ada
 Riwayat diabetes melitus tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga disangkal
 Riwayat Hipertensi dalam keluarga disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Baik
Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu badan : 36,6 ºc
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit

Status Generalis
Kepala : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

\
D. STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS

Lensa keruh sebagian Lensa keruh sebagian

3
Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)
6/60 Visus 6/15
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Supersilia Dalam batas normal
Edema (-), spasme (-) Palpebra superior Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Tidak ada kelainan Silia Tidak ada kelainan
Orthoforia, Bulbus Oculi Orthoforia,
eksoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Bebas ke segala arah Gerak bola mata Bebas ke segala arah
Injeksi (-) Konjungtiva Bulbi Injeksi (-)

Sekret (-) Konjungtiva Fornices Sekret (-)


Hiperemi (-) Konjungtiva Palpebra Hiperemi (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Warna putih, pigmentasi (-) Sklera Warna putih, pigmentasi (-)

Jernih, arcus senilis (+) Kornea Jernih, arcus senilis (+)

Kedalaman cukup, COA Kedalaman cukup,


Bening Bening
Kripta (+), Iris Kripta (+),
Warna: coklat Warna: coklat
Bulat, sentral, regular, Pupil Bulat, sentral, regular,
diameter 3 mm, refleks pupil diameter 3 mm, refleks pupil
(+) N (+) N
Shadow test (+) Shadow test Shadow test (+)
Keruh sebagian Lensa Keruh sebagian
Tidak diperiksa Fundus Refleks Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Corpus vitreum Tidak diperiksa
T dig N Tekanan bola mata T dig N
Dalam batas normal Sistem Canalis Dalam batas normal
Lakrimalis

E. RESUME

4
Seorang perempuan 64 tahun datang ke RSUD Ahmad Yani pada tanggal 7 juni
2017 dengan keluhan penglihatan kedua mata kabur sejak + 2 bulan yang lalu,
pasien mengeluh penglihatan kedua mata kabur seperti berkabut, perlahan-
lahan semakin memberat, semakin lama dirasakan semakin kabur. Penglihatan
kabur dirasakan terus menerus sepanjang hari, saat melihat dekat maupun jauh.
Satu minggu yang lalu sebelum ke rumah sakit, penglihatan kedua mata
semakin kabur. Pasien belum mengobati kedua matanya dan keluhan dirasa
semakin memberat hingga pasien merasa terganggu untuk beraktivitas.
Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
oftalmologi didapatkan pada Ocular dextra visus 6/60, lensa keruh sebagian
dan shadow test (+), sedangkan pada Ocular sinistra didapatkan visus 6/15,
lensa keruh sebagian dan shadow test juga (+).

1. DIAGNOSIS BANDING
 OD Katarak senilis imatur

2. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Slit Lamp
 Tonometri
 Fundus Refleks

3. DIAGNOSIS KERJA
OD Katarak Senilis Imatur

I. PROGNOSIS
Quad ad vitam : ad bonam
Quad ad functionam : dubia ad bonam
Quad ad sanationam : dubia ad bonam

J. PENATALAKSANAAN

5
K. Debride
ment
Epitel
Kornea
L. Debride
ment ini
dilakukan
6
dengan
aplikator
M. khusus
yang
ujungnya
terdapat

7
kapas.
Obat
N. siklopeg
ik seperti
homatropi
n 5%

8
diteteskan
ke
O. dalam
saccus
konjungtiv
alis,

9
kemudian
dibalut
P. tekan
Q. Debride
ment
Epitel
Kornea
10
R. Debride
ment ini
dilakukan
dengan
aplikator
S. khusus
yang
11
ujungnya
terdapat
kapas.
Obat
T. siklopeg
ik seperti
homatropi
12
n 5%
diteteskan
ke
U. dalam
saccus
konjungtiv
alis,
13
kemudian
dibalut
V. tekan
W.Debride
ment
Epitel
Kornea
14
X. Debride
ment ini
dilakukan
dengan
aplikator
Y. khusus
yang
15
ujungnya
terdapat
kapas.
Obat
Z. siklopeg
ik seperti
homatropi
16
n 5%
diteteskan
ke
AA. dalam
saccus
konjungtiv
alis,
17
kemudian
dibalut
BB. tekan
CC. Debri
dement
Epitel
Kornea
18
DD. Debri
dement ini
dilakukan
dengan
aplikator
EE.khusus
yang
19
ujungnya
terdapat
kapas.
Obat
FF. siklope
gik seperti
homatropi
20
n 5%
diteteskan
ke
GG. dalam
saccus
konjungtiv
alis,
21
kemudian
dibalut
HH. tekan
Konservatif

K. EDUKASI

1. Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan kedua mata yang kabur


disebabkan katarak pada kedua lensa mata,
2. Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati dengan obat
tetapi dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa tanam pada
mata,
3. Kontrol ulang secara rutin jika tidak dilakuakan operasi, agar dapat
dilakukan follup dari kemajuan katarak pada pasien, dan agar tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut dari dampak katarak tersebut.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

22
3.1 Anatomi Lensa Mata

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa


memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior.
Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius
kurvatura anterior 10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter
lensa adalah 9-10 mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga
5 mm saat usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255
mg pada usia 40-80 tahun (Tortora, 2010).

Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior


iris dan corpus vitreus pada lengkungan berbentuk cawan corpus vitreus
yang di sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk
diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata.
Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat.
Lensa dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara
lensa dan badan siliar. Serat zonula ini, yang berasal dari ephitel siliar,
adalah serat kaya fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular (Tortora,
2010).

Bagian-bagian lensa terdiri dari kapsul lensa, korteks dan nukleus.


 Kapsul lensa
Merupakan suatu membran hialin tipis semipermeabel dan
transparan yang melapisi lensa dan lebih tebal pada permukaan
anterior (14µm) dibandingkan permukaan posterior lensa (3µm).
Pada bagian anterior lensa dan ekuator antara kapsul dan serat
lensa terdapat epitel lensa, Lapisan epitel lensa terbentuk dari
selapis sel kuboid. Pada bagian ekuator sel ini menjadi sel
kolumnar yang secara aktif membelah untuk membentuk serat
lensa yang baru (Kanski, 2007).

 Nukleus dan korteks lensa


Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa

23
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa
yang tertua di dalam kapsul lensa.

Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal, infantile,


dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang
lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang
terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang
lebih muda (Kanski, 2007).

Gambar 1. Anatomi Lensa

3.2 Definisi Katarak

Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya


metabolisme lensa. Pada katarak terjadi perubahan lensa mata yang semula
jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Kekeruhan pada lensa dapat

24
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau karena kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas dan dapat menimbulkan kebutaan.

Pada penderita katarak, cahaya sulit mencapai retina sehingga bayangan


pada retina menjadi tidak jelas atau kabur. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya merupakan
penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam
penyakit mata yang dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoa, ablasi,
uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses
penyakit intraokular lainnya (Lang, 2008)

3.3 Etiologi Katarak

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau


bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia
lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di
atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 55% orang berusia 75-85 tahun
daya penglihatannya berkurang akibat katarak. Walaupun sebenarnya
dapat diobati, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia.
Sayangnya, Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak. Katarak terjadi secara perlahan-perlahan
sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. karena
umumnya katarak tumbuh sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya
penglihatan sejak awal.

Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3-5


tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah
memasuki stadium kritis. Pada awal serangan, penderita katarak merasa
gatal-gatal pada mata, air matanya mudah keluar, pada malam hari
penglihatan terganggu, dan tidak bisa menahan silau sinar matahari atau
sinar lampu. Selanjutnya penderita akan melihat selaput seperti awan di
depan penglihatannya. Awan yang menutupi lensa mata tersebut akhirnya

25
semakin merapat dan menutup seluruh bagian mata. Bila sudah sampai
tahap ini, penderita akan kehilangan penglihatannya (Lang, 2008).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan katarak diantaranya :


1. Usia
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut
2. Kelainan kongenital
3. Penyakit mata
Beberapa penyakit mata yang dapat menyebabkan katarak diantaranya
glaukoma, uveitis anterior, ablasi, dan retinitis pigmentosa
4. Bahan toksik khusus (kimia dan fisik)
5. Beberapa jenis obat seperti eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, dan
antikolinesterase topikal
6. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus dan
galaktosemi
7. Genetik dan gangguan perkembangan
8. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin (Ilyas, 2013).
3.4 Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia, katarak dibagi menjadi :


1. Katarak kongenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil
Katarak yang terjadi setelah usia 1 tahun
3. Katarak senilis (Ilyas, 2013).
Katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun.

Secara klinik, katarak senilis dibedakan menjadi empat stadium, yaitu


insipien, imatur, matur dan hipermatur.

1. Katarak Insipien
Merupakan stadium dini yang belum menimbulkan gangguan visus.
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak
seperti jari-jari roda (kuneiform) pada korteks anterior, sedangkan
aksis masih relatif jernih. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator menuju
korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat
dikorteks, yang terlihat bila dipupil dilebarkan disebut ”spokes of
wheel”.

2. Katarak Intumessen

26
Kekeruhan lensa pada stadium ini disebabkan karena terjadi
pembengkakan lensa, dimana lensa degeneratif tersebut menyerap air.
Lensa yang membengkak dan besar menyebabkan terdorongnya iris,
sehingga bilik mata akan lebih dangkal dibandingkan yang normal.
Stadium ini tidak selalu terjadi pada proses katarak.

3. Katarak Imatur
Pada stadium ini kekeruhan hanya terjadi pada bagian lensa, belum
mengenai seluruh lapisan lensa.Volume lensa juga dapat bertambah
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif,
sehingga pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil dan dapat menimbulkan glaukoma sekunder. Pada
pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan
iris pada lensa, disebut shadow test positif.

4. Katarak Matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
Bila katarak imaturtidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar
sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan
lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada
katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut
negatif.

5. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur merupakan katarak yang telah mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa
lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa
menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan
berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur.
Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan

27
nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat,
keadaan tersebut dinamakan katarak Morgagni (Ilyas, 2013).

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis


Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+masa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris shadow Negative Positif Negatif Pseudopositif
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit Glaucoma Glaucoma, uveitis

3.5 Manifestasi Klinis

Gejala umum gangguan katarak meliputi :


• Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
• Peka terhadap sinar atau cahaya.
• Dapat melihat dobel pada satu mata.
• Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
• Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu (Yanoff, 2011).

3.6 Diagnosis

Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi
adanya penyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus,
hipertensi, cardiacanomalies). Penyakit seperti diabetes mellitus dapat
menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini
sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk


mengetahui kemampuan melihat pasien. Pada pemeriksaan slit lamp
biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva, dan kornea dalam
keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa pasien
katarak, didapatkan lensa keruh. Pada pasien katarak senilis imatur

28
kekeruhan lensa di lokasi tetentu tidak pada seluruh lensa. Lalu, dilakukan
pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit
katarak senilis. Pada katarak senilis imatur shadow test positif.

Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi,


stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang pandang dan
pengukuran TIO. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah
pemeriksaan sinar celah (slit lamp), funduskopi pada kedua mata,
tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya
seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat
penyulit yang berat berupa panoftalmitis pascabedah dan fisik umum. Pada
katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum
dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan
turunya tajam penglihatan (Ilyas, 2013).

3.7 Tatalaksana

Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan


apabila penurunan penglihatan mengganggu aktivitas normal penderita.
Indikasi pembedahan pada katarak senilis :
- Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma,
meskipun visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga
setelah keadaan menjadi tenang.
- Bila sudah masuk dalam stadium matur karena jika dibiarkan dan
menjadi hipermatur dapat meninmbulkan penyulit
- Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari atau visus < 6/12 (Lang, 2008).

Terapi pembedahan :
1. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada
EKIK dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa.
Pada teknik ini dilakukan sayatan 12-14 mm, lebih besar
dibandingkan dengan teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinn
yang telah rapuh/ berdegenerasi/ mudah diputus (Ilyas, 2013).

a. Keuntungan :

29
- Tidak timbul katarak sekunder
- Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi,
cryoprobe, forsep kapsul)
b. Kerugian :
Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
- Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
- Astigmatisma yang signifikan
- Inkarserasi iris dan vitreus
- Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma,
uveitis, endolftalmitis (Ilyas, 2013).

2. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler)


Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus
dan korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior
ditinggal. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa
mata yang sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik
fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada tempat-tempat di
mana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini
membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa harus dikeluarkan
dalam keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan/ Intra
Ocular Lens (IOL) dipasang untuk menggantikan lensa asli, tepat di
posisi semula. Lalu dilakukan penjahitan untuk menutup luka. Teknik
ini dihindari pada penderita dengan zonulla zinii yang rapuh (Ilyas,
2013).
a. Keuntungan :
1. Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
2. Karena kapsul posterior utuh maka :
- Mengurangi resiko hilangnya vitreus durante operasi
- Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL
- Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea,
perlengketan vitreus dengan iris dan kornea
- Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa
molekul antara aqueous dan vitreus
- Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat
menyebabkan endofthalmitis.
b. Kerugian :
Dapat timbul katarak sekunder (Ilyas, 2013).

3. Fakoemulsifikasi

30
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan
getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat nucleus dan korteks
melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka pasca-operasi, disamping perbaikan penglihatan
juga lebih baik. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif
pada katarak senilis yang padat, dan keuntungan insisi limbus yang
kecil agak berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler.
Kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama dan biaya lebih tinggi.
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah,
proses penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini
membuat sistem yang relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan
aspirasi, oleh karenanya mengontrol kedalaman COA sehingga
meminimalkan risiko prolaps vitreus (Ilyas, 2013).

Persiapan operasi :
1. Status oftalmologik
 Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
 TIO normal
 Saluran air mata lancer
2. Keadaan umum/sistemik
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu
pembekuan, waktu perdarahan, kadar gula darah dalam batas
normal
 Tidak dijumpai batuk produktif
 Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut
harus terkontrol (Ilyas, 2013).

Perawatan pasca operasi :


1. Mata dibebat
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3. Tidak boleh mengangkat benda berat, menggosok mata,
berbaring di sisi mata yang baru dioperasi, dan mengejan
keras.
4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi dan komplikasi
setelah operasi.
5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak
mempunyai lensa lagi (afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu

31
dikoreksi dengan lensa S+10D untuk melihat jauh. Koreksi
ini diberikan 3 bulan pasca operasi. Sedangkan untuk melihat
dekat perlu diberikan kacamata S+3D (Ilyas, 2013).

3.8 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan katarak adalah


glaucoma sekunder, uveitis dan endoftalmitis, sedangkan komplikasi
operasi katarak bervariasi berdasarkan waktu dan luasnya. Komplikasi
dapat terjadi intra operasi atau segera sesudahnya atau periode pasca
operasi lambat. Oleh karenanya penting untuk mengobservasi pasien
katarak paska operasi dengan interval waktu tertentu yaitu pada 1 hari, 1
minggu, 1 bulan, dan 3 bulan setelah operasi katarak. Angka komplikasi
katarak adalah rendah. Komplikasi yang sering terjadi endoftalmitis,
ablasio retina, dislokasi atau malposisi IOL, peningkatan TIO, dan edema
macula sistoid (Kanski, 2007)

32
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien ini didiagnosis sebagai ODS katarak senilis Imatur dengan dasar pemikiran
sebagai berikut:
1. Anamnesis:
- Pasien berusia 64 tahun  katarak senilis,
- Penglihatan kedua mata kabur seperti tertutup kabut, perlahan-lahan
semakin kabur dengan kondisi mata tenang.
2. Pemeriksaan oftalmologis:
- Visus ODS 6/60 dan 6/15
- Shadow test (+)
- Pada pemeriksaan lensa didapatkan kekeruhan sebagian pada ODS 
ODS katarak senilis imatur.

Dalam kasus ini, pasien disarankan untuk dilakukan penatalaksanaan


secara konservatif, dikarenakan dilihat dari tingkat kebutuhan pasien tidak
terlalu mendesak, dan penurunan visus pada mata masih dalam batas
toleransi. Tetapi dalam kasus ini haruslah diimbangi dengan follup pasien
secara rutin dengan pasien kontrol ulang ke RS guna mencegah terjadinya
komplikasi yang dapat terjadi yaitu glaukoma sekunder, uveitis, dan
endoftalmitis. Operasi katarak yang dianjurkan untuk dipilih adalah
phacoemulsification dan pemasangan Intra Ocular Lens (IOL) pada ODS
dengan pertimbangan bahwa derajat kekeruhan lensa pasien sebagian
sehingga nukleus lentis tergolong tidak keras.

33
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Kanski JJ. 2007. Clinical ophtalmology 6th edition. Edinburg : Elsevier Publisher
Ltd.

Lang G. 2008. Ophtalmology A Short Text Book. New York: Thieme Stuttgart
Publisher

Tortora GJ dan Sandra RG. 2010. Principle of Anatomy and Physiology 11th
Edition. USA: John Wiley & Sons Inc

Vaughan DG, Taylor A, Paul R. 2013. Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta :
Widya Medika

Yanoff M dan Duker JS. 2011. Ophtalmology second edition. ST Louis, MO:
Mosby.

34

Anda mungkin juga menyukai