Anda di halaman 1dari 255

MODUL

PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING DESA

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA

DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA


KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
2017

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |1


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

2| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 3


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Modul PelatihanPratugas
Pendamping Desa

4| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 5


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Modul PelatihanPratugas
Pendamping Desa

Implementasi
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

6| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 7


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS


PENDAMPING DESA
Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

PENGARAH : Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah


Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB: Taufik Madjid (Plt. Dirjen, Pembangunan dan


Pemberdayaan Masyarakat Desa)

TIM PENULIS : Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu, Hasan Rofiki, Harbit
Manika, Mohamad Zaini, Nurul Hadi, Mohammad Arwani, Mulus Budianto, Mohammad
Sabri, Panji Pradana, Hasim Adnan, Wahyu Hananto Pribadi, Dindin Abdullah A, Nur
Kholid, Muflihun, Wahjudin Sumpeno.

REVIEWER : Taufik Madjid, Muhammad Fachry, Saefulloh Ma’shum, Wilopo

COVER & LAYOUT : Wahjudin Sumpeno dan Roni Budi Sulistyo

Cetakan Pertama, September 2017

Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id

8| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 9


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Daftar Istilah dan Singkatan

1. DESA adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. KEWENANGAN DESA adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi


kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat
Desa.

3. PEMERINTAHAN DESA adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan


kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

4. PEMERINTAH DESA adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

5. BADAN PERMUSYAWARATAN DESA atau yang disebut dengan nama lain


adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
6. LEMBAGA KEMASYARAKATAN adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam
memberdayakan masyarakat.
7. MUSYAWARAH DESA atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.

8. MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA atau yang


disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan
Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan
Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota.

10| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

9. KESEPAKATAN MUSYAWARAH DESA adalah suatu hasil keputusan dari


Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita
Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.

10. PERATURAN DESA adalah peraturan perundang-undangan yang


ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.

11. PEMBANGUNAN DESA adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan


kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

12. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA adalah proses tahapan kegiatan


yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa.

13. RPJM DESA (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah


dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah
pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan
program dan program Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan
program prioritas kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP DESA (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan
untuk periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
15. DAFTAR USULAN RKP DESA adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi
bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan
Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
16. KEUANGAN DESA adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17. ASET DESA adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa,
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
18. APB DESA (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa) adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. DANA DESA adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 11


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai


penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaanmasyarakat Desa.
20. ALOKASI DANA DESA, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

12| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 13


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 1
DINAMIKA KELOMPOK DAN
PENGORGANISASIAN PESERTA

14| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 15


SPB Pre Test
1.1

Tujuan
Pre test dilakukan dengan tujuan:
1. Sebagai masukan bagi fasilitator dalam memandu forum;
2. Tolok ukur dalam mengukur keberhasilan pelatihan;

Waktu
-

Metode
Tes tertulis

Media
 Lembar pertanyaan
 Lembar jawaban

Alat Bantu
-

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |1


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Pre test diselenggarakan sebelum rangkaian kegiatan
pembukaan.
2. Setiap peserta mendapatkan lembar pertanyaan dan lembar
jawaban saat check in; pembagian lembar pertanyaan dan lembar
jawaban dilakukan secara langsung kepada tiap peserta tanpa
menunggu seluruh peserta lengkap.
3. Berikan instruksi dengan jelas bahwa lembar jawaban yang
sudah diisi harus dikembalikan pada panitia saat peserta masuk ke
ruang acara pembukaan.
4. Seluruh lembar jawaban yang telah diisi direkapitulasi dan
hasilnya diserahkan kepada fasilitator.

2| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
1.2 Perkenalan

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengatasi hambatan berkomunikasi;

2. Saling mengenal antar peserta, dengan fasilitator dan


panitia.

Waktu
40 menit

Metode
Permainan

Media
Lembar permainan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 3


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan “Perkenalan”.

2. Mintalah setiap peserta menuliskan usia masing-masing pada


metaplan dengan angka yang besar agar bisa dilihat dari jarak jauh
oleh pelatih dan peserta lainnya. Minta juga agar semua buku catatan
ditutup dan alat tulis yang lain diletakkan (untuk mencegah peserta
mencatat nama-nama peserta lain yang tengah bicara).
3. Mintalah semua peserta berdiri dengan mengacungkan tulisan
angka usia masing-masing, membentuk lingkaran “U” dengan urutan
dari yang tertua s/d yang termuda searah jarum jam.
4. Lakukanlah perkenalan dimulai dari peserta pertama (tertua)
dengan menyebutkan nama panggilan dirinya dengan keras agar
terdengar oleh semua peserta: “BUDI...!”
5. Perkenalan dilanjutkan oleh peserta kedua dengan terlebih
dahulu menyebutkan nama peserta pertama (BUDI) kemudian disusul
dengan menyebutkan nama panggilan dirinya. Demikian seterusnya,
setiap peserta menyebutkan nama panggilan satu orang peserta
sebelumnya sebelum meneriakkan nama dirinya.
6. Setelah semua peserta mendapatkan giliran perkenalan, maka
lakukanlah uji petik secara acak. Tunjuklah salah satu peserta agar
menyebutkan nama peserta lainnya secara acak, ke samping kiri atau
ke samping kanan.
7. Terakhir, secara sukarela mintalah satu atau dua peserta yang
dapat menghafal/menyebutkan semua nama peserta dari yang tertua
sampai yang termuda.

Catatan:
Permainan lain dapat digunakan disesuaikan dengan situasi kelas.

4| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
1.3 Ungkapan Harapan Peserta

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menuliskan kebutuhan dan harapan yang akan diwujudkan
selama pelatihan;

2. Menuliskan bentuk kontribusi yang akan diberikan dalam


mewujudkan harapan tersebut.

Waktu
25 menit

Metode
Curah pendapat, menyusun pohon harapan

Media
Metaplan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 5


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Sampaikan tujuan sesi ini kepada peserta, dan tegaskan bahwa
keseluruhan proses yang akan dilalui peserta dalam keseluruhan
pelatihan pratugas ini menggunakan metode Pembelajaran Orang
Dewasa (POD). Sebab itu hasil dan keberhasilan proses pelatihan ini
turut ditentukan oleh partisipasi aktif peserta.

2. Bagikanlah kertas metaplan masing-masing 1 (satu) lembar


kepada setiap peserta.

3. Minta peserta agar menuliskan SATU harapan mereka dari


pelatihan ini secara landscape dan dengan huruf kapital.

4. Minta peserta untuk menempelkan kertas harapan mereka pada


kertas plano/papan tulis yang tersedia di depan kelas.

5. Mintalah salah seorang peserta untuk menyusun kertas harapan


yang telah tertempel di depan kedalam bentuk pohon. Pilah antara
harapan yang paling mendasar (sebagai akar), batang harapan, dan
daun-daun harapan.

6. Fasilitator menegaskan harapan peserta secara singkat, dengan


menekankan harapan peserta yang paling mendasar. Ingatkan kembali
prinsip orang dewasa yang harus dijaga sepanjang pelatihan demi
terpenuhinya harapan-harapan tersebut.

7.

6| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

8.

Rencana Pembelajaran
SPB
1.4 Tujuan Dan Alur Pelatihan

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan pelatihan;

2. Menjelaskan alur pelatihan.

Waktu
15 menit

Metode
Paparan

Media
Bahan tayang alur pelatihan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 7


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

8| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Sampaikan kepada peserta tentang tujuan sesi ini. Ingatkan
kepada peserta tentang prinsip Pembelajaran Orang Dewasa yang
digunakan dalam proses pelatihan sepanjang beberapa hari ke depan.

2. Berikan penjelasan dengan mengacu pada media tayang


tentang Tujuan Dan Alur Pelatihan dan kaitannya dengan tugas dan
fungsi Pendamping Desa.

3. Jelaskan dengan menggunakan media tayang tentang alur


pelatihan yang akan diikuti oleh Peserta.

4. Bila masih tersisa waktu, berikan kesempatan pada peserta


untuk mengkonfirmasi atau bertanya.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 9


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
1.5 Aturan Main Pelatihan

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hal-hal yang dapat mendukung kelancaran
proses pelatihan;

2. Menjelaskan hal-hal yang perlu diatur selama proses


pelatihan.

Waktu
10 menit

Metode
Curah pendapat

Media
Metaplan

10| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Tegaskan bahwa dalam pelatihan ini ada banyak unsur yang
terlibat, mulai Panitia, fasilitator, supervisor, dan unsur KPW.

2. Bagikan satu lembar kertas metaplan kepada setiap peserta.


Mintalah mereka untuk menuliskan aturan yang akan diberlakukan
sepanjang pelatihan.

3. Minta peserta untuk menempelkan usulan mereka di kertas


plano/papan tulis yang tersedia di depan.

4. Pelatih mensortir (bila ada isian yang sama) dan mengklasifikasi


setiap usulan. Setelah itu bacakan usulan yang telah disortir dan
diklasifikasi tersebut.

5. Pelatih menambahkan aturan yang belum tercakup dalam


usulan peserta.

6. Sebelum sesi ditutup, lakukan review atas seluruh proses yang


telah dilewati dalam sesi-sesi di Pokok Bahasan 1 ini. Tegaskan
tentang:

a) Komunikasi yang baik antar peserta, peserta dengan pelatih dan


dengan panitia;

b) Memegang teguh prinsip pembelajaran orang dewasa dan


pentingnya bagi mewujudkan harapan dalam pelatihan;

c) Tujuan pelatihan;

d) Komitmen bersama untuk mentaati aturan main pelatihan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 11


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 2
PERSPEKTIF
UNDANG-UNDANG DESA

12| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Rencana Pembelajaran

2.1 Perubahan Mendasar Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan Visi Undang-Undang desa;

2. Menjelaskan perbedaan mendasar antara desa lama


dengan desa baru sesuai semangat UU Desa.

Waktu
30 menit

Metode
Pemaparan dan Curah Pendapat

Media
Media Tayang

Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 13


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi
“Perubahan Mendasar Desa”.

2. Ajaklah peserta untuk merefleksikan kondisi desa saat ini


melalui pertanyaan;

 Bagaimana kondisi Desa saat ini dan apa akibatnya bagi


masyarakat Desa?

 Apa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memperbaiki


kondisi Desa?

 Apa yang Anda ketahui tentang Visi Undang-Undang Desa?

3. Berikan tanggapan atas pendapat peserta kemudian lakukan


pemaparan tentang (i) pokok-pokok pikiran tentang visi dan
perspektif atas Desa menurut semangat undang-undang desa, (ii)
perbedaan desa di bawah regulasi desa lama dan di bawah undang-
undang desa dengan mengacu pada media tayang tentang
Perubahan Mendasar Desa.

4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan


lakukan penegasan.

14| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Rencana Pembelajaran

2.2 Azas dan Definisi Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan azas dalam konteks Undang-Undang Desa;
2. Menguraikan definisi desa berdasarkan Undang-Undang
Desa.

Waktu
20 menit

Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Curah Pendapat

Media
Media Tayang

Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 15


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Berikan penjelasan tentang tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sesi “Azas dan Definisi Desa”.
2. Tanyakan kepada peserta pengertian tentang Desa dan azas
apa saja yang ada di dalam UU Desa.
3. Berikan tanggapan singkat terhadap jawaban peserta dan
jelaskan pengertian desa dan azas-azas yang ada di dalam UU Desa
dengan mengacu pada media tayang tentang Azas dan Definisi
Desa.

4. Sebelum sesi ditutup, lakukan pendalaman pembahasan


mengenai azas subsidiaritas dan rekognisi, dan kemudian beri
penegasan sebagai berikut:
Arti subsidiarita sebagai penetapan kewenangan berskala lokal
dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan
masyarakat desa.
Arti rekognisi sebagai bentuk pengakuan Negara terhadap hak
asal-usul desa.

16| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Rencana Pembelajaran

2.3 Kewenangan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan kewenangan berdasarkan hak asal usul;

2. Menjelaskan kewenangan lokal berskala desa.

Waktu
20 menit

Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Curah Pendapat,.

Media
 Media Tayang

 Video Kewenangan Desa

Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 17


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

18| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Jelaskan kepada peserta tujuan yang hendak dicapai dalam sesi
“Kewenangan Desa”. Kemudian berikan pertanyaan tentang apa
yang
2. peserta ketahui mengenai:
 kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa;
 kewenangan berskala lokal desa;
 perbedaan antara dua jenis kewenangan tersebut.
3. Berikan tanggapan dan penjelasan tentang kewenangan
berdasarkan hak asal-usul, kewenangan berskala lokal desa,
perbedaan di antara kedua kewenangan tersebut dengan mengacu
pada media tayang tentang Kewenangan Desa.
4. Beri kesempatan bagi satu atau dua peserta untuk
berpendapat/bertanya. Berikan tanggapan dan kemudian lakukan
penegasan sebagai berikut:
 kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa dan kewenangan
berskala lokal desa sebagai pengakuan atas keberadaan desa
sebagai komunitas (masyarakat) berpemerintahan (self governing
community).
 Peran pendamping dalam mewujudkan kewenangan desa
adalah memfasilitasi penyusunan peraturan desa mengenai
kewenangan desa berdasarkan Perda/ Perbup/ Wali kota.
5. Akhiri sesi dengan menayangkan video Kewenangan Desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 19


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Tri Matra
2.4
Pembangunan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian tri matrapembangunan desa;
2. Menjelaskan kerangka kebijakan tri matra pembangunan
desa.

Waktu
20 menit

Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan speed reading

Media
 Media Tayang
 Lembar Kerja:
 Lembar Informasi:

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

20| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 21


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Berikan penjelasan tentang tujuan dari sesi “Tri Matra
Pembangunan Desa”.

2. Mintalah peserta untuk membaca dengan cepat (speed reading)


bahan bacaan yang telah disediakan tentang Tri Matra
Pembangunan Desa selama lima menit.

3. Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk


memberikan pendapat tentang Tri Matra Pembangunan Desa. Berikan
tanggapan tentang kedudukan Tri Matra Pembangunan Desa sebagai
program unggulan Kementerian Desa dalam pengimplementasian UU
Desa dengan mengacu pada media tayang tentang Tri Matra
Pembangunan Desa.
4. Jelaskan dengan menggunakan media tayang yang sama,
mengenai:
 Jaring Komunitas Wiradesa atau “JAMU DESA”
 Lumbung Ekonomi Desa atau “BUMI DESA”
 Lingkar Budaya Desa atau “KARYA DESA”

5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan


mengajukan pendapat;

6. Buatlah kesimpulan dan penegasan tentang tri matra


pembangunan desa;

22| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

PB Bahan Bacaan

2 Perspektif UU Desa

1. Latar Belakang

Sejak kemerdekaan 1945, Republik Indonesia tidak pernah memiliki kebijakan


dan regulasi tentang desa yang kokoh, legitimate dan berkelanjutan.
Perdebatan akademik yang tidak selesai, tarik menarik politik yang keras,
kepentingan ekonomi politik yang menghambat, dan hasrat proyek merupakan
rangkaian penyebabnya. Prof. Selo Soemardjan, Bapak Sosiologi Indonesia dan
sekaligus promotor otonomi desa, berulangkali sejak 1956 menegaskan bahwa
sikap politik pemerintah terhadap desa tidak pernah jelas.

Perdebatan yang berlangsung di sepanjang hayat selalu berkutat pada dua hal.
Pertama, debat tentang hakekat, makna dan visi negara atas desa. Sederet
masalah konkret (kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan,
ketergantungan) yang melekat pada desa, senantiasa menghadirkan
pertanyaan: desa mau dibawa kemana? Apa hakekat desa? Apa makna dan
manfaat desa bagi negara dan masyarakat? Apa manfaat desa yang hakiki jika
desa hanya menjadi tempat bermukim dan hanya unit administratif yang
disuruh mengeluarkan berbagai surat keterangan?

Kedua, debat politik-hukum tentang frasa kesatuan masyarakat hukum adat


dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) serta kedudukan desa dalam tata negara
Republik Indonesia. Satu pihak mengatakan bahwa desa bukanlah kesatuan
masyarakat hukum adat, melainkan sebagai struktur pemerintahan yang paling
bawah. Pihak lain mengatakan berbeda, bahwa yang disebut kesatuan
masyarakat hukum adat adalah desa atau sebutan lain seperti nagari, gampong,
marga, kampung, negeri dan lain-lain yang telah ada jauh sebelum NKRI lahir.
Debat yang lain mempertanyakan status dan bentuk desa. Apakah desa
merupakan pemerintahan atau organisasi masyarakat? Apakah desa merupakan
local self government atau self governing community? Apakah desa merupakan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 23


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

sebuah organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan


kabupaten/kota?

Dua Undang-undang yang lahir di era reformasi, yakni UU No. 22/1999 dan UU
No. 32/2004, ternyata tidak mampu menjawab pertanyaan tentang hakekat,
makna, visi, dan kedudukan desa. Meskipun frasa “kesatuan masyarakat hukum”
dan adat melekat pada definisi desa, serta mengedepankan asas keragaman,
tetapi cita rasa “pemerintahan desa” yang diwariskan oleh UU No. 5/1979 masih
sangat dominan.

Secara garis besar perubahan ditunjukkan dengan pembalikan paradigma


dalam memandang desa, pemerintahan dan pembangunan yang selama ini
telah mengakar di Indonesia. Pembalikan itu membuahkan perspektif “desa
lama” yang berubah menjadi “desa baru” sebagaimana tersaji dalam tabel
berikut:

24| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Tabel: Desa Lama Vs Desa Baru


Unsur-Unsur Desa Lama Desa Baru

Dasar konstitusi UUD 1945 Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2
dan Pasal 18 ayat 7

Payung hokum UU No. 32/2004 dan PP No. UU No.6/2014


72/2005

Visi-misi Tidak ada Negara melindungi dan


memberdayakan desa agar
menjadi kuat, maju, mandiri,
dan demokratis sehingga dapat
menciptakan landasan yang
kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan
pembangunan menuju
masyarakat yang adil, makmur,
dan sejahtera

Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas

Kedudukan Desa sebagai organisasi Sebagai pemerintahan


pemerintahan yang berada masyarakat, hybrid antara self
dalam sistem pemerintahan governing community dan local
kabupaten/kota (local state self government
government)

Delivery kewenangan dan program Target: pemerintah Mandat: negara memberi


menentukan target-target mandat kewenangan, prakarsa
kuantitatif dalam memnangun dan pembangunan
desa

Kewenangan Selain kewenangan asal usul, Kewenangan asal-usul


menegaskan tentang sebagian (rekognisi) dan kewenangan
urusan kabupaten/kota yang lokal berskala desa
diserahkan kepada desa (subsidiaritas).

Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi Arena: Desa sebagai arena bagi
proyek dari atas orang desa untuk
menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan dan
kemasyarakatan

Posisi dalam pembangunan Obyek Subyek

Model pembangunan Government driven Village driven development


development atau community
driven development

Karakter politik Desa parokhial, dan desa Desa inklusif


korporatis

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 25


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Demokrasi Demokrasi tidak menjadi asas Demokrasi menjadi asas, nilai,


dan nilai, melainkan menjadi sistem dan tatakelola.
instrumen. Membentuk Membentuk demokrasi inklusif,
demokrasi elitis dan mobilisasi deliberatif dan partisipatif
partisipasi

2. Karakteristik Desa Lama

a. Negaranisasi, Korporatisasi dan Birokratisasi Desa

Negara menghadapi dilema dalam memperlakukan desa. Di satu sisi negara-


bangsa modern Indonesia berupaya melakukan modernisasi-integrasi-
korporatisasi terhadap entitas lokal ke dalam kontrol negara. Negara
menerapkan hukum positif untuk mengatur setiap individu dan wilayah,
sekaligus memaksa hukum adat lokal tunduk kepadanya. Di sisi lain
konstitusi, UUD 1945 Pasal 18B ayat 2, juga mengharuskan negara
melakukan rekognisi (pengakuan dan penghormatan) terhadap kesatuan
masyarakat hukum adat (desa, gampong, nagari, kampung, negeri dan lain-
lain) beserta hak-hak tradisionalnya. Sejak Orde Baru negara memilih cara
modernisasi-integrasi-korporatisasi ketimbang rekognisi (pengakuan dan
penghormatan). UU No. 5/1979, UU No. 22/1999 maupun UU No. 32/2004
sama sekali tidak menguraikan dan menegaskan asas pengakuan dan
penghormatan terhadap desa atau yang disebut nama lain, kecuali hanya
mengakui daerah-daerah khusus dan istimewa. Banyak pihak mengatakan
bahwa desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/kota, dan kemudian desa
merupakan residu kabupaten/kota.
Pasal 200 ayat (1) UU No. 32/2004 menegaskan: “Dalam pemerintahan
daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari
pemerintah desa dan badan permusyawatan desa”. Ini berarti bahwa desa
hanya direduksi menjadi pemerintahan semata, dan desa berada dalam
sistem pemerintahan kabupaten/kota. Bupati/walikota mempunyai cek
kosong untuk mengatur dan mengurus desa secara luas. Pengaturan
mengenai penyerahan sebagian urusan kabupaten/kota ke desa, secara jelas
menerapkan asas residualitas, selain tidak dibenarkan oleh teori
desentralisasi dan hukum tata negara. Melalui regulasi itu pemerintah
selama ini menciptakan desa sebagai pemerintahan semu (pseudo
government).
b. Desa Parokhial dan Desa Korporatis

Desa selama ini menjadi arena kontestasi pengaruh antara adat, pemerintah,
jaringan kekerabatan, agama dan organisasi masyarakat sipil. Berbagai
pengaruh ini membentuk karakter politik desa. Jika pengaruh adat paling
kuat maka akan membentuk. Pengaruh kekerabatan dan agama yang jauh
lebih menonjol akan membentuk desa parokhial. Pengaruh pemerintah yang
sangat kuat membentuk desa korporatis, dan pengaruh organisasi
masyarakat sipil membentuk desa inklusif atau desa sipil.
26| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Secara hitoris semua desa, atau sebuatan lain, pada dasarnya merupakan
kesatuan masyarakat hukum adat, baik berbentuk genealogis, teritorial
maupun campuran keduanya. Desa asli (indigenous village) sebagai desa
warisan masa lampau ini masih tetap bertahan di sejumlah daerah (Papua,
Maluku, sebagian Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Bali, sebagian
Aceh, Nias, Mentawai, Badui, Anak Dalam dan sebagainya). Pengaruh adat
jauh lebih kuat ketimbang pengaruh modernisasi, pemerintah, agama dan
juga organisasi masyarakay sipil. Desa-desa ini mempertahankan susunan asli
dan pranata lokal untuk mengelola pemerintahan dan sumberdaya lokal.
Bahkan desa asli sering mempertahankan institusi lokal mereka dari
intervensi negara. Mereka mengabaikan (emoh) negara. Para pemimpin adat
mempunyai kekuasaan yang dominan, mulai dari dominan dalam
penguasaan sumber-sumber agraria hingga menentukan siapa yang menjadi
kepala desa, sehingga kepala desa harus tunduk kepada pemimpin adat.

Desa adat tidak mengenal konsep warga (individu yang ditempatkan sebagai
pribadi secara utuh, yang mempunyai hak dan kewajiban secara setara),
tetapi lebih mengutamakan kebaikan bersama dengan basis komunitas
(community). Kearifan lokal desa adat mengutamakan keseimbangan
(hubungan manusia dengan manusia, manusia denganalam dan manusia
dengan Tuhan), kecukupan dan keberlanjutan. Pada umumnya desadesa adat
mengelola SDA secara komunal yang mampu menghasilkan kemakmuran
bersama, sehingga bisa disebut sebagai welfare community. Tetapi kalau
dilihat dengan ukuran-ukuran kekinian, desa adat tidak hadir sebagai institusi
yang memberikan delivery public goods (seperti kesehatan dan pendidikan).

Desa asli genealogis yang dibentuk oleh kombinasi antara adat dan struktur
kekerabatan secara homogen cenderung awet dan harmonis meskipun
sangat eksklusif (cenderung berorientasi ke dalam dan mengabaikan orang
lain yang berbeda). Masalah baru kemudian muncul kearifan lokal semakin
memudar, sementara pengaruh negara tidak berdampak signifikan. Pengaruh
kearifan lokal dan pengaruh negara lebih kecil ketimbang pengaruh
kekerabatan dan keagamaan. Pengaruh agama dan/atau pengaruh
kekerabatan membuat desa-desa asli berubah menjadi desa parokhial: ada
yang parokhialisme kekerabatan dan ada yang parokhialisme kegamaan.
Karakter parokhial kekerabatan memang merupakan warisan sejarah masa
lalu, dimana ikatanikatan kekerabatan menjadi social bonding bagi
masyarakat, atau yang sering disebut dengan desa genealogis. Pemilihan
kepala desa secara langsung selalu menjadi arena kontestasi politik antar
kerabat (klan), dan kepala desa yang berkuasa selalu membangun emporium
kecil yang dilingkari oleh jaringan kekerabatan. Kepala desa sangat dominan
menentukan orang-orang yang duduk di BPD dan lembaga-lembaga lain
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 27
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

yang berasal dari kerabatnya. Mereka juga mempunyai keyakinan


bahwa“aliran sumberdaya mengikuti aliran darah”, karena itu kepala desa
mendistribusikan bantuan uang dari pemerintah hanya kepada lingkaran
kerabatnya. Hubungan antara kepala desa dan BPD tidak bersifat konfliktual,
dan tidak ada juga mekanisme check and balances, melainkan terjadi
hubungan kolutif dua institusi pemerintahan desa itu.

Jika pengaruh agama lebih kuat daripada pengaruh kekerabatan, desa akan
tumbuh menjadi desa parokial berbasis agama. Desa seperti ini merupakan
desa religius, yang lebih mengutamakan ketuhanan, keimanan, dan kegiatan-
kegiatan keagamaan ketimbang kegiatan publik. Banyak kelompok
kegamaan yang hadir dalam desa ini. Umat desa ini lebih banyak
membicarakan Tuhan, agama dan surga di akherat ketimbang membicarakan
masalah-masalah kesehatan, pendidikan, dan neraka di dunia. Ukuran
keberhasilan pembangunan desa parokhial berbasis agama adalah
keberadaan rumah-rumah ibadah, banyaknya ritual-ritual keagamaan,
rendahnya kemaksiatan.

Desa parokhial yang bercorak kekerabatan mengusung semangat “aliran


sumberdaya mengikuti aliran darah”, sehingga setiap alokasi sumberdaya
selalu menjadi arena pertarungan antarkeluarga. Struktur politik desa
didominasi oleh kartel elite berbasis kekerabatan. Akibatnya warga yang
tidak masuk dalam jaringan politik kekerabatan itu akan selalu marginal,
tidak memperolah akses ekonomi politik dengan baik. Sedangkan desa
parokhial keagamaanmenghasilkan desa religius. Desa semacam ini selalu
membicarakan dan mengutamakan Tuhan, akherat dan sederet kegiatan
keagamaan ketimbang memperhatikan isu-isu publik seperti kesehatan,
pendidikan, infrastruktur dan kemiskinan. Jika desa korporatis
memperlihatkan cerita sukses pembangunan dengan infrastruktur fisik,
sementara para pemimpin dan umat di desa parokhial religius menjadikan
tempat ibadah yang besar dan bagus sebagai ukuran keberhasilan yang
paling utama, meskipun bersandingan dengan infrastruktur dan pelayanan
publik yang buruk.

3. Paradoks dan Involusi Pembangunan Desa

Di aras desa, pembangunan menjadi sebuah fungsi dan menu yang disantap
setiap hari oleh para pemuka desa. Pembangunan, menurut pemahaman
awam, adalah upaya untuk menciptakan atau memperbaiki kondisi fisik dan
nonfisik atau material dan spiritual. Jika mengikuti kebebijakan pemerintah di
masa lalu, pembangunan desa mempunyai dimensi yang sangat luas:
membangun sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial; meningkatkan
pendapatan masyarakat, menanggulangi kemiskinan, dan masih banyak lagi.
Tetapi tradisi yang terjadi, pembangunan di desa adalah pembangunan
28| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

sarana fisik (yang terlihat hasilnya seperti jalan, irigasi, pasar, tempat ibadah,
kantor desa, dan lain-lain), yang diyakini bisa mempermudah transportasi
dan arus transaksi ekonomi.

Paradigma Lama Pembangunan Desa


 Fokus pada pertumbuhan ekonomi
 Negara membangun desa
 Otoritarianisme ditolerir sebagai harga yang harus dibayar karena
pertumbuhan
 Negara memberi subsidi pada pengusaha kecil
 Negara menyedian layanan sosial
 Transfer teknologi dari negara maju
 Transfer aset-aset berharga pada negara maju
 Pembangunan nyata: diukur dari nilai ekonomis oleh pemerintah
 Sektoral dan parsial
 Organisasi hirarkhis untuk melaksanakan proyek
 Peran negara: produser, penyelenggara, pengatur dan konsumen terbesar

Berbagai program pembangunan desa, baik sektoral maupun spasial,


mengalir ke desa dengan dipimpin oleh negara (state led development) atau
government driven development. Pada awal tahun 1970-an, negara
menerapkan pembangunan desa terpadu (integrated rural development-IRD)
untuk menjawab ketertinggalan, kebodohan maupun kemiskinan desa,
sekaligus menciptakan wilayah dan penduduk desa yang modern dan maju.
Sebagaimana dirumuskan oleh Bank Dunia, IRD mengambil strategi
pertumbuhan dan berbasis-wilayah, terutama wilayah desa. Program IRD
secara tipikal menekankan peningkatan produktivitas pertanian sebagai basis
pendapatan orang desa, sekaligus mengedepankan kontribusi yang terpadu
(sinergis) pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, pelatihan dan perbaikan
infrastruktur pedesaan. Program IRD ditempuh melalui pendekatan
perencanaan terpusat (central planning) dengan tujuan agar keterpaduan
berbagai sektor dapat tercapai. Dengan diilhami oleh IRD itu, pemerintah
Orde Baru membuat cetak biru (master plan) pembangunan nasional secara
terpusat, teknokratis dan holistik, yang dikemas dalam GBHN maupun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Master plan itu selalu
mengedepankan dua sisi pembangunan, yakni sisi sektoral yang mencakup
semua sektor kehidupan masyarakat dan sisi spatial/ruang yang mencakup
pembangunan nasional, daerah dan desa. Dalam konteks ini pembangunan
desa ditempatkan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, ia
bukan sebagai bentuk local development apalagi sebagai indigenous
development yang memperhatikan berbagai kearifan lokal. Semua
departemen, kecuali Departemen Luar Negeri, mempunyai program
pembangunan yang masuk ke desa.
4. Kewenangan Desa

Berbeda dengan kewenangan pemerintah, ada beberapa prinsip penting


yang terkandung dalam kewenangan desa: (1) Baik kewenangan asal usul
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 29
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

maupun kewenangan lokal bukanlah kewenangan yang diserahkan oleh


pemerintah, bukan juga merupakan sisa (residu) yang dilimpahkan oleh
pemerintah kabupaten/kota sebagaimana pernah diatur dalam UU No.
32/2004 dan PP No. 72/2005. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas,
kedua jenis kewenangan itu diakui dan ditetapkan langsung oleh undang-
undang dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah
dalam ini bukanlah perintah yang absolut melainkan sebagai pandu arah
yang di dalamnya akan membuat daftar positif (positive list), dan kemudian
menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan dengan peraturan
desa sebagai kewenangan desa. (2) Sebagai konsekuensi desa sebagai
masyarakat yang berpemerintahan (self governing community), kewenangan
desa yang berbentuk mengatur hanya terbatas pada pengaturan
kepentingan lokal dan masyarakat setempat dalam batas-batas wilayah
administrasi desa. Mengatur dalam hal ini bukan dalam bentuk
mengeluarkan izin baik kepada warga maupun kepada pihak luar seperti
investor, melainkan dalam bentuk keputusan alokatif kepada masyarakat,
seperti alokasi anggaran dalam APB Desa, alokasi air kepada warga, dan lain-
lain. Desatidak bisa memberikan izin mendirikan bangunan, izin
pertambangan, izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis dan sebagainya.
(3) Kewenangan desa lebih banyak mengurus, terutama yang berorientasi
kepada pelayanan warga dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh
desa melayani dan juga membiayai kegiatan kelompok tani, melatih kader
perempuan, membiayai Posyandu, mengembangkan hutan rakyat bersama
masyarakat, membikin bagan ikan untuk kepentingan nelayan, dan
sebagainya. (4) Selain mengatur dan mengurus, desa dapat mengakses
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk
dimanfaatkan memenuhi kepentingan masyarakat. Selain contoh di atas
tentang beberapa desa menangkap air sungai Desa dapat mengakses dan
memanfaatkan lahan negara berskala kecil (yang tidak termanfaatkan atau
tidak bertuan) untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Lahan
sisa proyek pembangunan, tanggul dan bantaran sungai, maupun tepian
jalan kabupaten/kota merupakan contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan
dan menanam pohon di atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan
memperoleh izin dari bupati/walikota.
Prinsip-prinsip itu dapat digunakan untuk memahami jenis-jenis kewenangan
desa yang tertulis secara eksplisit dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ada perubahan pengaturan tentang kewenangan desa antara UU
No. 32/2004 dengan UU No. 6/2014. Pertama, UU No. 32/2004 menegaskan
urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan asal-usul desa, sedangkan
UU No. 6/2014 menyatakan kewenangan beradasarkan hak asal-usul. Pada
dasarnya kedua pengaturan ini mengandung isi yang sama, hanya saja UU
No. 32/2004 secara tersurat membatasi pada urusan pemerintahan. Kedua,
UU No. 32/2004 menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa,
sedangkan UU No. 6/2014 menegaskan kewenangan lokal berskala desa.

30| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Jenis kewenangan kedua inilah yang membedakan secara jelas dan tegas
antara kedua UU tersebut.
Tabel
Kewenangan desa menurut UU No. 32/2004 dan UU No. 6/2014
UU No. 32/2004 UU No. 6/2014

Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak Kewenangan berdasarkan hak asal usul
asal-usul desa

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kewenangan local berskala Desa


kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya
kepada desa

Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah Kewenangan yang ditugaskan oleh


provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan Kewenangan lain yang ditugaskan oleh
perundangperundangan diserahkan kepada desa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Kewenangan desa sebenarnya tidak hanya mencakup empat butir besar


tersebut. Ada satu jenis kewenangan lagi yang dimiliki oleh desa, yaitu
kewenangan melekat atau sering disebut sebagai kewenangan atributif yang
tidak tersurat dalam UU No. 6/2014. Sebagai organisasi pemerintahan, desa
memiliki sejumlah kewenangan melekat (atributif) tanpa harus disebutkan
secara tersurat (eksplisit) dalam daftar kewenangan desa. Ada sejumlah
kewenangan melekat milik desa yang sudah dimandatkan oleh UU No.
6/2014, yakni: (1) Memilih kepala desa dan menyelenggarakan pemilihan
kepala desa. (2) Membentuk dan menetapkan susunan dan personil
perangkat desa. (3) Menyelenggarakan musyawarah desa. (4) Menyusun dan
menetapkan perencanaan desa.Menyusun, menetapkan dan melaksanakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. (5) Menyusun, menetapkan dan
melaksanakan peraturan desa. (6) Membentuk dan membina lembaga-
lembaga kemasyarakatan maupun lembaga adat. (7) Membentuk dan
menjalankan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
5. Kewenangan lokal berskala desa.

Kewenangan lokal terkait dengan kepentingan masyarakat setempat yang


sudah dijalankan oleh desa atau mampu dijalankan oleh desa, karena muncul
dari prakarsa masyarakat. Dengan kalimat lain, kewenangan lokal adalah
kewenangan yang lahir karena prakarsa dari desa sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan dan kondisi lokal desa. Kewenangan yang terkait
dengan kepentingan masyarakat ini mempunyai cakupan yang relatif kecil
dalam lingkup desa, yang berkaitan sangat dekat dengan kebutuhan hidup
sehari-hari warga desa, dan tidak mempunyai dampak keluar (eksternalitas)
dan kebijakan makro yang luas. Jenis kewenangan lokal berskala desa ini

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 31


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

merupakan turunan dari konsep subsidiaritas, yang berarti bahwa baik


masalah maupun urusan berskala lokal yang sangat dekat dengan
masyarakat sebaik mungkin diputuskan dan diselesaikan oleh organisasi lokal
(dalam hal ini adalah desa), tanpa harus ditangani oleh organisasi yang lebih
tinggi. Menutut konsep subsidiaritas, urusan yang terkait dengan
kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa desa dan masyarakat
setempat, disebut sebagai kewenangan lokal berskala desa.
Tabel Daftar positif kewenangan lokal berskala desa
No Mandat Daftar Kewenangan Lokal
Pembangunan

1 Pelayanan dasar Posyandu, penyediaan air bersih, sanggar belajar dan seni,
perpustakaan desa, poliklinik desa.

2 Sarana dan prasarana Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah ibadah,
sanitasi dan drainase, irigasi tersier, dan lainlain.

3 Ekonomi lokal Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, karamba ikan,
lumbung pangan, tambatan perahu, wisata desa, kios,
rumah potong hewan dan tempat pelelangan ikan desa,
dan lain-lain.

4 SDA dan lingkungan Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, dll.

Daftar positif kewenangan desa juga bisa dijabarkan secara sektoral. Kewenangan lokal
desa secara sektoral ini meliputi dimensi kelembagaan, infastruktur, komoditas, modal
dan pengembangan. Pada sektor pertanian misalnya, desa mempunyai kewenangan
mengembangkan dan membina kelompok tani, pelatihan bagi petani, menyediakan
infrastruktur pertanian berskala desa, penyediaan anggaran untuk modal,
pengembangan benih, konsolidasi lahan, pemilihan bibit unggul, sistem tanam,
pengembangan teknologi tepat guna, maupun diversifikasi usaha tani [.]

32| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bahan Bacaan
SPB
Tri Matra Pembangunan
2.4
Desa

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan


menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan
kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan
sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra.Pertama,
Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa).Matra ini diarahkan untuk
mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa
sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil.Kedua,
Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).Matra ini mendorong muncul dan
berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan
partisipan gerakan ekonomi di desa.Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).Matra
ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas
sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa).
Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak
kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat.Memajukan
kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa.Masalah
yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang
ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi.Fakta
ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus
dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan
sejahtera.Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung
melanggar hak asasi.Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses
terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi.Sehingga
kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal.Di sini, matra Jaring
Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong
ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek kehidupan
manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal
Desa.Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan
masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 33


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

sekolah (non formal).Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat


sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat.Tidak
hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas
masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat
masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalannya kegiatan
ekonomi dan politik.
Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan
suatu ihtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.Konsep Lumbung Ekonomi Desa
merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam
pasal 33 UUD 1945.Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi
berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta
penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi
desa.Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa
melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir.Optimalisasi
sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan
energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa.Kemandirian ekonomi
desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan
penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan.Termasuk mendorong
kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui
sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkeadilan.
Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa
mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa.Hal ini
berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif
berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat
Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya.Dari aspek ini,
organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk
menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas,
pemerataan, dan solidaritas sosial.Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi,
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau
yang lainnya.Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini
haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha
perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan
BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.
Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang
memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber

34| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi.Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 35


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)


Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja
budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan
kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang
tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,
budaya dan lain-lain.Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih
dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan
pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk
ketergantungan baru.Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan.Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma
dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan
mensejahterahkan.
Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas
memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan
kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan
(metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan
menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan
kesejahteraan Desa[.]

36| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 3
TATA KELOLA DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 37


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
3.1 Kelembagaan Desa

Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian dan peran utama Kelembagaan
Pemerintahan Desa;
2. Menjelaskan hubungan kerja antar Lembaga Pemerintahan
Desa.

Waktu
45 menit (1 JP)

Metode
Pemaparan, curah pendapat

Media
Media tayang

38| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, LCD

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 39


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Jelaskan jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan “Kelembagaan Desa”.

2. Ajukan pertanyaan terkait pemahaman peserta tentang


kelembagaan desa:

 Apa yang peserta ketahui tentang Kelembagaan Desa?

 Apa saja yang termasuk dalam kelembagaan Desa dan fungsi


utamanya?

 Bagaimana hubungan kerja antar lembaga tersebut?

3. Berikan tanggapan terhadap pendapat peserta dan penjelasan


dengan menggunakan media tayang Kelembagaan Desa mengenai:

 Kelembagaan Desa dan unsurnya.

 Fungsi utama unsur-unsur Kelembagaan Desa

 Hubungan kerja antar unsur Kelembagaan Desa

4. Sebelum sesi ditutup, tegaskan pentingnya Pendamping


Desamemahami tugas dan fungsi utama unsur-unsur Kelembagaan
Desa sebagai dasar untuk menjalankan tugas pendampingan

40| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB Musyawarah Desa Sebagai
3.2 Penggerak Demokratisasi
Desa

Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;

2. Menyebutkan peserta Musyawarah Desa;

3. Menjelaskan hak dan kewajiban masyarakat dalam


Musyawarah Desa;

4. Menguraikan mekanisme pengambilan keputusan dalam


Musyawarah Desa;

5. Menyebutkan cakupan materi yang harus dibahas dalam


Musyawarah Desa.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Curah pendapat, Penugasan Kelompok, Diskusi

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 41


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Media
Media tayang, bahan bacaan

Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, Bahan Presentasi, Film, dan LCD

Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan dari subpokok
bahasan“Musyawarah Desa Sebagai Penggerak demokratisasi Desa”.

2. Tanyakan kepada peserta apakah ada yang pernah terlibat


dalam musyawarah desa dan apa yang bisa dijelaskan tentang
musyawarah desa, siapa saja yang terlibat, apa saja yang dibahas,
bagaimana keterlibatan masyarakat, dan bagaimana proses
pengambilan keputusan.

3. Berikan tanggapan terhadap pendapat peserta dan berikan


penegasan dengan mengunakan media tayang tentang Musyawarah
Desa, dengan memberikan kesempatan tanya jawab.

4. Menonton film pendek tentang musyawarah desa, dengan


meminta peserta untuk memberikan pengamatan terhadap praktek
musyawarah desa tersebut.

5. Membagi peserta ke dalam 3-4 kelompok, mendiskusikan hal


positif dan hal yang perlu ditingkatkan dari praktek musyawarah desa
dalam film tersebut terkait dengan :

Keterwakilan peserta

Agenda yang dibahas

Keterlibatan masyarakat di dalam pengambilan keputusan

Proses pengambilan keputusan

6. Minta satu atau dua kelompok untuk mempresentasikan hasil


diskusi dan kemudian kelompok lain untuk memberikan tanggapan

7. Pelatih memberikan tanggapan dan penegasan mengenai peran


Pendamping Desa dalam Musyawarah Desa.

42| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
3.3 Prinsip Tata Kelola Desa:
Transparansi, Partisipasi, Dan
Akuntabilitas

Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta dapat:
1. Menyebutkan prinsip-prinsip tata kelola pembangunan
(partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas);
2. Menjelaskan pengertian setiap prinsip-prinsip tata kelola
tersebut di atas;
3. Menguraikan dengan contoh-contoh bagaimana prinsip-prinsip
tata kelola diterapkan di lapangan.

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Curah pendapat, Penugasan Kelompok, Diskusi

Media
Media tayang, Video Tata Kelola Desa, Bahan Bacaan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 43
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, LCD

44| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Prinsip Tata Kelola Desa”.

2. Tayangkan video tentang Tata Kelola Desa.

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengapresiasi


tayangan video dan apa yang mereka ketahui tentang Tata Kelola
Desa dan prinsip-prinsipnya.

4. Berikan tanggapan terhadap jawaban peserta dan penegasan


dengan menggunakan media tayang tentang Prinsip Tata Kelola
Desa (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas). Tekankan bahwa
prinsip-prinsip tersebut merupakan amanat UU No. 6/2014 tentang
Desa yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan
ditumbuhkan di dalam masyarakat desa.

5. Berikan contoh penerapan prinsip Tata Kelola Desa


(transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas) yang baik dan yang buruk.

6. Sebelum sesi ditutup, tegaskan kembali prinsip-prinsip Tata


Kelola Desa:

Transparansi (keterbukaan informasi pembanguan dan


penganggaran desa).

Partisipasi (pelibatan sebanyak mungkin perwakilan kelompok


masyarakat termasuk kelompok-kelompok marjinal dan
penyandang disabilitas).

Akuntabilitas (kegiatan dan dana dapat


dipertanggungjawabkan).

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 45


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Bahan Bacaan

3.1 Kelembagaan Desa

Kelembagaan Desa1
Kepala desa/desa Adat sebagaimana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa,
berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin
masyarakat.Meskipun Kepala desa memperoleh banyak penugasan dari pemerintah,
tetapi harus ditegaskan bahwa ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah. Kepala
desa adalah pemimpin masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh mandat dari
rakyat, yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi,
mengayomi dan melayani warga masyarakat.Kepala desa berbeda dengan camat
maupun lurah.Camat merupakan pejabat administratif yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.Bupati/Walikota yang berwenang
mengangat dan memberhentikan Camat.
UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi masyarakat
berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self
government).Dalam rangka self governing community Kepala Desa (Kades) sebagai
pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati, posisi bupati adalah pembinaan dan
pengawasan tetapi tidak memerintah.Sedangkan dalam rangka local self government
Kades merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling kecil dan
paling bawah dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masa jabatan kepala Desa diatur dalam Pasal 39 UU No. 6/2014 yakni;
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3
(tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Perangkat Desa
• Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan
pelaksana teknis.
• Perangkat desa bertugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

1
Diolah dari Buku Tanya Jawab Seputar UU Desa, Kemendesa PDTT, 2015.
46| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

• Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat
atas nama Bupati/Walikota.
• Persyaratan pengangkatan perangkat desa:
– berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat;
– berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;
– terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling
kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
– syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Sebagaimana syarat perangkat desa diatas, rentang umur antara 20 tahun hingga 42
tahun bukanlah masa jabatan perangkat desa, melainkan syarat atau batasan umur
bagi seseorang yang melamar menjadi perangkat desa. Artinya seseorang yang boleh
melamar menjadi perangkat desa ketika berumur antara 20 tahun hingga 42 tahun.
Seseorang yang masih berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 42 tahun, maka
yang bersangkutan tidak boleh mendaftar atau melamar menjadi perangkat desa.
BPD dan Musyawarah Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan institusi demokrasi perwakilan desa,
meskipun ia bukanlah parlemen atau lembaga legislatif seperti DPR. Ada pergeseran
(perubahan) kedudukan BPD dari UU No. 32/2004 ke UU No. 6/2014 (Tabel 1).Menurut
UU No. 32/2004 BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa bersama
pemerintah desa, yang berarti BPD ikut mengatur dan mengambil keputusan desa.Ini
artinya fungsi hukum (legislasi) BPD relatif kuat.Namun UU No. 6/2014 mengeluarkan
(eksklusi) BPD dari unsur penyelenggara pemerintahan dan melemahkan fungsi legislasi
BPD.BPD menjadi lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sekaligus
juga menjalankan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa serta menyelenggarakan musyawarah
desa.Ini berarti bahwa eksklusi BPD dan pelemahan fungsi hukum BPD digantikan
dengan penguatan fungsi politik (representasi, kontrol dan deliberasi).
Secara politik musyawarah desa merupakan perluasan BPD. Pada UU No. 6/2014
tentang Desa, dalam Pasal 1 (ayat 5) disebutkan bahwa Musyawarah Desa atau yang
disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Pengertian
tersebut memberi makna betapa pentingnya kedudukan BPD untuk melaksanakan
fungsi pemerintahan, terutama mengawal berlangsungnya forum permusyawaratan
dalam musyawarah desa.
Tabel 1
Kedudukan dan fungsi BPD menurut UU 32/2004 dan UU 6/2014

No Komponen UU No. 32/2004 UU No. 6/2014

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 47


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1. Definisi BPD Lembaga yang merupakan Lembaga yang melaksanakan fungsi


perwujudan demokrasi dalam pemerintahan yang anggotanya
penyelenggaraan pemerintahan merupakan wakil dari penduduk Desa
desa sebagai unsur penyelenggara berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis
pemerintahan desa

2. Kedudukan Sebagai unsur penyelenggara Sebagai lembaga desa yang terlibat


BPD pemerintahan desa. BPD berwenang melaksanakan fungsi pemerintahan,
dan ikut mengatur dan mengurus tetapi tidak secara penuh ikut mengatur
desa. dan mengurus desa.

3. Fungsi Menetapkan peraturan desa Membahas dan menyepakati Rancangan


hukum bersama Kepala Desa Peraturan Desa bersama Kepala Desa,

4. Fungsi politik BPD sebagai kanal (penyambung)  menampung dan menyalurkan


aspirasi masyarakat dan melakukan aspirasi masyarakat Desa;
pengawasan terhadap pelaksanaan  melakukan pengawasan kinerja
Peraturan Desa (Perdes) dan Kepala Desa
Peraturan Kepala Desa  Menyelenggarakan musyawarah
desa

Kepala Desa dan perangkat desa merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa
yang bekerja setiap hari nonstop dan penuh waktu (full time).Karena itu mereka
memperoleh penghasilan tetap.Sedangkan BPD berbeda dengan DPRD.BPD bersifat
semi-relawan yang tidak bekerja penuh waktu (full time) seperti Pemerintah Desa,
sehingga hak yang diterima adalah tunjangan.
Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai dengan UU Desa pasal 54, Musyawarah Desa wajib diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk mendiskusikan dan memutuskan hal-hal strategis desa.
Ada hal strategis desa yang harus dibahas ketika muncul dan atau dibutuhkan desa
seperti pendirian/pembubaran BUMDesa, pengelolaan/pelepasan/pemberian aset desa,
kerja sama antar desa dan pembahasan RPJMDesa. Ada masalah strategis yang harus
dibahas secara tahunan yaitu menetapkan prioritas belanja desa berdasarkan
kebutuhan masyarakat dan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kegiatan
tahun sebelumnya.Musyawarah desa diselenggarakan BPD dengan sumber pendanaan
dari APBDesa.Musyawarah Desa sangat penting dalam mewujudkan demokrasi
berlandaskan musyawarah (deliberative democracy) dimana keputusan-keputusan
penting menyangkut kehidupan warga desa tidak hanya diputuskan oleh pemerintah
desa melainkan oleh seluruh komponen masyarakat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) lebih teknis, yaitu
menindaklanjuti prioritas belanja yang telah ditetapkan oleh Musyawarah Desa menjadi
lebih rinci seperti perhitungan teknis, rencana anggaran biaya dan jadwal pelaksanaan
kegiatan. Karena itu Musrenbangdes merupakan domain pemerintahan desa (kepala
dan perangkat desa), tentu saja dalam proses musrenbangdes pemerintahan desa tetap
melibatkan BPD dan perwakilan kelompok masyarakat untuk menjamin mandat
Musyawarah Desa diimplementasikan dalam perencanaan yang lebih teknis.
Sebelum UU 6/2014, Musrenbangdes dilaksanakan untuk menjaring aspirasi
masyarakat desa terhadap pembangunan/pelayanan yang akan diselenggarakan oleh
48| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ini dilakukan karena desa dianggap tidak
memiliki sumber daya untuk pembangunannya, sehingga pembangunan akan
dilakukan oleh SKPD. Dengan kata lain desa dilihat sebagai pengusul dan penerima
manfaat pembangunan.
UU Desa mengalokasikan sumber daya keuangan ke desa berdasarkan prinsip
pengakuan dan subsidiaritas.Dan MusDes merupakan kegiatan tahunan bertujuan
untuk menetapkan prioritas belanja desa. Dengan demikian, musdes akan efektif jika
seluruh sumber pendanaan yang signifikant bagi desa telah diketahui oleh desa yaitu
setelah RKP (nasional) dan RKPD/KUA PPAS (daerah) ditetapkan sebelum bulan juni.
Berdasarkan kedua informasi tersebut maka perkiraan dana yang akan diperoleh desa
bisa diketahui/diinformasikan kepada desa.
Tentu saja desa dapat mengusulkan program/kegiatan kepada SKPD. Unsulan program
tersebut dipisahkan dari program/kegiatan yang menjadi kewenangan desa dan akan
disampaikan oleh Desa dalam forum Musrenbang Kecamatan/Kabupaten yang
diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota.
Peran BPD dalam Musyawarah Desa
BPD bertanggung jawab menyelenggarakan musyawarah desa. Tanggung jawab itu
mencakup tahap persiapan, pelaksanaan dan pasca musdes:
a. Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompok-
kelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat
(kelompoknya) secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah yang akan
menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja desa. BPD bersama
masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan yang
dijadikan bahan pembahasan Musyawarah Desa.

b. Tahap pelaksanaan, BPD memimpin penyelenggaraan musyawarah desa.

c. Tahap pasca musdes, BPD memastikan prioritas belanja yang ditetapkan


musdes dan rekomendasi berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya dilaksanakan
oleh pemerintahan desa.

Musyawarah desa melibatkan masyarakat yang diwakili oleh perwakilan kelompok dan
tokoh masyarakat.Kelompok merujuk pada kelompok-kelompok sosial yang ada di
desa, bisa formal maupun informal mencakup kelompok tani, kelompok perempuan,
kelompok nelayan, dll.Tokoh merujuk pada individu yang memiliki pandangan yang
perlu diperhatikan demi kemajuan desa seperti tokoh pendidikan, tokoh keagamaan,
tokoh adat, kader pemberdayaan desa dll.Dengan pengertian di atas, memang ada
resiko bahwa musyawarah desa akhirnya dapat dibajak oleh kelompok elit desa.
Karena itu, adalah tugas BPD dan fasilitator pendamping desa untuk menjamin
kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan secara sosial dan budaya, seperti
perempuan, anak-anak dan berkebutuhan khusus tidak tertampung kepentingannya
dalam musyarawah desa. Ada dua cara untuk menjamin ini terjadi. Pertama, melibatkan
kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam musyawarah desa, baik dalam
penilaian kebutuhan maupun dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 49


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

pelaksanaan musyawarah. Kedua, kalau ada keterbatasan kelompok miskin terlibat


dalam proses –karena keterbatasan akses, kapasitas dan apatisme- maka BPD dan
faslitator harus memperjuangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan kelompok
miskin dan terpinggirkan. Ini dapat memanfaatkan serangkaian metode dan alat untuk
menjadikan prioritas belanja lebih berpihak pada peningkatan kesejahteraan kelompok
miskin dan terpinggirkan[. ]

50| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Bahan Bacaan

3.2 Musyawarah Desa

a. Pengertian Musyawarah Desa

Istilah musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab
yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan
sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern
tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”,
“kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata Musyawarah menurut bahasa
berarti "berunding" dan "berembuk".Pengertian musyarawarah menurut istilah
adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan
keputusan yang terbaik.Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama
yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah.Cara pengambilan
keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.

Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk


mengambil keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis.Menempatkan
Musyawarah Desa sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi
dimaksudkan untukmengedepankan Musyawarah Desa yang menjadi
mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.Dengan demikian, perhatian
khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian integral terhadap
kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.
b. Dasar Pemikiran Muswarah Desa

Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang


berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat
lokal Indonesia.Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan
dikenal di tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa)
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 51
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

yang ada di Jawa.Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap
memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan
masyarakat dapat terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di
masyarakat.

Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat


seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah
di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi
musyawarah masa lalu cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum
miskin dan kelompk rentan lainnya.

c. Tujuan Muswarah Desa

Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam


pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut
pandang.Melalui musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan
standar dan persepsi seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan
musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat pendapat,
pemikiran dan ilmu dari para peserta. Musyawarah desa dilakukan untuk
memperoleh kesepakatan bersama sehinggakeputusan yang akhirnya diambil
bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta dengan penuh rasa tanggung
jawab.Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self governing community
(SGC) direpresentasikan oleh Musyawarah Desa.

d. Prinsip-Prinsip Muswarah Desa

1) Partisipatif

Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan dan


pengambilan keputusan strategis Desa.Partisipasi dilaksanakan tanpa
memandang perbedaan gender (laki-laki/perempuan), tingkat ekonomi
(miskin/kaya), status sosial (tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam
Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi tersebut dijamin sampai dalam
tingkat yang sangat teknis.

2) Demokratis

Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan


keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak
dan kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan
sarannya terkait pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di
desa.Musyawarah desa merupakan representasi keterwakilan masyarakat
dalam penentuan kebijakan pembangunan di desa.Musyawarah
mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan sosial
yang lebih harmonis.
52| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

3) Transparan

Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung


demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus
mengetahui apa yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan
keputusan di desa. Prinsip transparan berarti tidak ada yang disembunyikan
dari masyarakat Desa, kemudahan dalam mengakses informasi,
memberikan informasi secara benar, baik dalam hal materi
permusyawaratan.

4) Akuntabel

Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus


dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis,
administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau
yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa.

e. Hak dan Kewajiban Masyarakat

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya


mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat
strategis, pengawasan dan perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi.
Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam penyusunan
kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong terciptanya situasi yang
aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa.
Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah. Secara ringkas dapat
digambarkan pada bagan berikut:

f. Karakteristik Musyawarah Desa

Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu:

Pertama, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif.Artinya seluruh


elemen desa merupakan asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan,
kekeluargaan dan gotongroyong.Mereka membangun aksi kolektif untuk
kepentingan desa.Kekuatan asosiatif ini juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil
yang berhadapan dengan negara dan modal.

Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi


untuk semua.Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran,
golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal
startegis di desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 53


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif.Artinya


Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi
atau musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama.

Keempat, Musyawarah Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya


Musyawarah Desa dapat menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi
negara, modal atau pihak lain yang merugikan desa dan masyarakat.

g. Manfaat Muswarah Desa

Berikut diuraikan beberapa manfaat dari sebuah musyawarah desa, diantaranya:

1) Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)

2) Masalah dapat segera terpecahkan

3) Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan

4) Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak

5) Dapat menyatukan pendapat yang berbeda

6) Adanya kebersamaan

7) Dapat mengambil kesimpulan yang benar

8) Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan

9) Menghindari celaan

10) Menciptakan stabilitas emosi

h. Tata Tertib Musyawarah Desa

Beberapa unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah


Desa, yaitu peserta, undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai
berikut:

54| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1) Pimpinan Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa


berjalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib
Musyawarah Desa.

2) Pendamping Desa

Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang


berasal dari satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping
profesional dan/atau pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi
jalannya Musyawarah Desa.

Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat


memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang
dimusyawarahkan.Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:

(1)Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok


pembicaraan;

(2)Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang


sudah menyimpang dari pokok pembicaraan;

(3)Membantu mencarikan jalan keluar; dan

(4)Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta


yang dapat berakibat pada tindakan melawan hukum.

3) Undangan, Peninjau dan Wartawan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 55


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:

(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah
Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan

(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.

Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan


pimpinan Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam
pengambilan keputusan Musyawarah Desa.Undangan disediakan
tempat tersendiri.Undangan harus menaati tata tertib Musyawarah
Desa.

Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah


Desa tanpa undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa.

4) Pengaturan Pembicaraan

Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang


dari pokok pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis.Apabila
peserta menurut pendapat pimpinan Musyawarah Desa menyimpang
dari pokok pembicaraan, kepada yang bersangkutan oleh pimpinan
Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya pembicara
kembali kepada pokok pembicaraan.

5) Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib


musyawarah tetap dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan.
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta agar undangan, peninjau,
dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban Musyawarah Desa
meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak
diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang
musyawarah atas perintah pimpinan Musyawarah Desa.

6) Menutup dan Menunda Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara


musyawarah apabila terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat
mengganggu kelancaran musyawarah. Lamanya penundaan acara
musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.

7) Risalah, Catatan dan Laporan Singkat

Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan


dan laporan singkat Musyawarah Desa.Sekretaris Musyawarah Desa
56| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

menyusun risalah untukdibagikan kepada peserta dan pihak yang


bersangkutan setelah acara Musyawarah Desa selesai.Risalah
Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui media
komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat
desa.

8) Penutupan Acara Musyawarah Desa

Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah


Desa.Penutupan dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih
dahulu dilakukan penyampaian catatan sementara dan laporan singkat
hasil Musyawarah Desa.Sekretaris Musyawarah Desa menyampaikan
catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.Apabila
seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam
Musyawarah Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat,
catatan sementara diubah menjadi catatan tetap dan laporan singkat
ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa.Catatan tetap dan laporan
singkat ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa, sekretaris
Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta
Musyawarah Desa.Selanjutnya jika sudah dicapai keputusan
Musyawarah Desa, pimpinan Musyawarah Desa menutup secara resmi
acara Musyawarah Desa.

i. Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa

Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme


Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan
keputusan dalam Musyawarah Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara pengambilan keputusan tidak
terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

a. Keputusan Berdasarkan Mufakat

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah peserta


yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan,
pendapat dan saran, kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh
seluruh peserta musyawarah.

b. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak

Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan


berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian
sebagian peserta Musyawarah Desa yang tidak dapat dipertemukan lagi
dengan pendirian peserta Musyawarah Desa yang lain.

c. Pemungutan Suara

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 57


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil


dalam Musyawarah Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1
(satu) orang dari jumlah peserta yang hadir.Jika dalam keputusan tidak
tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara, diupayakan agar
ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.

d. Berita Acara Penetapan Keputusan

Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah


untuk mencapai mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat
mengikat bagi semua pihak yang terkait dalam pengambilan
keputusan.Hasil keputusan Musyawarah Desa dituangkan dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa,
Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta Musyawarah Desa.

e. Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa

Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya


menindaklanjti hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama atas
kesepakatan yang dibuat.Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk
kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah
dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa
dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa.

f. Penyelesaian Perselisihan

Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau


kesepakatan para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau
musyawarah secara intensif.Demikian halnya dalam Musyawarah
Desa.Apabila terjadi perselisihan, maka perlu ditemukan jalan keluarnya
dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat kebersamaan dan
kekeluargaan[.]

58| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 4
PEMBANGUNAN DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 59


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
4.1 Dimensi pembangunan Desa
(TTG,PSD,Teknik,PED,PP,PMD)

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan makna hakiki pembangunan desa;

2. Menyebutkan berbagai dimensi pembangunan desa


(modal sosial, kesehatan, pendidikan, permukiman, ekologi dan
ekonomi);

3. Menguraikan dengan contoh-contoh program dalam


mengimplementasikan berbagai dimensi tersebut.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Ceramah, curah pendapat, penugasan kelompok, presentasi.

Media
Bahan tayang, cerita kasus

60| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Spidol, laptop, dan LCD
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Dimensi Pembangunan desa”.

2. Ajak bebarapa peserta untuk berbagi cerita (sharing) tentang


pengalaman atau pengamatan peserta dalam perencanaan
pembangunan desa. Pertanyaan berikut bisa dijadikan panduan
berbagi cerita.
Apakah perencanaan tersebut sudah sesuai dengan tujuan
pembanguan desa?
Dimensi apa saja yang belum mendapat perhatian di dalam
rencana pembangunan desa?

3. Berikan tanggapan terhadap jawaban peserta, kemudian


berikan penjelasan dengan menggunakan media tayang mengenai:
Pengertian pembangunan dan tujuan pembangunan desa.
Dimensi-dimensi dalam pembangunan desa.
Indeks Desa Membangun (IDM).

4. Bagi peserta kedalam 6 kelompok, untuk mendiskusikan


contoh kegiatan pembanguan terkait dengan dimensi pembangunan
desa (modal sosial, kesehatan, pendidikan, permukiman, ekologi dan
ekonomi). Tiap kelompok mendapat tugas mendiskusikan minimal 2
dimensi pembangunan desa.
5. Fasilitasi diskusi pleno untuk pendalaman temuan diskusi
kelompok di atas dan beri tanggapan.
6. Akhiri sesi dengan penegasan bahwa pembangunan desa harus
dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Desa (RPJMDes,
RKPDes, dan APBDes).

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 61


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
4.2 Evaluasi Perencanaan Dan
Penganggaran Pembangunan
Desa (RPJM Des, RKP Des, APBDes)

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan berbagai isu yang muncul dalam
perencanaan dan penganggaran pembangunan desa;

2. Menjelaskan berbagai tantangan/ hambatan dalam


perencanaan desa (RPJM Desa dan RKP Desa);

3. Menjelaskan berbagai tantangan/ hambatan dalam


penganggaran desa (APBDes);

4. Memfasilitasi Tim Kecamatan (CAMAT) dalam melakukan


evaluasi perencanaan pembangunan desa.

Waktu
12 JP (540 menit)

Metode
Curah pendapat, penugasan kelompok, testimoni, simulasi

Media
62| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Format evaluasi dokumen perencanaan dan penganggaran, Lembar


kerja, media fasilitasi.

Alat Bantu
Dokumen-dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa, Spidol, laptop,
dan LCD.

Proses Penyajian
Kegiatan 1 : Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang akan
disampaikan;
Kegiatan 2: Curah pendapat menguraikan Isu-isu Perencanaan dan
Penganggaran
2. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang
perencanaan dan penganggaran pembangunan Desa;

3. Bagikan kertas metaplan kepada setiap peserta. Minta peserta


menuliskan isu-isu yang muncul dalam perencanaan dan
penganggaran pembangunan Desa;

4. Pandu peserta mengelompokkan isu-isu yang muncul;

5. Berikan penegasan.

Kegiatan 3: Curah pendapat tentang prinsip-prinsip perencanaan

6. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang prinsip-


prinsip perencanaan pembangunan Desa;

7. Pandu peserta merumuskan prinsip-prinsip perencanaan


pembangunan Desa (Media Fasilitasi 4.2.1);

Kegiatan 4: Curah pendapat tentang dokumen Perencanaan

8. Minta peserta menjelaskan tentang dokumen perencanaan;

9. Berikan penegasan.

Kegiatan 5: Diskusi kelompok tentang tahap Penyusunan


Perencanaan

10. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

11. Bagikan Lembar Kerja 4.2.1 dan minta kepada setiap kelompok
mendiskusikannya;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 63


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

12. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya


dan kelompok lain menanggapi;

13. Berikan penegasan (Media Fasilitasi 4.2.2).

Kegiatan 6: Diskusi kelompok tentang identifikasi tantangan dan


hambatan dalam perencanaan dan penganggaran.

14. Minta kelompok sebelumnya untuk berdiskusi (gunakan


Lembar Kerja 4.2.2);

15. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya


dan kelompok lain menanggapi;

16. Berikan penegasan.

Kegiatan 7: Curah pendapat peran Kecamatan

17. Minta peserta menjelaskan tentang peran Kecamatan dalam


proses penyusunan perencanaan pembangunan desa;

18. Berikan penegasan tentang peran Kecamatan;

Kegiatan 8: Penugasan kelompok evaluasi dokumen

19. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

20. Bagikan dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa kepada
setiap kelompok;

21. Minta setiap kelompok melakukan evaluasi dokumen dimaksud


(gunakan Lembar Kerja 4.2.3)

22. Minta kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil


kerja kelompoknya;

23. Memberikan kesempatan kepada kelompok lain menanggapi;

24. Berikan penegasan (Media Fasilitasi 4.2.3. a, b dan c).

Kegiatan 9: Menutup Sesi

25. Sebelum sesi diakhiri, tutup dengan penegasan serta


rangkuman atas (1) isu perencanaan, (2) prinsip perencanaan, (3)
tahapan perencanaan, (4) tantangan dan hambatan dalam
perencanaan dan penganggaran, (5) peran kecamatan, dan (6) aspek-
aspek kritis dalam evaluasi dokumen.

64| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

MEDIA FASILITASI
Media Fasilitasi 4.2.1

PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

1. Belajar dari pengalaman dan menghargai perbedaan,


2. Berorientasi pada tujuan praktis dan strategis
3. Keberlanjutan
4. Penggalianinformasidesa dengan sumber utama dari masyarakat desa
5. Partisipatif dan demokratis
6. Pemberdayaan dan kaderisasi,
7. Berbasis kekuatan
8. Keswadayaan
9. Keterbukaan dan pertanggungjawaban

Media Fasilitasi 4.2.2 (Tahap Penyusunan Perencanaan)

No Kegiatan Perencanaan Tahap Langkah Kegiatan Output Pelaku

1 Penyusunan RPJM Desa a) Penyelarasan arah kebijakan perencanaan


pembangunan kabupaten/ kota
b)Pengkajian keadaan desa
c) Musyawarah Desa Penyusunan Rencana
Pembangunan Desa
d)Penyusunan Rancangan RPJMDesa
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa –
menyepakati rancangan RPJM Desa

2 Penyusunan RKP Desa 1) Penyusunan perencanaan pembangunan desa


melalui Musdes,
2) Pembentukan tim penyusunan RKP Desa,
3) Pencermatan pagu indikatif Desa dan
penyelarasan program/kegiatan masuk ke Desa
4) Pencermatan ulang dokumen RPJM Desa
5) Penyusunan rancangan RKP Desa dan
rancangan daftar usulan RKP Desa
6) Penyusunan RKP Desa melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa
7) Penetapan RKP Desa
8) Perubahan RKP Desa
9) Pengajuan daftar usulan RKP Desa

3 Penyusunan APB Desa

Media Fasilitasi 4.2.3.a. (RPJM Desa)

No Bab Cakupan Hal-Hal yang Pokok-Pokok Materi


Materi perlu dicermati
1 I 1.1. Latar Sudah/Belum Pokok-pokok pikiran:

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 65


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

PENDAHULUAN Belakang mengaitkan dengan  Memenuhi dan/atau


perubahan menyesuaikan dengan
peraturan/Regulasi: ketentuan peraturan
UU No. 6/2014 dan
perundang-undangan yang
Peraturan turunannya
terbaru.
(PP 43, Permendagri
111,113, dan 114,  Perencanaan pembangunan
Permendesa 1/2015, … Desa sebagai sarana penting
untuk mewujudkan
pembangunan Desa yang
tepat, efektif, terencana, dan
terukur.

1.2. Dasar Sudah/Belum Mencantumkan


mencantumkan  UU No. 6/2014
Hukum
Peraturan (UU, PP,  PP 43, 60
Permen, dan Perda)  Permendagri 111,113,
baru yang terkait dan 114,
 Permendesa 1/2015, …

1.3. Maksud Dan Jelas/Rancu antara Menegaskan rumusan Maksud


Maksud dan tujuan dan Tujuan dari Penyusunan
Tujuan
penyusunan dokumen dokumen RPJM Desa
RPJM Desa dengan
Maksud dan tujuan
RPJM Desa
1.4. Proses Sudah/Belum Menegaskan pencantuman
mencantumkan langkah/tahap:
Penyusunan
Ketentuan dan  Persiapan (Pembentukan
langkah-tahap Tim Penyusun)
kegiatan  PKD
 Penyusunan naskah
Rancangan
 Musdes

2 II 2.1. Sejarah Sudah/Belum Menambahkan/mencantumkan


KONDISI UMUM Desa mencantumkan informasi tentang peristiwa-
DESA peristiwa-peristiwa peristiwa penting yang pernah
penting yang pernah terjadi
terjadi

2.2. Kondisi Sudah/belum memadai Menambahkan/mencantumkan


Desa pemaparan tentang informasi tentang kondisi sosial-
kondisi sosial – budaya budaya masyarakat
masyarakat
2.3. Kondisi 1. Sudah/Belum 1. Penyesuaian struktur
Pemerintahan menyesuaikan organisasi pemerintahan
Desa struktur Desa sesuai UU No. 6/2014
pemerintahan dan peraturan perundangan
Desa dengan turunannya.
peraturan yang 2. Menyajikan data dan
baru informasi tentang kondisi
2. Sudah/Belum sarana dan prasarana

66| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

menyajikan pemerintahan Desa


informasi tentang (kantor,dll), hari
“syarat minimum” kerja/pelayanan
bagi 3. Menyajikan informasi
penyelenggaraan tentang penggunaan
pemerintahan computer, jaringan internet,
Desa yang baik dalam penyelenggaraan
3. Sudah/Belum pemerintahan
menyajikan
informasi tentang
“moderenisasi”
pengelolaan
kegiatan
pemerintahan
Desa

3 III 3.1. Aset Sudah/Belum Menyajikan data hasil


ASET, POTENSI, menyajikan data dan pendataan/inventarisasi asset
DAN informasi tentang aset yang dimiliki
PERMASALAHAN
3.2. Potensi Sudah/Belum Menambahkan data potensi:
mencantumkan potensi  Ekonomi
ekonomi dan sosial-  Sosial budaya
budaya
3.3. Sudah/Belum Menambahkan datan tentang
Permasalahan mencantumkan data permasalahan
permasalahan sosial-  Sosial (Pelayanan dasar)
budaya, lingkungan.  Ekonomi
 Lingkungan

4 IV 4.1. Visi dan Misi 1. Apakah rumusan 1. Visi:


POKOK-POKOK visi realistis dan Harus realistis untuk
RENCANA terukur? diwujudkan dalam rentang
PEMBANGUNAN 2. Apakah rumusan waktu 6 tahun
JANGKA 2. Misi:
misi sudah
MENENGAH Mencakup dan menjadi
mewakili dan
DESA
mencerminkan orientasi kegiatan sesuai
kebutuhan empat Bidang Pembangunan Desa:
bidang
 Pemerintahan
 Pembangunan
pembangunan
 Pemberdayaan
Desa?
masyarakat
 Pembinaan
kemasyarakatan

4.2. Gambaran
KOndisi Desa
yang diharapkan

4.3. Kebijakan Jelas/Rancu rumusan Merumuskan secara jelas:


dan Strategi Kebijakan dan Strategi? 1. Arah kebijakan:
Pembangunan
Desa
2. Strategi/cara mencapai

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 67


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

mewujudkan rencana,
menekankan pada:
 Efektivitas dan efisiensi
 Keswadayaan masyarakat
 …………………

4.4. Program 1. Apakah Memastikan:


Prioritas, program prioritas  Program prioritas
Sasaran, dan sudah mengcover mencakup empat bidang
Target Capaian pembangunan Desa
empat bidang
pembangunan  Mengelompokkan
Desa? kegiatan sesuai Program dan
2. Apakah sub program
program prioritas  Merumuskan Target
diurai dalam sub capaian yang terukur
program yang
sesuai?
3. Sudah/Belum
mencantumkan
target capaian
sesuai kurun
waktu pelaksanaan
RPJM Desa?

5 V Kondisi dan Sudah/Belum Menegaskan pesan-pesan pokok:


PENUTUP syarat menegaskan pesan  Partisipasi efektif warga
pencapaian tentang kondisi/syarat  Transparansi dan
pencapaian RPJM Desa akuntabilitas
 Sosialisasi

6 LAMPIRAN Dokumen Dokumen administratif:


administratif  Pembentukan Tim Penyusun
 Peaksanaan Musdes
Perencanaan Pembangunan
Desa/Penyusunan RPJM
Desa
 Penetapan Rancangan RPJM
Desa menjadi Perdes
tentang RPJM Desa

Dokumen hasil Melengkapi:


PKD  Peta sosial Desa
 Data inventarisasi asset
 Data inventarisasi
potensi
 Data hasil identifikasi
masalah
 …………………..

68| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Media Fasilitasi 4.2.3.b. (RKP Desa)

Hal-Hal yang perlu


No Aspek Uraian Pokok-Pokok Materi
dicermati
1 Legalisasi/ • Penomoran
Perdes • Konsideran
• Redaksi
Kesepakatan
Bersama BPD
dan Kades
• Batang tubuh
• Waktu
penetapan
• dst

2 Naskah Bab I
Bab II

Media Fasilitasi 4.2.3.c. (APB Desa)

Hal-Hal yang perlu


No Aspek Fokus
dicermat
1 Perdes • Penomoran
• Konsideran
• Redaksi Kesepakatan Bersama BPD dan
Kades
• Batang tubuh

2 Format • Kode Rekening • Penulisan kode


• Uraian rekening sesuai digit
• Penulisan angka pada kolom anggaran • Nomenklatur
• Pengisian kolom keterangan pendapatan, belanja,
pembiayaan sesuai
ketentuan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 69


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

LEMBAR KERJA

Lembar Kerja 4.2.1 (Tahap Penyusunan Perencanaan)

No Kegiatan Tahap Langkah Output Pelaku


Perencanaan Kegiatan

1 Penyusunan RPJM
Desa

2 Penyusunan RKP
Desa

3 Penyusunan APB
Desa

Lembar Kerja 4.2.2 (Tantangan & Hambatan Perencanaan)

No Kegiatan Tantangan Hambatan

1 Penyusunan RPJM Desa

2 Penyusunan RKP Desa

3 Penyusunan APB Desa

Lembar Kerja 4.2.3

Dokumen Fokus Evaluasi Hasil Saran/Masukan/Rekomendasi


Evaluasi
1. RPJM
Desa

2. RKP
Desa

3. APB
Desa

70| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

PB Bahan Bacaan

4 PEMBANGUNAN DESA

RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA

Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,
dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke Desa;
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan
Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
i. pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 71


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah


Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
a. mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
b. menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
c. membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang
dibutuhkan.
Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
a. kepala Desa selaku pembina;
b. sekretaris Desa selaku ketua;
c. ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
d. anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
(i) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke desa;
(ii) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
(iii) penyusunan rancangan RKP Desa; dan
(iv) penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.
Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut:
a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan
Program/Kegiatan Masuk ke Desa.
Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu
indikatif Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa. Data dan
informasi diterima kepala Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap
tahun berjalan.
Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi:
 rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;
 rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
 rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota; dan
 rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.
b. Pencermatan Ulang RPJM Desa
72| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan
pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana
tercantum dalam dokumen RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim
penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.
c. Penyusunan Rencana RKP Desa
Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:
1. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
2. pagu indikatif Desa;
3. pendapatan asli Desa;
4. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota;
5. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
6. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
7. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
8. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri
rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana
Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para
kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim
verifikasi.
Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan
prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP
Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim
penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara
tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan
RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim
penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang
didanai:
a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota.
d. Perubahan RKP Desa

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 73


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

RKP Desa dapat diubah dalam hal:


a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan penyepakatan
perubahan RKP Desa. Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan
Desa disesuaikan dengan terjadinya peristiwa khusus dan/atau terjadinya
perubahan mendasar.
Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditetapkan
dengan peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagai dasar dalam
penyusunan perubahan APB Desa.
e. Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa
Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/walikota melalui
camat. Penyampaian daftar usulan RKP Desa aling lambat 31 Desember tahun
berjalan. Daftar usulan RKP Desa menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah
perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota.
Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil
pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi tentang hasil pembahasan daftar
usulan RKP Desa diterima oleh pemerintah Desa setelah diselenggarakannya
musyawarah perencanaan pembangunan di kecamatan pada tahun anggaran
berikutnya.Informasi diterima pemerintah desa paling lambat bulan Juli tahun
anggaran berikutnya

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA


Dalam perencanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa melaksanakan tahapan
yang meliputi: penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM
Desa); dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa,
ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan
Kepala Desa. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun
berjalan.
Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan
pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Langkah-Langkah Penyusunan RPJM Desa
Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan mengikutsertakan
unsur masyarakat Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas program dan kegiatan
kabupaten/kota.
74| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:


 pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
 penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota;
 pengkajian keadaan Desa;
 penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
 penyusunan rancangan RPJM Desa;
 penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan Desa; dan
 penetapan RPJM Desa.
1.Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa
Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa, yang terdiri dari:
 kepala Desa selaku pembina;
 sekretaris Desa selaku ketua;
 ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
 anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat lainnya. Jumlah
anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak
11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan perempuan.
Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim penyusun
RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah kebijakan
pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan rancangan
RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2.Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-
bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau
mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.
Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
 rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
 rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
 rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
 rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
 rencana pembangunan kawasan perdesaan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 75


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

3. Pengkajian Keadaan Desa


Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam rangka
mempertimbangkan kondisi objektif Desa. Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan
sebagai berikut:
 penyelarasan data Desa;
 penggalian gagasan masyarakat; dan
 penyuunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.
Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.
4.Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa
Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa berdasarkan
laporan hasil pengkajian keadaan desa.Musyawarah Desa, membahas dan menyepakati
sebagai berikut:
 laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
 rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi
kepala Desa; dan
 rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
5.Penyusunan Rancangan RPJM Desa
Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita acara
sebagaimana dimaksud di atas. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format
rancangan RPJM Desa.Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil
penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa.
Berita acara rancangan RPJM Desa disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada
kepala Desa. Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah
disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan
berdasarkan arahan kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan
RPJM Desa. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa, maka
langsung dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
6.Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang
diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa.Musyawarah per-
encanaan pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan
Desa, dan unsur masyarakat. Unsurmasyarakat terdiri atas: tokoh adat; tokoh
agama;tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; perwakilan
kelompok nelayan; perwakilan kelompok perajin; perwakilan kelompok perempuan;
perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan perwakilan kelompok
76| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah perencanaan


pembangunan Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat setempat.
Musyawarah perencanaan pembangunan Desa membahas dan menyepakati rancangan
RPJM Desa.Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditu-
angkan dalam berita acara.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 77


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

7.Penetapan dan perubahan RPJM Desa


Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen
rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pem-
bangunan Desa.Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran rancangan peraturan Desa
tentang RPJM Desa. Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang RPJM
Desa.Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati bersama
oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
 terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
 terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

78| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 5
PERATURAN BERSAMA
KEPALA DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 79


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
5.1 Pokok-Pokok Kerjasama
Antar Desa

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pokok-pokok kebijakan kerjasama antar Desa;

2. Menguraikan langkah-langkah membangun kerjasama antar


Desa.

Waktu
45 menit (1 JP)

Metode
Ceramah, curah pendapat

Media
Bahan tayang

80| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian

Kegiatan 1 : Pokok-Pokok Kerjasama Antar Desa.


1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari Sub
Pokok Bahasan “Pokok-Pokok Kerjasama Antar Desa”.

2. Ajaklah peserta merefleksikan kegiatan kerjasama antar desa


yang pernah mereka ketahui. Kegiatan ini dilakukan dengan curah
pendapat dengan meminta 2-3 orang mengungkapkan
pengalamannya.

3. Selanjutnya lakukan tanya tentang jawab mengenai pokok-


pokok kerjasama antar desa, dengan mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:

Mengapa perlu kerjasama antar Desa?

Potensi atau bidang apa saja yang dapat ditingkatkan dengan


kerjasama antar desa?

Apa landasan hukum kerjasama antar Desa?

4. Berikan kesempatan bagi peserta untuk berpendapat dan


kemudian berikan tanggapan singkat.

5. Selanjutnya tayangkan pokok-pokok kebijakan kerjasama antar


Desa (Bahan Tayang : slide 1-8), dan berikan kesempatan peserta
untuk sediakan waktu secukupnya untuk tanya jawab.

Kegiatan 2: Langkah-Langkah Membangun Kerjasama Antar Desa.


6. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai dalam
pembahasan topik “Langkah-Langkah Membangun Kerjasama Antar
Desa”, dengan mengkaitkan hasil pembahasan sebelumnya.

7. Membagi peserta dalam 5 kelompok secara acak, dan kemudian


setiap kelopk diberi 1 amplop yang terdiri dari dari 5 kalimat sebagai
berikut:

• Ada tujuan dan kepentingan yang sama;

• Musyawarah Desa

• Menetapkan Delegasi Desa

• Membicarakan kerja sama dalam BKAD

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 81


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

• Mempersiapkan tahap-tahap teknis penyusunan peraturan


bersama Kepala Desa

8. Tugaskan kelompok untuk menyusun kalimat dalam amplop


tersebut menjadi urutan langkah-langkah membangun kerjasama
antar desa dalam waktu 5 menit. Kelompok yang sudah selesai boleh
mengungkapkan pendapatnya atas hasil pekerjaan mereka.

9. Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasil


kerjanya dan kemudian pilih 1 kelompok yang berhasil mengerjakan
dengan benar untuk menjelaskan langkah-langkah membangun
kerjasama antar desa.

10. Pelatih memberikan tanggapan disertai tayangan slide


mengenai Langkah–langkah membangun kerjasama antar desa. Akhiri
dengan penegasan bahwakerjasama antar desa perlu dilakukan untuk
mengoptimalkan potensi desa bagi kesejahteraan masyarakat desa,
namun perlu didasarkan atas Musyawarah Desa?

82| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Teknik Fasilitasi Peraturan


Bersama Kepala Desa
5.2

Tujuan
Setelah sesi ini, peserta dapat:
1. Menyusun strategi fasilitasi penyusunan peraturan bersama
kepala Desa;

2. Mempraktikkan penyusunan peraturan bersama kepala Desa.

Waktu
180 menit (4 JP)

Metode
Curah pendapat, simulasi, umpan balik, studi kasus

Media
Lembar simulasi, lembar umpan balik, lembar kasus.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 83


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan Bersama
Kepala Desa (30 menit)
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari Sub
Pokok Bahasan “Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama Kepala Desa”.
Sampaikan kepada peserta proses yang akan dilalui dalam sesi ini
terdiri dari dua bagian, yaitu (i) strategi fasilitasi penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa, dan (ii) praktek/simulasi Penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa.

2. Tanyakan apakah di antara peserta ada yang memiliki


pengalaman terlibat dalam proses penyusunan peraturan bersama
kepala Desa. Apabila ada, persilahkan salah seorang di antara mereka
untuk membagi pengalaman secara singkat mengenai:

a. Bagaimana tahapan penyusunan Peraturan Bersama Kepala


Desa?

b. Apa saja yang harus dipersiapkan dalam setiap tahap


penyusunan tersebut? Dan siapa saja yang terlibat dalam
persiapan setiap tahap penyusunan?

3. Berikan tanggapan singkat terhadap pendapat peserta dan


kemudian berikan penjelasan singkat dengan menggunakan media
tayang tentang kelengkapan dan tahapan penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa.

Kegiatan 2: Simulasi Praktik Penyusunan Peraturan Bersama


Kepala Desa (150 menit) – perlu ada lembar informasi tentang
peraturan bersama yang akan dibuat, peran yang akan
dimainkan; pemberitahuan simulasi disampaikan sejak di
perkenalan.
4. Jelaskan kegiatan yang akan disimulasikan dari setiap tahapan
penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa berdasarkan pembagian
tugas tim, sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya.

 Tahap Perencanaan akan disimulasikan melalui kegiatan


Musyawarah Desa untuk mendapatkan rekomendasi masyarakat
untuk penyusunan rancangan Peraturan Bersama.

 Tahap Penyusunan disimulasikan melalui dua kegiatan, (i)


mengkonsultasikan rancangan Peraturan Bersama kepada

84| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

masyarakat, (ii) mengkonsultasikan rancangan Peraturan Bersama


kepada Camat.

5. Beri kesempatan setiap kelompok untuk melakukan simulasi


selama masing-masing 30 menit.

6. Setelah masing-masing kelompok selesai praktik simulasi,


lakukan refleksi bersama terkait apa yang sudah baik dan apa yang
harus ditingkatkan dari simulasi tadi.

7. Berikan penegasan tentang titik-titik kritis dari setiap tahapan


dalam penyusunan peraturan bersama kepala Desa yang harus
diantisipasi oleh Pendamping Desa dalam fasilitasi penyusunan
peraturan bersama kepala Desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 85


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bahan Bacaan
PB
Peraturan Bersama Kepala
5
Desa

PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA


Jalan Menuju Kemajuan Bersama-Sama

Pengantar
Sebagaimana berlaku bagi manusia, kerjasama antar-Desa tidak terelakkan. Setiap
pakaian yang dikenakan seseorang, kendaraan, makanan, dan keperluan hidup yang
lain umumnya dibuat oleh orang lain. Bilapun seseorang mampu menciptakan sesuatu,
tidak akan semua hal dapat ia penuhi sendiri. Demikian pula dengan Desa. Disadari
atau tidak, Desa selalu terkait dengan Desa lain. Terkadang satu sumber kehidupan, air
misalnya, yang terletak di sebuah Desa juga dikonsumsi oleh penduduk Desa
tetangganya. Irigasi yang mengaliri sawah ke sebuah Desa melintasi sawah Desa-desa
tetangganya. Dan seterusnya.
Keterkaitan-keterkaitan tersebut merupakan potensi objek kerjasama antar-Desa. UU
No. 6/2014 tentang Desa telah memastikan peraturan perundangan tentang kerjasama
antar Desa yang telah diatur sebelumnya. Kerjasama antar-Desa diatur lebih lanjut
dalam PP No. 43/2014 dan PP No. 47/2015, Permendesa PDTT No. 2/2015. Untuk
memberi jaminan dan perlindungan hukum, kerjasama antar-Desa selanjutnya perlu
diatur melalui Peraturan Bersama Kepala Desa yang teknis penyusunannya diatur
melalui Permendagri No. 111/2014.
Melalui kerjasama antar-DesaMelalui UU Desa, dipastikan bahwa orientasi atau tujuan
dasar dari kerjasama antar-Desa adalah untuk mengangkat kesejahteraan dan
kemandirian Desa menjadi kesejahteraan dan kemandirian kawasan perdesaan.
Kesejahteraan dan kemandirian tersebut, diperuntukkan bagi seluruh penduduk di
lingkungan perdesaan.
Mengapa Kerjasama?
Menurut seorang sosiolog, kerjasama dapat dimengerti sebagai suatu usaha bersama
antara orang perorangan atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama
(Soekanto, 1990). Kerjasama dapat melibatkan unsur-unsur perorangan maupun
masyarakat, sebagaimana Desa. Selain pelaku yang terlibat dalam kerjasama, aspek

86| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

penting dalam kerjasama adalah tujuan kerjasama. Artinya, sebuah kerjasama dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu yang hendak dicapai bersama oleh beberapa desa.
Selain pelaku dan tujuan, aspek penting dalam kerjasama adalah objek yang
dikerjasamakan. Kerjasama menyangkut beberapa objek, di antaranya:
 Pengembangan usaha bersama; misalnya pembentukan BUM Desa,
pendayagunaan sumber-sumber daya alam dan lingkungan, pengembangan
pasar antar-Desa, pengembangan sarana prasarana ekonomi antar-Desa,
pengembangan komoditas unggulan Desa.

 Kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan


antar-Desa; pengembangan kapasitas Pemerintah Desa, BPD, kelembagaan
kemasyarakatan Desa, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
pengembangan seni budaya.

 Bidang keamanan dan ketertiban; misalnya peningkatan keamanan dan


keteriban masyarakat antar-Desa, pencegahan dan penyelesaian masalah sosial,
pencegahan dan penyelesaian konflik antar-Desa.

 Bidang-bidang lain menurut kondisi sosial budaya setempat.

Kerjasama dapat dilakukan untuk tujuan yang sangat sederhana, misalnya bertukar
pengalaman dan saling belajar. Desa-desa yang memiliki karakteristik serupa terkait
demografi, ekonomi, sosial-budaya, dapat mendatangi Desa lain untuk bertukar
pengalaman. Menyimak dan mengambil pengalaman untuk diadaptasi ke desanya
sendiri dapat menjadi salah satu cara untuk berkembang. Ini merupakan bentuk
kerjasama yang paling sederhana, dan membutuhkan inisiatif dan komitmen yang baik
dari pemerintah Desa. BELAJAR ANTAR DESA

Sabtu, 29 Agustus 2015. Diskusi berbagi pengalaman antar Desa Melung dan Desa Candinata
Kabupaten Banyumas mengenai potensi yang dimiliki merupakan salah satu upaya untuk
membangun desa. Desa Melung yang terkenal sebagai “Desa Id atau Desa Internet” dengan berbagai
komoditas membagikan pengalaman mengenai tahapan menjaadikan desa yang berbasis internet
kepada pihak perangkat desa Candinata. Perangkat Desa Melung menjelaskan pula kondisi awal
sebelum adanya internet dan pasca desa internet. Kemajuan pesat diberbagai sektor sangat terbantu
dengan adanya internet di desa Melung. Selain itu, teknologi berbasis komputer juga sangat
membatu perangkat desa dalam pengolahan data sehingga kinerja perangkat desa lebih maksimal.
Manfaat lain dari desa berbasis internet yaitu dapat mempromosikan komoditas yang ada di desa.
Kemudian dengan teknologi internet masyarakat juga dapat lebih bebas memperoleh informasi lebih
luas dari dunia luar.
Desa Melung yang sedang menggali potensi penderes gula dengan dibantu Tim KKN Pertanian
Terpadu Unsoed telah berhasil mendirikan kelompok penderes dengan nama “Suko Maju”. Kelompok
yang masih baru tentu saja membutuhkan informasi lebih dari berbagai sumber, salah satunya yaitu
pemaparan mengenai kelompok penderes di Desa Candinata. Diskusi hangat ini tentu saja menjadi
pintu emas bagi kedua desa saling bertukar informasi demi membangun desa yang mandiri dengan
komoditas dan karakter masing-masing.
Acara diskusi berlangsung sangat interaktif dengan ditambah pemaparan materi dari desa Candinata
mengenai potensi “Penderes Gula” yang ada. Desa Candinata yang terkenal sebagai produsen gula
kelapa membagikan informasi mengenai perkembangan penderes dan kondisi umum mereka.
Kemudian dijelaskan pula pentingnya Kelompok Usaha Bersama (KUB) bagi penderes agar dapat lebih
maju. Adanya KUB sangat membatu penderes, hal ini dikarenakan KUB sebagai lembaga legal dapat
menjadi fasilitatir dan memberikan pembinaan terhadap penderes sehingga menunjang
kesejahteraan penderesKementerian Desa Pembangunan
dari sisi ekonomi dan sosial. Daerah Tertinggal
KUB juga berperandan Transmigrasi
aktif | 87
dalam proses
pemasaran, pemantauan dan perkembangan penderes. Berbagi informasi dan saling membuka
jaringan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan dan memajukan potensi desa yang ada[. ]

Sumber http://melung.desa.id/belajar-antar-desa/
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Secara umum, kerjasama memiliki manfaat dan nilai penting, di antaranya sebagai
berikut:
 Mengembangkan solidaritas dan kohesifitas sosial antar masyarakat desa
yang terlibat dalam kerjasama;
 Memberikan proyeksi kemajuan di lingkungan kawasan perdesaan,
khususnya di antara desa yang terlibat dalam kerjasama.
 Sebagai antisipasi dan solusi bagi potensi konflik antar-Desa.

Peraturan Bersama Kepala Desa


Peraturan Bersama Kepala Desa merupakan salah satu jenis peraturan Desa. Peraturan
ini memiliki kekuatan hukum mengikat atas desa-desa yang terlibat dalam kerjasama.
Ketentuan UU Desa mengatakan bahwa Peraturan Bersama Kepala Desa merupakan
perpaduan dari kepentingan-kepentingan Desa. Melalui peraturan ini, kepentingan-
kepentingan yang ber beda antara Desa diikat dan diproyeksikan ke dalam tujuan yang
sama. Manfaat adanya Peraturan Bersama ini adalah memastikan status hukum, tugas
dan tanggung jawab, hak dan kewajiban masing-masing desa atas sebuah objek.
Sebagai contoh adalah Peraturan Bersama Kepala Desa di Kecamatan Wagir,
Kabupaten Malang, Jawa Timurtentang Kerja Sama Antar Desa Pengelolaan Aset
Dana Bergulir Hasil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan Dan Program Pengembangan Kecamatan, yang diterbitkan pada tahun
2015 dan melibatkan 12 desa di Kecamatan Wagir. Tujuan Peraturan Bersama tersebut
adalah untuk melakukan usaha bersama antar desa-desa yang melakukan kerja sama
dalam pemeliharaan, pengembangan aset dana bergulir hasil kegiatan PNPM-MPd dan
PPK. Melalui pengaturan bersama tersebut setiap desa yang terlibat dalam kerjasama
tersebut memiliki pijakan hukum yang jelas atas hak dan kewajiban mereka atas aset
dana bergulir hasil program PNPM-MPd dan PPK.
Dalam kerjanya, kerjasama antar-Desa dilaksanakan oleh BKAD (Badan Kerjasama Antar
Desa) yang dibentuk melalui kesepakatan dalam Musyawarah Antar Desa. Anggota-
anggota BKAD berasal dari delegasi desa-desa yang bersepakat melakukan kerjasama.
Delegasi tersebut meliputi:
a) Perangkat Desa;
b) Anggota Badan Permusyawaratan Desa;
c) Lembaga Kemasyarakatan Desa;
d) Lembaga Desa lainnya;
e) Tokoh Masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.

Secara lebih terinci, proses penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa diatur dalam
Permendagri No. 111/2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, khususnya di
88| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bab V. Di situ diatur tahapan-tahapan dalam penyusunan Peraturan yang harus


dimengerti oleh Pemerintah Desa, dan dalam konteks ini juga oleh Pendamping Desa.
Titik Kritis
Proses penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa memiliki beberapa aspek yang
harus dipantau secara sungguh-sungguh oleh Pendamping Desa dan masyarakat pada
umumnya. Aspek tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
a) Proses musyawarah Desa yang melahirkan rekomendasi kerjasama antar-
Desa;
b) Penyelenggaraan Musyawarah Antar Desa (MAD);
c) Pembahasan draft rancangan Peraturan Bersama;
d) Proses penyebarluasan atau sosialisasi Peraturan Bersama;

Aspek tersebut sangat menentukan dalam menjamin kualitas Peraturan Bersama, selain
menentukan efektifitas dari Peraturan itu sendiri dalam implementasinya di lapangan.
Kinerja Badan Kerja Sama Antar Desa yang memiliki mandat sebagai pelaksana
Peraturan Bersama tersebut juga penting untuk dicermati.
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam aspek-aspek di atas ialah terkait:
 Keterserapan aspiras dan tingkat partisipasi masyarakat baik dalam
Musyawarah Desa maupun Musyawarah Antar Desa. Harus dipastikan apakah
rekomendasi yang dibawa dalam kerjasama antar-Desa telah sesuai dengan
hasil Musyawarah Desa atau tidak.
 Harus dipastikan pula apakah penyelenggaraan Musyawarah Antar Desa
telah mencerminkan perwakilan dan kepentingan seluruh desa yang terlibat
dalam kerjasama.
 Dalam pembahasan draft rancangan Peraturan Bersama, harus dipantau
proses pembicaraannya. Objek yang akan diatur melalui Peraturan Bersama
pada dasarnya merupakan objek vital bagi kehidupan masyarakat antar-Desa.
Sebab itu pembicaraan pengaturan tersebut harus berjalan baik, proporsional,
dan memenuhi asas keadilan.
 Harus dipastikan bahwa penyebarluasan hasil ketetapan Peraturan Desa
yang telah dicatat dalam Berita Desa tersampaikan pada masyarakat Desa
seluas-luasnya. Seluruh masyarakat desa berhak dan wajib mengetahui
keberadaan Peraturan tersebut, agar Peraturan tersebut dapat berjalan dengan
baik.

Peraturan Bersama Kepala Desa bermaksud untuk memberi pijakan legal kepada desa-
desa yang melakukan kerjasama. Bila kita lihat ke belakang, kerjasama antar-Desa itu
sendiri sesungguhnya bukan hal baru bagi kehidupan Desa. Saat ini, kerjasama tersebut
diarahkan untuk diresmikan melalui pengaturan yang jelas, sesuai dengan semangat
demokrasi dan kemandirian masyarakat yang diamanatkan UU Desa[.]

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 89


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 6
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DESA

90| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
6.1 Hakekat Pemberdayaan
Masyarakat

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan faktor-faktor ketidakberdayaan masyarakat
(secara historis, kultural, dan struktural);

2. Menjelaskan hakekat pemberdayaan masyarakat;

3. Menyebutkan ciri-ciri masyarakat berdaya;

4. Menyebutkan contoh-contoh cara membangun kesadaran


kritis warga menuju masyarakat berdaya.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Curah pendapat, diskusi kelompok, paparan

Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 91


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard

92| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Hakekat Pemberdayaan Masyarakat”.

2. Tayangkan VIDEO tentang kondisi ketidakberdayaan


masyarakat Desa. Setelah tayangan tanyakan kepada peserta apa
yang menyebabkan masyarakat Desa tidak berdaya.

3. Bagi peserta kedalam empat kelompok. Mintalah mereka untuk


mendiskusikan hal-hal berikut:

 Faktor-faktor penyebab ketidakberdayaan masyarakat (secara


historis, kultural, dan struktural);

 Strategi pemberdayaan masyarakat;

 Contoh-contoh kegiatan membangun kesadaran kritis menuju


masyarakat berdaya.

4. Beri kesempatan kepada satu atau dua kelompok untuk


mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, dan minta kelompok
lain memberikan tanggapan.

5. Berikan tanggapan atas hasil diskusi kelompok, kemudian


jelaskan tentang faktor-faktor penyebab ketidak berdayaan
masyarakat, ciri-ciri masyarakat berdaya, dan strategi pemberdayaan
masyarakat dengan menggunakan media tayang Hakikat
Pemberdayaan Masyarakat.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 93


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
6.2 Bentuk-Bentuk
Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menguraikan
bentuk atau upaya pemberdayaan dengan contoh-contoh nyata.

Waktu
30 menit

Metode
Curah pendapat, paparan

Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard

94| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Bentuk-Bentuk Pemberdayaan Masyarakat”.

2. Mintalah setiap peserta untuk menyebutkan satu bentuk


kegiatan pemberdayaan yang mereka ketahui. Minta mereka
menuliskan jawabannya di lembar kertas metaplan.

3. Fasilitator menempelkan lima kertas plano yang masing-


masing berisi satu bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Plano I : Bantuan Sosial

Plano II : Pengembangan Kapasitas dan Aksesibilitas

Plano III : Pengorganisasian Masyarakat

Plano IV : Advokasi

Plano V : Pengendalian oleh Masyarakat (Social Control)

4. Selanjutnya minta peserta untuk meletakkan kertas metaplan di


kertas plano yang sesuai dengan bentuk-bentuk kegiatan
pemberdayaan.

5. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian masing-masing


bentuk pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan media
tayang. Kemudian, minta peserta untuk memeriksa kembali dan
menempatkan kertas metaplan di plano (kelompok) yang sesuai.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 95


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
6.3 Penguatan Kader
Pemberdayaan Masyarakat
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan alasan mendasar mengapa perlu penguatan
kader pemberdayaan masyarakat desa;

2. Menguraikan strategi penguatan KPMD;

3. Menjelaskan bentuk-bentuk kongkrit dalam penguatan


KPMD.

Waktu
60 menit

Metode
Curah pendapat, paparan

Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

96| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa”.

2. Minta kepada peserta untuk menyampaikan pendapat tentang:

 Pengertian kader dan kaderisasi;

 Mengapa diperlukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa


(KPMD).

3. Berikan tanggapan terhadap jawaban peserta, kemudian


jelaskan dengan menggunakan media tayang tentang pengertian
KPMD dan mengapa diperlukan.

4. Bagi peserta kedalam empat kelompok dan mintalah mereka


untuk mendiskusikan tentang:

 Strategi penguatan KPMD;

 Bentuk-bentuk kongkrit penguatan KPMD

5. Persilahkan satu kelompok untuk memberikan presentasi dan


beri waktu kelompok lain memberikan tanggapan secara singkat.

6. Berikan penegasan bahwa Pendamping Desa mempunyai


kewajiban untuk menumbuhkan dan menguatkan kapasitas KPMD
sesuai dengan kebutuhan Desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 97


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
6.4 Badan Kerjasama Antar Desa
(BKAD)

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian BKAD;

2. Menguraikan pokok-pokok kebijakan dalam


pengembangan BKAD;

3. Mengidentifikasi langkah-langkah pengembangan


kelembagaan BKAD untuk pemberdayaan masyarakat desa.

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Curah pendapat, paparan

Media
Media Tayang dan Bahan Bacaan

98| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 99


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Badan Kerjasama Antar Desa”.

2. Minta peserta untuk menyampaikan pendapat mereka tentang:

 Apa yang dimaksud dengan Badan Kerjasama Antar Desa


(BKAD)?

 Apa saja yang dilakukan oleh BKAD?

3. Berikan tanggapan terhadap jawaban peserta dan sampaikan


penjelasan menggunakan media tayang tentang pengertian BKAD.

4. Bagi peserta ke dalam empat kelompok, dan tugaskan untuk


melakukan speed reading (15 menit) tentang BKAD dan diskusikan
hal-hal sebagai berikut:

 Pokok-pokok kebijakan yang mengatur tentang BKAD;

 Seberapa penting BKAD dalam pelaksanaan UU Desa;

 Tugas Pokok dan fungsi BKAD;

 Langkah-langkah pengembangan BKAD untuk pemberdayaan


masyarakat Desa.

5. Mintalah setiap kelompok untuk menyampaikan hasil tugas


kelompoknya dan berikan kesempatan kelompok lain untuk
memberikan tanggapan. Tugas kelompok disampaikan dengan
ketentuan sebagai berikut:

 Kelompok I tentang Pokok-pokok kebijakan yang mengatur


tentang BKAD;

 Kelompok II tentang Seberapa penting BKAD dalam


pelaksanaan UU Desa;

 Kelompok III tentang Tugas Pokok dan fungsi BKAD;

 Kelompok IV tentang Langkah-langkah pengembangan BKAD


untuk pemberdayaan masyarakat Desa.

6. Beri tanggapan dan penegasan dengan menayangkan media


tayang tentang BKAD.

100| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bahan Bacaan
PB
PEMBERDAYAAN
6
MASYARAKAT DESA

HAKIKAT PEMBERDAYAAN
Pada hakikatnya pemberdayaan dapat dibedakan dalam dua hal. Pertama,
pemberdayaan sebagai upaya memberikan kekuatan dan kemampuan pada individu
atau kelompok agar lebih berdaya. Ada unsur luar (baik dalam bentuk lembaga atau
individu) yang memberikan kekuatan pada yang lemah (power to powerless) sehingga
punya kekuatan untuk dapat mengambil peran yang berharga bagi lingkungannya.
Kedua, memunculkan kekuatan dan kemampuan individu dan kelompok yang selama
ini masih terpendam melalui stimulasi dan motivasi sehingga menumbuhkan
kepercayaan pada dirinya akan kemampuan yang dimiliki
KONSEPSI KADER DESA
“Kader” adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci)
dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan
visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “Orang Kunci “ yang
mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita
bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yangdilaksanakan oleh
seluruh lapiran masyarakat desa.
Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh gama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok
perajin;pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desadapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.Konsisten dengan mandat UU Desa,
keberadaan kader desa yang berasal dari warga desa itu sendiri berkewajiban untuk
melakukan “upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program,
kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhanmasyarakat Desa”.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 101


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader


Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk
melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD
tertuang dalam ketentuan dalam Pasal4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang
PendampinganDesa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampinganDesa
dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a.tenaga pendamping profesional; b.
Kader PemberdayaanMasyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan
demikian, KPMD merupakan pendamping desayang dipilih dari warga desa setempat,
untuk bekerjamendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri.
Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesadisebutkan bahwa KPMD
dipilih dari masyarakat setempatoleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa
untukditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanyasemakin terang bahwa
KPMD merupakan individu-individuyang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkankerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya,kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untukkeberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapanwarga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.KPMD
selanjutnya masuk kedalam sistem pendampinganDesa skala lokal dan institusi Desa.
PendampinganDesa merupakan mandat UU Desa agar terdapat sistempendampingan
internal Desa guna menjadikan Desa yangkuat, maju, mandiri, dan demokratis.
UU Desa dan peraturan-peraturan di bawahnya menegaskan pendampingan Desa
sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaanmasyarakat. Tindakan
pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan secara “melekat” melalui strategi
pendampinganpada lingkup skala lokal Desa. Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU
Desamengarahkan representasi dari kelompok masyarakatDesa setempat untuk giat
melakukan pendampingan sesuaidengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakatskala lokal Desa. KPMD versi UU Desa merupakanrepresentasi dari warga
desa yang selanjutnya dipilih dalamMusyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa
setempat untukmelakukan tindakan pemberdayaan masyarakat kala lokal,meliputi
tindakan asistensi, pengorganisasian, pengarahandan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah
yang sekiranya tepatuntuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desaadalah
“Kader Desa” dan bukan “Kader di Desa”.
KADER DESA SEBAGAI CIVIL INSTITUTION
Tahun 2015 adalah tahun pertama dilaksanakannyaUU Desa. Desa akan diberlakukan
berbeda dari kondisisebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi bersifat sub-
nasional,melainkan berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Desatidak lagi berada di
bawah struktur administratif terbawahapalagi perpanjangan tangan dari pemerintah
daerah.
Desa juga dilandasi asas rekognisi dan subsidiaritas yaitu kewenangan berdasarkan hak
asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Dalam konteks pendampingan Desa,
KPMD sebagai kader skala lokal Desa tidak menjadi bawahan dari “suprastruktur”
Pelaku Pendampingan berjenjang baik pelaku pendampingan yang berkedudukan di
pusat danprovinsi (Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat; TAPM), Kabupaten/kota
(Pendamping Teknis) hingga Kecamatan (Pendamping Desa). KPMD adalah sub-sistem

102| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

dari pendampingan Desa secara keseluruhan namun bergerak di lingkup kewenangan


skala lokal Desa.
Sebagai aktualisasi asas regoknisi dan subsidiaritas, Desa akan menerima transfer
keuangan dari APBN danAPBD yang disebut Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana
Desa(ADD) untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDesa). Pemenuhan APBDesa akan memudahkan Desa menjalankan kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
KEDUDUKAN PELAKU PENDAMPINGAN
Dalam konteks kaderisasi desa, kekhawatiran beberapa pihak tentang potensi
kegagalan dalam implementasi UU Desa adalah titik awal untuk merumuskan pola
pembentukan dan pengembangan kader desa. Di satu sisi, sikap negatif dapat diterima
sebagai penanda kewaspadaan terhadap peluang korupsi dana publik yang
didistribusikan ke desa. Di sisi yang lain, sikap negatif menjadi penanda untuk
mengubah pola pendampingan yang sebelumnya rata-rata kurang sensitif terhadap
eksistensi Kader Desa sebagai“Orang Kunci” dalam proses penguatan Desa sebagai
selfgoverning community.
KPMD dapat disebut sebagai civil institution, sebuah institusi kader lokal yang dibentuk
secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu publik (yang melampaui isu-isu
parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah representasi dan partisipasi mereka
untuk memperjuangkan hak dan kepentingan maupun kewajiban warga desa. Spirit
kewargaan – sebagai jantung strong democracy – hadirdan dihadirkan oleh KPMD
sebagai kader organisasi wargaatau organisasi masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan,
KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya Pusat Kemasyarakatan (community
centre) sebagai ruang publik politik untuk memperluas jangkuan kaderisasi Desa.
Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya
gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan
lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan
mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditempatkan sebagai organisasi bentukan
supradesa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-
lembaga masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan
sebagainya).
Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah orgasisasi korporatis
menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara
dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara
horisontal, KPMD bersamasamadengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah
mufakat (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk
melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para
pemimpinDesa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasifungsi
representasi dalam Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik
yang berkeadilanbagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesasecara
berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan
untuk ketahanan pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).
ORIENTASI BARU KPMD

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 103


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

KPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan kapasitas


teknokratis dan pendidikan politik.
KPMD melakukan pengorganisasian pembangunanDesa dalam proses teknokratis
mencakup pengembanganpengetahuan dan keterampilan terhadap para pelakudesa
dalam hal pengelolaan perencanaan, penganggaran,keuangan, administrasi, sistem
informasi dan sebagainya.KPMD melakukan pendidikan politik yang berorientasipada
penguatan active and critical citizen, yakni wargadesa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat
dan bermartabat.Hal ini antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkankader-kader
baru KPMD yang militan sebagai penggerakpembangunan desa dan demokratisasi.
Kaderisasi tidak identik dengan pendidikan dan pelatihan, namun juga membuka
ruang-ruang publik politik dan mengakses pada forum musyawarah desa, yang
membicarakan dan memperjuangkan kepentingan warga.
Kepemimpinan lokal yang berbasis masyarakat, demokratis dan visioner bisa dilahirkan
melalui kaderisasi ini, sekaligus emansipasi para kader dalam kehidupan berdesa.
Pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus
berorientasi politik. Pendampingan apolitik oleh KPMD hadir dalam bentuk
pengembangan kapasitas teknokratis dalam pembangunan desa, termasuk
pembentukan keterampilan berusaha, tanpa menyentuh penguatan Tradisi Berdesa
(hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Desa) dan penguatan kekuasaan,
hak dan kepentingan warga. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat
penting tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh
KPMD harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian
keterlibatan KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk
memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi
dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%
warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong
tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan
desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan
hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan
kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik
ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih
demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.
Para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi
pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi “ruang-ruang
kosong” baik secara vertikal maupun horizontal.
KPMD memiliki orientasi untuk mengisi ruang kosong yang identik dengan
membangun “jembatan sosial” (social bridging) dan jembatan politik (political bridging).
Pada ranah desa, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi dinamis
(disengagement) antara warga, pemerintah desa dan lembaga-lembaga desa lainnya.
Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi antara
desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu kader-kader KPMD adalah aktor yang
membangun jembatan atau memfasilitasi engagement baik antara warga dengan
lembaga-lembaga desa maupun pemerintah desa, agar tercipta bangunan desa yang
kolektif, inklusif dan demokratis. Engagement antara desa dengan supradesa juga perlu
104| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

dibangun untuk memperkuat akses desa ke atas, sekaligus memperkuat kemandirian


dan kedaulatan desa. Ruang kosong horizontal biasanya berbentuk densitas sosial yang
terlalu jauh antara kelompok-kelompok masyarakat yang terikat (social bonding)
berdasarkan jalinan parokhial (agama, suku, kekerabatan, golongan dan sebagainya).
Ikatan sosial berbasis parokhial ini umumnya melemahkan kohesivitas sosial
(bermasyarakat), mengurangi perhatian warga pada isu-isu publik, dan melemahkan
tradisi berdesa. Karena itu ruang kosong horizontal itu perlu dirajut oleh para kader
KPMD agar Tradisi Berdesa bisa tumbuh dan desa bisa bertenaga secara sosial.
Pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh aparat
negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan
“pendamping pihak ketiga” (unsur organisasi masyarakat sipil seperti NGOs lokal,
perguruan tinggi, lembaga-lembaga internasional dan perusahaan).
Pemerintah melakukan contracting out pada perusahaan untuk mengelola fasilitator,
atau mengandalkan aparat birokrasi, sehingga Kader Desa selama ini hanya merupakan
“individu dan organisasi” bentukan berbasis project. Tak jarang dijumpai bahwa kader-
kader Desa lebih kaya metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional.
Selain itu, pendamping profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas
teknokratis, tetapi mengalami keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap
Kader Desa. Oleh karenanya, kader-kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai
aktor pendampingan yang tepat untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada
prinsip “negara yang padat” (congested state), pemerintah dan pemda harus
memfasilitasi dan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk
berjaringan dan bekerjasama dengan unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan
perusahaan. KPMD sudah saatnya berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai
tradisi dan jaringan dengan NGOs nasional dan lembagalembaga internasional, agar
KPMD semakin mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik
dalam pendampingan.
Pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam
secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD).
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga
dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak
boleh berlangsung berkelanjutan bertahun-tahun, sebab akan menimbulkan
ketergantungan yang tidak produktif bagi
KPMD. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh pendamping
profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader desa yaitu
KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang akan
melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan
menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit
voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa
mengalokasikan insentif untuk para KPMD.
Pendampingan oleh KPMD melakukan intervensi secara utuh untuk memperkuat
village driven development dan mewujudkan desa sebagai self governing
community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 105


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

KPMD serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa bukanlah segmentasi yang
berdiri sendiri (cerai berai), tetapi semuanya terikat dan terkonsolidasi dalam sistem
desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa,
serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada
pembangunan desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan,
aset lokal, dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain,
desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan
berpembangunan. Pola ini akan mengarah pada pembangunan yang digerakkan oleh
desa (village driven development), yang bersifat kolektif, inklusif, partisipatif, transparan
dan akuntabel.
Pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual.
Indonesia sudah berpengalaman dalam pendampingan, sebagaimana dilakukan oleh
PNPM Mandiri Perdesaan. Namun pendampingan ala PNPM Mandiri cenderung
seragam dan kaku yang dikendalikan secara ketat dengan Petunjuk Teknis Operasional
(PTO). Pendampingan tentu harus lentur dan kontekstual, yakni tergantung pada
kondisi dan kebutuhan lokal. Untuk menjaga kelenturan dan kontektualitas itu, PTO
yang diciptakan secara desentralistik di kabupaten/ kota tidak boleh memberikan
instruksi dan petunjuk apa yang harus dan boleh dilakukan seperti gaya birokrasi,
melainkan memberi negative list atau memberi larangan apa yang tidak boleh
dilakukan. Dengan kalimat lain PTO itu tidak mewajibkan pendamping dengan prinsip
“tidak boleh melakukan sesuatu kecuali yang diperintah” melainkan memberikan
keleluasaan pendamping untuk bertindak sesuai dengan prinsip “bebas melakukan
apapun kecuali yang dilarang”. Saat ini kita semua perlu memaknai keragaman
pendampingan paralel yang selama ini sudah dilakukan melalui program-program
“pemberdayaan masyarakat” agar masuk dalam sistem pendampingan Desa pasca
terbitnya UU Desa. Perbedaan mendasar model pendampingan paska ditetapkannya
UU Desa adalah ada tuntutan terhadap para Pendamping Desa untuk mampu
melakukan transformasi sosial dengan mengubah secara mendasar pendekatan
“kontrol dan mobilisasi” pemerintah terhadap desa, menjadi pendekatan
“pemberdayaan masyarakat desa”. Masyarakat desa dan pemerintah desa sebagai satu
kesatuan self governing community diberdayakan untuk mampu hadir sebagai
komunitas mandiri. Dengan demikian, desadesa didorong menjadi subyek penggerak
pembangunan
Indonesia dari pinggiran, sehingga mampu merealisasikan salah satu agenda strategis
prioritas Pemerintahan Jokowi-JK yaitu “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan
Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”. Peran
pendamping desa yang berkedudukan di kecamatan (Fasilitator Kecamatan misalnya)
mempunyai tugas yang diamanatkan oleh Permendesa No. 3/2015 tentang
Pendampingan Desa untuk melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa dan mendorong terciptanya kader-kader
pembangunan Desa yang baru.
PENGEMBANGAN KAPASITAS KADER DESA

106| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Untuk mengembangkan kapasitas Kader Desa,Pemerintah Desa dapat membentuk


beragam lembaga kemasyarakatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan
dirinya sebagai warga Desa. Lembaga-lembaga tersebut dapat ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana selama ini, di Desa banyak model-model lembaga kemasyarakatan,
antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, karang taruna, lembaga
pemberdayaan masyarakat, dan sejenisnya. Lembaga kemasyarakatan yang banyak
terdapat di Desa
itu idealnya harus bisa menjadi arena masyarakat Desa untuk mengembangkan diri
menjadi Kader Desa yang mampu berperan untuk membangun desa. Lembaga-
lembaga tersebut bisa menjadi ruang bagi warga Desa merumuskan dan mengusung
aspirasi mereka danberpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan mengawal
pembangunan Desa.
Bagi Kader Desa, lembaga-lembaga itu bisa menjadi arena pembelajaran untuk
mengembangkan kapasitas mereka menjadi kader-kader pemberdayaan masyarakat.
Selain bentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa
juga dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan
(community center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan
pendampingan atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya
dapat melakukan fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena
pusat pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa[.]

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 107


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 7
PENGARUSUTAMAAN
INKLUSI SOSIAL

108| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
7.1 Konsep Dasar Dan Indikator
Inklusi Sosial

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep dasar inklusi sosial dalam
pembangunan desa;
2. Menguraikan indikator inklusi sosial.

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Permainan “Inklusi sosial”, refleksi permainan, curah pendapat,
tanya jawab

Media
Lembar permainan, bahan bacaan, video Dewi dan Putri.

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 109


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkandari sub
pokok bahasan “Konsep Dasar dan Indikator Inklusi Sosial”.

2. Tayangkan video mengenai inklusi sosial dengan judul “Dewi


dan Putri” yang mengisahkan ketimpangan di Indonesia. Kemudian
ajaklah peserta merefleksikan apa yang dialami kedua tokoh dalam
cerita terjadi dan mengapa kondisi tersebut terjadi?

3. Bagi kelompok menjadi dua. Jika terlalu besar bagi menjadi 3


(tiga kelompok) dengan masing-masing kelompok beranggota
maksimal 15 orang, dan lakukan hal-hal sebagai berikut:

 Masing-masing peserta akan diberikan kertas label pertama berisi


status sosial warisan (ascribed status), misalnya: ‘anak kepala desa’, ‘anak
penganggur’, ‘anak petani’, ‘anak buruh’, ‘keturunan keraton’, ‘keturunan
pempimpin adat’,dll.

 Minta peserta untuk membuat barisan sesuai urutan dimulai dari yang
paling berpengaruh/bergengsi sampai yang paling pinggir. Setelah
barisan terbentuk, minta salah seorang peserta di masing-masing
kelompok untuk mencatat urutan dalam barisan tersebut berdasar status
sosial masing-masing.

 Masih dalam barisan, setiap peserta mendapat kertas label kedua


yang berisi status berdsar tingkat pendidikan dan keahlian. Misalnya
“lulusan Perguruan Tinggi”, “lulusan SD”, “lulusan SMP”, “lulusan SMA”,
“penjahit”, “tukang kayu”, “arsitek”, “pemain bola”, dst. Dengan label
kedua ini, setiap peserta memiliki kombinasi dua label.

 Minta peserta untuk kembali membentuk formasi barisan sesuai


dengan kombinasi label yang mereka terima. Minta salah seorang
peserta untuk mencatat formasi barisan tersebut berdasarkan kombinasi
label yang diterima.

 Masih dalam barisan, beri setiap peserta kertas label ketiga yang
menggambarkan statusnya saat ini. Misalnya “bapak/ibu rumah tangga”,
“aktivis LSM”, “tokoh agama”, “keturunan pemimpin adat”, “keturunan
etnik pendatang”, “keturunan etnik pribumi”, dlsb. Dengan kombinasi
tiga label yang setiap peserta miliki, minta mereka untuk membentuk
barisan dari yang paling berpengaruh sampai yang paling pinggir. Minta
salah seorang peserta mencatat susunan barisan berdasar kombinasi tiga
label tersebut.

4. Minta setiap kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan-


pertanyaan berikut:

110| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

 Apa yang menyebabkan seseorang menjadi termarjinalkan secara


sosial?
 Mengapa setiap satu label ditambahkan, maka formasi kelompok
berubah?,Apa yang menyebabkan status seseorang berubah?
 Apakah ada status yang secara konstan berada di pinggir atau di
pusat?

5. Berdasar jawaban dari peserta, jelaskan secara singkat tentang


(1) bagaimana umumnya seseorang diperlakukan secara sosial,
keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan, dan dalam
mengakses layanan dasar. (2) Pengertian kelompok marjinal atau
kelompok yang terkucil (kelompok tereksklusi) dalam masyarakat
beserta contoh-contoh aktual dan berdasar permainan; dan (3)
pengertian inklusi sosial yakni konsep pendekatan yang
memungkinkan seluruh komponen masyarakat, baik yang paling
berpengaruh maupun yang paling termarjinalkan berpartisipasi dalam
pembangunan.

6. Berdasarkan pengalaman dalam permainan dan penjelasan


singkat, minta peserta untuk menyebut indikator inklusif sosial.

7. Berikan tanggapan atas jawaban peserta dan beri penegasan


dengan menggunakan menggunakan media tayang mengenai Konsep
Dasar dan Indikator Inklusi.

SPB Bentuk-Bentuk Nyata


INKLUSI SOSIAL DI DESA
7.2

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 111


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1. Menguraikan contoh-contoh implementasi inklusi sosial di


lingkungan masyarakat dan desa
2. Mengidentifikasi pembelajaran kunci dalam penerapan
inklusi sosial di Desa

3. Menjelaskan faktor-faktor sukses dalam penerapan inklusi


sosial di Desa

Waktu
1 JP ( 45 menit)

Metode
Paparan, curah pendapat

Media
Lembar tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

112| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sub
pokok bahasan “Bentuk-Bentuk Nyata Inklusi Sosial di Desa”, dan
hubungannya dengan topik sebelumnya.

2. Fasilitator membagi peserta kedalam tiga kelompok untuk


membahas pendekatan inklusi sosial di masyarakat terhadapa isu
berikut: (1) perempuan, (2) penyandang disabilitas atau difabel, dan
(3) masyarakat miskin. Setiap kelompok membahas satu isue yang
berbeda dengan mengeksplorasi jawaban atas pertanyaan berikut:

 Bagaimana posisi tiga subjek di atas (perempuan, penyandang


disabilitas, dan masyarakat miskin) dalam konteks pembangunan dan
ruang publik selama ini?

 Apa yang dapat diupayakan oleh masyarakat sehingga tiga subjek


tersebut dapat memiliki peran dan penerimaan yang lebih besar diterima
kehadirannya di ruang publik?
 Bagaimana upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, termasuk
juga pemerintah desa, dalam menginklusi ketiga subjek di atas?

 Apa langkah-langkah strategis yang bisa Anda lakukan sebagai


pendamping desa dalam meningkatkan inklusi sosial? Berikan contoh-
contoh konkrit.?

 Apa saja manfaat yang dapat dirasakan ketika pembangunan bersifat


inklusif?

3. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi


kelompok mereka.

4. Berikan tanggapan dan ringkasan atas proses pewujudan inklusi


sosial. Titik tekan ringkasan tersebut adalah (1) kehendak untuk
merangkul atau meng-inklusi kelompok-kelompok masyarakat
marjinal harus ditumbuhkan dan muncul dari dalam masyarakat, (2)
harus ada respon dari Pemerintah (Kabupaten, Kecamatan, Desa)
berupa kebijakan inklusif yang memberikan kesempatan setara pada
pro kelompok marjinal sebagai bagian warga Desa dan warga Negara,
(3) inklusi sosial terhadap kelompok marjinal diimplementasikan
melalui partisipasi dan penyerapan aspirasi dari kelompok marjinal.

5. Membuat rangkuman tentang faktor-faktor kunci kesuksesan


inklusi sosial di Desa, di antaranya (1) kesadaran akan hak partisipasi
dalam masyarakat Desa, (2) adanya kelompok masyarakat yang
menjadi pioneer dalam pengarusutamaan inklusi sosial kelompok

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 113


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

marjinal dan dukungan pengembangan kapasitas, (3) respon positif


dari Pemerintah Desa.

6. Berikan penegasan bahwa inklusi sosial merupakan bagian dari


Pemberdayaan Desa. Pendamping Desa mempunyai tugas
mendorong terjadi peningkatan inklusi sosial dalam setiap tahapan
pembangunan (perencanaan, pelaksanaan, pemantauan) maupun
dalam penyusunan Peraturan Desa.

114| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
7.3 Strategi Pemberdayaan
Perempuan, Kelompok Miskin,
Dan Berkebutuhan Khusus

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
Menerapkan faktor-faktor kunci penerapan inklusi sosial dalam
perumusan strategis pemberdayaan/inklusi sosial.

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Paparan, curah pendapat, role play

Media
Lembar tayang, lembar peran

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 115


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Strategi Pemberdayaan Perempuan,
Kelompok Miskin dan Berkebutuhan Khusus”

2. Fasilitasi Role play (lembar role play terlampir) dengan


melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

 Bagi kelas secara merata kedalam kelompok – kelompok kecil dengan


peran sebagai berikut: (a) perangkat desa, (b) pemuka adat, (c) petani
miskin, (d) ibu-ibu istri petani miskin, (e) penyandang disabilitas/difabel,
(f) pendamping desa.

 Bagikan lembaran kertas untuk masing-masing peserta berdasarkan


peran (lihat di lampiran). Minta agar masing-masing kelompok tidak
memberitahukan perannya kepada kelompok lain dan arahkan agar
duduk terpisah. Tempatkan kelompok perangkat desa di tengah-tengah
kelompok lain.

 Minta peserta untuk membaca peran dan berdiskusi dalam kelompok


masing-masing tentang kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi.
Berikan batasan waktu 5 menit.

 Secara terpisah, minta kelompok pendamping desa untuk berinteraksi


dengan masing-masing kelompok dan menjadi penghubung dengan
perangkat desa.

 Berikan waktu (15 – 20 menit) ke peserta untuk memerankan perannya


sesuai didalam petunjuk di kartu. Pastikan agar setiap kelompok paham
dengan perannya.

3. Lakukan releksi atas role play dengan mengajukan pertanyaan


sebagai berikut:

 Kelompok mana saja yang tidak mendapatkan akses dari pengambilan


keputusan? Faktor-faktor apa saja yang membatasi?

 Bagaimana peran pendamping dalam meningkatkan inklusi sosial?


 Tantangan-tantangan apa saja yang mungkin dihadapi pendamping
dalam usaha tersebut?

4. Bagi peserta dalam 3 kelompok dengan tugas setiap kelompok


untuk mendiskusikan strategi pemberdayaan Perempuan/Kelompok
Miskin/ Berkebutuhan Khusus” di Desa (masing-masing satu isue )
dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut:

 Mengapa kelompok-kelompok itu dikategorikan sebagai marjinal? Apa


Sebabnya?
116| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

 Bagaimana cara mengembangkan kesadaran hak berpartisipasi dalam


pembangunan desa pada kelompok tersebut?

 Apa yang akan dilakukan terhadap Pemerintah Desa terkait hak-hak


kelompok marjinal tersebut?

 Apa yang akan dilakukan terhadap masyarakat Desa terkait hak-hak


kelompok marjinal tersebut?

5. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka dan


beri kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapan.

6. Fasilitator memberikan catatan kritis terhadap hasil diskusi


setiap kelompok, berdasar pengertian inklusi sosial, indikator inklusi
sosial, dan mengingatkan peserta atas faktor kunci keberhasilan upaya
penerapan inklusi sosial.

7. Fasilitator memberikan penegasan terhadap seluruh simpulan


pembelajaran di dua sesi sebelumnya untuk mengingatkan peserta
terhadap pentingnya strategi yang relevan atau sesuai dengan konteks
marjinalisasi di masyarakat Desa tempat peserta ditugaskan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 117


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

LEMBAR ROLE PLAY:

Potonglah kartu-kartu peran ini dan bagikan ke masing-masing kelompok berdasarkan


peran yang dimainkan. Minta peserta untuk tidak memberitahu kelompok lain siapa
mereka dan peran-peran apa saja yang tertulis.

Perangkat Desa Tahun ini desa Anda mendapatkan sekitar 800 juta dari
DD dan ADD. Kelompok Anda sedang melaksanakan
Musyawarah Desa untuk menyusun RPKPDes tahun ini.
Kelompok Anda berfikir bahwa kebutuhan infrastruktur
untuk jalan dan jembatan masih belum memadai.
Disamping itu, kebutuhan penganggaran untuk
pembiayaan operasional perangkat desa, terutama untuk
gaji bulanan, perlu ditambah karena adanya beban kerja
yang meningkat. Saat ini pendukung utama kelompok
Anda adalah pemuka Adat dan kelompok Anda ingin
mendapatkan dukungan dari mereka supaya tidak ada
kecemburuan dan kecurigaan ditingkat masyarakat.
Kelompok Anda akan menyetujui apa yang diusulkan
pemuka masyarakat. Sesuai peraturan, kelompok Anda
harus menentukan kelompok siapa saja yang harus
diundang untuk berdiskusi dan pada nantinya akan
merumuskan prioritas-prioritas pembangunan tahun ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Pemuka Adat Kelompok Anda memiliki kedekatan inter-personal
dengan perangkat desa karena selama ini dukungan
diberikan untuk pembangunan sarana pertemuan adat.
Prioritas tahun ini adalah menyelenggarakan festival adat
sebagai bagian dari perencanaan kedepan untuk
menjadikan desa Anda sekarang sebagai desa Adat
supaya kedudukan kelompok Anda menjadi lebih penting.
Kebutuhan dana diperkirakan sekitar 200 juta. Anda
berfikir bahwa festival ini merupakan kesempatan yang
strategis untuk memperkenalkan tradisi adat dan budaya
ke masyarakat yang lebih luas untuk mendapatkan
pengakuan. Anda juga ingin membujuk kelompok petani,
perempuan dan penyandang kebutuhan khusus untuk
mendukung prioritas kelompok Anda.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Petani miskin Kelompok Anda mendengar bahwa desa Anda mendapat
dana desa sebesar 800 juta. Selama ini kelompok Anda
hanya bisa bertanam padi sekali setahun karena tidak ada
saluran irigasi. Ketika musim kering, petani hanya bisa
menanam palawija pada bulan-bulan tertentu tetapi harus

118| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

menghabiskan banyak waktu untuk mengambil air dari


sungai terdekat. Di samping itu, beberapa tahun ini,
kebutuhan pupuk tidak terpenuhi karena ada kelangkaan
persediaan dan Anda ingin mengembangkan pupuk
kompos dari sampah dan kotoran ternak. Akan tetapi,
proposal yang kelompok Anda sampaikan ke Dinas
Pertanian belum mendapat jawaban. Dengan adanya dana
desa, kelompok Anda berharap agar pemerintah desa
akan mengalokasikan dana untuk kebutuhan irigasi dan
fasilitas kompos tahun ini. Tetapi tidak ada dari anggota
kelompok Anda yang memiliki kedekatan dengan
perangkat desa.

Ibu-Ibu istri petani Selama ini Kelompok Anda bertanggung jawab untuk
miskin mengurus rumah tangga dan juga membantu suami di
sawah dan ladang. Setiap pagi sampai menjelang sore,
Kelompok Anda harus bekerja di sawah dan ladang
dengan peralatan seadanya. Karena belum ada saluran
irigasi, Anda harus juga membantu suami untuk
mengambil air dari sungai untuk menyiram tanaman
apabila musim kering. Selama ini, Anda sering melewatkan
kegiatan posyandu yang karena kesibukan di sawah dan
ladang. Anda juga berharap agar fasilitas PAUD dapat
dibangun di dusun Anda karena kelompok Anda tinggal
terpisah dengan desa induk dan dapat memakan waktu
30 menit untuk berjalan mengantar anak-anak Anda
setiap hari. Anda tidak tahu pasti berapa jumlah dana
desa yang didapatkan tetapi Anda mendengar dari suami
Anda bahwa desa mendapatkan 800 juta. Anda ingin
berpartisipasi dalam musyawarah desa tetapi seringkali
malu dan tidak punya waktu untuk ke kantor desa dimana
musyawarah tersebut dilaksanakan.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Penyandang Kebutuhan Kelompok Anda mengalami keterbatasan untuk bergerak
Khusus dan tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan
jauh karena tidak ada kendaraan serta kondisi jalan yang
belum memadai. Belum ada asosiasi penyandang
kebutuhan khusus di desa Anda. Anda ingin agar
pemerintah desa menganggarkan bantuan untuk alat
gerak jalan seperti kursi roda, tongkat penyangga,
maupun alat pendengaran. Anda juga menginginkan agar
jalan dimana Anda tinggal dapat diperkeras. Selama ini
prioritas pembangunan jalan di desa dilaksanakan di desa
induk dan dilokasi dimana rumah-rumah perangkat desa
berada. Anda tidak tahu jumlah anggaran desa yang

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 119


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

didapat tahun ini tetapi sempat mendengar bahwa desa


mendapatkan ratusan juta. Kelompok Anda juga tidak
pernah diundang untuk pertemuan-pertemuan desa.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Pendamping desa Anda baru saja terseleksi sebagai pendamping desa dan
ditempatkan di desa A. Anda sudah mengikuti pelatihan
pra-tugas dan ditekankan bahwa pembangunan desa
harus bersifat inklusif dan partisipatif. Saat ini Anda
sedang mendampingi masyarakat dalam mempersiapkan
musyawarah desa untuk penyusunan RKPDes. Anda
mendengar banyak tuntutan dari masyarakat supaya
pembangunan tidak hanya untuk jalan, jembatan dan
sarana prasarana pertemuan Adat. Banyak tuntutan
masyarakat terkait kebutuhan seputar pertanian seperti
irigasi, pengadaan pupuk dan juga kesehatan dan
pendidikan seperti POSYANDU dan PAUD. Dalam peran
ini, Anda diharapkan untuk memfasilitasi masyarakat agar
pertimbangan yang dibuat selama musyawarah desa bisa
juga mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

120| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bahan Bacaan
PB
7 Pengarusutamaan
Inklusi Sosial

PENGARUSUTAMAAN INKLUSI SOSIAL DI DESA

 Inklusi sosial adalah puncak untuk mengakhiri kemiskinan yang ekstrim


dan upaya mewujudkan kemakmuran bersama.
 Inklusi sosial adalah hasil, sekaligus proses peningkatan keterlibatan
individu dalam kehidupan bermasyarakat

Kemiskinan adalah salah satu permasalahan utama dalam pembangunan Indonesia.


Namun, kemiskinan bukanlah label utama dari ketidakberdayaan seseorang/kelompok
masyarakat. Ras, etnis, jenis kelamin, agama, tempat tinggal (isolasi geografis), status
disable, usia, status HIVAIDS, orientasi seksual atau penanda stigma lainnya, bisa
menyebabkan seseorang atau sekelompok masyarakat terkucilkan (tereksklusi) dari
berbagai proses dan peluang. Eksklusi ini bisa terjadi pada tataran sosial, politik
maupun ekonomi.

Dalam kehidupan bermasyarakat, stigma negatif tersebut seringkali menyebabkan


seseorang terdiskriminasi untuk mendapatkan layanan dasar dan terkucilkan dalam
relasinya dengan masyarakat lainnya. Individu/kelompok ini misalnya: masyarakat adat
(indigenous people) seperti Suku Anak Dalam (Jambi, Sumatera Barat), Suku Sawang
(Bangka Belitong), Suku Talang Mamak (Riau) dll, kelompok agama lokal minoritas
seperti Kaharingan (Kalimantan), Dayak Losarang (Indramayu), Wetu Telu (NTB),
Marapu (Sumba), Penganut faham keagamaan minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah,
Orang yang terinfeksi HIV/AIDS, anak yang dilacurkan, masyarakat penyandang
disabilitas, transgender, masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil dll. Kelompok
masyarakat ini hidup di tengah-tengah masyarakat namun mengalami eksklusi dan
diskriminasi karena dianggap “berbeda”. Berdasarkan pengalaman, kelompok-
kelompok tereksklusi di atas seringkali mendapatkan hambatan dalam:

 Mendapatkan identitas legal (KTP, akta kelahiran, Jamkesmas dll)


 Berpartisipasi dalam ekonomi
 Mengakses layanan kesehatan dasar
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 121
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

 Mengakses layanan pendidikan dasar


 Berinteraksi dengan masyarakat dan kesempatan untuk
berperan dalam masyarakat.

Eksklusi ini terjadi secara terus-menerus antar generasi sehingga pihak-pihak yang
mengeksklusi seringkali tidak menyadari dan menganggap sebagai kewajaran.
Misalnya menganggap wajar seorang Suku Anak Dalam (SAD) tidak memiliki KTP
dengan alasan mereka hidup berpindah-pindah, wajar seorang waria dianiaya karena
dianggap sebagai sampah masyarakat; atau sudah semestinya seorang yang terinveksi
HIV/AIDS tidak terlayani kesehatan karena sepadan dengan perilakunya yang dianggap
menyimpang, wajar seorang tuna rungu tidak naik kelas karena keterbatasan fisik yang
dimiliki, bukan karena ketiadaan fasilitas dan seterusnya. Stigma itu melekat pada
seseorang sehingga kebutuhan dasar mereka sebagai warga negara terabaikan.

Silver menegaskan dalam hasil studinya bahwa kelompok-kelompok di atas umumnya


adalah kelompok yang paling miskin dalam masyarakat. Miskin secara ekonomi, politik
dan sosial. Program penanggulangan kemiskinan akan berhasil jika menargetkan
kelompok tereksklusi ini sebagai sasaran utama program.

Di Indonesia, pendekatan pemberdayaan telah menjadi instrumen penting dalam


perencanaan pembangunan maupun upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu
upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam satu dekade terakhir adalah melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri). PNPM Mandiri tidak
hanya diimplementasikan berdasarkan kawasan kewilayahan (perdesaan, perkotaan,
dan daerah tertinggal), akan tetapi juga menyelesaikan isu-isu yang menjadi tantangan
dalam pembangunan yang inklusif. Salah satu program inklusi sosial tersebut adalah
PNPM Peduli. Program ini ditujukan untuk mendukung kelompok-kelompok
masyarakat yang mendapatkan stigma atau tereksklusi sehingga tidak
dapatmengambil peran ataupun mendapatkan hak-haknya secara adil dalam proses
pembangunan.

Program PNPM Mandiri Perdesaan memiliki capaian-capaian positifnya tersendiri yang


hendak dimajukan lebih jauh melalui program Pendampingan Desa. Melalui
Pendampingan Desa pengarusutamaan inklusi sosial dilakukan lebih jauh dengan
secara langsung mendekati masyarakat yang selama ini tereksklusi atau terpinggirkan.
Kelompok miskin, penyandang disabilitas, perempuan, masyarakat adat, dan individu
atau kelompok sosial yang selama ini tersisih/terpinggirkan dilibatkan secara langsung
untuk merangkai dan menyusun program dan kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan.

Namun harus dicatat bahwa pelibatan tersebut bukan dilakukan atas dasar motifasi
belas kasihan (charity). Pelibatan masyarakat terpinggir melalui agenda inklusi sosial
dalam Pendampingan Desa dilakukan sebagai bentuk pengakuan (rekognisi) terhadap
mereka yang terpinggir itus atas hak dan kewajiban mereka selaku warga Negara dan
122| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

warga masyarakat Desa. Aspirasi mereka dalam musyawarah Desa, akses dalam
memanfaatkan pelayanan dasar di Desa, pekerjaan yang layak, jaminan rasa aman,
akses terhadap fasilitas publik, adalah hak mereka dan menjadi kewajiban Pemerintah
Desa untuk menunaikannya.

PENGERTIAN INKLUSI SOSIAL


Bank Dunia mendefinisikan inklusi sosial sebagai proses meningkatkan persyaratan
bagi individu dan kelompok untuk mengambil bagian dalam masyarakat. Inklusi sosial
dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat miskin dan terpinggirkan untuk
mengambil keuntungan dari peluang pembangunan global. Pendekatan ini
memastikan setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam pengambilan
keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka dan bahwa mereka menikmati
akses yang sama ke pasar, layanan dan ruang politik, baik secara sosial dan fisik.

Dengan kata lain inklusi sosial merupakan upaya menempatkan martabat dan
kemandirian individu sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang ideal.
Pendekatan inklusi sosial mendorong agar seluruh elemen masyarakat mendapat
perlakuan yang setara dan memperoleh kesempatan yang sama sebagai warga negara,
terlepas dari perbedaan apapun: agama, etnis, kondisi fisik, jenis kelamin, tingkat
PENYANDANG DISABILITAS INTELEKTUAL DI DESA REMBES BAKAL
kesejahteraan MEMILIKI
ekonomi, TEMPAT
dan lain-lain.
UNTUKInklusi
SENTRAsosial merangkul
KEGIATAN semua
EKONOMI warga negara
PRODUKTIF
Indonesia yang mengalami stigma dan marjinalisasi, dengan mengajak masyarakat luas
Berikut ini adalah contoh inisiatif Kepala Desa dalam menyelenggarakan
untuk bertindak inklusif dalam kehidupan sehari-hari.
inklusi sosial. Dalam contoh berikut, Kepala Desa menginisasi
pembentukan
Bagi Pendamping Kelompok
Desa, upaya Swadayabukan
ini mestinya Masyarakat
ikhwalbagi penyandang
sederhana. Para Pendamping
disabilitas. (Diambil dan diolah dari
yang bertugas di tingkat Kecamatan sendiri harus memahami pijakan konstitusi, terkait
https://kampungpeduli.com/2016/05/27/penyandang-disabilitas-
Hak dan Kewajiban warga Negara Indonesia yang telah menjadi ketentuan dalam UUD
intelektual-di-desa-rembes-bakal-memiliki-tempat-untuk-sentra-kegiatan-
maupun peraturan perundangan yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara
ekonomi-produktif/)
secara sektoral.
Perjuangan keras dari Kepala Desa Rembes, Bringin, Kabupaten
Selain pemahaman,
Semarangkesadaran sosial
Ibu Nur Afifah Penamping
untuk Desa harus
mensejahterakan jauhyang
warganya lebihmenyandang
maju dalam
penerimaan disabilitas
terhadapintelektual mulai membuahkan
kelompok-kelompok atauhasil. Setelah yang
individu memotivasi warga
tersisih agar
tersebut.
peduli dengan penyandang disabilitas yang terwujud dengan terbentuknya
Kesadaran tersebut mesti tampil dalam sikap, yakni dalam berinteraksi dengan pihak
Kelompok Swadaya Masyarakat Sinar Kasih sebagai wahana partisipasi
yang selamamasyarakat,
ini tersisih.kini
Kesadaran ini dibutuhkan
permohonannya agarPTP
kepada PT agenda
Getas inklusi tidak semata-
untuk memperoleh
mata bersifatlahan
formal dan artifisal
sebagai (bersifatekonomi
sentra kegiatan permukaan) belaka,
produktif jugamelainkan
di kabulkan.tampil sebagai
Tanggal 26
Mei 2016
hal yang memang yang lalu,
penting dankepala
harus desa Rembes memperoleh panggilan dari Direksi PT
dilakukan.
PTP Getas dan diputuskan bahwa permohonan lahan untuk Rumah Kreasi Sinar
Kasih bagi penyandang disabilitas Desa Rembes di kabulkan.
Dengan tersedianya lahan ini, rencana akan di bangun Rumah Kreasi
Sinar Kasih sebagai tempat berbagai kegiatan bimbingan dan sentra kegiatan
ekonomi produktif. “Semoga ini menjadi awal yang baik, kebangkitan desa
Rembes untuk peduli kepada penyandang disabilitas dan mudah mudahan kita
segera dapat membangun Rumah Kreasi yang kita impikan”.
Sebagai titik awal dan dalam rangka mendukung keberlanjutan KSM
di masa akan datang, KSM Sinar Kasih merintis kegiatan ekonomi produktif.
Saat ini sudah ada dua jenis usaha yang mulai di rintis, yaitu usaha batik dan
kerajinan bambu lidi. Di tahun akan datang juga direncanakan akan
Kementerian
dilakukan Desalele.
budidaya ikan Pembangunan Daerah
Terkait produk Tertinggal
batik, dan Transmigrasi
selain batik | 123
ciprat KSM ini
juga mengembangkan batik jumput. Walaupun para pendamping
hanya memperolah pelatihan batik ciprat, ternyata mereka kreatif dengan
mengembangkan batik jumput sendiri[]
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Inklusi sosial memerlukan pemahaman bahwa “yang di dalam” harus berhenti


mengucilkan mereka yang selama ini terpinggir. Seorang warga Desa tidak dapat
dikucilkan dari Musyawarah Desa, program dan kegiatan Desa karena keadaannya.
Penyandang disabilitas mesti mendapat jaminan untuk mampu mengakses fasilitas
publik dan memperoleh pelayanan dasar. Melalui agenda inklusi sosial, dorongan
untuk berhenti mengucilkan tersebut justru harus dilakukan lebih jauh dengan
penerbitan kebijakan atau peraturan Desa yang melindungi dan menarik ke dalam
mereka yang selama ini terpinggir.

INKLUSI SOSIAL DALAM KONTEKS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG DESA

Kesadaran dan perhatian khusus untuk mendorong partisipasi kelompok marjinal


seperti kaum miskin, lansia dan difabel masih rendah bagi banyak pemerintah desa.
Alasan yang sering diungkapkan adalah aspirasi kaum marjinal tersebut secara
otomatis sudah tercermin dalam usulan-usulan yang dibawa oleh para wakil dan tokoh
yang hadir dalam musyawarah desa. Di kasus yang lain, walaupun terdapat kehadiran
kaum marjinal dalam musyawarah desa, kehadiran mereka lebih untuk memenuhi
daftar absensi saja. Pemerintah desa mengaku sudah memberikan kesempatan kepada
mereka untuk bicara dalam forum musyawarah, namun kesempatan tersebut tidak
dimanfaatkan. Dalam hal keterlibatan perempuan, biasanya kelompok perempuan hadir

124| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

dalam musyawarah desa mewakili lembaga PKK atau perkumpulan keagamaan.


Meskipun demikian kualitas keterlibatan mereka masih dinilai kurang dalam proses
musyawarah dan wakil perempuan terbatas pada elit-elit desa dan tidak aktif bersuara.
DI tempat lain, walaupun terdapat wadah pertemuan rutin perempuan yang terpisah
dengan laki-laki, penampungan aspirasi umumnya diwakili kepala keluarga laki-laki
(Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa - Laporan Baseline
- the SMERU Research Institute Maret 2016)

Studi Kasus 1: Keterlibatan Perempuan Minim

“Jadi, perencanaan pembangunan hanya urusan laki2. Kalau pelaksanaan


baru melibatkan ibu2… kalau di Kalikromo ada perempuan. Di sini juga
mengumpulkan usulan dari warga dusun. Hanya Dusun Kalikromo yang
sudah dari awal melibatkan unsur perempuan dari 9 dusun yang ada…
(Perempuan biasanya) hanya ikut waktu kegiatan pembangunan. Nanti
dibilang wong wedhok (orang perempuan) kok ngeyel (tidak bisa diatur)…
Tidak (berani tanya-tanya informasi atau usul pembangunan), karena
dominan masalah laki-laki pembangunan itu sih… Kalau ibu-ibu saja (yang
bertanya ke kadus), tidak akan digubris karena kurang kuat! (FGD Tata
Kelola Desa Perempuan, Kec. Eromoko – Kab. Wonogiri, 13 Oktober 2015).

(Dicuplik di Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang


Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute Maret 2016)

Tingkat partisipasi masyarakat cenderung lebih tinggi apabila pertemuan dan aktifitas
diadakan dibawah level desa, yaitu di dusun, RW atau RT. Hal ini karena selain
disebabkan oleh akses juga secara kebiasaan forum-forum tingkat tersebut dianggap
lebih familiar dan akrab. Artinya bila kegiatan diadakan pada level desa, partisipasi
warga akan menciut. Hal yang sama juga terjadi bagi kegiatan pembangunan dimana
keterlibatan masyarakat akan lebih tinggi apabila lokasi pembangunan berada di lokasi
disekitar tempat tinggal mereka.

Studi Kasus 2: Urunan Warga Marginal untuk Perbaikan Jalan

“Di Desa Kelok Sungai Besar terdapat satu RT, yaitu RT 15, yang letaknya
jauh dari pusat pemerintahan Desa. Untuk sampai ke RT 15, harus melewati
jalan perusahaan perkebunan dan wilayah Desa Belanti Jaya, desa
bentukan baru yang berasal dari permukiman Transmigrasi. RT yang
jumlah warganya kini sekitar 20-an KK ini, menghadapi permasalahan yang
sejak dulu belum pernah terselesaikan, yaitu kondisi jalan tanah merah
yang merupakan akses keluar masuk wilayah tersebut rusak berat, apalagi
saat hujan. Aliran listrik PLN pun belum masuk ke RT ini. Usulan kepada
desa sudah sering disampaikan, namun selalu tidak mendapat prioritas.

Kepala Desa bukan tidak menyadari kondisi ini. Namun terbatasnya


anggaran dan letak yang terpisah membuat niat untuk memperbaiki jalan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 125
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

masih terkendala. “Beberapa kali Musrenbangdes memang sudah


direncanakan, sejak Kades Pak Tar, terus kito. Pak RT boleh buka dokumen
perencanaan desa, semuanya ada. Tapi terkendala duitnya ndak ado, yang
ngabulkannya ndak ado. Disamping itu kendala yang lain karena jalannya
melalui jalan perusahaan perkebunan. Mudah-mudahan dengan adanya
UU Desa ini, dutinya sudah lebih 1 milyar, di sini bisa kebagian,”
(Wawancara, laki-laki, 37, kepala desa, Kecamatan Mersam - Kabupaten
Batanghari, 17 Oktober 2015).

Atas kondisi ini warga RT 15 menyepakati sebuah inisiatif untuk memungut


Rp 10/kg hasil produksi sawit tiap KK untuk kas pemeliharaan jalan (iuran
ini naik menjadi Rp 20/kg pada tahun 2015). Pada tahun 2014, kas tersebut
digunakan untuk perbaikan jalan dengan menghabiskan dana sebesar 26
Juta, dimana biaya paling besar adalah untuk menyewa buldoser dan
eskavator. “Memang di sini prioritas dari desa belum ada, semua masih
swadaya. Eskavator 1 jam sewanya Rp 500.000, kali 40 jam. Berapa itu?
Belum rollingnya, 1 jam sejuta.” (Ketua RT 15, Desa Kelok Sungai Besar).
Meski upaya perbaikan telah dilakukan, nyatanya jalan yang ada sekarang
masih belum memiliki kualitas yang baik.”

(Dicuplik dari Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014


tentang Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute Maret 2016)

Dalam penyusunan dokumen RPJMDes dan RKPDes, sebagian besar desa yang pernah
di kaji oleh SMERU (Sentinel Village 2016) sudah melaksanakan rangkaian musyawarah
yang diatur dalam Permendagri No. 66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
Akan tetapi pertemuan ditingkat RT hanya digunakan untuk penggalian usulan-usulan
sebagai masukan penyusunan RPJMDes. Sedangkan dalam proses RKPDes, proses
penetapan prioritas pembangunan untuk berlangsung elitis dengan melibatkan
beberapa orang sebagai tim penyusun dan tidak melibatkan masyarakat. Hal yang
serupa juga dijumpai dalam penyusunan APBDes yang biasanya dikerjakan oleh aparat
desa, antara lain Kepala Desa, Kaur Pembangunan, Bendahara Desa, Sekdes dan Kaur
Umum. Seringkali penyusunan anggaran tersebut hanya melibatkan segelintir orang
yang dianggap pemerintah desa sebagai orang yang kooperatif. Walaupun hal ini tidak
menyalahi aturan karena Permendagri No.113 tahun 2015 hanya mensyaratkan bahwa
pembahasan dilakukan antara pemerintah desa dengan BPD, tidak ikut sertanya warga
masyarakat berpotensi terjadinya kasus penyalahgunaan wewenang. Secara umum,
pemerintah desa belum memfasilitasi proses dan pendekatan yang lebih
partisipatif.Proses penetapan prioritas ini berdampak pada penundaan atau tidak
dilaksanakannya kegiatan pembangunan yang menurut masyarakat dianggap sangat
dibutuhkan.

Studi Kasus 3: Rencana Desa Sudah Dikonsepkan dari Atas

126| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

“Pelaksanaan kegiatan musrenbangdes di Desa Pinang Merah, Kabupaten


Merangin, dilakukan tanpa didahului musdus, namun dengan mengundang
seluruh warga desa (sekitar 200an KK). Sayangnya, dari seluruh warga yang
diundang, kehadiran peserta musrenbangdes hanya sekitar 30 orang, sudah
termasuk pemerintah desa dan BPD. Menurut Kaur Umum desa setempat,
warga enggan hadir karena lebih mementingkan kegiatan mendulang emas
sebagai tumpuan ekonomi ketimbang berpartisipasi dalam pembangunan
desa. Oleh sebab itu, ia mengakui bahwa usulan-usulan kegiatan
pembangunan telah dirancang terlebih dahulu oleh Pemerintah Desa untuk
didiskusikan pada saat musyawarah.

“Masyarakat kan tidak tau, awam, (jadi) kita lah yang mikirnya. Oh di situ
perlu jalan rabat beton, di situ jalan rabat beton. Mana yang perlu, ada
anggaran, kasih. Dari masyarakat tidak ada mikir, usul (juga) tidak ada,
yang penting makan." (Wawancara, laki-laki, 36, kaur umum, Kecamatan
Sungai Manau - Kabupaten Batanghari, 17 November 2015)

Situasi seperti ini diamini oleh salah seorang tokoh masyarakat dari unsur
guru yang menyatakan bahwa pemerintah desa tidak secara murni
melakukan penggalian gagasan. Menurutnya, ini menjadi faktor lain yang
menyebabkan Musrenbangdes tidak dihadiri oleh warga, yaitu selain
dianggap tidak punya hasil (usulannya itu-itu saja), juga karena tidak
diakomodirnya usulan warga bila bertentangan dengan apa yang telah
dirancang oleh Pemerintah Desa.

“Kebanyakan warga setuju-setuju saja. Seharusnya kita tahu dulu dananya


berapa, diminta usulannya apa, dan kebutuhannya apa. (Tapi yang terjadi)
Kades sudah merancang terlebih dahulu (usulan kegiatannya) baru minta
pendapat ke masyarakat. Di musyawarah, keputusan (seolah-olah) sudah
ada. Ada yang beda pendapat, tapi kalo kades sudah ngomong itu dan
sudah banyak yang setuju, pendapatnya jadi tidak diterima. Kalau pun ada
perdebatan itu pasti di belakang, kan gak ada hasilnya. Depan setuju-
setuju, di belakang (baru bilang) tidak setuju.” (Wawancara, laki-laki, guru,
Kecamatan Sungai Manau - Kabupaten Merangin, 20 November 2015).”

(Dicuplik di Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang


Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute Maret 2016)

DASAR HUKUM DAN TUJUAN INKLUSI SOSIAL


Dalam konteks implementasi UU Desa, inklusi sosial dilakukan untuk melibatkan
seluruh individu sebagai warga masyarakat Desa dalam penyelenggaraan kehidupan
berdesa, baik pembangunan maupun pemberdayaan. Dalam UU Desa disebutkan salah
satu tujuan pengaturan Desa dilakukan untuk memperkuat masyarakat Desa sebagai
subjek pembangunan (Pasal 4 huruf i). Artinya, seluruh unsur masyarakat Desa, tanpa

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 127


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

membedakan keadaan fisik, tingkat kesejahteraan ekonomi, jenis kelamin, agama,


maupun etnis, harus sama-sama mampu menjadi warga Negara yang aktif dalam
pembangunan.

Ketentuan terkait inklusi lebih eksplisit lagi diatur di Pasal 117 ayat (3) PP No. 43 tahun
2014. Di situ daitur bahwa RPJMDesa disusun dengan mempertimbangkan “kondisi
objektif Desa” dan prioritas pembangunan Kabupaten/Kota. Dalam PP tersebut
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah “kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,
sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,
antara lain, keadilan gender, perlindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian
lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal,
pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal.”

Agenda pemberdayaan Desa bahkan mendorong agar agenda inklusi sosial masuk ke
dalam proses perencanaan dan penganggaran. Ketentuan tersebut termaktub di Pasal
127 PP 43 tahun 2014. Di situ diatur bahwa pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan
dengan “menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan
warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal”. Dengan
mengacu pada perintah undang-undang di atas, maka mau tidak mau agenda inklusi
sosial harus menjadi perhatian serius baik bagi Pemerintah Desa, Kecamatan, dan
khususnya Pendamping Desa sebagai pemberdaya masyarakat Desa.

Pada dasarnya, inklusi sosial tertuju bagi penguatan masyarakat Desa. Masyarakat Desa
yang hendak dicapai oleh UU Desa merupakan kesatuan utuh dari seluruh individu
warga Desa yang memiliki kompetensi, kesadaran utuh sebagai subjek, dan berdiri
secara setara. Kemandirian dan kesejahteraan Desa merupakan hasil atau resultante
dari kemampuan seluruh individu warga Desa. Di samping itu, inklusi sosial juga
memiliki dimensi tujuan yang lebih besar, di antaranya:
 Pemenuhan Hak Asasi Manusia yang universal
 Terlayaninya kebutuhan dasar (mampu mengakses, terpenuhi layanan dasar
minimum)
 Partisipasi sosial penuh (melawan pengisolasian)
 Pengakuan identitas dan dihormati dalam suatu kesatuan yang utuh (memerangi
stigma, kekhasan budaya adalah sah)

Tujuan di atas jelas bukan agenda sederhana yang dapat dicapai dengan mudah dan
cepat. Pemahaman konstitusi dan kesadaran Pendamping Desa sangat menentukan,
khususnya dalam peran dan fungsi Pendamping Desa sebagai supervisor bagi
Pendamping Lokal Desa.

LANGKAH UMUM DAN INDIKATOR INKLUSI SOSIAL

128| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Inklusi sosial harus dipahami sebagai agenda panjang yang membutuhkan


perencanaan sistematik, terukur, namun sekaligus harus terbuka bagi perbaikan. Untuk
mencapai keberhasilan stakeholder baik di tingkat Pemerintah Desa, Kecamatan,
maupun SKPD terkait harus memiliki kesamaan pemahaman terkait inklusi. Selain itu,
penggangan jaringan dan dukungan dari kalangan di luar pemerintah juga akan sangat
menentukan.

INDIKATOR INKLUSI SOSIAL DI DESA


 Modal sosial (kepercayaan, tingkat penerimaan);
 Nilai kolektif yang berlaku di masyarakat;
 Indikator penghinaan/mempermalukan (Reyles 2007);
 Indeks keanekaragaman (misalnya keterwakilan perempuan,
kesetaraan gender, keterwakilan kelompok penyandang
disabilitas, dll);
 Indeks disparitas;
 Indeks isolasi;
 Indeks segregasi (perbedaan sebagai % dari 1 kelompok yang
harus bergerak untuk memiliki perwakilan yang sama).

Selain itu, masyarakat Desa dan komunikasi dengan individu atau kelompok yang
terpinggir merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dengan serius. Masyarakat
atau warga Desa secara umum harus mendapatkan informasi serta sosialisasi yang
benar mengenai hak-hak dasar setiap warga Desa. Agenda ini tidak melulu harus
dilakukan secara formal, karena bagi masyarakat Desa, individu atau kelompok yang
terpinggir sesungguhnya adalah tetangga mereka sendiri. Komunikasi dengan interaksi
dengan kelompok yang terpinggir juga harus dilakukan dengan serius, hati-hati, dan
menjaga agar jangan sampai memunculkan efek psikologis yang negatif.

Secara umum, alat analisis dan langkah inklusi dapat digambarkan sebagai berikut.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 129


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

PEMETAAN WILAYAH dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menemukan dan


memetakan konsentrasi tempat tinggal Rumah Tangga Miskin, penyandang disabilitas,
masyarakat adat, dan kelompok atau individu termarjinalkan lainnya. Tujuannya adalah
untuk menampilkan gambaran lengkap mengenai dimana kelompok marjinal tersebut
tinggal, jumlahnya, jenis-jenis masalah, dan lain sebagainya. Pemetaan itu dilakukan
secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat yang marjinal dan dapat dilakukan
beberapa kali sampai informasi dinilai mencukupi.

Format tabel berikut ini dapat membantu untuk memetakan individu dan kelompok
yang tereksklusi.

Nama FAKTOR EKSKLUSI

Akses terhadap Regulasi dan


Individu/Kelompok pelayanan dasar Penerimaan Sosial kebijakan

Contoh: Kelompok Tidak mendapatkan Terdapat stigma yang Dalam penyusunan


Suku Terpencil A akses ke sarana melekat bahwa orang RPJMDes dan
dasar kesehatan dari Suku A bodoh, RKPDes tidak
karena lokasi malas dan tidak melibatkan anggota
tempat tinggal dapat dipercaya. dari Suku A dengan
sangat jauh dari Masyarakat di desa alasan jarak yang
desa induk (sekitar induk memiliki tabu sangat jauh.
4 jam perjalanan) yang sangat kuat Pemerintah Desa
apabila anggota merasa bahwa suara
keluarga mereka mereka sudah
menikah dengan terwakilkan melalui
orang dari Suku A musyawarah-
musyawarah yang
selama ini dilakukan.

MENYUSUN PROFIL SOSIAL; hasil pemetaan wilayah database dilengkapi dengan


penjelasan akar masalah yang menyebabkan marjinalisasi. Penjelasan tersebut dapat
dibuat sebagai narasi yang disertai dengan kata kunci utama, dan dapat pula disusun
dalam bentuk pohon permasalahan (problem tree). Profil sosial ini akan sangat
membantu bagi langkah-langkah selanjutnya, khususnya dalam membangun
komunikasi dengan kelompok marjinal dan merumuskan jalan keluar.

KOMUNIKASI DAN INTERAKSI adalah langkah untuk membangun pemahaman,


keakraban, dalam rangka mengembangkan keterlibatan satu sama lain. Pendekatan
dalam langkah ini harus dicermati dengan baik dan disesuaikan dengan budaya
setempat. Pada ujungnya, tujuan dari langkah ini adalah untuk merumuskan jalan
130| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

keluar bersama langsung dari pihak yang termarjinalkan, selain mendorong agar
mereka mulai untuk terlibat aktif dalam kehidupan berdesa.

MENGGALANG STAKEHOLDER dibutuhkan agar agenda inklusi menjadi perhatian,


dukungan, dan bantuan dari banyak pihak. Stakeholder yang dimaksud diantaranya
adalah Pemerintah Kecamatan, SKPD terkait selaku pembina dan pengawas, pihak
swasta, ormas, NGO, maupun perguruan tinggi.

KEBIJAKAN/PERATURAN DESA. Langkah yang paling strategis dari siklus inklusi


sosial sesungguhnya adalah perlindungan kebijakan Desa. Desa inklusif pada dasarnya
bukan semata-mata desa yang secara sosio-kultural telah berjalan secara inklusif,
melainkan kehidupan di dalamnya dinaungi secara politik melalui payung kebijakan.
Payung kebijakan ini harus ada bukan untuk fungsi simbolik, melainkan untuk
memberikan perlindungan dan jaminan dari proses inklusi dan keadaan inklusif[.]

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 131


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 8
MANAJEMEN PENDAMPINGAN
DESA

132| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Jati Diri Tenaga
8.1
Pendamping Profesional
P3MD dan Kode Etik
Pendamping

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dan memahami tugas pokok fungsi yang harus
dilakukan seorang tenaga pendamping profesional P3MD dalam
melaksanakan tugas pendampingan desa;
2. Menjelaskan dan memahami perilaku, sikap dan jati diri yang
harus di miliki sebagai seorang tenaga pendamping profesional
P3MD;
3. Mengetahui dan dapat menyebutkan kode etik tenaga
pendamping profesional serta sanksi yang harus ditanggung seorang
pendamping profesional P3MD jika melanggar kode etik.

4. Mampu menjaga dan menegakkan kode etik pendamping


profesional P3MD.

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan
Pleno.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 133


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Media
 Media Tayang 8.1.1;
 Lembar Kerja 8.1.1: Matrik Diskusi Tupoksi TAPM
 Lembar Kerja 8.1.2 : Kode Etik Tanaga Pendamping Profesional

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami tugas pokok fungsi tenaga pendamping
profesional P3MD
1.Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari subpokok bahasan tentang Jati Diri Pendamping Profesional
P3MD dan Kode Etik Pendamping;
2.Berikan kesempatan kepada peserta untuk membaca cepat
tupoksi PD sesuai posisi jabatannya dari SOP
3.Lakukan curah pendapat tentang tugas, pokok fungsi PD
dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang tupoksi TAPM?
b. Bagaimana peluang dan tantangan tupoksi
dijalankan?
4.Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
5.Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan
menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
6. Selanjutnya bagi peserta kedalam kelompok (4 sd 5 orang per
kelompok), pandulah peserta untuk diskusi kelompok terkait
menganalisis tentang titik kritis pelasaksanaan tupoksi dan
strategi fasilitasi dengan menggunakan Lembar Kerja 3.1.1;
7.Selanjutnya pleno hasil kelompok, berikan sessi perwakilan
kelompok untuk memaparkan hasil rumusan kelompok. Umpan
balikkan.

134| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

8. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan


dan kesimpulan tentang materi dibantu dengan pemaparan
media tanyang yang telah disediakan.

Dalam pembahasan pelatih perlu memberikan penekanan bahwa tupoksi


merupakan ukuran kinerja secara professional capaian tupoksi
merupakan hasil yang dicapai dari pekerjaan sesuai jabatannya Hasil
atau capaian kinerja tersebut merupakan tujuan bersama dari sebuah
system organisasi.
.

Kegiatan 2: Perilaku, sikap dan jati diri tenaga pendamping


profesional P3MD
9. Mulailah dinamika belajar dengan mendiskusikan secara
berurutan beberapa pertanyaan berikut;

a. Apa artinya sikap? Apa perilaku?


b. Sikap, perilaku itu sifat bawaan atau bisa dibentuk?
c. Kalau sikap dan perilaku merupakan sesuatu yang bisa dibentuk,
bagaimana caranya membentuk sikap seseorang?

10. Rangkumlah jawaban para peserta dalam kerangka pemahaman


yang benar. Jelaskan bahwa sikap merupakan bagian dari sifat
seseorang yang bisa dibentuk. Kaitkan penjelasan itu dengan
pentingnya pendidikan karakter yang bertujuan membangun
integritas atau sikap-sikap ideal seseorang;
11. Jelaskan juga bahwa pendampingan pemberdayaan masyarakat
desa merupakan proses pendidikan bagi pendamping desa untuk
belajar membangun integritas atau sikap ideal dalam menjalankan
perannya sebagai pendamping;
12. Bagilah selembar kertas kosong pada setiap peserta. Mintalah
menjawab pertanyaan berikut secara tertulis. Masing-masing peserta
cukup memberikan satu jawaban untuk setiap pertanyaan.
a. Peran penting apa saja yang bisa dilakukan TAPM dalam
pemberdayaan masyarakat desa?
b. Sikap ideal seperti apa yang seharusnya dimiliki TAPM dalam
menjalankan peran dan tanggungjawabnya sebagai pendamping
desa?

13. Berikan kesempatan kepada setiap peserta untuk membacakan


jawabannya.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 135


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

14. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan


kesimpulan tentang materi dibantu dengan pemaparan media
tanyang yang telah disediakan.

Kegiatan 3: Tahapan kode etik tenaga pendamping profesional serta


sanksinya
15. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari kegiatan belajar tentang kode etik tenaga pendamping
profesional;
16. Diawali dengan penjelasan umum dari pelatih tentang kode etik
tenaga pendamping professional, umpan balikkan;
17. Pelatih Menayangkan point-point pembahasan yang merupakan
kesimpulan dari materi.
18. Sebelum mengakhiri sesi, pelatih meminta salah satu peserta
untuk maju kedepan membacakan kode Etik Pendamping Desa
Profesional P3MD yang diikuti oleh seluruh peserta;
19. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan
kesimpulan tentang materi dibantu dengan pemaparan media
tanyang yang telah disediakan.

Lembar Kerja 3.1.1

Matrik Diskusi Strategi Fasilitasi Tupoksi


TUPOKSI TITIK KTRITIS & STRATEGI RENCANA KERJA
PERMASALAHAN FASILITASI
1.
2.
1.DST

136| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat
memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk analisis Tupoksi dan
mengidentifikasi rumusan strtaegi fasilitasinya;
(3) Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

Lembar Informasi
SPB
Jati Diri Tenaga Pendamping
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 137
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

8.1.1 Profesional P3MD dan Kode


Etik Pendamping

Latar Belakang
Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan. Data Badan
Pusat Statistik tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia
kebanyakan adalah penduduk yang bermata pencaharian petani. Artinya data tersebut
bisa dibaca bahwa kemiskinan lebih banyak dijumpai di pedesaan yang nota bene
masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Kondisi tersebut boleh
dikatakan belum pernah mengalami perubahan berarti dari waktu ke waktu. Ironis, desa
sebagai sumber daya utama negeri agraris justru hidup dalam kemiskinan. Sejarah desa
adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri yang kaya. Kemiskinan
pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan akibat dari sistem tata
kelola dan kebijakan yang tidak adil. Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai
dari sejak pemerintah kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah
kepada pengusaha-pengusaha swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische
Wet) tahun 1870. Di masa kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang menyakut
tata kelola pedesaan banyak dipengaruhi peraturan yang diproduksi pemerintah
kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi desa yang menjadi amanat UU No.1
Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang dimaksud dalam peraturan
perundangan yang diberlakukan pemerintah kolonial. UU No. 18 Tahun 1965 yang
mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik dan
pemerintahan otonom. Posisi desa menjadi semakin kuat ketika pemerintah
menetapkan Undang-undang No.19 Tahun 1965 tentang Desa Swapraja. Amanat
Undang-undang ini menghadirkan semangat untuk menjunjung nilai-niali demokrasi,
kemandirian dan kemerdekaan desa. Namun sayang, implementasi amanat Undang-

138| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

undang belum sempat terwujud Orde Baru sudah mengambil alih kekuasaan.
Kepemimpinan Orde Baru segera membekukan Undang-undang tersebut melalui
ketetapan Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan seluruh
Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan tentang
desa yang menggantikan. Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang dikuasai oleh elit
desa dan pemilik modal.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa adalah
UU No.5 Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter kekuasaan
otoritarian pemerintah pusat yang memberangus kewenangan desa untuk bisa
mengatur dan menguasai. Salah satu amanatnya adalah menyeragamkan bentuk dan
susunan desa. Akibatnya desa kehilangan karakter social budayanya. Kebijakan Orde
Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa adalah kebijakan ditetapkannya
industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau. Dalam jangka pendek kebijakan revolusi
hijau memang terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara nasional.
Namun dalam jangka panjang industrialisasi pertanian menyisakan penderitaan
berkepanjangan. Kearifan budaya yang menyertai siklus tanam sampai panen tergerus
oleh sikap pragmatis petani yang lebih mengandalkan teknologi dari pada keterlibatan
sosial masyarakat desa. Pengetahuan dan keterampilan perempuan tani tidak lagi
diperhitungkan. Kebiasaan memanfaatkan pestisida dan teknologi pengolahan tanah
menggerus tingkat kesuburan ternak.

Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan
pembangunan yang segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun harapan
tinggal harapan. Pemerintahan semasa reformasi masih belum menunjukkan
kesungguhan niat politik untuk melakukan perubahan desa. Dua produk hukum, UU
No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum mampu menjawab hakekat
kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan terkecil bagian dari
pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki kewenangan
mengatur kehidupannya sendiri.

UU Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa


Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) merupakan produk
perundangan terbaru yang dihasilkan sesudah lebih dari lima belas tahun
pemerintahan reformasi. Ada sebagian pihak yang menyambut kehadiran UU Desa
dengan keraguan (skeptis). Tapi sebagian terbesar menyambutnya dengan penuh
harapan (optimistik). Para pihak yang optimistik melihat UU Desa sebagai gerbang
harapan bagi desa, atau yang disebtu dengan nama lain.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melaui upaya pendampingan.
Pendampingan merupakan salah satu langkah penting yang perlu dilakukan untuk
percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya melalui peningkatan pengetahuan,

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 139


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya


sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Pendampingan masyarakat dalam konteks implementasi Undang-Undang Desa
berada dalam ranah pembelajaran politik. Karenanya, tidak dimungkinkan lagi adanya
pola-pola pendampingan desa yang bersifat apolitis sebagai sekedar urusan
penyelesaian urusan proyek pembangunan. Ke depan dituntut adanya pendamping
masyarakat desa yang mampu hadir sebagai guru kader untuk melahirkan kekuatan
rakyat desa sebagai benteng NKRI. Pendamping masyarakat desa harus didudukkan
sebagai bagian dari upaya menegakkan kedaulatan bangsa dan negara sebagaimana
diwujudkan dengan mengimplementasikan Undang-Undang Desa secara sistematis,
konsisten, dan berkelanjutan.
Pendampingan masyarakat desa merupakan bagian utama dari proses
pengembangan kapasitas masyarakat desa. Core business pemberdayaan masyarakat
Desa adalah penguatan rakyat sebagai proses belajar sosial yaitu learning by capacity
dan learning by doing yang menyatu dalam seluruh praktek pembangunan di tingkatan
komunitas. Pemberdayaan masyarakat merupakan varian dari proses reformasi tatanan
ekonomi-politik melalui sebuah proses transformasi sosial.
Pendampingan masyarakat merupakan sebuah proses kaderisasi desa. Sebuah
upaya menciptakan kader desa sebagai orang-orang kunci yang mampu
menggerakkan dinamika kehidupan di desa yang berdaulat di bidang politik, berdikari
di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang budaya. Kader desa ini juga mampu
hadir sebagai agen-agen perubahan (the agent of changes) yang terdidik dan terlatih
untuk mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita
normatif.
Pendampingan masyarakat desa yang berkarakter politis ini diharapkan mampu
melahirkan partisipasi masyarakat yang bersifat substansial. Ukuran partisipasi
masyarakat desa tidak sekedar jumlah kehadiran orang-orang dalam forum
musyawarah atau sekedar perhitungan kehadiran orang dalam kegiatan gotong-
royong. Partisipasi masyarakat hendaknya dimaknai secara baru dengan memfokuskan
diri pada kemampuan rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan mengartikulasikan
kepentingannya secara demokratis dalam ruang publik politik.
Dalam PermendesaPDTT nomor 3 tahu n2015 tentang Pemdampingan Desa
dirumuskan bahwa Pengertian Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan
tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan
dan fasilitasi Desa. Sedang tujuan pendampingan Desa dalam meliputi: 1).
Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan
pembangunan Desa; 2). Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat
Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; 3). Meningkatkan sinergi program
pembangunan Desa antarsektor; dan 4). Mengoptimalkan aset lokal Desa secara
emansipatoris. Untuk Ruang lingkup pendampingan Desa meliputi: 1). Pendampingan
masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk memberdayakan dan
memperkuat Desa; 2). Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang
didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan cakupan kegiatan yang
didampingi; dan 3). Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah

140| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat


Desa melalui pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan, termasuk dalam hal
penyediaan sumber daya manusia dan manajemen.
Secara yuridis, landasan hukum pendampingan Desa, meliputi: Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

Karakter Pendamping Desa dalam Pemberdayaan


UU Desa tegas mengakui kedudukan desa subyek hukum yang memiliki hak
dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri (Psl 1, at 1).
Desa boleh dan berhak merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan desa sebagai subyek
tidak hanya diungkapkan secara jelas pada pasal tertentu, tetapi juga tersirat pada
setiap pasal. Salah satu rumusan yang menyiratkan semangat pengakuan sebagai
subyek adalah pasal yang menyatakan amanat tentang pemberdayaan masyarakat desa
(Psl 1, at 12).
Pemberdayaan masyarakat desa merupakan amanat yang sesungguhnya
menjungkirbalikkan pendekatan pembangunan yang selama ini berorientasi pada
kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah konsep pembangunan yang manghadirkan
karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Karakter pertama, pemberdayaan mewujudkan
pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Masyarakat menjadi pelaku utama
sekaligus tujuan (people centre). Dalam konteks ini pemberdayaan merupakan bagian
dari gerakan budaya. Salah satu karakter dari pemberdayaan adalah kesadaran kritis
masyarakat tentang makna pembangunan. Karakter ini mengandaikan tumbuh dari
sikap kesediaan masyarakat untuk senantiasa belajar memahami beragam aspek yang
mempengaruhi dampak pembangunan bagi masyarakat dan lingkungan.

Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan keterlibatan aktif


masyarakat untuk menggagas, merencanakan, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan proses pembangunan. Dalam UU Desa karakter ini jelas
dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa (Pasal 3). Di samping itu karakter
partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati musyawarah desa
sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi desa. Berikutnya pemberdayaan
memiliki karakter memampukan (empowering) masyarakat yang terlibat dalam
aktivitas pembangunan. Sejalan dengan karakter ini maka bisa dipahami kalau amanat
pasal pemberdayaan dalam UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah yang
menegaskan perlunya para pihak, utamanya pemerintah untuk melakukan
pendampingan terhadap masyarakat dan aparatus desa (Psl 128, PP No. 43 Tahun
2014). Tujuan pendampingan adalah untuk meningkatkan kapasitas pendamping dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa (Psl 129 at 1 C,
PP. No 43 Tahun 2014).
Di samping itu pemberdayaan merupakan model pembangunan yang
berkarakter berkelanjutan (sustainable). Karakter ini mendorong pelaku pembangunan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 141
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

untuk tidak bersikap pragmatis (aji mumpung) dalam merencanakan dan melakukan
pembangunan. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang menuntut
kemampuan visioner, kemampuan melihat manfaat pembangunan tidak saja untuk
kebutuhan saat ini, tetapi mampu terus menerus memenuhi kebutuhan jangka panjang.
Di samping itu kerberlanjutan juga berarti sifat pembangunan yang memperhatikan
dampak kehancuran lingkungan. Artinya perencanaan pembangunan perlu disertai
dengan upaya menjaga keberlangsungan ketahanan sumber daya alam dan
lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga menegaskan bahwa pemberdayaan merupakan
sebuah konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan yang dilakukan secara sadar
dilakukan terus menerus untuk menghormati martabat manusia dengan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan asasi dan menjaga lingkungan tempat manusia berada. Dalam
kerangka implementasi Undang-undang Desa pemberdayaan merupakan sebuah
konsep pembangunan yang menjujung tinggi nilai kedaulatan masyarakat desa sebagai
subyek, kesatuan masyarkat hukum yang memiliki hak dan kewenangan. Karena itu
keberhasilan pemberdayaan masyarakat desa tidak hanya diukur secara materialistik,
terpenuhinya sarana dan prasarana fisik, tetapi juga diukur dari tingkat pemerataan
kesejahteraan. Di atas itu semua ukuran yang terpenting adalah perubahan sikap dan
perilaku masyarakat. Pemberdayaan merupakan wujud lain dari pendidikan karakter
yang mendorong masyarakat tidak hanya semakin mampu atau terampil, tetapi juga
berkembang menjadi masyarakat yang memiliki integritas sosial.

PENGELOLAAN PENDAMPING PROFESIONAL

Mekanisme kontrak individual mensyaratkan adanya pengelolaan Pendamping


Profesional secara efektif dan efisien. Pengelolaan Pendamping Profesional ini
meliputi mobilisasi, penetapan hari dan jam kerja, relokasi Pendamping Profesional,
perijinan cuti dan penentuan hari libur, persetujuan pengunduran diri, PHK, sampai
dengan tahapan demobilisasi pada saat program berakhir atau lokasi program
berkurang jumlahnya. Untuk itu, Satker P3MD Provinsi bersama KPW berkewajiban
mengelola Pendamping Profesional secara ketat dan berdisiplin agar pelaksanaan
program di tingkat lapangan berjalan optimal.

Satker Ditjen PPMD mensupervisi dan mengawasi pengelolaan Pendamping


Profesional secara nasional dengan menerapkan standar kontrak kerja yang baku
secara nasional untuk mengatur hubungan legal administrasif, serta memberlakukan
Tata Perilaku (Code of Conduct) dan Etika Profesi, sebagai standar normatif dalam
pengelolaan Pendamping Profesional.

A. TATA PERILAKU DAN ETIKA PROFESI

Dalam rangka menjaga perilaku Pendamping Profesional, sesuai norma moral maka
secara khusus ditetapkan standar normatif perilaku Pendamping Profesional yang
meliputi: Tata Perilaku dan Etika Profesi sebagai aturan nornatif sesuai prinsip-
prinsip moral yang ada pada Bangsa Indonesia. Tata Perilaku merupakan nilai-nilai

142| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

normatif yang diatur dalam SPK; sedangkan Etika Profesi merupakan nilai-nilai
normatif umum yang melekat dalam diri seorang profesional.

Aturan Normatif ini merupakan alat kendali diri (self control) bagi Pendamping
Profesional berunjuk kerja secara profesional sebagai pendamping masyarakat. Acuan
standarisasi perilaku Pendamping Profesional yang diberlakukan adalah Tata Perilaku
dan Etika Profesi yang akan disebut di bawah ini, sehingga pada saat dibutuhkan
aturan normatif ini akan difungsikan sebagai alat untuk jadi panduan penyelesaian
terhadap segala tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari etika. Rincian Standar Normatif Perilaku Pendamping Profesional
adalah sebagai berikut:

1. Tata Perilaku (Code of Conduct) Pendamping Profesional

a) Tunduk Terhadap Hukum, Peraturan dan Adat-istiadat

Pendamping Profesional tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas atau


berpartisipasi dalam aktivitas yang melawan hukum, peraturan serta adat istiadat
masyarakat setempat yang akan berpengaruh buruk terhadap citra Satker/Pemerintah.

b) Kebenaran Data Pribadi

Data pribadi Pendamping Profesional yang diberikan kepada Satker/Pemerintah harus


benar dan dijamin kebenarannya sehingga secara yuridis tidak merugikan
Satker/Pemerintah sebagai Pihak Pemberi Kerja.

c) Konflik Kepentingan Pribadi

Setiap Pendamping Profesional, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,


harus selalu berpedoman pada panduan yang digariskan serta melakukan koordinasi
dengan pihak-pihak terkait. Konflik kepentingan pribadi baik yang menyangkut
keuangan maupun proses pelaksanaan tugas harus dihindarkan.

d) Menerima Imbalan

Pendamping Profesional tidak diperbolehkan menerima atau meminjam uang


dan/atau barang sebagai imbalan pengerjaan sesuatu atau kegiatan yang bersumber
dari APBDes yang berindikasikan dan berimplikasi pada penyalahgunaan posisi,
tanggung jawab dan profesionalitas.

e) Tingkat Kehadiran di Lokasi Pekerjaan

Setiap Pendamping Profesional harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya


serta berada di lokasi tugas secara purna waktu, sehingga tidak ada keluhan dari
masyarakat atau pihak terkait tentang sulitnya melakukan pertemuan dan koordinasi.
f) Laporan dan Akurasi Data

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 143


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

 Setiap Pendamping Profesional harus menyampaikan laporan sesuai


dengan ketentuan yang berlaku;

 Permintaan data dan informasi yang dibutuhkan oleh


manajemen Satker/Pemerintah harus segera dipenuhi;

 Pendamping Profesional harus memberikan data alamat, nomor


handphone dan nomor rekening tabungan yang benar guna
menjamin kelancaran komunikasi dan transfer pembayaran honorarium
dan tunjangan;

 Setiap perubahan alamat, nomor handphone dan nomor rekening


tabungan harus diberitahukan secara cepat dan tertulis;

g) Jabatan Publik

Setiap Pendamping Profesional tidak diperbolehkan menduduki jabatan publik


termasuk dalam kepengurusan partai politik.
h) Fitnah, Hasutan, Propaganda Negatif

Setiap Pendamping Profesional harus menghindarkan diri dari penyebaran fitnah,


hasutan, propaganda dan tindakan-tindakan tersembunyi yang bertendensi negatif
dan merugikan kepentingan Satker/Pemerintah dan program.

2. Etika Pendamping Profesional

1) Tidak memaksakan kehendak: Peran


Pendamping Profesional dalam memfasilitasi musyawarah atau kegiatan
hanya bersifat fasilitasi dan mediasi, boleh memberikan masukan sesuai
etika profesi dan tidak diperbolehkan memaksakan kehendak apalagi
mengambil atau menetukan keputusan.

2) Tidak manipulatif : Pendamping Profesional


melakukan manipulasi data bik yang bersipat dokumen administrative
maupun yang bersipat informative untk memberikan keuntunngan kepada
pihak tertentu atau pendamping dan dapat merugikan masyarakat.

3) Tidak melakukan propaganda negative di


depan masyarakat : Orang akan menganggap Pendamping Profesional
yang menjelekkan pihak lain akan konplik di maasyarakat.

4) Menghormati pendapat dan kedudukan


orang lain : Pendamping Profesionalharus hormati pendaat dan
kedudukan orang lain dalam menlaksanakan tugasnya.

5) Netral, tidak berpihak : Pendamping


144| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Profesional tidak boleh berpihak pada satu kelompok atau golongan


tertentu,

6) Tidak bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu
suplier atau berfungsi sebagai perantara;

7) Tidak bertindak sebagai juru bayar, menerima titipan uang, atau


merekayasa pembayaran atau administrasi atas pemerintah desa;

8) Tidak membantu atau menyalahgunakan Anggaran Pendapatan


dan Belanja Desa (APBDesa) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau
kelompok;

9) Dengan sengaja membiarkan, tidak melaporkan, atau menutupi


proses penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan desa
yang mengakibatkan kerugian Negara dan masyarakat ;

10) Tidak Menjadi pengurus partai politik manapun dan/atau terlibat


dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja

11) Tidak Terlibat kontrak dengan institusi lain, baik pemerintah maupun
swasta yang menyebabkan tidak maksimalnya pekerjaan sebagai
pendamping profesional

12) Tidak Terlibat dalam penggunaan dan peredaran Narkoba;

13) Tidak Melakukan perbuatan amoral yang dapat merugikan dan


meresahkan masyarakat;

14) Tidak Terlibat dalam kegiatan human traffickiing;

15) Tidak Terlibat dalam kegiatan terorisme;

16) Tidak Terlibat dalam kegiatan penyebaran isu SARA.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 145


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Struktur, SOP
8.2 Pendampingan
146| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1 Mengetahui sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan
beserta berbagai perangkat Standar operating Prosedur yang ada;
2 Mengetahui sistem koordinasi yang harus dilakukan sebagai
pendamping Desa
3 Mengetahui berbagai perangkat Standar operating Prosedur
(SOP) yang ada dalam pelaksanaan kegiatan Pendampingan P3MD
4 Mengetahui cara kerja dalam Standar operating Prosedur (SOP)
5 Mampu Melaksanakan Standar operating Prosedur (SOP) dalam
melaksanakan kegiatan Pendampingan P3MD

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.

Media
 Media Tayang 3.2.1;
 Lembar Informasi 3.2.1: Standar Operating Prosedure (SOP)
Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional

Alat Bantu

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 147


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Flipt Chart, kertas plano, spidol, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari kegiatan pembelajaran tentang sistem organisasi dan
pengelolaan pendampingan;
2. Pelatih meminta peserta melakukan pembacaan SOP Pembinaan
dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional secara cepat
3. Pelatih Memaparkan bahan Tayang Standar Operating Prosedur
(SOP) Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional
4. Pelatih membuka sesi Tanya Jawab, umpan balikkan;
Kegiatan 2 : Pendalaman SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga
Pendamping Profesional
5. Pelatih membagi peserta kedalam 3 kelompok besar ( 1
kelompok terdiri dari 10-13 orang) dan meminta kepada masing-
masing kelompok untuk memilih salah satu orang sebagaii ketua
kelompok
6. Ketua kelompok diminta untuk membagi kelompoknya
kedalam 3 sub kelompok dan membagi bab yang ada dalam SOP
kepada setiap sub kelompok untuk membahas dan mendiskusikan
7. Hasil dari pembahasan dan diskusi sub kelompok dijadikan satu
dan merupakan produk kelompok yang akan dipresentasikan dalam
Pleno.
8. Kelompok memaparkan Hasil pembahasan dan diskusi dalam
Pleno;
9. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
10. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan
menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
11. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas dan mengkaitkan dengan
subpokok bahasan selanjutnya.

148| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Lembar Kerja 8.2.1

Matrik Diskusi Fasilitasi SOP

ASPEK SOP TITIK KTRITIS & STRATEGI RENCANA KERJA


PERMASALAHAN FASILITASI
1.
2.
2.DST

Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing
kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 149


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Lembar Informasi

8.2.1 Struktur, SOP Pendamping

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 – 2019 dan Rencana Kerja Pemerintah
2016 mengamanatkan bahwa percepatan pembangunan desa akan dilaksanakan
melalui implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam rangka menjalankan urusan di bidang pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa maka dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang
mengamanatkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemen Desa DPTT) untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut.

150| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut, maka Kemen Desa PDTT akan
melaksanakan kegiatan pendampingan melalui penyediaan tenaga pendamping
profesional. Pasal 129 PP 43 Tahun 2014 sebagaimana sudah diubah dengan PP 47
Tahun 2015 menyatakan bahwa tenaga tenaga pendamping profesional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128 Ayat (2) terdiri atas: (a) tenaga pendamping lokal desa yang
bertugas di desa untuk mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa, kerja sama desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala
lokal desa; (b) tenaga pendamping desa yang bertugas di kecamatan untuk
mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, kerjasama desa,
pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal desa; (c) tenaga
pendamping teknis yang bertugas di kecamatan untuk mendampingi desa dalam
pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan (d) tenaga ahli pemberdayaan
masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat

Penyediaan tenaga pendamping profesional dilakukan melalui rekrutmen secara


terbuka berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa.
Mengingat pentingnya pendampingan desa sebagai faktor penentu keberhasilan
implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka Kemen Desa
PDTT memandang perlu untuk melakukan pembinaan dan pengendalian tenaga
pendamping profesional.
Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengendalian tenaga pendamping
profesional, maka perlu disusun Standar Operasional Prosedur.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Pembinaan dan Pengendalian Tenaga
Pendamping Profesional ini dimaksudkan dan mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai pedoman dalam rangka pembinaan tenaga pendamping
profesional
2. Sebagai pedoman pengendalian tenaga pendamping profesional

C. LANDASAN HUKUM
Seluruh kerja Pendamping Profesional harus mengacu dan berpijak pada regulasi dan
kebijakan Pemerintah, khususnya yang terkait dengan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Regulasi regulasi pokok yang menjadi rujukan utama
dalam pelaksanaan pendampingan desa antara lain adalah sebagai berikut :
1. Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 151


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa,


Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Pendampingan Desa;
8. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi;
9. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 01 Tahun 2016
tentang Organisasi dan tata Kerja Sekretariat Nasional Pendampingan
Masyarakat Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa, tahun 2016 dan aturan perubahannya;
10. Permendesa No 8 Tahun 2016 tentang Dekon
11. Surat Ditjen PPMD Nomor 330/DPPMD.6/VII/2016 Tanggal 22 Juli
2016 tentang Penetapan SOP HAP Tahun 2016
12. Kerangka Acuan Kerja / TOR PPA Konsultan Nasional Pengembangan
Program (KN-PP);
13. Kerangka Acuan Kerja / ToR PPA Konsultan Nasional Pengendalian
Pembangunan Desa ( KN-PPD);
14. Kerangka Acuan Kerja / ToR PPA Konsultan Nasional Pengembangan
Kapasitas Masyarakat Desa ( KN-PKMD);
15. Kerangka Acuan Kerja / ToR Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
Desa (TAPM);
16. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendamping Desa Pemberdayaan ( PDP );
17. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendampng Desa Teknik Infrastruktur
(PD-TI);
18. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendamping Lokal Desa.

D. PELAKSANA PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT (P3MD)

1. SATKER DITJEN PPMD

Satuan Kerja (Satker) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembangunan dan Pemberdayaan


Masyarakat Desa (PPMD) Kemen Desa PDTT atau yang disebut Satker Ditjen PPMD
adalah dibentuk dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa secara nasional dari aspek manajemen administrasi, bantuan
teknis (technical assistance), pembinaan dan pengelolaan program. Selain itu, Satker
Ditjen PPMD juga memiliki tugas dan fungsi mengelola konsultan yang berkedudukan
di pusat dan provinsi. Merujuk pada Permendes Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Pedoman Perencanaan, Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Program dan
Anggaran, Satker Ditjen PPMD beranggotakan para pejabat pengelola keuangan Ditjen
PPMD yang terdiri atas:
a. Pejabat Pengguna Anggaran (PPA);
b. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

152| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

c. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);


d. Kepala Bagian Keuangan Ditjen PPMD selaku Pejabat Penguji SPP dan
Penandatanganan SPM; dan
e. Staf Bagian Keuangan Ditjen PPMD yang bersertifikat bendahara
selaku Bendahara Pengeluaran.

2. SEKRETARIAT PROGRAM

Sekretariat Program yang selanjutnya disebut (Sekpro), yang dipimpin oleh seorang
Kepala Sekretariat dibantu oleh beberapa Deputy, Tenaga Ahli, Staf Teknis dan staf
administrasi, yang mengkoordinasikan Konsultan Nasional dan Konsultan
Pendampingan Program Provinsi.

3. SATKER P3MD PROVINSI

Satker P3MD Provinsi dibentuk dalam rangka mendukung implementasi Undang-


Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dari aspek manajemen administrasi dan
pengelolaan tenaga pendamping profesional pada tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan
dan Desa sesuai Tipoksi pada Bab II. Satker P3MD Provinsi berkedudukan di provinsi.
Satker P3MD Provinsi beranggotakan pejabat pengelola keuangan badan provinsi yang
terdiri atas:
a. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
c. Pejabat Penguji SPP dan Penandatanganan SPM
d. Bendahara Pengeluaran yaitu staf pada Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi yang mempunyai sertifikat
bendahara dan ditunjuk serta diserahi tugas untuk menerima, menyimpan,
menyetor dan menatausahakan administrasi dekonsentrasi.

4. SEKRETARIAT SATKER P3MD PROVINSI

Dalam rangka menjalankan tugasnya Satker P3MD Provinsi khususnya Pejabat Pembuat
Komitmen akan didukung oleh Sekretariat Satker P3MD Provinsi yang beranggotakan
Staf Dinas PMD/Nama lain Provinsi serta dibantu oleh staf teknis dan administrasi.

5. SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) KABUPATEN/KOTA YANG


MEMBIDANGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
Dalam rangka pembinaan dan pengendalian tenaga pendamping professional, di
Kabupaten/Kota, SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan desa dapat
membentuk Satuan Kerja yang bertugas untuk mengoordinasikan pendamping
profesional dengan stakeholder di wilayahnya.

6. CAMAT
Camat sebagai pemangku wilayah kecamatan yang dalam pelaksanaan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat dibantu oleh kepala seksi yang membidangi

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 153


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa bertugas untuk


mengkoordinasikan pendamping profesional dengan stakeholder di wilayahnya.

7. KEPALA DESA
Kepala Desa/Nama Lain sebagai pemangku wilayah Desa dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, melakukan koordinasi dengan semua
pihak termasuk pendamping profesional di Desa dengan stakeholder lainnya

E. PENDAMPING PROFESIONAL
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendampingan desa disusun komposisi
pendamping professional sebagai berikut:
A. KONSULTAN NASIONAL P3MD
1. Bidang Pendampingan Regional :
Bidang ini akan dikoordinasikan oleh 7 (tujuh) orang Koordinator Pendamping
Regional, sesuai pembagian wilayah pendampingan. Koordinator Bidang
Pendampingan Regional, yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA
P3MD. Koordinator Bidang Pendampingan Regional tidak dibantu secara langsung oleh
TA P3MD Pusat, namun langsung membawahi TA P3MD di wilayah dan atau provinsi
yaitu :
a. KPR - 1 : Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau;
b. KPR - 2 : Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung,
Sumatera Selatan, Lampung, Banten;
c. KPR - 3 : Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara;
d. KPR - 4 : Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali;
e. KPR - 5 : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi
Selatan, Sulawesi Barat, Maluku;
f. KPR - 6 : Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Utara,
Gorontalo, Maluku Utara;
g. KPR - 7 : Papua, Papua Barat.

2. Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kaderisasi


Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kaderisasi dikoordinasikan oleh 1 (satu) orang
Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kaderisasi, yang bertanggungjawab
langsung kepada Program Leader TA P3MD. Deputi ini mempunyai tugas dan
tanggungjawab dalam koordinasi pelaksanaan tugas, terkait dengan pengembangan
kapasitas dan kaderisasi, dan dibantu oleh beberapa tenaga ahli P3MD, sebagai berikut:
a. TA Utama Pengembangan Metode Pembelajaran
: 1 orang
b. TA Utama Pengembangan Bahan Ajar :
1 orang

154| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

c. TA Utama Kerjasama Pengembangan Kapasitas


Perangkat Desa : 1
orang
d. TA Utama Kaderisasi Masyarakat Desa
: 1 orang
e. TA Madya Kaderisasi Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa : 1 orang
f. TA Utama Kaderisasi Bidang Infrastruktur Desa (Kader
Teknik): 1 orang
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Pengembangan
Kapasitas dan Kaderisasi.

3. Bidang Manajemen Keuangan dan Tata Kelola Desa


Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang Deputi Bidang Manajemen Keuangan dan
Tata Kelola Desa, yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA P3MD.
Deputi ini mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam koordinasi pelaksanaan tugas,
terkait dengan manajemen keuangan dan tata kelola desa, dan dibantu oleh beberapa
tenaga ahli P3MD, sebagai berikut:
g. TA Utama Manajemen Risiko dan Pencegahan Korupsi
: 1 orang
h. TA Utama Pengawasan dan Audit Berbasis Masyarakat
: 1 orang
i. TA Utama Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan Desa
: 1 orang
j. TA Utama Analisa dan Advokasi Kebijakan Publik
: 1 orang
k. TA Utama Pengadaan Barang dan Jasa di Desa
: 1 orang
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Manajemen Keuangan
dan Tata Kelola Desa.

4. Bidang Fasilitasi Pembangunan Desa Partisipatif


Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang Deputi Bidang Fasiltiasi Pembangunan Desa
Partisipatif, yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA P3MD.
Deputi ini mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam koordinasi pelaksanaan tugas,
terkait dengan fasilitasi pembangunan desa partisipatif, dan dibantu oleh beberapa
tenaga ahli P3MD, sebagai berikut:

a. TA Utama Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan


Desa Partisipatif
: 1 orang
b. TA Madya Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan
Desa Partisipatif
: 1 orang
c. TA Utama Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan
: 1 orang

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 155


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Fasilitiasi


Pembangunan Desa Partisipatif.

5. Bidang Hukum, Penanganan Pengaduan dan Masalah


Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang Deputi Bidang Hukum, Penanganan
Pengaduan dan Masalah yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA
P3MD. Deputi ini mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam koordinasi pelaksanaan
tugas, terkait dengan hukum, penanganan pengaduan dan masalah, dan dibantu oleh
beberapa tenaga ahli P3MD, sebagai berikut:

a. TA Utama Bantuan Hukum Masyarakat, Kewarganegaraan dan


Pengembangan Paralegal : 1 orang
b. TA Utama Penanganan Pengaduan dan Masalah :
1 orang
c. TA Madya Penanganan Pengaduan dan Masalah :
7 orang
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Hukum, Penanganan
Pengaduan dan Masalah.

6. Bidang Manajemen Data dan Informasi

Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang Deputi Bidang Manajemen Data dan
Informasi yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA P3MD. Deputi
ini mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam koordinasi pelaksanaan tugas, terkait
dengan manajemen data dan informasi serta dibantu oleh beberapa tenaga ahli P3MD,
sebagai berikut:
a. TA Utama Manajemen Sistem Informasi (Programer) : 1
orang
b. TA Utama Manajemen Data (Analisa & Statistik) : 1
orang
c. TA Madya Manajemen Data : 7 Orang
d. TA Utama Bidang Campaign dan Branding : 1
orang
e. TA Utama Bidang Media dan Sosial : 1
orang
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Manajemen Data dan
Informasi.

B. KONSULTAN PROGRAM INOVASI DESA (PID)


TA PID akan dikoordinatori oleh 1 (satu) Koordinator Program (Program Leader) yang
bertugas memastikan bahwa semua TA PID mampu mengelola pengembangan
kapasitas masyarakat desa. Program Leader akan mensupervisi fungsi-fungsi dan
kinerja setiap TA PID maupun manajemen TA PID secara keseluruhan. Dalam
menjalankan tugasnya Program Leader TA PID akan dibantu oleh tenaga-tenaga ahli
yang memiliki bidang keahlian yang dibutuhkan.

156| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, serta memastikan pengendalian


program dikelola dengan baik, maka organisasi TA PID terdiri dari beberapa bidang
kerja, serta tenta-tenaga ahli di masing-masing bidang kerja, sebagai berikut:

1. Bidang Pengembangan Inovasi Kewirausahaan dan Ekonomi


Lokal
Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang koordinator dengan posisi sebagai Tenaga
Ahli Utama Pengembangan Inovasi Kewirausahaan. Koordinator bertanggungjawab
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi tenaga ahli bidang pengembangan
inovasi kewirausahaan dan ekonomi lokal. Komposisi tenaga ahli (TA) bidang ini,
sebagai berikut:
a. TA Utama Pengembangan Inovasi Kewirausahaan,
(Koordinator Bidang) : 1 orang
b. TA Utama Fasilitasi Pengembangan Inovasi Produk Unggulan
Kawasan dan Desa
: 1 orang
c. TA Utama Fasilitasi Pengembangan Inovasi BUMDes
dan Holding BUMDes : 1 orang
2. Bidang Pengembangan Inovasi Infrastruktur dan Pelayanan
Sosial Dasar
Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang koordinator dengan posisi sebagai Tenaga
Ahli Utama Inovasi Infrastruktur, dan memiliki keahlian dalam bidang infrastruktur
embung desa dan atau bangunan air. Koordinator bertanggungjawab
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi tenaga ahli bidang pengembangan
inovasi infrastruktur dan pelayanan sosial dasar. Komposisi tenaga ahli (TA) bidang ini,
sebagai berikut:
a. TA Utama Inovasi Infrastruktur Embung Desa/Bangunan Air,
(Koordinator Bidang) : 1 orang
b. TA Utama Inovasi Sarana Prasarana Olah Raga
: 1 orang
c. TA Utama Inovasi Pendidikan :
1 orang
d. TA Utama Fasilitasi Pengembangan Inovasi Pelayanan Kesehatan
: 1 orang
3. Bidang Pengembangan Kapasitas Masyarakat
Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang koordinator dengan posisi sebagai Tenaga
Ahli Utama Pengembangan Kapasitas Bidang Kewirausahaan dan Ekonomi Lokal.
Koordinator bertanggungjawab mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi
tenaga ahli bidang pengembangan kapasitas masyarakat. Komposisi tenaga ahli (TA)
bidang ini, sebagai berikut:
a. TA Utama Pengembangan Kapasitas Bidang Kewirausanaan
dan Ekonomi Lokal (Koordinator Bidang) : 1 orang
b. TA Utama Pengembangan Kapasitas bidang Infrastruktur : 1 orang
c. TA Utama Pengembangan Kapasitas bidang PSD dan Sumberdaya
Manusia : 1 orang
d. TA Utama Peningkatan Kapasitas Bidang Pengembangan Produk

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 157


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Unggulan Desa dan Kawasan Perdesaan (Prudes dan Prukades) : 1 orang


4. Bidang Manajemen Data, Informasi dan Pengelolaan
Pengetahuan
Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang koordinator dengan posisi sebagai Tenaga
Ahli Utama Inovasi Pengelolaan Pengetahuan. Koordinator bertanggungjawab
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi tenaga ahli bidang manajemen data,
informasi dan pengelolaan pengetahuan. Komposisi tenaga ahli (TA) bidang ini, sebagai
berikut:
a. TA Utama Inovasi Pengelolaan Pengetahuan (Koordinator Bidang) : 1
orang
b. TA Utama Manajemen Data : 1 orang
c. TA Utama Management Information System (MIS) : 1 orang
d. TA Utama Pengelolaan Informasi dan Media : 1 orang
Seluruh tenaga ahli bertanggungjawab kepada Koordinator Bidang masing-masing,
dan Koordinator Bidang bertanggungjawab kepada Program Leader PID Pusat.
C. TENAGA AHLI PROGRAM PROVINSI (TAPP)
Komposisi tenaga ahli program di tingkat provinsi, berada dalam satu struktur
manajemen kerja antara TA P3MD dan TA PID. Posisi dan jumlah TAPP, sebagai berikut:
1. TAPP P3MD
a. Koordinator Program : 33 orang
b. TA Madya Infrastruktur Desa : 33 orang
c. TA Madya Pengembangan Kapasitas dan Kaderisasi : 33 orang
d. TA Madya Pengelolaan SDM : 33 orang
e. TA Madya Pengelolaan Keuangan Desa dan
Pengembangan Ekonomi Lokal : 33 orang
f. TA Madya Penanganan Pengaduan dan Masalah : 33 orang
g. TA Madya Pelayanan Sosial Dasar : 33 orang
h. TA Madya Pengelolaan Sistem Informasi, Pendataan
dan Komunikasi : 33 orang

2. TAPP PID:
1) TA Madya Pengembangan Kapasitas PID : 33
orang
2) TA Madya MIS PID : 33 orang
3) TA MAdya Pengelolaan Pengetahuan PID : 33
orang

D. TENAGA AHLI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (TAPM)


Komposisi tenaga ahli program di tingkat Kabupaten, berada dalam satu struktur
manajemen kerja antara TA P3MD dan TA PID. Posisi dan jumlah TAPP, sebagai berikut:
1. TA P3MD
Sesuai dengan tugas dan fungsinya Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM
P3MD), dibedakan atas:
a. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TA-PMD);
b. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA-ID);
c. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif (TA-PP);

158| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

d. Tenaga Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (TA-PED);


e. Tenaga Ahli Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TA-TTG);
f. Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar (TA-PSD).
2. TA dan Tenaga Pendukung PID
Komposisi TA dan Tenaga Pendukung PID Kabupaten/Kota sebagai berikut:
A. Tenaga Ahli PID Kabupaten/Kota
1. Koordinator PID
2. TA Madya Bidang Pengelolaan Informasi dan Media
B. Tenaga Pendukung PID Kabupaten/Kota:
1.Data Operator (1 Orang per Kabupaten)
2.Data Kolektor (3 orang Per Kabupaten)

Pembinaan dan pengelolaan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat akan


dilaksanakan oleh Satker P3MD Provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi.

E. PENDAMPING DESA
Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, Pemerintah menyediakan Pendamping Desa yang berkedudukan di
kecamatan, terdiri dari :
1. Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
2. Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI), untuk
setiap Kecamatan 1 (satu) orang

Pembinaan, pengelolaan dan pengendalian PDP dilaksanakan oleh Satker P3MD


Provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi.

F. PENDAMPING LOKAL DESA (PLD)

Dalam rangka mendukung implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014


tentang Desa, Pemerintah menyediakan Pendamping Lokal Desa (PLD) yang
berkedudukan di desa. Pembinaan dan pengelolaan PLD akan dilaksanakan oleh Satker
P3MD Provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi.
BAB II TUPOKSI
K. PENDAMPING DESA (PD)

Pendamping Desa (PD) pada Program Pembangunan dan Pemberdayaan


Masyarakat Desa (P3MD) ini pada dasarnya besifat kolektif (team work)
yang dikoordinir oleh salah seorang diantara Pendamping Desa itu sendiri
dan dipilih oleh mereka sendiri dan atau difasilitasi oleh supervisornya. PD
mempunyai tugas pokok dan fungsi mendampingi desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa, kerjasama antar desa,
pengembangan BUMDes, dan fasilitasi pembangunan yang bersekala
lokal desa, diantarnya sebagai berikut :
1. Tugas Pendampingan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 159


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

No Tugas Pokok Output Kerja Indikator Output


1) Mendampingi Proses Pelaksanaan a)Terlaksananya
pemerintah Undang-Undang sosialisasi Undang-
kecamatan dalam Nomor 6 Tahun 2014 Undang No. 6 Tahun
implementasi tentang Desa
2014 tentang Desa
Undang-Undang No. terlaksana dengan
6 Tahun 2014 benar. dan peraturan
tentang Desa. turunannya;

b)Terfasilitasinya
reviu dan evaluasi
dokumen RPJMDes,
RKPDes, APBDes
dan laporan
pertanggung
jawaban;

2) Melakukan Meningkatnya a) Terlaksananya


pendampingan dan kapasitas PLD dalam pelatihan dan On the
pengendalian PLD memfasilitasi proses Job Trainning (OJT)
dalam menjalankan pembangunan dan
bagi PLD;
tugas pokok dan pemberdayaan
b) Dokumentasi
fungsinya. masyarakat di desa.
kegiatan
pengembangan
kapasitas dan
evaluasi kinerja PLD;
c) Tersedianya RKTL
PLD dan laporan
kegiatan;
d) Terlaksananya
koordinasi yang baik
antara PD dengan
PLD.

3) Fasilitasi kaderisasi Adanya sejumlah a) Rencana kegiatan


masyarakat desa kader pemberdayaan kaderisasi
dalam rangka masyarakat desa yang masyarakat desa di
pelaksanaan UU mendukung
desa dan/atau
Desa. pelaksanaan Undang-
Undang No. 6 tahun antardesa;
2014 tentang Desa. b) Terselenggaranya
kaderisasi
masyarakat desa di
desa dan/atau
antardesa;
c) Setiap desa
memiliki kader desa
160| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

sesuai kebutuhan.

4) Fasilitasi Musyawarah desa a) Terselenggaranya


musyawarah- berjalan sesuai aturan berbagai
musyawarah desa. dan perundang-undang musyawarah desa,
yang berlaku.
musrenbang dan
musyawarah
antardesa

b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam musyawarah
desa.

5) Fasilitasi Proses pelaksanaan a) Terfasilitasinya


penyusunan produk penyusunan produk penyusunan
hukum di desa hukum desa berjalan peraturan desa,
dan/atau antardesa. sesuai ketentuan dan
peraturan bersama
peraturan yang
berlaku. kepala desa dan/atau
surat keputusan
kepala desa;

b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam penyusunan
produk hukum di desa
dan/atau antardesa.

c) Terfasilitasinya
peran BPD dalam
proses penyusunan
produk hukum desa

6) Fasilitasi kerjasama Proses fasilitasi a) Terfasilitasiny


antardesa dan kerjasama antar desa a penyusunan
dengan pihak ketiga dan dengan pihak rencana kerjasama
dalam rangka ketiga dalam rangka
antardesa dan
pembangunan dan pembangunan dan
pemberdayaan pemberdayaan dengan pihak ketiga
masyarakat desa. masyarakat desa dalam rangka
berjalan dengan baik. pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat desa;

b) Terfasilitasiny
a kerjasama
antardesa dan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 161
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

dengan pihak ketiga


dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat desa.

7) Mendampingi desa Proses pelaksanaan a) Tersedianya


dalam perencanaan, Pembangunan dan dokumen hasil
pelaksanaan dan pemberdayaan Identifikasi
pemantauan masyarakat berjalan
kebutuhan
terhadap sesuai aturan yang
pembangunan desa berlaku. pengembangan
dan pemberdayaan kapasitas bagi
masyarakat desa. masyarakat desa;

b) Tim Penyusun
RPJM Desa dan
RKP Desa terbentuk;

c) Pelatihan Tim
Penyusun RPJM
Desa dan RKPDesa;

d) Adanya
dokumen proses
penyusunan RPJM
Desa dan RKPDesa
dan memastikan
dokumen tersebut
diperdeskan;

e) Terlaksanany
a evaluasi dan
monitoring oleh
pemerintah dan
masyarakat desa;

f) Terselenggaranya
pelatihan
peningkatan
kapasitas kinerja
BPD.

8) Fasilitasi koordinasi Adanya koordinasi dan Terfasilitasinya kegiatan


kegiatan sektoral di sinkronisasi desa koordinasi dan
desa dan pihak dengan sektor dan sinkronisasi
terkait pihak terkait pembangunan dan
162| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

pemberdayaan
masyarakat desa dengan
sektor dan pihak terkait.
9) Fasilitasi Meningkatnya akses Terfasilitasinya kegiatan-
pemberdayaan dan pelayanan dasar kegiatan pemberdayaan
perempuan, anak bagi perempuan, anak perempuan, anak, dan
dan kaum dan kaum kaum
difabel/berkebutuhan difabel/berkebutuhan difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok khusus, kelompok khusus, kelompok miskin
miskin dan miskin dan masyarakat dan masyarakat
masyarakat marginal. marginal;
marginal.

H. PENDAMPING DESA TEKNIK INFRASTRUKTUR (PD-TI)

Pendamping Desa Teknik Infrasturktur (PD-TI) pada Program


Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) mempunyai
Tugas Pokok dan Fungsi mendampingi desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa bidang inftrastruktur dasar, peningkatan kapasitas
kader desa teknis, fasilitasi pembangunan yang bersekala lokal desa,
diantarnya sebagai berikut :

No Tugas Pokok Output Kerja Indikator


1) Fasilitasi Kader teknik dan tim a) Tersedianya data
pembentukan, pelaksana kegiatan kader-kader teknik
pelatihan dan desa mampu desa yang telah
pembimbingan menjalankan tugas
terlatih;
Kader Teknik dan fungsinya
terkait teknis dengan baik. b) Terlaksananya
konstruksi secara
pendampingan
sederhana kepada
kader teknik dan dalam pelaksanaan
masyarakat sesuai pembangunan,
dengan kondisi pengelolaan dan
kekhususan pemeliharaan
setempat. sarana prasarana
desa.

2) Memberikan Tim pelaksana a) Tersedianya


bimbingan teknis kegiatan dan kader desain dan RAB
dalam pembuatan teknik desa mampu untuk setiap
desain dan RAB. membuat desain dan
kegiatan
RAB.
pembangunan
sarana prasarana
desa;

b) Tersedianya
jadwal pelaksanaan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 163
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

kegiatan
pembangunan
sarana dan
prasarana desa.

3) Fasilitasi Proses fasilitasi a) Terfasilitasinya


pelaksanaan pelaksanaan pembentukan dan
pembangunan, pembangunan, pelatihan Tim
pengelolaan, dan pengelolaan, dan
Pelaksana, Tim
pemeliharaan pemeliharaan
sarana prasarana sarana prasarana Lelang, Tim
desa. desa berjalan Pemelihara, dan
dengan baik. Tim Monitoring;
b) Terfasilitasinya
proses survey harga
dan lokasi,
pengadaan barang
dan jasa serta
pengadaan tenaga
kerja setempat.
c) Tersedianya
papan informasi
kegiatan.
d) Tersusunnya
Perdes tentang
pengelolaan dan
pemeliharaan
sarana prasarana
desa (bekerjasama
dengan PD
Pemberdayaan).

4) Fasilitasi sertifikasi Adanya jaminan Semua infrastruktur


infrastruktur desa kualitas terhadap hasil kegiatan
hasil pelaksanaan hasil pembangunan pembangunan di desa
kegiatan sarana dan di sertifikasi.
pembangunan prasarana desa.
Desa.
5) Fasilitasi koordinasi Adanya koordinasi a) Terlaksanan
pembangunan, perencanaan, ya koordinasi dan
pengelolaan, dan pelaksanaan, sinkronisasi
pemeliharaan pengelolaan dan
pembangunan
sarana prasarana pemeliharaan sarana
desa/ antardesa prasarana desa/ sarana prasarana
dengan sektor atau antardesa dengan desa/ antardesa;
pihak lain yang sektor atau pihak lain b) Tersedianya
terkait. yang terkait. informasi
164| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

pembangunan
sarana prasarana
desa/ antardesa.

2. Tugas Adminstratif

Berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi dari aspek pembinaan dan


pengendalian pendamping profesional, maka Pendamping Desa
berkewajiban melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
a. Menyusun laporan individu yang dilampiri dengan dokumen:
LWK, realisasi kerja harian, formulir kunjungan, rencana kerja
harian, SPPD, serta bukti pendukung lainnya;

b. Menyampaikan laporan individu kepada Tenaga Ahli


Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) dan Satker P3MD Provinsi
dengan dilampiri oleh dokumen: LWK, realisasi kerja harian, formulir
kunjungan,rencana kerja harian, SPPD, serta bukti pendukung
lainnya;

c. Menyerahkan copy NPWP dan Polis Asuransi pribadi, dan


bukti pembayaran pajak Tahunan (SPT) kepada Satker P3MD
Provinsi melalui TA Kabupaten;

d. Menyampaikan dokumen rencana kerja harian Pendamping


Desa kepada Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) untuk
dimintakan persetujuan;

e. Mengurus secara mandiri klaim asuransi atas dirinya;

f. Menyampaikan laporan kegiatan bulanan Pendamping Desa


kepada Camat dan Satker P3MD Provinsi melalui Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) secara tepat waktu;

g. Menerima dan memverifikasi laporan individu Pendamping


Lokal Desa untuk disampaikan kepada TA dan Satker Kabupaten.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 165


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

166| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 167


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Pembimbingan,
8.3
Pengendalian, dan Penilaian
Kinerja Pendamping Lokal
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelasakan pembimbingan dan pengendalian kinerja;

2. Menjelaskan konsep penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa;

3. Mengidentifikasi indikator penilaian kinerja Pendamping Lokal


Desa;

4. Merumuskan rencana peningkatan kinerja Pendamping Lokal


Desa.

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan.

Media
 Media Tayang
 Bahan Bacaan

168| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 169


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: pebimbingan dan pengendalian kinerja
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari subpokok bahasan tentang Pengendalian Kinerja Pendamping
Desa dikaitkan dengan pembelajaran sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat tentang teknik supervisi Pendamping
Desa dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang pembimbingan & pengendalian
kinerja Pendamping Lokal Desa?
b.Mengapa perlu PD perlu melakukan pembimbingan &
pengendalian kinerja kepada Pendamping Desa?
c. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
pembimbingan kinerja kepada Pendamping Lokal Desa?

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan


tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah
dilakukan, jika diperlukan beberapa pokok pikiran penting dapat
dituliskan di kertas plano atau whiteboard;
5. Pelatih disarankan memberikan penjelasan awal tentang
pembimbingan kinerja, salah satunya dengan menggunakan cara
pengarahan (Coaching) yaitu fasilitasi melalui bertanya, memberikan
feedback dan berperan sebagai seorang ahli dalam proses atau
struktur tentang bagaimana seseorang mengelola cara kerja otaknya
sehingga mampu menghasilkan performa yang lebih efektif, mampu
menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, mampu menjadi manusia
pembelajar, mampu menyesuaikan dengan kondisi sekarang untuk
terus berkembang dan tumbuh, mampu mengakualisasi-kan ide dan
pemikirannya, bukan karena ketergantungan pada orang lain, namun
dengan melalui proses coaching menjadi mampu mengendalikan diri
sendiri untuk menghasilkan keputusan dan tindakan yang lebih baik
lagi.
6. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan dalam pleno dengan
menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
7. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas.
Kegiatan 2 : penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa
8. Lakukan curah pendapat tentang teknik Evkin Pendamping
Lokal Desa dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

170| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

a. Apa yang Anda pahami tentang penilaian kinerja


Pendamping Lokal Desa?
b. Mengapa perlu PD perlu melakukan penilaian kinerja
Pendamping Desa?
c. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam
melakukan penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa?
9. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
10. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah
dilakukan, jika diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang
koneps penilaian kinerja dapat dituliskan di kertas plano atau
whiteboard;
11. Mintalah peserta membentuk kelompok untuk membahas
secara mendalam tentang identifikasi indikator dan capaian kinerja
Pendamping Lokal Desa dan rencana peningkatan kinerja
Pendamping Lokal Desa dengan menggunakan Lembar Kerja 8.3.1-2;

Dalam diskusi kelompok, peserta dapat mengidentifikasi dan mengukur


capaian kinerja dengan menggunakan kasus-kasus atau pengalaman di
lapangan untuk memberikan gambaran tentang kondisi nyata di
lapangan. Cara lain dapat juga menggunakan laporan kemajauan
kegiatan yang dapat menggambarkan kinerja Pendamping Lokal Desa
pada tahun sebelumnya.

12. Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk


mendiskusikannya. Hasilnya dituliskan dalam kertas plano untuk
dipaparkan dalam pleno;

13. Setelah selesai mintalah masing-masing kelompok untuk


memapar-kan hasil diskusinya. Berikan kesempatan kepada kelompok
lain untuk menanggapi, bertanya dan memberikan masukan;
14. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan setiap kelompok dalam pleno
dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
15. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 171


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Lembar Kerja 8.3.1

Tabel Angket Penilaian Kinerja Pendamping Lokal Desa

Semester …… (……………. - ……………) Tahun 201…


Nama PLD : Kec./Kab. :
Nil KOMENTAR KHUSUS
KINERJA PENDAMPINGAN
ai NILAI 1 dan 2
1 Memfasilitasi pelaksanaan tahapan program -
2 Berpartisipasi aktif dalam Musyawarah Desa -
3 Berpartisipasi aktif dalam Musrenbangdesa -
Mengawal usulan 4 bidang kewenangan lokal bersekala
4 -
desa hingga terdanai
Membimbing desa dalam membuat RPJM Desa, RKP
5 -
Desa dan APB Des
Membimbing desa dalam pembuatan RAB kegiatan yang
6 -
dibiayai dana desa
Memeriksa, mengoreksi dan memvalidasi pembukuan
7 -
dana desa
Fasilitasi & membimbing pembuatan laporan keuangan
8 -
desa
Fasilitasi & melakukan cek administrasi desa secara
9 -
lengkap dan benar
1 Fasilitasi & mendorong transparansi anggaran di tingkat
-
0 desa

172| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

KINERJA PEMBIBINGAN
Melakukan kunjungan efektif ke desa-desa di wilayah
1 -
tugasnya
2 Mengisi buku bimbingan di desa dengan lengkap & jelas -
Mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan kelembagaan
3 -
yang ada di desa
Menyusun kurikulum dan sistem pembelajaran utk
4 -
kegiatan pelatihan
Menyusun materi pelatihan yang dibutuhkan utk
5 -
peningkatan kapasitas
Memberikan pelatihan kepada Perangkat Desa, Kader
6 -
Desa
Memberi OJT dan IST kepada Kader Desa & lembaga
7 -
terkait
8 Memastikan safeguards diterapkan oleh desa -
Melakukan kaderisasi masyarakat desa dlm rangka
9 -
implementasi UU Desa
1 Membantu penanganan masalah terkait implementasi
-
0 UU Desa

KINERJA KOORDINASI -
1 Tingkat kehadiran dalam melaksanakan tugas -
2 Koordinasi/menjalin hubungan baik dengan supervisor -
Koordinasi/menjalin hubungan baik dengan
3 -
pemdes/birokrasi dan tokoh masyarakat
4 Bisa bekerja sama dalam satu tim kerja yang efektif -
5 Tidak melanggar kode etik sebagai pendamping -
KINERJA ADMINSTRASI
1 Membuat laporan akurat dan tepat waktu -
2 Laporan up date sesuai kondisi lapangan -
3 Mengirim semua data yang diminta supervisor -
Melaporkan semua masalah yang timbul dan upaya
4 -
penanganannya
5 Aktif menulis pengalaman lapangan / Good Practices -

##
Nilai Rata-rata
#

Tanggal Penilaian :
Tanda tangan penilai : ________________________
ama Jelas Penilai :

Jabatan Penilai :

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 173


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Lembar Kerja 8.3.2.

174| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 175


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
SOP Penilaian Kinerja
8.3.1
Pendamping Profesional

A. Pendahuluan
Pendampingan Desa yang dilaksanakan dalam rangka implementasi Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akan dinilai kinerjanya secara rutin. Evaluasi kinerja
pendamping Desa Profesional merupakan bagian dari rangkaian manajemen
pengelolaan pendampingan Desa. Mengingat kondisi rentang manajemen (span of
management), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi selaku pemberi kerja melalui
Satker Provinsi tidak dapat secara terus-menerus mengawasi kinerja pendamping
profesional dikarenakan lokasi tugas antara kedua pihak saling berjauhan.
Penilaian kinerja secara reguler yang dilakukan setiap smester merupakan sarana
untuk menilai unjuk kerja pendamping profesional dalam memenuhi tugas dan
tanggung jawabnya. Hasil evaluasi kinerja adalah simpul pendapat pemberi pekerjaan
tentang kelayakan terhadap kontrak kerja pendamping professional untuk
dipertahankan, atau sebagai masukan untuk mengambil langkah koreksi dan perbaikan
implementasi kebijakan. Penilaian akan dilakukan terhadap pendamping profesional
agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan TOR.

B. Tujuan
Penilaian kinerja pendamping profesional dilakukan dengan menggunakan data faktual
yang diperoleh dari beberapa sumber agar memberikan hasil penilaian yang objektif
sesuai dengan TOR. Penilaian kinerja ditujukan untuk menilai tingkat pencapaian
kinerja, menentukan kemampuan dan kelayakan yang dicapai sebagai pendamping
profesional. Hasil penilaian kinerja ini diharapkan juga akan memberikan umpan balik
(feed back) sebagai masukan untuk pembimbingan dan peningkatan kapasitas
pendamping profesional.
Tujuan penilaian kinerja pendamping profesional, adalah:
1. Menilai kinerja pendamping profesional berdasarkan tugas pokok dan
fungsinya (Tupoksi);
2. Menjadi alat ukur peningkatan kinerja dan menjadi bagian dari analisis
kebutuhan pelatihan pendamping;
3. Menjadi alat menegakkan aturan pekerjaan;

176| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

4. Menjadi dasar yang objektif untuk mempromosikan pendamping tingkat


Desa, Kecamatan, dan Kabupaten ke jenjang yang lebih tinggi;
5. Menjadi dasar objektif untuk pemberian peringatan, prasyarat melanjutkan
kontrak, dan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

C. Mekanisme Penilaian Kinerja


1. Mekanisme
Mekanisme penilaian kinerja pendamping professional disusun sebagai berikut:
1. Penilaian kinerja dilakukan secara hirarkis dari jenjang pemerintahan tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga tingkat Pusat (Kementerian Desa, PDT dan
Transmigrasi);
2. Camat/Kasi yang membidangi pendampingan bertanggungjawab:
a) Melakukan evaluasi kinerja terhadap PD;
b) Melakukan evaluasi kinerja terhadap PLD;
c) Bersama PD memfasilitasi “Forum Konsultasi Masyarakat” (FKM) yang
dituangkan dalam Berita Acara. FKM bertujuan untuk memberi penilaian
terhadap PLD. Peserta FKM terdiri dari Kades, BPD, tokoh masyarakat dan
tokoh perempuan yang dilakukan pada setiap akhir periode evkin;
3. Pemerintah Kabupaten/Kota melalui SKPD yang membidangi
pendampingan Desa dibantu Tenaga Ahli di Kabupaten secara kolektif
bertanggungjawab:
a) Melakukan evaluasi kinerja PD;
b) Mengirim hasil rekap evkin menilai dan mengirimkan rekap evkin PD
dan PLD kepada Satker P3MD Provinsi dan;
c) Mendokumentasikan rekap evkin PD dan PLD yang bertugas di
wilayah kabupatennya.
4. Pemerintah Provinsi melalui Sarker P3MD Provinsi bertanggungjawab:
a) Melakukan evaluasi kinerja TA kabupaten;
b) Menyusun daftar final dan menandatangani hasil Evkin;
c) Mengirim hasil rekap Evkin TA kabupaten, PD dan PLD kepada Satker
P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi dan;
d) Mendokumentasikan rekap evkin TA, PD dan PLD yang bertugas di
wilayah propinsinya.
5. Satker P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi:
a) Melakukan review dan mengesahkan terhadap rekapitulasi laporan
evaluasi kinerja dan rekomendasi yang disusun oleh pemerintah Provinsi.
Review ini dimaksudkan untuk menghimpun masukan dan pembelajaran
(lesson learned);
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 177
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

b) Menentukan tindak lanjut rekomendasi evaluasi kinerja yang


disampaikan Satker Provinsi;
c) Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Evkin.

2. Aspek Penilaian
Aspek penilaian dalam evaluasi kinerja pendamping profesional mencakup 4 (empat)
aspek utama yaitu: kinerja pendampingan, kinerja supervisi, kinerja koordinasi, dan
kinerja administrasi.
a. Kinerja Pendampingan
1) Kewajiban Pendampingan.
Kinerja pendampingan adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam
bekerja sesuai Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional berkewajiban
memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
 Etika profesi sebagai pendamping profesional;
 Norma kebijakan yang secara substansial terkandung dalam asas-
asas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni,
rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, gotong royong,
kekeluarga-an, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi,
kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
 Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi
pendamping profesional.
2) Indikator Penilaian.
Kinerja pendampingan oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan
pencapaian output sesuai dengan Tupoksi setiap individu dengan rincian
indikator penilaian sebagai berikut:
 Konsistensi dan ketegasan pendamping profesional menerapkan etika
profesi;
 Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi
pelaksanaan Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan
peraturan pelaksanaannya;
 Kemampuan pendamping profesional untuk memfasilitasi
penggunaan data dalam pengambilan keputusan;
 Kemampuan pendamping profesional untuk menganalisis situasi
untuk mengambil tindakan yang tepat dan memberikan solusi
terhadap masalah yang terjadi.
b. Kinerja Supervisi
1) Kewajiban Supervisi

178| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kinerja supervisi adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam bekerja sesuai
Tupoksi sebagai Supervisor. Untuk itu, Pendamping profesional berkewajiban
memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
 Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asas-asas
Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi, subsidiaritas,
keberagaman, kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, musyawarah,
demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan
keberlanjutan;
 Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi
pendamping profesional sebagai supervisor.
2) Indikator Penilaian
Kinerja supervisi oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian
output sesuai dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk setiap individu dengan
rincian indikator penilaian sebagai berikut:
 Kemampuan pendamping profesional dalam melakukan pelatihan dan
peningkatan kapasitas masyarakat;
 Kemampuan pendamping profesional dalam memberikan bimbingan kerja
dan umpan balik;
 Kemampuan pendamping profesional dalam memantau pelaksanaan
kegiatan;
 Jumlah kunjungan lapangan dalam rangka supervisi pendampingan sesuai
wilayah tugasnya.

c. Kinerja Koordinasi
1) Kewajiban Koordinasi
Pendamping profesional berkewajiban untuk berkoordinasi dan bekerja sama
dengan pihak lain seperti; birokrasi, supervisor, sesama pendamping, lembaga
lain dan tokoh masyarakat dalam setiap kegiatan seperti: pendampingan
masyarakat, supervisi, pelatihan, penanganan masalah dan lain-lain.

2) Indikator Penilaian
Pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi dan
kerjasama dengan pihak lain berdasarkan indikator penilaian sebagai berikut:
 Kemampuan pendamping profesional dalam kerjasama dengan SKPD
Kabupaten/Kota, Camat, Kepala Desa, pendamping profesional lainnya serta
pemangku kepentingan terkait;
 Kemampuan pendamping profesional memanfaatkan peluang
kerjasama dan koordinasi secara optimal;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 179


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

 Kemampuan pendamping profesional untuk bekerja secara sistematis


dan terkontrol sesuai standar pelayanan maupun prosedur kerja sehingga
pihak-pihak yang berkoordinasi dapat bekerja sama secara baik;
 Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi kerjasama
Desa dengan SKPD Kabupaten/Kota dan kerjasama Desa dengan pihak lain;
 Kepemimpinan pendamping profesional dalam pengelolaan
pekerjaan secara kolektif.

d. Kinerja Administrasi
1) Kewajiban Administrasi
Pendamping profesional berkewajiban memenuhi tanggung jawab administrasi
yang meliputi:
 Lembar Waktu Kerja (LWK) sebagai bukti kehadiran di lokasi tugas
 Laporan Individu (Rencana dan Realisasi Kegiatan Bulanan)
 Form Kunjungan Lapangan
 Laporan Kegiatan.
 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)
 SPPD dan laporan hasil kunjungan (jika ada kegiatan kunjungan
lapangan)

2) Indikator Penilaian
Indikator kinerja administrasi, meliputi:
 Kepatuhan pendamping profesional pada standar pelayanan maupun
prosedur kerja;
 Ketaatan dan kedisiplinan dari pendamping profesional dalam menyusun
dan menyampaikan laporan, dokumen dan bukti-bukti administrasi kepada
Satker Provinsi melalui supervisor secara reguler;
 Kemampuan pendamping profesional untuk menyusun laporan, dokumen
dan bukti-bukti administrasi secara benar sesuai dengan format yang
berlaku;
 Akurasi pendamping profesional dalam pembuatan laporan, dokumen
administrasi secara lengkap sesuai ketentuan yang ditetapkan;
 Kemampuan pendamping profesional untuk menyampaikan dokumen
administrasi secara cepat dan tepat waktu sesuai jadwal yang ditetapkan.
D. Siklus Penilaian Kinerja
Semua tenaga pendamping profesional, baik tingkat desa maupun tingkat pusat akan
dievaluasi kinerjanya dalam periode setiap 6 (enam) bulan sekali oleh supervisor yang

180| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

membawahinya. Supervisor berkewajiban mengirimkan hasil evaluasi kinerja (dalam


bentuk soft copy dengan format PDF yang sudah ditandatangani) kepada supervisor di
atasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Camat dengan dibantu koordinator PD mengirimkan rekapitulasi hasil
evaluasi kinerja PLD kepada SKPD Kabupaten/Kota yang menangani
pendampingan Desa melalui Koordinator TA Kabupaten/Kota maksimal tanggal 5
bulan berikutnya dari setiap periode evaluasi kinerja;
2. SKPD Kabupaten/Kota yang menangani pendampingan Desa dengan
dibantu Koordinator TA Kabupaten/Kota mengirimkan rekapitulasi hasil evaluasi
kinerja PLD dan PD kepada Satker Provinsi melalui TL Provinsi maksimal tanggal
10 bulan berikutnya dari setiap periode evaluasi kinerja;
3. Satker P3MD Provinsi dengan dibantu Team Leader (TL) Provinsi
mengirimkan rekapitulasi hasil evaluasi kinerja PLD, PD, TA Kabupaten/Kota yang
sudah disahkan oleh Satker propinsi kepada Satker P3MD Pusat melalui KPW
Pusat, maksimal tanggal 15 bulan berikutnya dari setiap periode evaluasi kinerja.

E. Sistem Penilaian Kinerja


Cara penilaian kinerja pendamping professional dilakukan dengan menggunakan
angket/format yang harus diisi oleh supervisor dan pejabat yang membidangi
pendampingan Desa sesuai jenjang penugasan para pendamping professional. Format
penilaian kinerja tersebut mengacu pada indikator penilaian kinerja yang dirumuskan
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang hasilnya untuk mengukur capaian
kinerja sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan. Penilai diminta memberikan
angka (kuantitatif) untuk selanjutnya dikonversi dalam nilai kualitatif, sejauhmana
seorang pendamping professional telah melaksanakan tugasnya.
Untuk memastikan apakah kompetensi tersebut tercapai atau tidak, maka setiap
kompetensi dasar yang terdiri dari berbagai macam indikator kinerja disusun untuk
mengetahui apakah seorang pendamping profesional memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dibutuhkan. Setiap pendamping profesional akan dinilai
oleh supervisor (atasannya) dan oleh SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi
pendampingan, serta Satker P3MD Provinsi.
Untuk menentukan sejauhmana tugas dilaksanakan, maka pihak penilai
memberikan skor dari angka 1 (satu) sampai angka 5 (lima) untuk setiap indikator yang
dinilai.
Definisi skor dijelaskan sebagai berikut:
 Skor 5 = kinerja sangat baik;
 Skor 4 = kinerja baik;
 Skor 3 = kinerja cukup baik;
 Skor 2 = kinerja kurang baik (dapat diterima walaupun ada kelemahan);
 Skor 1 = kinerja buruk (harus diperbaiki secepatnya);
 X = tidak relevan atau belum saatnya untuk dinilai, atau tidak tahu.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 181


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Dalam memberikan penilaian, supervisor (PD, TA Kabupaten/Kota, TA Provinsi


dan TL Provinsi) kemudian menggabungkan nilai-nilai dari semua penilai baik dari
unsur pendamping maupun pihak SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi
pendampingan dan Satker P3MD Provinsi dalam satu tabel (Rekapitulasi Evaluasi
Kinerja Kecamatan, Kabupaten/Kota maupun Provinsi). Hasil penilaian akhir rata-rata
akan digunakan untuk menentukan kelayakan pendamping; misalnya layak untuk
dilanjutkan, layak untuk dipromosikan, atau kurang layak untuk dilanjutkan. Hasil
‘penilaian akhir rata-rata akan berupa nilai “A” sampai “D”. Tingkat kehadiran kurang
dari 25% (akumulatif selama 1 periode kinerja) akan mendapatkan nilai D.
Nilai A, B, C, atau D ditentukan dengan skala skor sebagai berikut:
 Nilai A = 3,50 s.d. 5,00
 Nilai B = 2,50 s.d. 3,49
 Nilai C = 1,50 s.d. 2,49
 Nilai D = 0,00 s.d. 1,49
Penilaian tingkat pencapaian kinerja dilakukan dengan sistem scoring yang
diuraikan dalam format peniaian (terlampir). Untuk menghitung nilai rata-rata, nilai
yang diisi dalam angket dijumlahkan dan kemudian dibagi oleh jumlah indikator yang
dinilai (kecuali yang diberitanda X).
Mengingat kondisi lapangan yang bervariasi antar Provinsi, Kabupaten/Kota dan
lokasi-lokasi kegiatan, maka pelaksanaan sistem penilaian kinerja ini harus disesuaikan
dengan keadaan daerah masing-masing. Oleh karena itu, panduan ini hanya
menguraikan dan menjelaskan kewajiban dan prosedur dasar yang dibutuhkan untuk
menjalankan sistem ini. Namun, dalam pelaksanaannya TL Provinsi, TA Provinsi dan
para TA Kabupaten/Kota serta PD dapat mengatur metode dan jadwal sesuai situasi
dan kondisi di lokasi masing-masing.
Masukan/penilaian dari masyarakat dituangkan dalam “Berita Acara Forum
Konsultasi Masyarakat”. Jika ada masukan dari masyarakat yang perlu perhatian khusus
maka supervisor segera menindaklanjuti atas masukan tersebut dengan mengacu pada
SOP pendampingan.
F. Manajemen dan Administrasi Penilaian Kinerja
Satker Provinsi, menjadi tanggung jawab penuh TA Pengelolaan SDM (HRD) tingkat
Provinsi di bawah pengendalian TL Provinsi. Pengarsipan angket dan rekapitulasi di
kantor TL Provinsi juga menjadi tanggungjawab TA Pengelolaan SDM (HRD) tingkat
Provinsi. Sedangkan dokumen Berita Acara hasil penilaian Forum Konsultasi Masyarakat
(FKM) cukup didokumentasikan oleh supervisor di tingkat kecamatan.
Sistem penilaian kinerja ini sangat tergantung pada format/angket penilaian. Oleh
karena itu dokumentasi penilaian harus dijaga dan diarsipkan secara rapi agar dapat
dipakai sebagai umpan balik, pembimbingan, analisis kebutuhan pelatihan, promosi
pendamping dan pemberian sanksi. Dokumen-dokumen tersebut juga akan secara
berkala diperiksa oleh Satker P3MD Provinsi dan Tim Audit Konsultan Nasional, Seknas
dan Satker P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa, Pembangunnan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi.
G. Pihak yang Dinilai
182| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Sistem penilaian kinerja ini digunakan untuk menilai para pendamping di tingkat Desa,
Kecamatan, Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota dan Provinsi oleh supervisor dan Satker di
masing-masing jenjang. Supervisor yang menjadi atasan langsung bertanggungjawab
atas penilaian pendamping di bawahnya setiap 6 (enam) bulan.
Secara singkat, pihak yang akan dilibatkan untuk menilai setiap pendamping
profesional adalah:
a) Pendamping Lokal Desa akan dinilai oleh:
1. Pendamping Desa;
2. Camat/Kasi yang membidangi pendampingan desa, dengan masukan
dari perwakilan masyarakat di tingkat Desa melalui forum konsultasi
masyarakat.
b) Pendamping Desa akan dinilai oleh:
1. Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota (secara kolektif);
2. Camat/Kasi yang membidangi pendampingan desa;
3. SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan desa,
dengan masukan dari perwakilan kelompok masyarakat di tingkat
Kecamatan.
c) Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota akan dinilai oleh:
1. Team Leader Provinsi;
2. SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan desa;
3. Satker P3MD Provinsi.
d) Tenaga Ahli di Provinsi akan dinilai oleh:
1. Konsultan Pendamping Wilayah (KPW) Pusat;
2. Satker P3MD Provinsi;
3. Satker P3MD Ditjend PPMD Kemendesa, PDT dan Transmigrasi.
e) Tenaga Ahli yang berkedudukan di pusat dan semua jajaran di Seknas/
Konsultan Nasional akan dinilai oleh Satker P3MD Ditjend PPMD Kemendesa, PDT
dan Transmigrasi sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

H. Penutup
Standar Operasional Prosedur (SOP) evaluasi kinerja pendamping profesional ini
merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
sebagai dokumen Pemerintah Republik Indonesia. Dan SOP ini merupakan salah satu
tolak ukur keberhasilan dari pengelolaan program secara umum, oleh karenanya semua
pihak yang berkepentingan harus menggunakan SOP ini dalam melakukan evaluasi
kinerja terhadap pendamping profesional.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 183


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

184| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Pelaporan Kinerja Tenaga
3.4
Pendamping Profesional

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan prosedur dan mekanisme pelaporan kinerja tenaga
pendamping professional;
2. Menerapkan pelaporan kinerja dalam rangka pelaksanaan
P3MD.

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan.

Media
 Media Tayang 8.4.1;
 Lembar Kerja 8.4.1: Matrik Diskusi;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 185


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

 Lembar Informasi 8.4.1: SOP Pelaporan Kinerja Pendamping Desa.

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari subpokok bahasan tentang pelaporan kinerja Pendamping Desa;
2. Pelatih memaparkan SOP tentang pelaporan kinerja, bagaimana
prosedur, mekanisme pelaporan;
3. Lakukan curah pendapat tentang SOP pelaporan kinerja;
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
5. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah
dilakukan, jika diperlukan beberapa pokok pikiran penting dapat
dituliskan di kertas plano atau whiteboard;
6. Mintalah peserta membentuk kelompok untuk mendiskusikan
tentang kerangka kerja pelaporan
7. Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk
mendiskusikannya. Hasilnya dituliskan dalam kertas plano untuk
dipaparkan dalam pleno;
8. Setelah selesai mintalah beberapa kelompok untuk
memaparkan hasil diskusinya. Berikan kesempatan kepada kelompok
lain untuk menanggapi, bertanya dan memberikan masukan;
9. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan setiap kelompok dalam pleno
dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
10. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas.

186| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Lembar Informasi
SPB
SOP Laporan Kinerja
8.4
Pendamping Desa

A. PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa


pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa ditempuh melalui upaya
pendampingan. Pendampingan menjadi salah satu langkah penting yang harus
dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya melalui
peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta
memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat Desa.

Bentuk pembinaan, pengelolaan dan pengendalian Pendamping Profesional khususnya


untuk menjamin tertib aturan, tata laksana administrasi dan keuangan, hubungan antar
pelaku dalam rangka tercapainya kinerja Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa secara efektif dan efisien, maka Ditjen PPMD Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menetapkan dan menerbitkan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP) Pelaporan Pendampingan Profesional. Standar Operasional dan
Prosedur (SOP) ini memuat hal-hal pokok terkait dengan terselenggaranya pelaksanaan
Pendampingan Desa melalui upaya yang dilakukan oleh Pendamping Profesional. SOP
ini juga digunakan sebagai sarana untuk membantu menjamin terciptanya transparansi
dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Pendampingan Desa sehingga dapat
mencerminkan tata kelola pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang
mencerminkan Self Governing Community.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendampingan implementasi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disusun komposisi pendamping professional
sebagai berikut:

1. Konsultan Nasional P3MD yang berkedudukan di Jakarta


a. Satu (1) orang Program Leader
b. Tujuh (7) Koordinator Bidang Pendampingan Regional
c. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Kapasitas dan
Kaderisasi
d. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Manajemen Keuangan dan Tata
Kelola Desa

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 187


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

e. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Fasilitasi Pembangunan Desa


Partisipatif
f. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Hukum, Penanganan
Pengaduan dan Masalah
g. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Manajemen Data dan Informasi
2. Konsultan Nasional Program Inovasi Desa (PID) yang berkedudukan di
Jakarta
a. Satu (1) orang Program Leader
b. Koordinator Bidang dan Tenaga Ahli Program Inovasi Desa
3. Koordinator dan Tenaga Ahli Program Provinsi yang berkedudukan di
Provinsi;
4. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat, yang berkedudukan di Kabupaten;
4. Pendamping Desa dan Pendamping Teknis, yang berkedudukan di Kecamatan;
5. Pendamping Lokal Desa, yang berkedudukan di Desa.

Bahwa untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pendampingan desa ini, perlu


adanya standart pelaporan yang akurat, tepat dan cepat, berjenang sesuai
tingkatannya.
B. JENIS PELAPORAN
Salah satu kewajiban Pendamping Profesional yang sudah dikontrak oleh Satker P3MD
Provinsi adalah membuat Laporan, pengabaian terhadap laporan dapat dikenakan
sanksi penundaan pembayaran homorarium dan biaya operasioonal, sampai pada PHK.
Dalam pelaksanaan pendampingan desa yang dilakukan oleh Pendamping Profesional
dalam hal ini Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa, Tenaga Ahli Kabupaten,
maupun yang dilakukan oleh Konsultan Provinsi dan Konsultan Nasional, dibagi dalam
beberapa jenis laporan yakni :
1. Laporan Bulanan Individual, baik pendamping professional maupun
konsultan dalam melaksanakan tugas pendampingannya terikat kontrak
individual dengan Satker Provinsi maupun PPA, maka sebagai
pertanggungjawaban administrasi harus membuat laporan bulanan individual
yang memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi Laporan yang singkat padat dan akurat.
c. Lembar Waktu Kerja
d. Realisasi Kerja Bulan Berjalan
e. Rencana Kerja Bulan Yang Akan Datang
f. Bukti Kunjungan Lapangan baik Form Kunjungan
g. Bukti-bukti/dokumen lainnya yang diperlukan
2. Laporan Mingguan Pendampingan. Laporan ini memuat khusus terkait
dengan laporan pencairan dan penggunaan Dana Desa (DD) dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Laporan melalui email kepada jenjang setingkat diatasnya, PLD
ke PD, PD ke TAPM, TAPM ke KPP Provinsi, KPP Provinsi ke KPP Pusat
dan KPP Pusat ke MN-P3MD, ke Koodinator;
b. Waktu Pelaporan Mingguan :
i. PLD ke PD pada setiap hari Senin

188| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

ii. PD ke TAPM pada setiap hari Selasa


iii. TAPM ke KPP Provinsi setiap hari Rabu
iv. KPP Provinsi ke Koordinator Pendampingan Regional
(KPR) setiap hari Kamis
v. Koordinator Koordinator Pendampingan Regional (KPR) ke
Program Leader P3MD Pusat dan Program Leader PID Pusat
setiap hari Jum’at
vi. Program Leader P3MD dan Program Leader PID ke
Koordinator Operasional Program dan Kepala Manajemen
Nasional Pengendali Program Pendampingan Desa setiap Hari
Senin
c. Format Laporan Mingguan sebagaimana terlampir

3. Laporan Bulanan Pendampingan, laporan ini memuat hal-hal apa saja yang
terkait dengan pendampingan sesuai levelnya masing masing, yang
menggambarkan capaian kinerja dan tupoksi pendampingan, data-data dana
desa, data-data kegiatan prioritas pembangunan, kegiatan pemberdayaan,
kegiatan pelatihan, kegiatan pendampingan, supervise, legislasi, kaderisasi
dan lain sebagainya yang bisa menggambarkan kegiatan secara utuh beserta
capaiannya dalam waktu sampai dengan bulan berjalan. Laporan bulanan
kegiatan pendampingan memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi laporan yang singkat padat dan akurat dengan
sistematika sbb:
i. Pendahuluan
ii. Kegiatan pendampingan bulan berjalan
iii. Rencana kegiatan pendampingan bulan yang akan datang
iv. Kendala dan Masalah
v. Rekomendasi
vi. Penutup
c. Lampiran
i. Data Dasar/Data APBDes (bulanan)
ii. Data Dana Desa (Alokasi, Pencairan dan
Penggunaan) (bulanan)
iii. Data Regulasi Desa (tiga bulanan)
iv. Data Progres Kegiatan Desa (bulanan)
v. Data Pelatihan dan Kegiatan Pengkaderan (tiga
bulanan)
vi. Data Bumdes/Pengembangan Ekomomi Desa (tiga
bulanan)
vii. Data Tahapan, Perencanaan dan Pelaksanaan
Kegiatan (bulanan)
viii. Data Kegiatan terkait TTG (tiga bulanan)
ix. Data Pengembangan Pelayanan Dasar (tiga bulanan)
x. Data Masalah dan Penanganannya (bulanan)
xi. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) (bulanan)

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 189


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

xii. Dan lain lain yang diperlukan (bila diperlukan)


Laporan kegiatan bulanan pendampingan bagi TA Kabupaten, KPP Provinsi, dan
Manajemen Nasional, disamping melaporkan kegiatan yang dilakukan secara mandiri,
juga harus merekap kegitan yang dilakukan oleh pendamping level di bawahnya.
4. Laporan Insidental, laporan yang dibuat atas dasar peristiwa tertentu seperti
adanya penyelewengan, force majoure atau peristiwa yang diluar rencana dan
tidak diprediksi sebelumnya, format laporan ini disesusikan dengan peristiwa
yang terjadi.

C. JENJANG PELAPORAN
Pelaporan yang dibuat oleh pelaku pendampingan desa, dilakukan secara berjenjang
dengan tujuan utama adalah Pihak Pertama sebagai pihak yang memberi kerja. Namun
juga ditujukan kepada jajaran birokrasi pada levelnya masing-masing dengan
tembusan kepada supervisornya. Jenjang Pelaporan untuk Pendamping Profesional dan
Konsultan dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

KOORDINATOR
OPERASIONAL PROGRAM SATKER PUSAT

PROGRAM LEADER
KONSULTAN NASIONAL
P3MD dan PID PPA Pusat

KOODINATOR WILAYAH

SATKER
KPP PROVINSI PPA Provinsi
PROVINSI

SATKER TA KABUPATEN
KABUPATEN

SATKER
PD dan PDTI PROVINSI

CAMAT

PENDAMPING LOKAL DESA

D. WAKTU PELAPORAN
Pelaporan pendamping professional dan konsultan provinsi maupun konsultan nasional
diatur waktunya sebagai berikut :

190| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1. Pendamping Lokal Desa dan Pendamping Desa/Pendamping Desa


Teknik Infrastruktur melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan
individualnya ke Satker Provinsi dan Camat paling lambat tanggal 3 setiap
bulannya
2. Tenaga Ahli Kabupaten melaporkan kegiatan pendampingan dan
laporan individualnya ke Satker Provinsi dan Satker Kabupaten paling
lambat tanggal 5 setiap bulannya
3. Koordinator Program Provinsi (KPP) Provinsi melaporkan kegiatan
pedampingan dan laporan individualnya ke PPA dan Satket Provinsi paling
lambat tanggal 10 tiap bulannnya
4. Konsultan Nasional P3MD dan PID serta Koordinator Bidang
Pendamping Regional (KPR) Pusat menyampaikan laporan kegiatan
pendampingan dan laporan individualnya ke PPA dan Satker Pusat paling
lambat tanggal 15 setiap bulannya
5. Program Leader menyampaikan laporan individualnya paling lambat
tanggal 15 setiap bulannya dan laporan kegiatan pendampingan paling
lambat tanggal 20 setiap bulannya

E. PENUTUP
Demikian SOP Pelaporan Pendamping Profesional dibuat untuk bisa dilaksakan oleh
seluruh Tenaga Pendamping Profesional se wilayah Indonesia, sebagai alat ukur
capaian kinerja Pendamping dan alat pengendali bagi supervisor dan Satker P3MD,
baik Kabupaten, Provinsi maupun Pusat. Pengabaian atas Pelaporan Pendamping
Profesional berakibat pada evaluasi kinerja.

Hal hal yang belum diatur dalam SOP Pelaporan ini, dan dirasa perlu untuk dilaporkan,
bisa dilampirkan dalam laporan yang bersifat bulanan maupun insidensial.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 191


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Sistem Informasi
8.5.
Pembangunan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dasar-dasar sistem pelaporan Tata Kelola
Administrasi Keuangan Desa dalam APB Desa;
2. Menjelasakan prinsip dan ketentuan pelaporan Sistim informasi
Pembangunan Desa;
3. Mampu mengimplementasikan Sistem Informasi Pembangunan
Desa secara berjenjang dilokasi tugas .

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Paparan, diskusi, praktek

Media
Media Tayang: paparan power point
Lembar Kerja: Panduan Monitoring Dana Desa basis Kab/Kec/Desa, format
APBDes
Lembar Informasi: Bahan Bacaan,

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus
192| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 193


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

P Proses Penyajian
Kegiatan Kegiatan 1: sistem Tata Kelola Administrasi Keuangan Desa berdasar
APB APB Desa dan pelaporannya
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
2. Pandu peserta untuk memahami tata kelola keuangan desa dengan
pertanyaan pembuka:
a. Apakah yang diketahui dari APB Desa?
b. Bagaimana mekanisme dan prosedur pelaporan keuangan desa?
c. Bagaimana Dana Desa dilaksanakan, dipertangngungjawabkan
dan pelaporannya?
3. Umpan balikkan ke peserta, bagaimana pola dan model pelaporan
APB Desa? Apakah peserta mengenal sistem pelaporan APB Desa? Beri
kesempatan beberapa peserta menjawab dan catat point jawaban
peserta pada whiteboard atau kertas plano;
4. Tanyakan kepada peserta, apakah mengenal dan tahu SISKEUDES
(Sistem Keuangan Desa)? Umpan balikkan;
5. Tayangkan tentang system pelaporan APB Desa, Umpan balikkan ke
peserta;

Catatan:
1. Pastikan peserta sudah memiliki pengetahuan APBDesa
(Pemendagri 113) dan telah membaca petunjuk tersebut.
2. Pastikan peserta sudah memiliki pengetahuan "Transfer
Pemerintah Daerah dan Dana Desa" (PMK 50 tahun 2017) terkait
Dana Desa mulai Pasal 99.
3. Peserta sudah memahami (Permendesa No. 4 Tahun 2017)
Penetapan perubahan atas peraturan Menteri Desa,
Pembanguanan Daerah Tertinggal Transmigrasi No. 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan dana Desa.

Kegiatan 2:
6. Pelatih menjelaskan Sistem Informasi Pembangunan Desa dengan
regulasi yang mendasarinya dengan media tayang 8.3.1
7. Jelaskan secara singkat tentang beberapa hal berikut dari media
tayang:
a. Jenis dokumen keuangan desa untuk dapat pencairan Dana Desa
dari RKUD (Lembar informasi :)
b. Proses Pelaporan perkembangan Jumlah Penyaluran Dan Desa
(Agregasi )dari RKUD ke RK Desa Tahap I dan tahap II di Lokus
Kecamatan.
a. Identifikasi dan perkembangan Jumlah Penyaluran (Agregasi)
Penggunaan Dana Desa sesuai bidang kegiatan (Pembanguan Desa,
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemerintahan Desa, & Pembinaan
Kemasyarakatan)
194| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

8. Fasilitasi umpan balik , dengan memberikan peserta kesempatan


bertanya dan berikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Kegiatan 3: Praktek Pengisian Format/ Matrik Sistem Informasi


Pembangunan Desa (SIPD)
9. Siapkan lembar kerja 8.3.1. (dalam bentuk soft copy) bagikan ke setiap
peserta.
10. Jelaskan secara singkat tentang panduan tata cara praktek
(dengan menayangkan beberapa format isisan lokus Kabupaten)
sebagaimana berikut ini:
a. Pengisian Form Monitoring Dana Desa (RKUD ke RK Desa)
lembar kerja 8.3.1
b. Form APB Desa dan mengorganisasi file untuk keperluan upload
untuk lokasi desa yang belum menggunakan SISKEUDES
11. Fasilitasi praktek pengisian format SIPD oleh peserta. Minta
seluruh peserta mempraktekkan.
12. Umpan balikkan hasil praktek ke peserta, berikan ke peserta
kesempatan bertanya dan berikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Kegiatan 4: Penegasan
13. Tegaskan dan simpulkan beberapa hal yang menjadi penting
untuk diperhatikan yaitu:
a. Proses transfer RKUD ke RKDesa dan persyaratan
administratifnya serta konsolidasi agregasinya.
b. Pelaporan Penggunaan sesuai dengan Bidang dan bidang
Pembanggunan desa ke dalam 4 bidang lokus Kab/Kec/Desa.
c. Monitoring dilakukan berkala sesuai dengan update Pelaporan di
Desa dan di agregasi di kabuapten.

14. Beri kesimpulan akhir dan menutup sesi.

Catatan: lembar kerja 8.3.1. dalam bentuk softcopy yang menjadi bagian dari modul ini.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 195


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Lembar Informasi
SPB
Sistem Informasi
8.5.1.
Pembangunan Desa dan
Pelaporannya

Sistem Informasi Pembangunan Desa merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk
memantau proses pelaporan sekaligus memberikan informasi Perencanaan Kegiatan
desa bersumber APBDes, pendanaan (7 Sumber Pendanaan) sampai dengan hasil-hasil
kegiatan Pembangunan Desa. Adapun fokus monitoring Keuangan APBN (Dana Desa)
dapat disajikan secara detail beserta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan
yang dimaksud dapat dikategorikan sesuai dengan Bidang dan Prioritas penggunaan
Danana Desa. Untuk mengenal dan menjalanakan aplikasi, silahkan berikut ini
tatacaranya:

Pastikan SIPD dapat diakses di alamat: http://sipede.ppmd.kemendesa.go.id


196| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1. Dashboard

1.1. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah

1.2. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Desa

1.3. Grafik Penggunaan Dana Desa sesuai Bidang dan Sub Bidang Pembanguan Desa
per Tahun Anggaran.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 197


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1.4. Data Kegiatan bersumber Dana Desa (APBN) per Tahun Anggaran

1.5. Masuk Aplikasi


Untuk masuk ke Aplikasi adalah user yang terdaftar sebagai pendamping dengan
Login dan Password sesuai lokus-masing-masing.

2. APBDesa

Sistem pengadministrasian APBDesa pada dasarnya terbagi pada pengelolaan


Pendapatan, Belanja, Pembiayaan, Perencanaan, Pelaporan dan Penatausahaan
keuangan Desa.

198| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Sistem menyediakan 3 cara Input data APBdesa:

1. Mengisi secara manual

2. Upload file format excel pada lembar kerja:

I. PLD : Lembar Kerja 8.3.1. APBDES-Prov-Kab-Kec (dalam bentuk soft


copy)
II. PD-PDTI : Lembar Kerja 8.3.1. APBDES-Prov-Kab-Kec (dalam bentuk soft
copy)
III. TAM : Lembar Kerja 8.3.1. APNDES-Prov-Kab-Kec (dalam bentuk soft
copy)

Catatan:
1) input data diisikan oleh PLD; jika PLD kosong diisikan PD; dan jika PD
kosong diisikan oleh TA Kab.
2) TA Kab bertugas meverifikasi, validasi data dan melaporkan secara
berjenjang

3. Untuk Desa yang sudah menggunakan SISKEUDES dapat melakukan ekport pada
menu Laporan Penganggaran:

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 199


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

dan pilih pada Laporan 1b- Ringkasan APBDes dan selanjutnya sesuai dengan
SISKEUDES Desa. pilih parameter yang sesuai, print to file di cek box, pilih ke file
excel, kemudian isikan sumber pendanaan secara manual sesuai kreteria
kemudian di upload.
Sebagai catatan: untuk kegiatan-kegiatan diisikan nilai Sumary (Kode 3 Digit)
dan untuk Detai Rab dalam Laporan ini belum di perlukan (capture Data
Keguiatan berdasar APBDes SISKEUDES)

Berikut ini contoh upload format excel berdasar lembar kerja form APBdes

3. RKUD ke RK Desa

Pemantauan Transfer Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke RK Desa sesuai dengan
kesiapan Desa untuk mengakses Dana Desa. Pendamping dapat melaporkan progres ke
dalam aplikasi dengan melaukan Edit Data

200| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

4. Kegiatan dari dana Desa

Kegiatan Dana Desa adalah realisasi dari perencanaan berdasar APBDesa yang
dilengkapi oleh pendamping sesuai dengan Laporan progres Kegiatan berdasar LPJ.
adapun kegiatan-kegiatan yang memiliki nomenklatur yang perlu di sesuaikan dengan
keperluan Kementrian Desa PDTT akan disesuaikan dengan pilihan-pilih kegiatan untuk
singkronisasi.

5. Profil Desa

Profil Desa memuat informasi terkait Desa menggunakan Dana Desa (APBN)

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 201


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

CATATAN:
Sistem Pelaporan Yang sedang Di Kembangkan P3MD Pusat:
1. HRD
2. Penangan dan Pengaduan Masalah (CHS)

202| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 9
MEMBANGUN TIM KERJA
DI KECAMATAN

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 203


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Pemetaan Pemangku
9.1
Kepentingan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1. Menjelaskan pelaku kunci di Kecamatan

2. Menjelaskan peran para pemangku kepentingan di Kecamatan

3. Menguraikan relasi antar pemangku kepentingan dan


hubungannya dengan peran Pendamping Desa.

4. Diharapkan setelah selesainya pelatihan ini Pendamping Desa


mampu memahami peta pemangku kepentingan di Kecamatan

Waktu
4 JP (180 menit)

Metode
Curah Pendapat dan Analisis Relasi.

Media
 Media Tayang

 Bahan Bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

204| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 205


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Keterampilan Pendamping”.

Kegiatan 1 : Diskusi kelompok identifikasi Pelaku Kunci dan


Pemangku Kepentingan
2. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
3. Minta setiap kelompok berdiskusi untuk mengidentifikasi pelaku
kunci dan pemangku kepentingan di Kecamatan serta peran masing-
masing dengan menggunakan Diagram Veen (berikan penjelasan
singkat bagaimana menggunakan Diagram Veen);

Kegiatan 3: Diskusi kelompok menguraikan relasi


4. Minta setiap kelompok menguraikan relasi/hubungan antar
pemangku kepentingan dengan menggunakan Diagram Veen yang
telah dikerjakan pada kegiatan 2;
5. Minta setiap kelompok menguraikan hubungan pemangku
kepentingan dengan Pendamping Desa;

Kegiatan 4. Presentasi
6. Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya;
7. Memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk
menanggapi;
8. Sebelum sesi ditutup, beri penegasan tentang pemangku
kepentingan di Kecamatan beserta relasinya.

206| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Koordinasi Sektoral
9.2
(SKPD/UPTD)

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan sektoral di
tingkatan kecamatan
2. Menguraikan strategi membangun koordinasi lintas
sektor
3. Diharapkan setelah selesainya pelatihan ini Pendamping
Desa mampu mengkoordinasikan pemangku kepentingan
ditingkat Kecamatan

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Bermain peran.

Media
 Media Tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan LCD

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 207


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

208| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Koordinasi Sektoral (SKPD/UPDT)”.

Kegiatan 1: Diskusi kelompok identifikasi masalah dan kebutuhan


sektoral
2. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok.
3. Mintalah setiap kelompok mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan sektoral di tingkat Kecamatan;
4. Mintalah salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya dan berikan kesempatan bagi kelompok lain untuk
memberikan tanggapan.
5. Berikan penegasan terkait identifikasi masalah dan kebutuhan
sektoral.

Kegiatan 2: Sharing pengalaman dan curah pendapat tentang strategi


membangun koordinasi
6. Mintalah beberapa peserta menceritakan pengalamannya
melakukan koordinasi lintas sektor di Kecamatan.
7. Pandu peserta mengidentifikasi hambatan dan kendala dalam
melakukan koordinasi lintas sektor berdasarkan pengalaman yang
telah diceritakan;
8. Bagikan kertas metaplan kepada setiap peserta.
9. Minta peserta menuliskan strategi membangun koordinasi lintas
sektor di tingkat Kecamatan.
10. Pandu peserta merumuskan strategi membangun koordinasi
lintas sektor berdasarkan pendapat peserta yang telah ditulis pada
kertas metaplan;
11. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 209


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Rencana Pembelajaran

9.3 Kerjasama dan Jejaring

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pentingnya kerjsama tim dan membangun jejaring
dengan pihak lainnya;
2. Menguraikan Strategi Membangun Kerjasama Internal Tim
3. Menguraikan strategi jejaring dengan pihak lainnya
4. Diharapkan setelah selesai Pendamping Desa mampu
menganalisis relasi dan mengembangkan stratgi membangun tim
kerja dan jejaringnya.

Waktu
4 JPL (180 menit)

Metode
Permainan.

Media
Lembar Kerja, Media Tayang, PP No. 19/2008 Tentang Kecamatan

Alat Bantu
Balon, spidol, laptop, dan LCD

210| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 211


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Kerjasama dan Jejaring”

Kegiatan 2: Permainan Kerjasama Tim


2. Bagi peserta menjadi 3 kelompok, usahakan jumlah anggota
masing-masing kelompok sama;
3. Minta satu orang dari setiap kelompok sebagai pengamat;
4. Minta peserta yang lain dari setiap kelompok membentuk
formasi barisan berjajar (satu peserta dengan yang lainnya dalam
setiap barisan dibatasi dengan balon yang telah disiapkan);
5. Minta 3 kelompok tersebut berlomba dengan cara berjalan
menuju garis finish yang telah ditetapkan.

Kegiatan 3: Sharing pengalaman menggali makna permaian


6. Minta pengamat dari masing-masing kelompok secara
bergantian mengungkapkan bagaimana kelompoknya melakukan
permainan itu serta hasilnya (gunakan Lembar Kerja 9.3.1).
7. Minta salah satu anggota dari setiap kelompok mengungkapkan
pengalamannya melakukan permainan tadi.
8. Catatlah hal-hal penting dari pengamat dan peserta.

Kegiatan 4: Curah pendapat membangun strategi kerjasama internal


9. Mengacu catatan di atas, berikan penegasan tentang hal-hal
pokok tentang keberhasilan kerjasama (faktor penentu keberhasilan
dan kegagalan);
10. Minta peserta mengemukakan bagaimana membangun strategi
kerjasama tim (internal);
11. Pandu peserta merumuskan strategi dimaksud.

Kegiatan 5: Sharing pengalaman membangun jejaring


12. Minta peserta menceritakan pengalamannya membangun
jaringan dengan pihak lain (eksternal);
13. Catat hal-hal penting dari cerita tersebut;
14. Pandu peserta memetakan pihak eksternal yang potensial
sebagai jejaring yang dapat mendukung tugas-tugas Pendamping
Desa;
15. Minta peserta merumuskan strategi membangun jejaring
dengan pihak eksternal;
16. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan dari kegiatan 1 sampai
kegiatan 5.

212| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 213


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

LEMBAR KERJA 9.3.1

Tabel Pengamatan Permainan

KELOMPOK: ...............................................

Fokus Pengamatan Hasil Penjelasan


No
(Apa yang diamati?) Pengamatan (Mengapa?)

1 Apakah ada peserta


dalam kelompok yang
berinisiatif mengatur
Tim/Kelompok
sebelum permainan
dimulai?

2 Apakah ada
kesepakatan tentang
strategi/cara untuk
melakukan permainan
itu?

3 Bagaimana
kekompakan anggota
dalam Tim/kelompok?

4 Bagaimana kerjasama
antar anggota dalam
tim/kelompok?

5 Bagaimana hasil kerja


yang dilakukan
tim/kelompok?

Bahan Bacaan
PB
MEMBANGUN TIM KERJA DI
9
KECAMATAN
214| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

MEMBANGUN JEJARING KERJA


Oleh Maryanto

Dalam organisasi, jejaring kerja diperlukan bagi setiap manajemen pada tingkatan
apapun, baik tingkat atas, menengah, maupun supervisor. Oleh karena itu mereka harus
menguasai cara-cara berinteraksi untuk menciptakan jejaring kerja dengan siapa saja,
agar orang-orang dalam organisasi memberikan respon positif, menghargai,
mendukung, dan membantu saat diperlukan.
Salah satu cara yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan membangun
jejaring kerja adalah dengan meniru bagaimana orang-orang sukses berinteraksi
dengan orang lain seperti di rumah, di kantor, dalam rapat, dan di masyarakat luas.
Tetapi, meniru bukan merupakan pekerjaan yang mudah oleh karena diperlukan
kecerdasan dalam mengidentifikasi berbagai aspek terkait dengan proses interaksi,
misalnya bagaimana cara mengendalikan emosi, cara menghargai orang lain, cara
berbicara, cara merespon dan sebagainya.
Membangun jejaring kerja merupakan suatu seni sehingga tidak mudah dibuat suatu
pola hubungan yang baku, seperti dalam berinteraksi dengan orang yang memiliki tipe
kepribadian “A” akan berbeda jika berinteraksi dengan orang yang memiliki tipe
kepribadian “B”. Walaupun meniru cara orang-orang sukses dalam berinteraksi bukan
merupakan pekerjaan yang mudah tetapi tetap dapat dilakukan, walaupun memerlukan
waktu yang lama.
Untuk membantu dalam meningkatkan kemampuan membangun jejaring kerja, berikut
kiat-kiat yang perlu diperhatikan.
1. Mengendalikan Emosi
Berikut kiat-kiat sederhana untuk meningkatkan kemampuan dalammengendalikan
emosi, yaitu:
a. Mengenal perasaan diri sendiri
Mengenali dan mengetahui suasana hati kita sendiri berguna untuk menentukan
perilaku yang pantas agar dapat menciptakan suasana yang menyenangkan berbagai
pihak. Pembicaraan penting dengan orang lain hanya akan dilakukan pada waktu
keadaan kita sehat, segar bersemangat dan senang, karena perasaan sedih, galau, dan
tidak menentu akan membentuk ekspresi yang tidak menyenangkan bagi orang lain.
b. Berfikir positif
Kita sering berhadapan dengan situasi yang mungkin tidak kita inginkan. Untuk
merespon situasi tersebut dapat dilakukan dengan mengatur perasaan melalui cara
berfikir positif, melihat permasalahan dari aspek yang berbeda (orang lain), dan melihat
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 215
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

permasalahan sebagai peluang. Cara lain untuk mengembangkan pikiran positif adalah
dengan menumbuhkan rasa empati kepada orang lain, seperti dengan memahami
keterbatasan seseorang sehingga ia berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan.
c. Menerima ketidakberhasilan
Semua orang mengharapkan suatu keberhasilan, namun kenyataannya setiap orang
pernah mengalami kegagalan. Untuk itu kita perlu menyiapkan perasaan agar tidak
senang. Misalnya, Anda dropout dari perguruan tinggi, tentunya Anda sedih, tetapi
usahakan kesedihan tersebut cepat sirna dan segeralah berusaha untuk tetap maju.
Dalam kasus tersebut, Anda dapat berfikir bahwa Anda telah mendapat ilmu,
pengalaman, dan hidup itu tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan kuliah. Joseph Lin
(2010) menyebutkan bahwa Bill Gates dropout dari Harvard dan 2 tahun setelah itu ia
menemukan Microsoft dan menjadi orang terkaya di dunia. Masih banyak orang-orang
drop out tetapi bekerja keras dan meraih sukses besar dalam hidupnya,seperti Steve
Jobs, Mark Elliot Zuckerberg, Tom Hanks, Lady Gaga, dan bahkan Thomas Alva Edison
yang tidak pernah duduk diperguruan tinggi, dsb.
2. Menghargai Orang Lain
Menghargai orang lain merupakan salah satu cara untuk membangun hubungan baik
dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai cara menghargai orang lain secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu memberikan penghargaan ekstrinsik dan
penghargaan intrinsik. Penghargaan ekstrinsik merupakan penghargaan yang dapat
dilihat dengan kasat mata seperti penghargaan finansial, kenaikan pangkat,
perlindungan keamanan, dsb. Sedangkan penghargaan intrinsik adalah penghargaan
yang tidak berwujud seperti ucapan terima kasih, pujian, penghargaan atas ide orang
lain, yang pada umumnya tidak dapat dinilai dengan uang.
a. Pernyataan terima kasih
Pernyataan terima kasih yang tulus iklas merupakan salah satu cara yang paling mudah
untuk menghargai perbuatan orang lain. Pernyataan terima kasih juga menunjukkan
sikap sopan, hormat dan perhatian kepada orang lain, dan menunjukkan bahwa
perbuatan yang telah dilakukan benar-benar bermanfaat. Pernyataan terima kasih
hendaknya disampaikan sesegera mungkin setelah suatu kejadian berlangsung, agar
memberikan makna yang berarti.
b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) bukan sekedar hearing, merupakan salah satu cara yang
mudah untuk menghormati orang lain. Dengan mendengarkan, pembicara merasa
diperhatikan dan dihargai. Kita akan memperoleh simpati dari orang lain dengan cara
mendengarkan pembicaraan mereka, baik pembicaraan melalui media elektronik
maupun pembicaraan langsung. Namun tidak semua orang bersedia untuk
mendengarkan disebabkan beberapa alasan (Bell 1992), yaitu: 1) sombong, 2)
menganggap materi pembicaraan tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini, 3)
menganggap rendah pembicara, 4) menganggap materi pembicaraan telah
kadaluwarsa, 5) malas mendengarkan.
c. Memuji

216| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Setiap manusia pada hakekatnya mempunyai sifat dasar “senang dipuji”. Carnegie
(1981) menyebutkan bahwa Lincoln (presiden AS) pernah memulai satu suratnya
dengan mengucapkan “Setiap orang menyukai pujian”. Pujian tidak sama artinya
dengan sanjungan. Pujian merupakan suatu pernyataan yang jujur tentang suatu
prestasi riil atau keadaan yang sebenarnya, sedangkan sanjungan merupakan
pernyataan yang berlebihan atas prestasi yang dicapai, atau bukan keadaan yang
sebenarnya, sehingga dapat menyesatkan orang yang disanjung karena salah dalam
mengevaluasi dirinya.
d. Mengingat nama
Pada hakekatnya setiap orang di seluruh dunia senang disebut namanya dengan benar.
Mereka merasa dihormati dan diperhatikan. Menyebut nama orang lain dengan benar
merupakan cara penting untuk menghargai orang lain. Orang-orang yang memperoleh
sukses besar mengerti cara menghargai orang lain, yaitu hanya dengan menyebut
namanya dengan benar. Oleh karena itu mereka berusaha untuk menghafal dan
mengingat nama-nama orang yang mereka temui. Carnegie (1981), menyebutkan
bahwa Franklin D. Roosevelf (presiden AS) tahu bahwa satu cara paling sederhana,
paling nyata dan paling penting dalam memperoleh kehendak yang baik adalah
dengan mengingat nama-nama orang, dan membuat mereka merasa penting.
3. Mengkritik dengan Cara yang Elegan
Menyampaikan kritik merupakan bagian penting bagi kehidupan dalam berorganisasi
untuk menuju perbaikan. Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana cara
menyampaikan kritik agar tetap dapat menjaga jejaring kerja yang kondusif. Berikut
disajikan cara-cara menyampaikan kritik.
a. Didahului dengan pujian
Awali dengan pujian, misalnya dengan cara menyampaikan keunggulan-
keunggulan secara rinci dari bagian-bagian yang berkaitan dengan substansi yang akan
dikritik. Pujian yang terinci merupakan suatu pembuktian bahwa Anda memperhatikan
dan benar-benar tahu tentang apa yang akan Anda sampaikan.
b. Menentukan apa yang mereka inginkan
Carilah apa yang mereka inginkan terkait dengan substasi kritik. Ingat, orang yang telah
dipenuhi keinginannya akan lebih mudah menerima masukan.
c. Disampaikan dalam bentuk saran.
Kritik agar disampaikan dalam bentuk saran, atau dengan kalimat positif, dimaksudkan
agar kesalahan atau ketidak sesuaian terkesan tidak terlalu besar.Jangan sekali-kali
mengatakan “Anda salah”, dan kata-kata lain yang sejenis.
d. Tidak menggunakan kata “tetapi”
Kritik yang baik tidak menggunakan kata “tetapi” atau kata lain yang bermakna sama
dengan “tetapi”.
e. Lengkapi dengan argumentasi
Argumentasi yang logis dan didukung dengan data dan bukti, dan disajikan dalam
diagram, gambar, tabel akan membantu dalam meyakinkan orang lain dalam menerima
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 217
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

ide Anda, dan jika mungkin tunjukkan referensinya. Lengkapi dengan penjelasan
tentang manfaat yang akan diperoleh jika pendapat Anda diterima.
f. Didasari dengan etika
Kritik disampaikan sesuai hati nurani dan bermaksud untuk memberikan masukan
untuk meningkatkan kinerja, bukan untuk menunjukkan kesalahan. Oleh karena itu,
hendaknya kritik tidak mengarah pada individu seseorang, tetapi ditujukan terbatas
pada substansi yang dikritik, dimaksudkan agar dapat pembicaraan lebih fokus / tidak
menyimpang. Jika ragu-ragu dengan materi kritik hendaknya jangan mengkritik.
g. Disampaikan dengan sepenuh hati
Penyampaian dengan jujur, dan penuh dengan kehangatan dan diekspresikan dengan
baik, meyakinkan bahwa apa yang disampaikan akan memberikan manfaat yang
berarti, dan bukan untuk diri Anda sendiri. Jika ternyata pendapat Anda benar, atau
dengan kata lain mereka menerima saran, hendaknya Anda tidak menonjolkan diri,
sehingga hubungan baik tetap terjalin.
Diambil dan digubah dari http://www.bppk.depkeu.go.id/bdpimagelang

218| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pokok Bahasan 10
FASILITASI PENINGKATAN
KAPASITAS PEMANGKU
KEPENTINGAN KECAMATAN

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 219


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Konsep Peningkatan
10.1 Kapasitas

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan ruang lingkup peningkatan kapasitas;

2. Menyebutkan aspek-aspek kompetensi dasar dalam


peningkatan kapasitas.

Waktu
1 JP ( 45 menit)

Metode
Curah Pendapat.

Media
Media Fasilitasi

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

220| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 221


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Konsep Peningkatan Kapasitas”.

2. Minta peserta mengungkapkan ruang


lingkup peningkatan kapasitas;
3. Catat hal-hal penting dari ungkapan peserta.
4. Minta peserta menjelaskan aspek-aspek kompetensi dasar
peningkatan kapasitas individu/pelaku;

5. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan dengan menggunakan


Media Fasilitasi 10.1.1.

Media Fasilitasi 10.1.1

Norma, Aturan Main Internal, Jaringan, Kerja sama, Dukungan Regulasi

Struktur, Proses, Tujuan, Aksi Bersama

Komitmen, Pengetahuan, Keterampilan, Sikap

222| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Peningkatan
10.2 Kapasitas

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan bentuk-bentuk pengembangan kapasitas
yang relevan di tingkat kecamatan;

2. Merumuskan strategi pengembangan kapasitas bagi


pemangku kepentingan di tingkat kecamatan.

Waktu
1 JP ( 45 menit)

Metode
Curah Pendapat dan Simulasi.

Media
Media fasilitasi

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 223


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Strategi Peningkatan Kapasitas”.
2. Minta peserta mengungkapkan bentuk-
bentuk pengembangan kapasitas;
3. Catat hal-hal penting dari ungkapan peserta;
4. Minta peserta menjelaskan strategi pengembangan kapasitas
individu/pemangku kepentingan di tingkat kecamatan;

5. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan dengan menggunakan


Media Fasilitasi 10.2.1.

224| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Media Fasilitasi 10.2.1

Dukungan
Bentuk Pengembangan
Strategi Kendala yang
Kapasitas
diperlukan

Pelatihan • Membentuk tim


pelatih secara
berjenjang
• Mengembangkan
Bank Modul
• dst

Pembimbingan • Mengefektifkan
monitoring dan
supervisi
• Mengidentifikas
i kegiatan yang
perlu mendapatkan
bimbingan
• dst

Studi Lapang • Disesuaikan


dengan agenda
prioritas
• Pilihan
lokasinya menarik
• dst

...dst

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 225


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

SPB Rencana Pembelajaran

10.3 Keterampilan Dasar Melatih

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan jenis-jenis keterampilan dasar yang harus
dimiliki oleh seorang pendamping.

2. Mempraktikkan teknis dasar fasilitasi (bertanya, probing,


menyimak/mendengar dan mengelola dinamika kelompok).

Waktu
3 JP ( 135 menit)

Metode
Simulasi dan Bermain peran.

Media
 Lembar simulasi

 Media fasilitasi

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

226| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 227


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Keterampilan Dasar Melatih”.

Kegiatan 1: Curah pendapat jenis-jenis keterampilan dasar


2. Minta peserta untuk mengungkapkan jenis-jenis keterampilan
dasar yang harus dimiliki oleh seorang pendamping;

3. Catat hal-hal penting dari ungkapan peserta;

Kegiatan 2: Bermain peran tekhnik dasar fasilitasi (berbicara,


mendengar, bertanya, mengapresiasi, parafrase)
4. Bagi peserta menjadi 3 kelompok dan membentuk kelompok
diskusi;

5. Setiap kelompok diminta ada yang berperan:


• Satu orang sebagai pelatih atau narasumber yang akan
menjelaskan topik tertentu;
• Beberapa orang sebagai pendengar/bertanya yang akan
mengajukan pertanyaan sesuai dengan topik yang disampaikan;

6. Amati keterampilan pelatih/narasumber dalam: membuka sesi,


menyampaikan materi, berkomunikasi, mengapresiasi dan melakukan
paraprase;

7. Amati peserta yang berperan sebagai pendengar dalam


mengikuti kegiatan (keterampilan mendengar dan bertanya);

8. Minta peserta yang berperan sebagai pendengar memberikan


tanggapan terhadap pelatih dalam hal membuka sesi, menyampaikan
materi, berkomunikasi, mengapresiasi dan melakukan paraprase;

9. Minta sesama Pendengar mengungkapkan cara mengajukan


pertanyaan;

10. Sebelum sesi ditutup, berikan umpan balik dan penegasan


kepada pemeran pelatih/narasumber dan pendengar terkait dengan
keterampilan berbicara, mendengar, mengapresiasi, bertanya dan
parafrase dengan menggunakan Media Fasilitasi 10.3.1.

228| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Media Fasilitasi 10.3.1

Pemeran Keterampilan Dasar Kekurangan Kelebihan

Pelatih/ Narasumber • Berbicara


• Mendengar
• Mengapresiasi
• Bertanya
• Paraprase

Pendengar • Berbicara
• Mendengar
• Mengapresiasi
• Bertanya
• Parafrase

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 229


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bahan Bacaan 1
PB
Permainan Kreatif Untuk
10
Kegiatan Pelatihan

A. PENDAHULUAN
Berdasarkan pengalaman, kegiatan bersama (satu tim) akan timbul apabila semua
menyadari bahwa mereka melakukan secara spontan, terbuka dan penuh kehangatan
serta tidak dibuat-buat. Untuk itulah bentuk ‘kepemimpinan’ dalam aktifitas harus
didistribusikan secara merata kepada seluruh warga belajar, agar dinamika terjaga.
Pada kegiatan yang berdurasi panjang, atau dengan pendekatan yang monoton dan
kurang melibatkan peserta, kegairahan peserta dalam mengikuti setiap materi menjadi
menurun. Ini merupakan bagian yang berat bagi fasilitator. Untuk itu rangkaian materi
harus diselingi dengan kegiatan "pemecah kebekuan" atau "Icebreakers" dan
pembangkit daya dan dinamika atau "energiser". Secara umum pembentukan suasana
ditujukan antara lain untuk :
 memecahkan kebekuan suasana,

 merangsang minat dan perhatian peserta,

 menghantarkan suatu pokok bahasan tertentu yang menjadi materi utama


kegiatanyang bersangkutan,

 menciptakan kondisi yang berimbang antara fasilitator dan peserta, serta


antarpeserta yang ‘berbeda’ level.

Tidak ada teori khusus yang dikembangkan mengenai "pemecah kebekuan" ini. Pada
dasarnya ketrampilan ini dikembangkan lewat pengembangan kepekaan yang tinggi
seorang fasilitator dalam memproses kegiatan/pelatihan. Orang awam sering
bilang, jam terbanglah yang menentukannya, sebagaimana filosofi suatu kegiatan
atau pelatihan yang engembangkannya, yakni pembelajaran berdasar pengalaman
(pembelajaran orang dewasa). Kuncinya adalah keberanian bereksperimen.Namun
demikian, dengan merujuk tujuan di atas, setidaknya ada beberapa catatan yang perlu
diperhatikan dalam penyajiannya. Kalau tidak, salah-salahkegembiraan yang ingin
ditampilkan dalamIcebreakers menjadi tidak tercipta sama sekali.
1. Isi

Bahan untuk ‘memecah es ini tidak selalu dengan permainan. Cerita pendek dan fiktif
bisa disajikan. Yang penting adalah berbeda dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya.

230| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Permainan kurang sesuai diberikan sebagai pemecah kebekuan bila dalam proses
kegiatan telah banyak menggunakan metodologigames (permainan). Ingat, permainan
sebagai icebreakers dan permainan sebagai metode pelatihan adalah tidak sama.
2. Sebangun

Sebangun, alias bisa berbeda. Isi Icebreakers yang sama bisa digunakan untuk materi
yang berbeda, kemampuan fasilitator meramu yang menentukan keberhasilannya.
3. Waktu

Penyajian Icebreakers juga mesti mengingat waktu. Artinya tidak bisa terlalu sering,
karena bahkan akan membosankan. Demikian halnya, harus diingat waktu yang
dibutuhkan dalam memproses bahan Icebreakers. Icebreakers dengan model
permainan, biasanya memakan waktu relatif lama. Untuk itu harus dipertimbangkan
dengan waktu untuk materi utama, kecuali bila dimaksudkan untuk menghantar.
4. Peserta

Mengingat waktu dan isi, ditambah lagi dengan kondisi lokasi/tempat, boleh
jadi icebreakerstidak dapat melibatkan semua orang. Yang penting diingat adalah,
kepekaan memilih pesertanya. Bila Icebreakers ditujukan untuk memecah kebekuan
kelas, usahakan suatu bentuk yang melibatkan semua orang. Bila kelas terasa
didominasi sebagian orang, dalamenergizers inilah saatnya untuk "mengabaikan"
mereka dan memilih mereka yang "terabaikan", terutama perempuan.
Ingat, fasilitator adalah bagian dari warga. Libatkan secara penuh diri anda dalam
kegiatan di dalamnya, termasuk proses "Energizer".
B. PROSES
Tidak jarang, seorang fasilitator "hambar" dalam menyajikan energizers. Ini
disebabkan,energizers hanya dianggap dan diperlakukan sekadar sebagai permainan.
Padahal sebenarnya, dalam pembelajaran orang dewasa, setiap kegiatan indah untuk
dikaji. Untuk itu bahan energizers perlu diolah sehingga enak untuk disajikan dan
menjadi bagian yang memperkaya keseluruhan tubuh aktifitas. Memproses suatu
kegiatan energizers sama "menyenangkan" atau "menjengkelkannya" dengan
memproses materi inti. Bila di dalam pelatihan dikenal KAKI LIMA
sebagai Proses memproses, demikian halnya denganenergizers.
C. MENGGUNAKAN ENERGIZERS
ppp1. Apakah Energizers itu?
Energizers adalah aktifitas yang dirancang untuk membuat kegiatan belajar lebih
mudah danlebih menyenangkan, baik untuk peserta maupun pelatih. Nama yang
berbeda dipergunakanseperti icebreakers atau pemanasan, tergantung pada tujuan
utama aktifitas (lihat paragraphmengapa peduli?).
2. Mengapa peduli?
Energizers memungkinkan Anda sebagai pelatih untuk:
• Memecahkan es (break the ice), untuk menciptakan peluang saling mengenal satu
sama lain dengan lebih baik (Icebreakers)
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 231
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

• mendorong interaksi
• merangsang pemikiran kreatif
• menantang asumsi dasar
• mengilustrasikan konsep baru
• memperkenalkan material spesifik (pemanasan)
• membentuk kelompok
• menyegarkan kelompok yang mengantuk (terutama setelah makan siang)
• bersenang-senang!
3. Apakah Energizers yang baik itu?
• memerlukan waktu 30 menit atau kurang (dan sering hanya 5-10 menit)
• memerlukan sedikit atau tanpa persiapan
• sederhana untuk menerapkannya
• fleksibel karena harus bisa dikaitkan dengan jangkauan topik-topik yang tidak
terbatas
• tidak mengancam siapa pun, atau membuat orang merasa tidak nyaman.
4. Bagaimana cara menjalankan Energizers yang berhasil?
Keberhasilan atau kegagalan satu energizer tergantung pada ketrampilan fasilitator.
Sebagaiseorang fasilitator, penting bahwa Anda menciptakan satu suasana yang
santai yang memberi peserta kesempatan untuk menjadi diri sendiri. Sadari
pentingnya memberi contoh kepada peserta. Anda harus bersikap antusias dan
bertindak sebagai katalis. Siapkan suasana dengan hati-hati, dan berikan instruksi
yang jelas sejelas mungkin. Seringkali lebih baik untuk memberi contoh tindakan
pertama, atau untuk menjalankan satu putaran percobaan.
5. Energizers mana yang digunakan dan kapan?
Semua energizer tidak sama; karena bervariasi dalam tujuan primer, tingkat
dampaknya danderajat intensitasnya. Kita bisa mengidentifikasikan tipe-
tipe energizer yang berbeda-beda.
Energizer bisa dikelompokkan berdasarkan tujuan primernya, meskipun banyak di
antaranyamemiliki beberapa fungsi.

Tipe Tujuan TIMING


Icebreakers Latihan ini memberikan peluang kepada Icebreaker penting terutama selama
peserta agar lebih saling mengenal permulaan pelatihan.
dalam satu cara yang tidak mengancam.
Cara ini ideal untuk mencampur
kelompok dengan cepat dan untuk
mengurangi hambatan.
Relaktor Energizer ini biasanya dipergunakan Ini paling efektif digunakan setelah satu
untuk menenangkan orang dari suatu aktifitas yang menguras tenaga sehingga
keterlibatan intensif dalam satu aktifitas, membuat peserta cemas atau di akhir

232| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

atau untuk membantu peserta untuk hari, atau selama satu periode santai
memahami konsep dan membantu dalam kursus ketika peserta merasakan
mereka dalam membayangkan suatu rindu kampung halaman atau memiliki
aktifitas di masa datang. sesuatu yang lain yang ditakutkan.

Pembuka Aktifitas ini menciptakan minat terhadap Digunakan untuk:


suatu topik yang baru, memotivasi dan • memulai satu program
menantang orang. • memulai satu sesi
• memperkenalkan satu topik baru
Permainan Digunakan untuk mendorong partisipasi Hal ini terutama berguna jika
dinamika tim bersama kerja tim dan kadang-kadang peserta lebih cenderung
untuk menguji aspek-aspek kerja tim berorientasi hasil daripada
seperti: proses, mengabaikan isu seperti
• tingkat partisipasi partisipasi dan kerjasama.
• komunikasi(non-verbal)
• pencarian konsensus.
Permainan Aktifitas tersebut memfasilitasi Sama dengan yang di atas.
pertandingan lingkungan kompetitif dengan
mengarahkan individu atau tim untuk
menguji aspek-aspek seperti:
• tingkat organisasi
• pencarian konsensus
• pemecahan masalah
Brain Teasers Ini adalah latihan yang merangsang Latihan tersebut paling efektif
atau Crackers pemikiran kreatif dan persepsi alternatif, jika Anda ingin menantang
memperluas pemikiran dan menguji pandangan dan/atau kepercayaan
asumsi dasar peserta.

Pembangkit Aktifitas tersebut dipergunakan untuk Paling efektif dipergunakan setelah


energi meningkatkan energi dan kesiapan dan makan siang dan jeda yang lain atau
menambahkan lebih banyak ketika peserta kelihatan mengantuk atau
kegembiraan. lelah
PERMINAN KRF UNTUK KEGIATAN/ PELATIHAN

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 233


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Bahan Bacaan 2
PB
Pengembangan Pelatihan
10
Peningkatan Kapasitas
Masyarakat

Prinsip-prinsip Pelatihan

Proses belajar diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
yang yang diperoleh pembelajar melalui interaksi dengan lingkungannya
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tingkah laku dalam belajar
memiliki enam karakteristik, yakni (1) terjadi secara sadar, (2) bersifat kontinu dan
fungsional, (3) bersifat positif dan aktif, (4) besifat permanen, bukan sementara, (5)
bertujuan atau terarah, dan (6) mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar dan pembelajar seringkali


digunakan istilah pendidikan, pembinaan, dan pelatihan. Pendidikan mengacu kepada
komunikasi yang terorganisasi dan diarahkan untuk menumbuhkan kegiatan belajar;
pembinaan mengacu kepada usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik; sedangkan
pelatihan mengacu kepada usaha, proses, atau kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai keterampilan.

Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh trikondisi pendidikan, yakni konsistensi,


konvergensi, dan kontinuitas. Konsistensi berarti bahwa kegiatan pendidikan harus
serasi dan ajeg dalam mengembangkan potensi peserta didik. Konvergensi berarti
pendidikan bertolak dari suatu landasan yang jelas. Kontinuitas berarti bahwa
pendidikan harus ditempuh dan berkelanjutan

Prosedur Pengelolaan Pelatihan

Sebagai suatu proses, istilah manajemen atau pengelolaan pelatihan


bergamitan dengan trisula aktivitas, yakni (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, dan
(c) evaluasi. Pada umumnya Daur Manajemen Pelatihan dapat dibagankan sebagai
berikut:

234| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Daur manajemen pelatihan tersebut merupakan “Pendekatan Pelatihan Sistematis”


(Sistematic Training Approach). Pendekatan ini berkaitan dengan prosedur mengelola
pelatihan, yang diawali dari adanya permasalahan yang dihadapi yang dapat
mengganggu pencapaian tujuan yang diharapkan, sampai dengan evaluasi dan tindak
lanjut yang sesuai dengan upaya pemecahan masalah melalui pelatihan. Prosedur
pengelolaan pelatihan secara hierarkis dapat diuraikan sebagai berikut : Langkah 1:
Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Pelatihan; Langkah 2: Menguji dan Analisis Jabatan
dan Tugas; Langkah 3: Klasifikasi dan Menentukan dan Peserta Pelatihan; Langkah 4:
Rumuskan Tujuan Pelatihan; Langkah 5: Pendesainan Kurikulum dan Silabus Pelatihan;
Langkah 6: Perencanaan Program Pelatihan ; Langkah 7: Penyusunan dan
Pengembangan Kerangka Acuan (TOR); Langkah 8: Pelaksanaan Program Pelatihan;
Langkah 9: Evaluasi Program Pelatihan; Langkah 10: Tindak Lanjut Pelatihan

Strategi Pelatihan

Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh berbagai komponen, antara lain, pelatih,


peserta latihan, bahan, strategi, media, dan kondisi pelatihan. Pelatih termasuk penentu
utama keberhasilan pelatihan. Oleh karena itu, pelatih harus berwatak (a) jujur dan
amanah, (b) komitmen dalam ucapan dan tindakan, (c) adil dan egaliter, (d) santun dan
rendah hati, (e) meciptakan nuasa keakraban, (f) sabar, (g) tidak egois, (h) bijaksana
dalam menuturkan keburukan, dan (i) mengucapkan salam sebelum dan sesudah
pelatihan

Di dalam pelaksanaan pelatihan dapat dimanfaatkan beberapa strategi, antara lain: (1)
mengkondisikan kesiapan peserta didik, (2) memanfaatkan media audio visual, (3)
praktik, (4) menyajikan bahan secara proporsional, (5) dialog dan rasionalisasi, (6)
bercerita, (7) perumpaaan, sketsa, dan gambar, (8) antusiasme, (9) gerak tubuh (kinesik),
(10) argumentasi, (11) memancing kreativitas, (12) pengulangan, (13) pemetaan, (14)
mendorong kreativitas, (15) memberi jawaban lebih, (16) menjelaskan ulang jawaban
peserta didik, dan (17) sportif dalam menjawab.
Pentingnya Media Pelatihan
Penggunaan media dalam proses pelatihan merupakan kebutuhan dan sekaligus
keharusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 235


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

1. Konsep-konsep dalam bahan pelatihan yang memerlukan kesamaan persepsi


bagi para peserta. Bila berbeda kesan, maka dapat menimbulkan salah tafsir dan
mengakibatkan salah dalam tindakan selanjutnya
2. Dalam bidang studi yang disampaikan pada pelatihan terdapat proses-proses
kerja yang sangat lambat, sehingga sulit dilihat dengan mata, dan dapat
ditangkap berkat bantuan media pembelajaran
3. Hal-hal atau kejadian-kejadian yang proses kerjanya sangat cepat sehingga
sangat sulit untuk diamati
4. Benda-benda yang terlampau besar sulit dibawa ke dalam kelas untuk
dipelajari, sehingga dengan bantuan model tiruan barulah benda-benda tersebut
dapat dipelajari dengan mudah
5. Hal-hal yang abstrak ternyata sulit diamati dengan pengindraan, misalnya
proses berpikir memecahkan masalah dan ternyata lebih mudah dipelajari
dengan bantuan bagan arus atau media lainnya
6. Peristiwa masa lampau atau kejadian yang mungkin terjadi pada masa
datang sangat sulit diamati
7. Proses-proses yang harus dikerjakan dalam mempelajari manajemen, yang
memerlukan bantuan media pelatihan agar menarik perhatian dan minat peserta

Jenis-jenis Media
Media pembelajaran mengalami perkembangan melayani pemanfaatan teknologi.
Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut Azhar Arsyad (2002) mengklasifikasikan
media atas empat kelompok: (1) Media hasil teknologi cetak; (2) Media hasil teknologi
audio-visual; 3) Media hasil teknologi berbasis komputer; dan 4) Media hasil gabungan
teknologi cetak dan komputer
Menurut Azhar Arsyad dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip
psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan
media adalah sebagai berikut:
a) Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan utuk belajar dari pihak
peserta didik sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan
latihan

b) Perbedaan individual. Peserta didik belajar dengan cara dan tingkat


kecepatan yang berbeda-beda

c) Tujuan pembelajaran. Jika peserta didik diberitahukan apa yang diharapkan


mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk berhasil
dalam pembelajaran semakin besar

d) Organisasi isi. Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau
keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam
urutan-urutan yang bermakna

236| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

e) Persiapan sebelum belajar. Peserta didik sebaiknya telah menguasai secara


baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai
yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan media dengan sukses.
Dengan kata lain, ketika merancang materi pelajaran, perhatian harus ditujukan
kepada sifat dan tingkat persiapan peserta didik

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 237


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

Pembelajaran Pada Orang Dewasa


Proses pembelajaran pada orang dewasa (adult learning) memerlukan pendekatan dan
metode yang berbeda dengan pembelajaran pada anak-anak. Pengembangan
pendekatan adult learning dimotori oleh Malcom Knowles (dalam Lieb, 1991), yang
mengidentifikasi karekateristik karakteristik pembelajar dewasa sebagai berikut:
1. Orang dewasa bersifat otonom dan mampu mengarahkan dirinya sendiri,
mereka butuh kebebasan.

2. Orang dewasa telah mengakumulasi pengalaman-pengalaman dan


pengetahuan-pengetahuan, termasuk aktivitas-aktivitas yang berhubungan
dengan pekerjaan, tanggung jawab dalam keluarga dan pendidikan sebelumnya

3. Orang dewasa berorientasi pada tujuan.

4. Orang dewasa berorientasi pada sesuatu yang relevan, mereka harus tahu
alasan mengapa mereka harus belajar sesuatu

5. Orang dewasa bersifat praktis, mereka memfokuskan diri pada hal-hal yang
bermanfaat langsung dalam kehidupan dan pekerjaannya

6. Sebagaimana semua pembelajar lainnya, orang dewasa membutuhkan


perhatian dan penghargaan

Metode pembelajaran pada orang dewasa adalah dengan menggunakan pengalaman,


yang disebut dengan experiential learning. Dalam experiential learning, pengelola kelas
lebih bersifat sebagai seorang fasilitator. Untuk itu perlu dikenali fungsi-fungsi fasilitatif
sebagai berikut:
a) Emotional stimulation, dimana perilaku ekspresif fasilitator harus mampu
merangsang ekspresi emosi peserta secara lebih bebas

b) Caring, dimana fasilitator harus mampu mengembangkan hubungan


interpersonal yang hangat dan bersahabat.

c) Meaning attribution, dimana fasilitator berfungsi untuk menyediakan


penjelasan kognitif atas perilaku dan kegiatan yang dilaksanakan, atau dengan
kata lain fasilitator harus mampu mengarahkan peserta dalam pemberian arti atas
sesuatu pengalaman belajar

d) Executive function, dimana fasilitator berfungsi sebagai seorang eksekutif


dalam kelas.

Participant Centered Training


Peserta merupakan pusat perhatian dari suatu pelatihan. Dalam pendekatan pelatihan
yang berpusat pada peserta ini, proses belajar bertumpu pada peserta. Seorang trainer
tidak selalu siap untuk memberikan pemecahan masalah yang tepat atau menjawab
setiap pertanyaan. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa pesertalah yang lebih

238| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

tahu dan memahami permasalahan mereka, seorang trainer hanya membantu dalam
proses belajarnya. Pendekatan pelatihan yang berpusat pada peserta ini dapat
menunjukkan manfaatnya yang nyata dalam proses pembelajaran. Aplikasi dari
pendekatan ini dalam suatu pelatihan mampu meningkatkan rasa percaya diri para
pesertanya. Terjadinya peningkatan kepercayaan diri tersebut karena dalam proses
pembelajarannya peserta pelatihan memang benar-benar dituntut untuk berpartisipasi
aktif melalui metode games, role play, case study, simulasi, maupun focused group
discussion. Metode-metode tersebut memang hanya bisa dijalankan jika para
pesertanya mau terlibat secara aktif. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya dirancang
agar menyenangkan untuk dilakukan, mudah, tidak melelahkan, didasarkan pada
pengalaman pribadi peserta, dan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil
Rancangan Materi
Selain pendekatan pembelajaran, hal lain yang juga sangat penting untuk diperhatikan
dalam merancang suatu pelatihan adalah materi pelatihan. Materi pokok yang akan
disajikan dalam suatu pelatihan sangat bergantung pada hasil analisis kebutuhan
pelatihan. Selain hal tersebut, perlu diperhatikan pula bagaimana agar materi (dalam
bentuk pengetahuan, informasi) dapat tersimpan dengan lebih baik dalam memori
sehingga konsekuensinya juga akan lebih mudah dipanggil kembali ketika diperlukan
(untuk diaplikasikan). Materi harus disampaikan dengan cara sedemikian rupa agar
menimbulkan recency effect, primacy effect, self-reference effect dan generation effect.
Recency effect dan primacy effect berhubungan dengan urutan masuknya informasi ke
dalam sistem memori. Informasi yang disajikan di bagian awal sehingga masuk terlebih
dahulu ke dalam sistem memori, akan lebih mudah dipanggil kembali. Ini yang disebut
dengan primacy effect. Sebaliknya, informasi yang paling akhir masuk merupakan
informasi yang paling segar dalam ingatan sehingga juga lebih mudah untuk dipanggil
kembali, ini yang disebut dengan recency effect
Self-reference effect dan generation effect berhubungan dengan isi materi dan cara
penyampaiannya. Informasi-informasi yang dihubungkan dengan diri sendiri (peserta)
akan lebih mudah untuk diingat kembali (selfreference effect) dan informasi yang
dibuat, dihasilkan dan disusun sendiri juga akan lebih mudah untuk dingat (generation
effect) Metode pembelajaran pengalaman (experiential learning) sangat mendukung
untuk dapat diperolehnya kedua efek memori tersebut. Dalam experiential learning,
materi pelatihan diberikan dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik langsung
maupun tidak langsung, nyata maupun simbolik, sehingga mereka mengalami sendiri
akan sesuatu yang dipelajari. Mereka kemudian merefleksikan pengalaman-
pengalaman mereka sendiri dan dari padanya mereka membuat sendiri suatu konsep
abstrak dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian para peserta akan mendapatkan
sekaligus self-reference effect dan generation effect.
Materi yang satu dengan yang lainnya dalam suatu pelatihan, selain
mempertimbangkan efek-efek memori tersebut, dalam penyajiannya juga harus
diorganisasikan agar dapat saling dihubungkan dan mengikuti urutan yang logis.
Urutan tersebut dapat mengikuti pola-pola yang ada, bergantung pada isi materi dan
tujuan diberikannya materi tersebut[.]

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 239


PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA

240| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa

Anda mungkin juga menyukai