PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING DESA
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
Modul PelatihanPratugas
Pendamping Desa
Modul PelatihanPratugas
Pendamping Desa
Implementasi
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
TIM PENULIS : Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu, Hasan Rofiki, Harbit
Manika, Mohamad Zaini, Nurul Hadi, Mohammad Arwani, Mulus Budianto, Mohammad
Sabri, Panji Pradana, Hasim Adnan, Wahyu Hananto Pribadi, Dindin Abdullah A, Nur
Kholid, Muflihun, Wahjudin Sumpeno.
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
1. DESA adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. PEMERINTAH DESA adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Pokok Bahasan 1
DINAMIKA KELOMPOK DAN
PENGORGANISASIAN PESERTA
Tujuan
Pre test dilakukan dengan tujuan:
1. Sebagai masukan bagi fasilitator dalam memandu forum;
2. Tolok ukur dalam mengukur keberhasilan pelatihan;
Waktu
-
Metode
Tes tertulis
Media
Lembar pertanyaan
Lembar jawaban
Alat Bantu
-
Proses Penyajian
1. Pre test diselenggarakan sebelum rangkaian kegiatan
pembukaan.
2. Setiap peserta mendapatkan lembar pertanyaan dan lembar
jawaban saat check in; pembagian lembar pertanyaan dan lembar
jawaban dilakukan secara langsung kepada tiap peserta tanpa
menunggu seluruh peserta lengkap.
3. Berikan instruksi dengan jelas bahwa lembar jawaban yang
sudah diisi harus dikembalikan pada panitia saat peserta masuk ke
ruang acara pembukaan.
4. Seluruh lembar jawaban yang telah diisi direkapitulasi dan
hasilnya diserahkan kepada fasilitator.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.2 Perkenalan
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengatasi hambatan berkomunikasi;
Waktu
40 menit
Metode
Permainan
Media
Lembar permainan
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan “Perkenalan”.
Catatan:
Permainan lain dapat digunakan disesuaikan dengan situasi kelas.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.3 Ungkapan Harapan Peserta
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menuliskan kebutuhan dan harapan yang akan diwujudkan
selama pelatihan;
Waktu
25 menit
Metode
Curah pendapat, menyusun pohon harapan
Media
Metaplan
Proses Penyajian
1. Sampaikan tujuan sesi ini kepada peserta, dan tegaskan bahwa
keseluruhan proses yang akan dilalui peserta dalam keseluruhan
pelatihan pratugas ini menggunakan metode Pembelajaran Orang
Dewasa (POD). Sebab itu hasil dan keberhasilan proses pelatihan ini
turut ditentukan oleh partisipasi aktif peserta.
7.
8.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.4 Tujuan Dan Alur Pelatihan
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan pelatihan;
Waktu
15 menit
Metode
Paparan
Media
Bahan tayang alur pelatihan
Proses Penyajian
1. Sampaikan kepada peserta tentang tujuan sesi ini. Ingatkan
kepada peserta tentang prinsip Pembelajaran Orang Dewasa yang
digunakan dalam proses pelatihan sepanjang beberapa hari ke depan.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.5 Aturan Main Pelatihan
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hal-hal yang dapat mendukung kelancaran
proses pelatihan;
Waktu
10 menit
Metode
Curah pendapat
Media
Metaplan
Proses Penyajian
1. Tegaskan bahwa dalam pelatihan ini ada banyak unsur yang
terlibat, mulai Panitia, fasilitator, supervisor, dan unsur KPW.
c) Tujuan pelatihan;
Pokok Bahasan 2
PERSPEKTIF
UNDANG-UNDANG DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan Visi Undang-Undang desa;
Waktu
30 menit
Metode
Pemaparan dan Curah Pendapat
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi
“Perubahan Mendasar Desa”.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan azas dalam konteks Undang-Undang Desa;
2. Menguraikan definisi desa berdasarkan Undang-Undang
Desa.
Waktu
20 menit
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Curah Pendapat
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Berikan penjelasan tentang tujuan, hasil, dan proses yang
diharapkan dari sesi “Azas dan Definisi Desa”.
2. Tanyakan kepada peserta pengertian tentang Desa dan azas
apa saja yang ada di dalam UU Desa.
3. Berikan tanggapan singkat terhadap jawaban peserta dan
jelaskan pengertian desa dan azas-azas yang ada di dalam UU Desa
dengan mengacu pada media tayang tentang Azas dan Definisi
Desa.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan kewenangan berdasarkan hak asal usul;
Waktu
20 menit
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Curah Pendapat,.
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Jelaskan kepada peserta tujuan yang hendak dicapai dalam sesi
“Kewenangan Desa”. Kemudian berikan pertanyaan tentang apa
yang
2. peserta ketahui mengenai:
kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa;
kewenangan berskala lokal desa;
perbedaan antara dua jenis kewenangan tersebut.
3. Berikan tanggapan dan penjelasan tentang kewenangan
berdasarkan hak asal-usul, kewenangan berskala lokal desa,
perbedaan di antara kedua kewenangan tersebut dengan mengacu
pada media tayang tentang Kewenangan Desa.
4. Beri kesempatan bagi satu atau dua peserta untuk
berpendapat/bertanya. Berikan tanggapan dan kemudian lakukan
penegasan sebagai berikut:
kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa dan kewenangan
berskala lokal desa sebagai pengakuan atas keberadaan desa
sebagai komunitas (masyarakat) berpemerintahan (self governing
community).
Peran pendamping dalam mewujudkan kewenangan desa
adalah memfasilitasi penyusunan peraturan desa mengenai
kewenangan desa berdasarkan Perda/ Perbup/ Wali kota.
5. Akhiri sesi dengan menayangkan video Kewenangan Desa.
Rencana Pembelajaran
SPB
Tri Matra
2.4
Pembangunan Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian tri matrapembangunan desa;
2. Menjelaskan kerangka kebijakan tri matra pembangunan
desa.
Waktu
20 menit
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan speed reading
Media
Media Tayang
Lembar Kerja:
Lembar Informasi:
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Berikan penjelasan tentang tujuan dari sesi “Tri Matra
Pembangunan Desa”.
PB Bahan Bacaan
2 Perspektif UU Desa
1. Latar Belakang
Perdebatan yang berlangsung di sepanjang hayat selalu berkutat pada dua hal.
Pertama, debat tentang hakekat, makna dan visi negara atas desa. Sederet
masalah konkret (kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan,
ketergantungan) yang melekat pada desa, senantiasa menghadirkan
pertanyaan: desa mau dibawa kemana? Apa hakekat desa? Apa makna dan
manfaat desa bagi negara dan masyarakat? Apa manfaat desa yang hakiki jika
desa hanya menjadi tempat bermukim dan hanya unit administratif yang
disuruh mengeluarkan berbagai surat keterangan?
Dua Undang-undang yang lahir di era reformasi, yakni UU No. 22/1999 dan UU
No. 32/2004, ternyata tidak mampu menjawab pertanyaan tentang hakekat,
makna, visi, dan kedudukan desa. Meskipun frasa “kesatuan masyarakat hukum”
dan adat melekat pada definisi desa, serta mengedepankan asas keragaman,
tetapi cita rasa “pemerintahan desa” yang diwariskan oleh UU No. 5/1979 masih
sangat dominan.
Dasar konstitusi UUD 1945 Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2
dan Pasal 18 ayat 7
Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi Arena: Desa sebagai arena bagi
proyek dari atas orang desa untuk
menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan dan
kemasyarakatan
Desa selama ini menjadi arena kontestasi pengaruh antara adat, pemerintah,
jaringan kekerabatan, agama dan organisasi masyarakat sipil. Berbagai
pengaruh ini membentuk karakter politik desa. Jika pengaruh adat paling
kuat maka akan membentuk. Pengaruh kekerabatan dan agama yang jauh
lebih menonjol akan membentuk desa parokhial. Pengaruh pemerintah yang
sangat kuat membentuk desa korporatis, dan pengaruh organisasi
masyarakat sipil membentuk desa inklusif atau desa sipil.
26| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Secara hitoris semua desa, atau sebuatan lain, pada dasarnya merupakan
kesatuan masyarakat hukum adat, baik berbentuk genealogis, teritorial
maupun campuran keduanya. Desa asli (indigenous village) sebagai desa
warisan masa lampau ini masih tetap bertahan di sejumlah daerah (Papua,
Maluku, sebagian Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Bali, sebagian
Aceh, Nias, Mentawai, Badui, Anak Dalam dan sebagainya). Pengaruh adat
jauh lebih kuat ketimbang pengaruh modernisasi, pemerintah, agama dan
juga organisasi masyarakay sipil. Desa-desa ini mempertahankan susunan asli
dan pranata lokal untuk mengelola pemerintahan dan sumberdaya lokal.
Bahkan desa asli sering mempertahankan institusi lokal mereka dari
intervensi negara. Mereka mengabaikan (emoh) negara. Para pemimpin adat
mempunyai kekuasaan yang dominan, mulai dari dominan dalam
penguasaan sumber-sumber agraria hingga menentukan siapa yang menjadi
kepala desa, sehingga kepala desa harus tunduk kepada pemimpin adat.
Desa adat tidak mengenal konsep warga (individu yang ditempatkan sebagai
pribadi secara utuh, yang mempunyai hak dan kewajiban secara setara),
tetapi lebih mengutamakan kebaikan bersama dengan basis komunitas
(community). Kearifan lokal desa adat mengutamakan keseimbangan
(hubungan manusia dengan manusia, manusia denganalam dan manusia
dengan Tuhan), kecukupan dan keberlanjutan. Pada umumnya desadesa adat
mengelola SDA secara komunal yang mampu menghasilkan kemakmuran
bersama, sehingga bisa disebut sebagai welfare community. Tetapi kalau
dilihat dengan ukuran-ukuran kekinian, desa adat tidak hadir sebagai institusi
yang memberikan delivery public goods (seperti kesehatan dan pendidikan).
Desa asli genealogis yang dibentuk oleh kombinasi antara adat dan struktur
kekerabatan secara homogen cenderung awet dan harmonis meskipun
sangat eksklusif (cenderung berorientasi ke dalam dan mengabaikan orang
lain yang berbeda). Masalah baru kemudian muncul kearifan lokal semakin
memudar, sementara pengaruh negara tidak berdampak signifikan. Pengaruh
kearifan lokal dan pengaruh negara lebih kecil ketimbang pengaruh
kekerabatan dan keagamaan. Pengaruh agama dan/atau pengaruh
kekerabatan membuat desa-desa asli berubah menjadi desa parokhial: ada
yang parokhialisme kekerabatan dan ada yang parokhialisme kegamaan.
Karakter parokhial kekerabatan memang merupakan warisan sejarah masa
lalu, dimana ikatanikatan kekerabatan menjadi social bonding bagi
masyarakat, atau yang sering disebut dengan desa genealogis. Pemilihan
kepala desa secara langsung selalu menjadi arena kontestasi politik antar
kerabat (klan), dan kepala desa yang berkuasa selalu membangun emporium
kecil yang dilingkari oleh jaringan kekerabatan. Kepala desa sangat dominan
menentukan orang-orang yang duduk di BPD dan lembaga-lembaga lain
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 27
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Jika pengaruh agama lebih kuat daripada pengaruh kekerabatan, desa akan
tumbuh menjadi desa parokial berbasis agama. Desa seperti ini merupakan
desa religius, yang lebih mengutamakan ketuhanan, keimanan, dan kegiatan-
kegiatan keagamaan ketimbang kegiatan publik. Banyak kelompok
kegamaan yang hadir dalam desa ini. Umat desa ini lebih banyak
membicarakan Tuhan, agama dan surga di akherat ketimbang membicarakan
masalah-masalah kesehatan, pendidikan, dan neraka di dunia. Ukuran
keberhasilan pembangunan desa parokhial berbasis agama adalah
keberadaan rumah-rumah ibadah, banyaknya ritual-ritual keagamaan,
rendahnya kemaksiatan.
Di aras desa, pembangunan menjadi sebuah fungsi dan menu yang disantap
setiap hari oleh para pemuka desa. Pembangunan, menurut pemahaman
awam, adalah upaya untuk menciptakan atau memperbaiki kondisi fisik dan
nonfisik atau material dan spiritual. Jika mengikuti kebebijakan pemerintah di
masa lalu, pembangunan desa mempunyai dimensi yang sangat luas:
membangun sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial; meningkatkan
pendapatan masyarakat, menanggulangi kemiskinan, dan masih banyak lagi.
Tetapi tradisi yang terjadi, pembangunan di desa adalah pembangunan
28| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
sarana fisik (yang terlihat hasilnya seperti jalan, irigasi, pasar, tempat ibadah,
kantor desa, dan lain-lain), yang diyakini bisa mempermudah transportasi
dan arus transaksi ekonomi.
Jenis kewenangan kedua inilah yang membedakan secara jelas dan tegas
antara kedua UU tersebut.
Tabel
Kewenangan desa menurut UU No. 32/2004 dan UU No. 6/2014
UU No. 32/2004 UU No. 6/2014
Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak Kewenangan berdasarkan hak asal usul
asal-usul desa
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan Kewenangan lain yang ditugaskan oleh
perundangperundangan diserahkan kepada desa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
1 Pelayanan dasar Posyandu, penyediaan air bersih, sanggar belajar dan seni,
perpustakaan desa, poliklinik desa.
2 Sarana dan prasarana Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah ibadah,
sanitasi dan drainase, irigasi tersier, dan lainlain.
3 Ekonomi lokal Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, karamba ikan,
lumbung pangan, tambatan perahu, wisata desa, kios,
rumah potong hewan dan tempat pelelangan ikan desa,
dan lain-lain.
4 SDA dan lingkungan Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, dll.
Daftar positif kewenangan desa juga bisa dijabarkan secara sektoral. Kewenangan lokal
desa secara sektoral ini meliputi dimensi kelembagaan, infastruktur, komoditas, modal
dan pengembangan. Pada sektor pertanian misalnya, desa mempunyai kewenangan
mengembangkan dan membina kelompok tani, pelatihan bagi petani, menyediakan
infrastruktur pertanian berskala desa, penyediaan anggaran untuk modal,
pengembangan benih, konsolidasi lahan, pemilihan bibit unggul, sistem tanam,
pengembangan teknologi tepat guna, maupun diversifikasi usaha tani [.]
Bahan Bacaan
SPB
Tri Matra Pembangunan
2.4
Desa
daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi.Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.
Pokok Bahasan 3
TATA KELOLA DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
3.1 Kelembagaan Desa
Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian dan peran utama Kelembagaan
Pemerintahan Desa;
2. Menjelaskan hubungan kerja antar Lembaga Pemerintahan
Desa.
Waktu
45 menit (1 JP)
Metode
Pemaparan, curah pendapat
Media
Media tayang
Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, LCD
Proses Penyajian
1. Jelaskan jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan “Kelembagaan Desa”.
Rencana Pembelajaran
SPB Musyawarah Desa Sebagai
3.2 Penggerak Demokratisasi
Desa
Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, Penugasan Kelompok, Diskusi
Media
Media tayang, bahan bacaan
Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, Bahan Presentasi, Film, dan LCD
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan dari subpokok
bahasan“Musyawarah Desa Sebagai Penggerak demokratisasi Desa”.
Keterwakilan peserta
Rencana Pembelajaran
SPB
3.3 Prinsip Tata Kelola Desa:
Transparansi, Partisipasi, Dan
Akuntabilitas
Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta dapat:
1. Menyebutkan prinsip-prinsip tata kelola pembangunan
(partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas);
2. Menjelaskan pengertian setiap prinsip-prinsip tata kelola
tersebut di atas;
3. Menguraikan dengan contoh-contoh bagaimana prinsip-prinsip
tata kelola diterapkan di lapangan.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Curah pendapat, Penugasan Kelompok, Diskusi
Media
Media tayang, Video Tata Kelola Desa, Bahan Bacaan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 43
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, LCD
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Prinsip Tata Kelola Desa”.
Kelembagaan Desa1
Kepala desa/desa Adat sebagaimana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa,
berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin
masyarakat.Meskipun Kepala desa memperoleh banyak penugasan dari pemerintah,
tetapi harus ditegaskan bahwa ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah. Kepala
desa adalah pemimpin masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh mandat dari
rakyat, yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi,
mengayomi dan melayani warga masyarakat.Kepala desa berbeda dengan camat
maupun lurah.Camat merupakan pejabat administratif yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.Bupati/Walikota yang berwenang
mengangat dan memberhentikan Camat.
UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi masyarakat
berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self
government).Dalam rangka self governing community Kepala Desa (Kades) sebagai
pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati, posisi bupati adalah pembinaan dan
pengawasan tetapi tidak memerintah.Sedangkan dalam rangka local self government
Kades merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling kecil dan
paling bawah dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masa jabatan kepala Desa diatur dalam Pasal 39 UU No. 6/2014 yakni;
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3
(tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Perangkat Desa
• Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan
pelaksana teknis.
• Perangkat desa bertugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
1
Diolah dari Buku Tanya Jawab Seputar UU Desa, Kemendesa PDTT, 2015.
46| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
• Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat
atas nama Bupati/Walikota.
• Persyaratan pengangkatan perangkat desa:
– berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat;
– berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;
– terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling
kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
– syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sebagaimana syarat perangkat desa diatas, rentang umur antara 20 tahun hingga 42
tahun bukanlah masa jabatan perangkat desa, melainkan syarat atau batasan umur
bagi seseorang yang melamar menjadi perangkat desa. Artinya seseorang yang boleh
melamar menjadi perangkat desa ketika berumur antara 20 tahun hingga 42 tahun.
Seseorang yang masih berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 42 tahun, maka
yang bersangkutan tidak boleh mendaftar atau melamar menjadi perangkat desa.
BPD dan Musyawarah Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan institusi demokrasi perwakilan desa,
meskipun ia bukanlah parlemen atau lembaga legislatif seperti DPR. Ada pergeseran
(perubahan) kedudukan BPD dari UU No. 32/2004 ke UU No. 6/2014 (Tabel 1).Menurut
UU No. 32/2004 BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa bersama
pemerintah desa, yang berarti BPD ikut mengatur dan mengambil keputusan desa.Ini
artinya fungsi hukum (legislasi) BPD relatif kuat.Namun UU No. 6/2014 mengeluarkan
(eksklusi) BPD dari unsur penyelenggara pemerintahan dan melemahkan fungsi legislasi
BPD.BPD menjadi lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sekaligus
juga menjalankan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa serta menyelenggarakan musyawarah
desa.Ini berarti bahwa eksklusi BPD dan pelemahan fungsi hukum BPD digantikan
dengan penguatan fungsi politik (representasi, kontrol dan deliberasi).
Secara politik musyawarah desa merupakan perluasan BPD. Pada UU No. 6/2014
tentang Desa, dalam Pasal 1 (ayat 5) disebutkan bahwa Musyawarah Desa atau yang
disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Pengertian
tersebut memberi makna betapa pentingnya kedudukan BPD untuk melaksanakan
fungsi pemerintahan, terutama mengawal berlangsungnya forum permusyawaratan
dalam musyawarah desa.
Tabel 1
Kedudukan dan fungsi BPD menurut UU 32/2004 dan UU 6/2014
Kepala Desa dan perangkat desa merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa
yang bekerja setiap hari nonstop dan penuh waktu (full time).Karena itu mereka
memperoleh penghasilan tetap.Sedangkan BPD berbeda dengan DPRD.BPD bersifat
semi-relawan yang tidak bekerja penuh waktu (full time) seperti Pemerintah Desa,
sehingga hak yang diterima adalah tunjangan.
Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai dengan UU Desa pasal 54, Musyawarah Desa wajib diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk mendiskusikan dan memutuskan hal-hal strategis desa.
Ada hal strategis desa yang harus dibahas ketika muncul dan atau dibutuhkan desa
seperti pendirian/pembubaran BUMDesa, pengelolaan/pelepasan/pemberian aset desa,
kerja sama antar desa dan pembahasan RPJMDesa. Ada masalah strategis yang harus
dibahas secara tahunan yaitu menetapkan prioritas belanja desa berdasarkan
kebutuhan masyarakat dan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kegiatan
tahun sebelumnya.Musyawarah desa diselenggarakan BPD dengan sumber pendanaan
dari APBDesa.Musyawarah Desa sangat penting dalam mewujudkan demokrasi
berlandaskan musyawarah (deliberative democracy) dimana keputusan-keputusan
penting menyangkut kehidupan warga desa tidak hanya diputuskan oleh pemerintah
desa melainkan oleh seluruh komponen masyarakat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) lebih teknis, yaitu
menindaklanjuti prioritas belanja yang telah ditetapkan oleh Musyawarah Desa menjadi
lebih rinci seperti perhitungan teknis, rencana anggaran biaya dan jadwal pelaksanaan
kegiatan. Karena itu Musrenbangdes merupakan domain pemerintahan desa (kepala
dan perangkat desa), tentu saja dalam proses musrenbangdes pemerintahan desa tetap
melibatkan BPD dan perwakilan kelompok masyarakat untuk menjamin mandat
Musyawarah Desa diimplementasikan dalam perencanaan yang lebih teknis.
Sebelum UU 6/2014, Musrenbangdes dilaksanakan untuk menjaring aspirasi
masyarakat desa terhadap pembangunan/pelayanan yang akan diselenggarakan oleh
48| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ini dilakukan karena desa dianggap tidak
memiliki sumber daya untuk pembangunannya, sehingga pembangunan akan
dilakukan oleh SKPD. Dengan kata lain desa dilihat sebagai pengusul dan penerima
manfaat pembangunan.
UU Desa mengalokasikan sumber daya keuangan ke desa berdasarkan prinsip
pengakuan dan subsidiaritas.Dan MusDes merupakan kegiatan tahunan bertujuan
untuk menetapkan prioritas belanja desa. Dengan demikian, musdes akan efektif jika
seluruh sumber pendanaan yang signifikant bagi desa telah diketahui oleh desa yaitu
setelah RKP (nasional) dan RKPD/KUA PPAS (daerah) ditetapkan sebelum bulan juni.
Berdasarkan kedua informasi tersebut maka perkiraan dana yang akan diperoleh desa
bisa diketahui/diinformasikan kepada desa.
Tentu saja desa dapat mengusulkan program/kegiatan kepada SKPD. Unsulan program
tersebut dipisahkan dari program/kegiatan yang menjadi kewenangan desa dan akan
disampaikan oleh Desa dalam forum Musrenbang Kecamatan/Kabupaten yang
diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota.
Peran BPD dalam Musyawarah Desa
BPD bertanggung jawab menyelenggarakan musyawarah desa. Tanggung jawab itu
mencakup tahap persiapan, pelaksanaan dan pasca musdes:
a. Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompok-
kelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat
(kelompoknya) secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah yang akan
menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja desa. BPD bersama
masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan yang
dijadikan bahan pembahasan Musyawarah Desa.
Musyawarah desa melibatkan masyarakat yang diwakili oleh perwakilan kelompok dan
tokoh masyarakat.Kelompok merujuk pada kelompok-kelompok sosial yang ada di
desa, bisa formal maupun informal mencakup kelompok tani, kelompok perempuan,
kelompok nelayan, dll.Tokoh merujuk pada individu yang memiliki pandangan yang
perlu diperhatikan demi kemajuan desa seperti tokoh pendidikan, tokoh keagamaan,
tokoh adat, kader pemberdayaan desa dll.Dengan pengertian di atas, memang ada
resiko bahwa musyawarah desa akhirnya dapat dibajak oleh kelompok elit desa.
Karena itu, adalah tugas BPD dan fasilitator pendamping desa untuk menjamin
kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan secara sosial dan budaya, seperti
perempuan, anak-anak dan berkebutuhan khusus tidak tertampung kepentingannya
dalam musyarawah desa. Ada dua cara untuk menjamin ini terjadi. Pertama, melibatkan
kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam musyawarah desa, baik dalam
penilaian kebutuhan maupun dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap
Istilah musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab
yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan
sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern
tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”,
“kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata Musyawarah menurut bahasa
berarti "berunding" dan "berembuk".Pengertian musyarawarah menurut istilah
adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan
keputusan yang terbaik.Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama
yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah.Cara pengambilan
keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.
yang ada di Jawa.Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap
memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan
masyarakat dapat terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di
masyarakat.
1) Partisipatif
2) Demokratis
3) Transparan
4) Akuntabel
6) Adanya kebersamaan
9) Menghindari celaan
1) Pimpinan Musyawarah
2) Pendamping Desa
(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah
Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.
4) Pengaturan Pembicaraan
c. Pemungutan Suara
f. Penyelesaian Perselisihan
Pokok Bahasan 4
PEMBANGUNAN DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
4.1 Dimensi pembangunan Desa
(TTG,PSD,Teknik,PED,PP,PMD)
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan makna hakiki pembangunan desa;
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Ceramah, curah pendapat, penugasan kelompok, presentasi.
Media
Bahan tayang, cerita kasus
Alat Bantu
Spidol, laptop, dan LCD
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Dimensi Pembangunan desa”.
Rencana Pembelajaran
SPB
4.2 Evaluasi Perencanaan Dan
Penganggaran Pembangunan
Desa (RPJM Des, RKP Des, APBDes)
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan berbagai isu yang muncul dalam
perencanaan dan penganggaran pembangunan desa;
Waktu
12 JP (540 menit)
Metode
Curah pendapat, penugasan kelompok, testimoni, simulasi
Media
62| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Alat Bantu
Dokumen-dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa, Spidol, laptop,
dan LCD.
Proses Penyajian
Kegiatan 1 : Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang akan
disampaikan;
Kegiatan 2: Curah pendapat menguraikan Isu-isu Perencanaan dan
Penganggaran
2. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang
perencanaan dan penganggaran pembangunan Desa;
5. Berikan penegasan.
9. Berikan penegasan.
11. Bagikan Lembar Kerja 4.2.1 dan minta kepada setiap kelompok
mendiskusikannya;
20. Bagikan dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa kepada
setiap kelompok;
MEDIA FASILITASI
Media Fasilitasi 4.2.1
4.2. Gambaran
KOndisi Desa
yang diharapkan
mewujudkan rencana,
menekankan pada:
Efektivitas dan efisiensi
Keswadayaan masyarakat
…………………
2 Naskah Bab I
Bab II
LEMBAR KERJA
1 Penyusunan RPJM
Desa
2 Penyusunan RKP
Desa
3 Penyusunan APB
Desa
2. RKP
Desa
3. APB
Desa
PB Bahan Bacaan
4 PEMBANGUNAN DESA
Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,
dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke Desa;
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan
Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
i. pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan
pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana
tercantum dalam dokumen RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim
penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.
c. Penyusunan Rencana RKP Desa
Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:
1. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
2. pagu indikatif Desa;
3. pendapatan asli Desa;
4. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota;
5. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
6. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
7. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
8. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri
rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana
Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para
kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim
verifikasi.
Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan
prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP
Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim
penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara
tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan
RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim
penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang
didanai:
a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota.
d. Perubahan RKP Desa
Pokok Bahasan 5
PERATURAN BERSAMA
KEPALA DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
5.1 Pokok-Pokok Kerjasama
Antar Desa
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pokok-pokok kebijakan kerjasama antar Desa;
Waktu
45 menit (1 JP)
Metode
Ceramah, curah pendapat
Media
Bahan tayang
Proses Penyajian
• Musyawarah Desa
Tujuan
Setelah sesi ini, peserta dapat:
1. Menyusun strategi fasilitasi penyusunan peraturan bersama
kepala Desa;
Waktu
180 menit (4 JP)
Metode
Curah pendapat, simulasi, umpan balik, studi kasus
Media
Lembar simulasi, lembar umpan balik, lembar kasus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan Bersama
Kepala Desa (30 menit)
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari Sub
Pokok Bahasan “Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama Kepala Desa”.
Sampaikan kepada peserta proses yang akan dilalui dalam sesi ini
terdiri dari dua bagian, yaitu (i) strategi fasilitasi penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa, dan (ii) praktek/simulasi Penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa.
Bahan Bacaan
PB
Peraturan Bersama Kepala
5
Desa
Pengantar
Sebagaimana berlaku bagi manusia, kerjasama antar-Desa tidak terelakkan. Setiap
pakaian yang dikenakan seseorang, kendaraan, makanan, dan keperluan hidup yang
lain umumnya dibuat oleh orang lain. Bilapun seseorang mampu menciptakan sesuatu,
tidak akan semua hal dapat ia penuhi sendiri. Demikian pula dengan Desa. Disadari
atau tidak, Desa selalu terkait dengan Desa lain. Terkadang satu sumber kehidupan, air
misalnya, yang terletak di sebuah Desa juga dikonsumsi oleh penduduk Desa
tetangganya. Irigasi yang mengaliri sawah ke sebuah Desa melintasi sawah Desa-desa
tetangganya. Dan seterusnya.
Keterkaitan-keterkaitan tersebut merupakan potensi objek kerjasama antar-Desa. UU
No. 6/2014 tentang Desa telah memastikan peraturan perundangan tentang kerjasama
antar Desa yang telah diatur sebelumnya. Kerjasama antar-Desa diatur lebih lanjut
dalam PP No. 43/2014 dan PP No. 47/2015, Permendesa PDTT No. 2/2015. Untuk
memberi jaminan dan perlindungan hukum, kerjasama antar-Desa selanjutnya perlu
diatur melalui Peraturan Bersama Kepala Desa yang teknis penyusunannya diatur
melalui Permendagri No. 111/2014.
Melalui kerjasama antar-DesaMelalui UU Desa, dipastikan bahwa orientasi atau tujuan
dasar dari kerjasama antar-Desa adalah untuk mengangkat kesejahteraan dan
kemandirian Desa menjadi kesejahteraan dan kemandirian kawasan perdesaan.
Kesejahteraan dan kemandirian tersebut, diperuntukkan bagi seluruh penduduk di
lingkungan perdesaan.
Mengapa Kerjasama?
Menurut seorang sosiolog, kerjasama dapat dimengerti sebagai suatu usaha bersama
antara orang perorangan atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama
(Soekanto, 1990). Kerjasama dapat melibatkan unsur-unsur perorangan maupun
masyarakat, sebagaimana Desa. Selain pelaku yang terlibat dalam kerjasama, aspek
penting dalam kerjasama adalah tujuan kerjasama. Artinya, sebuah kerjasama dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu yang hendak dicapai bersama oleh beberapa desa.
Selain pelaku dan tujuan, aspek penting dalam kerjasama adalah objek yang
dikerjasamakan. Kerjasama menyangkut beberapa objek, di antaranya:
Pengembangan usaha bersama; misalnya pembentukan BUM Desa,
pendayagunaan sumber-sumber daya alam dan lingkungan, pengembangan
pasar antar-Desa, pengembangan sarana prasarana ekonomi antar-Desa,
pengembangan komoditas unggulan Desa.
Kerjasama dapat dilakukan untuk tujuan yang sangat sederhana, misalnya bertukar
pengalaman dan saling belajar. Desa-desa yang memiliki karakteristik serupa terkait
demografi, ekonomi, sosial-budaya, dapat mendatangi Desa lain untuk bertukar
pengalaman. Menyimak dan mengambil pengalaman untuk diadaptasi ke desanya
sendiri dapat menjadi salah satu cara untuk berkembang. Ini merupakan bentuk
kerjasama yang paling sederhana, dan membutuhkan inisiatif dan komitmen yang baik
dari pemerintah Desa. BELAJAR ANTAR DESA
Sabtu, 29 Agustus 2015. Diskusi berbagi pengalaman antar Desa Melung dan Desa Candinata
Kabupaten Banyumas mengenai potensi yang dimiliki merupakan salah satu upaya untuk
membangun desa. Desa Melung yang terkenal sebagai “Desa Id atau Desa Internet” dengan berbagai
komoditas membagikan pengalaman mengenai tahapan menjaadikan desa yang berbasis internet
kepada pihak perangkat desa Candinata. Perangkat Desa Melung menjelaskan pula kondisi awal
sebelum adanya internet dan pasca desa internet. Kemajuan pesat diberbagai sektor sangat terbantu
dengan adanya internet di desa Melung. Selain itu, teknologi berbasis komputer juga sangat
membatu perangkat desa dalam pengolahan data sehingga kinerja perangkat desa lebih maksimal.
Manfaat lain dari desa berbasis internet yaitu dapat mempromosikan komoditas yang ada di desa.
Kemudian dengan teknologi internet masyarakat juga dapat lebih bebas memperoleh informasi lebih
luas dari dunia luar.
Desa Melung yang sedang menggali potensi penderes gula dengan dibantu Tim KKN Pertanian
Terpadu Unsoed telah berhasil mendirikan kelompok penderes dengan nama “Suko Maju”. Kelompok
yang masih baru tentu saja membutuhkan informasi lebih dari berbagai sumber, salah satunya yaitu
pemaparan mengenai kelompok penderes di Desa Candinata. Diskusi hangat ini tentu saja menjadi
pintu emas bagi kedua desa saling bertukar informasi demi membangun desa yang mandiri dengan
komoditas dan karakter masing-masing.
Acara diskusi berlangsung sangat interaktif dengan ditambah pemaparan materi dari desa Candinata
mengenai potensi “Penderes Gula” yang ada. Desa Candinata yang terkenal sebagai produsen gula
kelapa membagikan informasi mengenai perkembangan penderes dan kondisi umum mereka.
Kemudian dijelaskan pula pentingnya Kelompok Usaha Bersama (KUB) bagi penderes agar dapat lebih
maju. Adanya KUB sangat membatu penderes, hal ini dikarenakan KUB sebagai lembaga legal dapat
menjadi fasilitatir dan memberikan pembinaan terhadap penderes sehingga menunjang
kesejahteraan penderesKementerian Desa Pembangunan
dari sisi ekonomi dan sosial. Daerah Tertinggal
KUB juga berperandan Transmigrasi
aktif | 87
dalam proses
pemasaran, pemantauan dan perkembangan penderes. Berbagi informasi dan saling membuka
jaringan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan dan memajukan potensi desa yang ada[. ]
Sumber http://melung.desa.id/belajar-antar-desa/
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Secara umum, kerjasama memiliki manfaat dan nilai penting, di antaranya sebagai
berikut:
Mengembangkan solidaritas dan kohesifitas sosial antar masyarakat desa
yang terlibat dalam kerjasama;
Memberikan proyeksi kemajuan di lingkungan kawasan perdesaan,
khususnya di antara desa yang terlibat dalam kerjasama.
Sebagai antisipasi dan solusi bagi potensi konflik antar-Desa.
Secara lebih terinci, proses penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa diatur dalam
Permendagri No. 111/2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, khususnya di
88| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Aspek tersebut sangat menentukan dalam menjamin kualitas Peraturan Bersama, selain
menentukan efektifitas dari Peraturan itu sendiri dalam implementasinya di lapangan.
Kinerja Badan Kerja Sama Antar Desa yang memiliki mandat sebagai pelaksana
Peraturan Bersama tersebut juga penting untuk dicermati.
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam aspek-aspek di atas ialah terkait:
Keterserapan aspiras dan tingkat partisipasi masyarakat baik dalam
Musyawarah Desa maupun Musyawarah Antar Desa. Harus dipastikan apakah
rekomendasi yang dibawa dalam kerjasama antar-Desa telah sesuai dengan
hasil Musyawarah Desa atau tidak.
Harus dipastikan pula apakah penyelenggaraan Musyawarah Antar Desa
telah mencerminkan perwakilan dan kepentingan seluruh desa yang terlibat
dalam kerjasama.
Dalam pembahasan draft rancangan Peraturan Bersama, harus dipantau
proses pembicaraannya. Objek yang akan diatur melalui Peraturan Bersama
pada dasarnya merupakan objek vital bagi kehidupan masyarakat antar-Desa.
Sebab itu pembicaraan pengaturan tersebut harus berjalan baik, proporsional,
dan memenuhi asas keadilan.
Harus dipastikan bahwa penyebarluasan hasil ketetapan Peraturan Desa
yang telah dicatat dalam Berita Desa tersampaikan pada masyarakat Desa
seluas-luasnya. Seluruh masyarakat desa berhak dan wajib mengetahui
keberadaan Peraturan tersebut, agar Peraturan tersebut dapat berjalan dengan
baik.
Peraturan Bersama Kepala Desa bermaksud untuk memberi pijakan legal kepada desa-
desa yang melakukan kerjasama. Bila kita lihat ke belakang, kerjasama antar-Desa itu
sendiri sesungguhnya bukan hal baru bagi kehidupan Desa. Saat ini, kerjasama tersebut
diarahkan untuk diresmikan melalui pengaturan yang jelas, sesuai dengan semangat
demokrasi dan kemandirian masyarakat yang diamanatkan UU Desa[.]
Pokok Bahasan 6
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
6.1 Hakekat Pemberdayaan
Masyarakat
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan faktor-faktor ketidakberdayaan masyarakat
(secara historis, kultural, dan struktural);
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, diskusi kelompok, paparan
Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan
Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Hakekat Pemberdayaan Masyarakat”.
Rencana Pembelajaran
SPB
6.2 Bentuk-Bentuk
Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menguraikan
bentuk atau upaya pemberdayaan dengan contoh-contoh nyata.
Waktu
30 menit
Metode
Curah pendapat, paparan
Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan
Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Bentuk-Bentuk Pemberdayaan Masyarakat”.
Plano IV : Advokasi
Rencana Pembelajaran
SPB
6.3 Penguatan Kader
Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan alasan mendasar mengapa perlu penguatan
kader pemberdayaan masyarakat desa;
Waktu
60 menit
Metode
Curah pendapat, paparan
Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan
Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa”.
Rencana Pembelajaran
SPB
6.4 Badan Kerjasama Antar Desa
(BKAD)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian BKAD;
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Curah pendapat, paparan
Media
Media Tayang dan Bahan Bacaan
Alat Bantu
Spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Badan Kerjasama Antar Desa”.
Bahan Bacaan
PB
PEMBERDAYAAN
6
MASYARAKAT DESA
HAKIKAT PEMBERDAYAAN
Pada hakikatnya pemberdayaan dapat dibedakan dalam dua hal. Pertama,
pemberdayaan sebagai upaya memberikan kekuatan dan kemampuan pada individu
atau kelompok agar lebih berdaya. Ada unsur luar (baik dalam bentuk lembaga atau
individu) yang memberikan kekuatan pada yang lemah (power to powerless) sehingga
punya kekuatan untuk dapat mengambil peran yang berharga bagi lingkungannya.
Kedua, memunculkan kekuatan dan kemampuan individu dan kelompok yang selama
ini masih terpendam melalui stimulasi dan motivasi sehingga menumbuhkan
kepercayaan pada dirinya akan kemampuan yang dimiliki
KONSEPSI KADER DESA
“Kader” adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci)
dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan
visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “Orang Kunci “ yang
mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita
bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yangdilaksanakan oleh
seluruh lapiran masyarakat desa.
Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh gama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok
perajin;pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desadapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.Konsisten dengan mandat UU Desa,
keberadaan kader desa yang berasal dari warga desa itu sendiri berkewajiban untuk
melakukan “upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program,
kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhanmasyarakat Desa”.
KPMD serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa bukanlah segmentasi yang
berdiri sendiri (cerai berai), tetapi semuanya terikat dan terkonsolidasi dalam sistem
desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa,
serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada
pembangunan desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan,
aset lokal, dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain,
desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan
berpembangunan. Pola ini akan mengarah pada pembangunan yang digerakkan oleh
desa (village driven development), yang bersifat kolektif, inklusif, partisipatif, transparan
dan akuntabel.
Pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual.
Indonesia sudah berpengalaman dalam pendampingan, sebagaimana dilakukan oleh
PNPM Mandiri Perdesaan. Namun pendampingan ala PNPM Mandiri cenderung
seragam dan kaku yang dikendalikan secara ketat dengan Petunjuk Teknis Operasional
(PTO). Pendampingan tentu harus lentur dan kontekstual, yakni tergantung pada
kondisi dan kebutuhan lokal. Untuk menjaga kelenturan dan kontektualitas itu, PTO
yang diciptakan secara desentralistik di kabupaten/ kota tidak boleh memberikan
instruksi dan petunjuk apa yang harus dan boleh dilakukan seperti gaya birokrasi,
melainkan memberi negative list atau memberi larangan apa yang tidak boleh
dilakukan. Dengan kalimat lain PTO itu tidak mewajibkan pendamping dengan prinsip
“tidak boleh melakukan sesuatu kecuali yang diperintah” melainkan memberikan
keleluasaan pendamping untuk bertindak sesuai dengan prinsip “bebas melakukan
apapun kecuali yang dilarang”. Saat ini kita semua perlu memaknai keragaman
pendampingan paralel yang selama ini sudah dilakukan melalui program-program
“pemberdayaan masyarakat” agar masuk dalam sistem pendampingan Desa pasca
terbitnya UU Desa. Perbedaan mendasar model pendampingan paska ditetapkannya
UU Desa adalah ada tuntutan terhadap para Pendamping Desa untuk mampu
melakukan transformasi sosial dengan mengubah secara mendasar pendekatan
“kontrol dan mobilisasi” pemerintah terhadap desa, menjadi pendekatan
“pemberdayaan masyarakat desa”. Masyarakat desa dan pemerintah desa sebagai satu
kesatuan self governing community diberdayakan untuk mampu hadir sebagai
komunitas mandiri. Dengan demikian, desadesa didorong menjadi subyek penggerak
pembangunan
Indonesia dari pinggiran, sehingga mampu merealisasikan salah satu agenda strategis
prioritas Pemerintahan Jokowi-JK yaitu “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan
Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”. Peran
pendamping desa yang berkedudukan di kecamatan (Fasilitator Kecamatan misalnya)
mempunyai tugas yang diamanatkan oleh Permendesa No. 3/2015 tentang
Pendampingan Desa untuk melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa dan mendorong terciptanya kader-kader
pembangunan Desa yang baru.
PENGEMBANGAN KAPASITAS KADER DESA
Pokok Bahasan 7
PENGARUSUTAMAAN
INKLUSI SOSIAL
Rencana Pembelajaran
SPB
7.1 Konsep Dasar Dan Indikator
Inklusi Sosial
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep dasar inklusi sosial dalam
pembangunan desa;
2. Menguraikan indikator inklusi sosial.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Permainan “Inklusi sosial”, refleksi permainan, curah pendapat,
tanya jawab
Media
Lembar permainan, bahan bacaan, video Dewi dan Putri.
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkandari sub
pokok bahasan “Konsep Dasar dan Indikator Inklusi Sosial”.
Minta peserta untuk membuat barisan sesuai urutan dimulai dari yang
paling berpengaruh/bergengsi sampai yang paling pinggir. Setelah
barisan terbentuk, minta salah seorang peserta di masing-masing
kelompok untuk mencatat urutan dalam barisan tersebut berdasar status
sosial masing-masing.
Masih dalam barisan, beri setiap peserta kertas label ketiga yang
menggambarkan statusnya saat ini. Misalnya “bapak/ibu rumah tangga”,
“aktivis LSM”, “tokoh agama”, “keturunan pemimpin adat”, “keturunan
etnik pendatang”, “keturunan etnik pribumi”, dlsb. Dengan kombinasi
tiga label yang setiap peserta miliki, minta mereka untuk membentuk
barisan dari yang paling berpengaruh sampai yang paling pinggir. Minta
salah seorang peserta mencatat susunan barisan berdasar kombinasi tiga
label tersebut.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
Waktu
1 JP ( 45 menit)
Metode
Paparan, curah pendapat
Media
Lembar tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sub
pokok bahasan “Bentuk-Bentuk Nyata Inklusi Sosial di Desa”, dan
hubungannya dengan topik sebelumnya.
Rencana Pembelajaran
SPB
7.3 Strategi Pemberdayaan
Perempuan, Kelompok Miskin,
Dan Berkebutuhan Khusus
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
Menerapkan faktor-faktor kunci penerapan inklusi sosial dalam
perumusan strategis pemberdayaan/inklusi sosial.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Paparan, curah pendapat, role play
Media
Lembar tayang, lembar peran
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Strategi Pemberdayaan Perempuan,
Kelompok Miskin dan Berkebutuhan Khusus”
Perangkat Desa Tahun ini desa Anda mendapatkan sekitar 800 juta dari
DD dan ADD. Kelompok Anda sedang melaksanakan
Musyawarah Desa untuk menyusun RPKPDes tahun ini.
Kelompok Anda berfikir bahwa kebutuhan infrastruktur
untuk jalan dan jembatan masih belum memadai.
Disamping itu, kebutuhan penganggaran untuk
pembiayaan operasional perangkat desa, terutama untuk
gaji bulanan, perlu ditambah karena adanya beban kerja
yang meningkat. Saat ini pendukung utama kelompok
Anda adalah pemuka Adat dan kelompok Anda ingin
mendapatkan dukungan dari mereka supaya tidak ada
kecemburuan dan kecurigaan ditingkat masyarakat.
Kelompok Anda akan menyetujui apa yang diusulkan
pemuka masyarakat. Sesuai peraturan, kelompok Anda
harus menentukan kelompok siapa saja yang harus
diundang untuk berdiskusi dan pada nantinya akan
merumuskan prioritas-prioritas pembangunan tahun ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Pemuka Adat Kelompok Anda memiliki kedekatan inter-personal
dengan perangkat desa karena selama ini dukungan
diberikan untuk pembangunan sarana pertemuan adat.
Prioritas tahun ini adalah menyelenggarakan festival adat
sebagai bagian dari perencanaan kedepan untuk
menjadikan desa Anda sekarang sebagai desa Adat
supaya kedudukan kelompok Anda menjadi lebih penting.
Kebutuhan dana diperkirakan sekitar 200 juta. Anda
berfikir bahwa festival ini merupakan kesempatan yang
strategis untuk memperkenalkan tradisi adat dan budaya
ke masyarakat yang lebih luas untuk mendapatkan
pengakuan. Anda juga ingin membujuk kelompok petani,
perempuan dan penyandang kebutuhan khusus untuk
mendukung prioritas kelompok Anda.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Petani miskin Kelompok Anda mendengar bahwa desa Anda mendapat
dana desa sebesar 800 juta. Selama ini kelompok Anda
hanya bisa bertanam padi sekali setahun karena tidak ada
saluran irigasi. Ketika musim kering, petani hanya bisa
menanam palawija pada bulan-bulan tertentu tetapi harus
Ibu-Ibu istri petani Selama ini Kelompok Anda bertanggung jawab untuk
miskin mengurus rumah tangga dan juga membantu suami di
sawah dan ladang. Setiap pagi sampai menjelang sore,
Kelompok Anda harus bekerja di sawah dan ladang
dengan peralatan seadanya. Karena belum ada saluran
irigasi, Anda harus juga membantu suami untuk
mengambil air dari sungai untuk menyiram tanaman
apabila musim kering. Selama ini, Anda sering melewatkan
kegiatan posyandu yang karena kesibukan di sawah dan
ladang. Anda juga berharap agar fasilitas PAUD dapat
dibangun di dusun Anda karena kelompok Anda tinggal
terpisah dengan desa induk dan dapat memakan waktu
30 menit untuk berjalan mengantar anak-anak Anda
setiap hari. Anda tidak tahu pasti berapa jumlah dana
desa yang didapatkan tetapi Anda mendengar dari suami
Anda bahwa desa mendapatkan 800 juta. Anda ingin
berpartisipasi dalam musyawarah desa tetapi seringkali
malu dan tidak punya waktu untuk ke kantor desa dimana
musyawarah tersebut dilaksanakan.
------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Penyandang Kebutuhan Kelompok Anda mengalami keterbatasan untuk bergerak
Khusus dan tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan
jauh karena tidak ada kendaraan serta kondisi jalan yang
belum memadai. Belum ada asosiasi penyandang
kebutuhan khusus di desa Anda. Anda ingin agar
pemerintah desa menganggarkan bantuan untuk alat
gerak jalan seperti kursi roda, tongkat penyangga,
maupun alat pendengaran. Anda juga menginginkan agar
jalan dimana Anda tinggal dapat diperkeras. Selama ini
prioritas pembangunan jalan di desa dilaksanakan di desa
induk dan dilokasi dimana rumah-rumah perangkat desa
berada. Anda tidak tahu jumlah anggaran desa yang
Bahan Bacaan
PB
7 Pengarusutamaan
Inklusi Sosial
Eksklusi ini terjadi secara terus-menerus antar generasi sehingga pihak-pihak yang
mengeksklusi seringkali tidak menyadari dan menganggap sebagai kewajaran.
Misalnya menganggap wajar seorang Suku Anak Dalam (SAD) tidak memiliki KTP
dengan alasan mereka hidup berpindah-pindah, wajar seorang waria dianiaya karena
dianggap sebagai sampah masyarakat; atau sudah semestinya seorang yang terinveksi
HIV/AIDS tidak terlayani kesehatan karena sepadan dengan perilakunya yang dianggap
menyimpang, wajar seorang tuna rungu tidak naik kelas karena keterbatasan fisik yang
dimiliki, bukan karena ketiadaan fasilitas dan seterusnya. Stigma itu melekat pada
seseorang sehingga kebutuhan dasar mereka sebagai warga negara terabaikan.
Namun harus dicatat bahwa pelibatan tersebut bukan dilakukan atas dasar motifasi
belas kasihan (charity). Pelibatan masyarakat terpinggir melalui agenda inklusi sosial
dalam Pendampingan Desa dilakukan sebagai bentuk pengakuan (rekognisi) terhadap
mereka yang terpinggir itus atas hak dan kewajiban mereka selaku warga Negara dan
122| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
warga masyarakat Desa. Aspirasi mereka dalam musyawarah Desa, akses dalam
memanfaatkan pelayanan dasar di Desa, pekerjaan yang layak, jaminan rasa aman,
akses terhadap fasilitas publik, adalah hak mereka dan menjadi kewajiban Pemerintah
Desa untuk menunaikannya.
Dengan kata lain inklusi sosial merupakan upaya menempatkan martabat dan
kemandirian individu sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang ideal.
Pendekatan inklusi sosial mendorong agar seluruh elemen masyarakat mendapat
perlakuan yang setara dan memperoleh kesempatan yang sama sebagai warga negara,
terlepas dari perbedaan apapun: agama, etnis, kondisi fisik, jenis kelamin, tingkat
PENYANDANG DISABILITAS INTELEKTUAL DI DESA REMBES BAKAL
kesejahteraan MEMILIKI
ekonomi, TEMPAT
dan lain-lain.
UNTUKInklusi
SENTRAsosial merangkul
KEGIATAN semua
EKONOMI warga negara
PRODUKTIF
Indonesia yang mengalami stigma dan marjinalisasi, dengan mengajak masyarakat luas
Berikut ini adalah contoh inisiatif Kepala Desa dalam menyelenggarakan
untuk bertindak inklusif dalam kehidupan sehari-hari.
inklusi sosial. Dalam contoh berikut, Kepala Desa menginisasi
pembentukan
Bagi Pendamping Kelompok
Desa, upaya Swadayabukan
ini mestinya Masyarakat
ikhwalbagi penyandang
sederhana. Para Pendamping
disabilitas. (Diambil dan diolah dari
yang bertugas di tingkat Kecamatan sendiri harus memahami pijakan konstitusi, terkait
https://kampungpeduli.com/2016/05/27/penyandang-disabilitas-
Hak dan Kewajiban warga Negara Indonesia yang telah menjadi ketentuan dalam UUD
intelektual-di-desa-rembes-bakal-memiliki-tempat-untuk-sentra-kegiatan-
maupun peraturan perundangan yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara
ekonomi-produktif/)
secara sektoral.
Perjuangan keras dari Kepala Desa Rembes, Bringin, Kabupaten
Selain pemahaman,
Semarangkesadaran sosial
Ibu Nur Afifah Penamping
untuk Desa harus
mensejahterakan jauhyang
warganya lebihmenyandang
maju dalam
penerimaan disabilitas
terhadapintelektual mulai membuahkan
kelompok-kelompok atauhasil. Setelah yang
individu memotivasi warga
tersisih agar
tersebut.
peduli dengan penyandang disabilitas yang terwujud dengan terbentuknya
Kesadaran tersebut mesti tampil dalam sikap, yakni dalam berinteraksi dengan pihak
Kelompok Swadaya Masyarakat Sinar Kasih sebagai wahana partisipasi
yang selamamasyarakat,
ini tersisih.kini
Kesadaran ini dibutuhkan
permohonannya agarPTP
kepada PT agenda
Getas inklusi tidak semata-
untuk memperoleh
mata bersifatlahan
formal dan artifisal
sebagai (bersifatekonomi
sentra kegiatan permukaan) belaka,
produktif jugamelainkan
di kabulkan.tampil sebagai
Tanggal 26
Mei 2016
hal yang memang yang lalu,
penting dankepala
harus desa Rembes memperoleh panggilan dari Direksi PT
dilakukan.
PTP Getas dan diputuskan bahwa permohonan lahan untuk Rumah Kreasi Sinar
Kasih bagi penyandang disabilitas Desa Rembes di kabulkan.
Dengan tersedianya lahan ini, rencana akan di bangun Rumah Kreasi
Sinar Kasih sebagai tempat berbagai kegiatan bimbingan dan sentra kegiatan
ekonomi produktif. “Semoga ini menjadi awal yang baik, kebangkitan desa
Rembes untuk peduli kepada penyandang disabilitas dan mudah mudahan kita
segera dapat membangun Rumah Kreasi yang kita impikan”.
Sebagai titik awal dan dalam rangka mendukung keberlanjutan KSM
di masa akan datang, KSM Sinar Kasih merintis kegiatan ekonomi produktif.
Saat ini sudah ada dua jenis usaha yang mulai di rintis, yaitu usaha batik dan
kerajinan bambu lidi. Di tahun akan datang juga direncanakan akan
Kementerian
dilakukan Desalele.
budidaya ikan Pembangunan Daerah
Terkait produk Tertinggal
batik, dan Transmigrasi
selain batik | 123
ciprat KSM ini
juga mengembangkan batik jumput. Walaupun para pendamping
hanya memperolah pelatihan batik ciprat, ternyata mereka kreatif dengan
mengembangkan batik jumput sendiri[]
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Tingkat partisipasi masyarakat cenderung lebih tinggi apabila pertemuan dan aktifitas
diadakan dibawah level desa, yaitu di dusun, RW atau RT. Hal ini karena selain
disebabkan oleh akses juga secara kebiasaan forum-forum tingkat tersebut dianggap
lebih familiar dan akrab. Artinya bila kegiatan diadakan pada level desa, partisipasi
warga akan menciut. Hal yang sama juga terjadi bagi kegiatan pembangunan dimana
keterlibatan masyarakat akan lebih tinggi apabila lokasi pembangunan berada di lokasi
disekitar tempat tinggal mereka.
“Di Desa Kelok Sungai Besar terdapat satu RT, yaitu RT 15, yang letaknya
jauh dari pusat pemerintahan Desa. Untuk sampai ke RT 15, harus melewati
jalan perusahaan perkebunan dan wilayah Desa Belanti Jaya, desa
bentukan baru yang berasal dari permukiman Transmigrasi. RT yang
jumlah warganya kini sekitar 20-an KK ini, menghadapi permasalahan yang
sejak dulu belum pernah terselesaikan, yaitu kondisi jalan tanah merah
yang merupakan akses keluar masuk wilayah tersebut rusak berat, apalagi
saat hujan. Aliran listrik PLN pun belum masuk ke RT ini. Usulan kepada
desa sudah sering disampaikan, namun selalu tidak mendapat prioritas.
Dalam penyusunan dokumen RPJMDes dan RKPDes, sebagian besar desa yang pernah
di kaji oleh SMERU (Sentinel Village 2016) sudah melaksanakan rangkaian musyawarah
yang diatur dalam Permendagri No. 66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
Akan tetapi pertemuan ditingkat RT hanya digunakan untuk penggalian usulan-usulan
sebagai masukan penyusunan RPJMDes. Sedangkan dalam proses RKPDes, proses
penetapan prioritas pembangunan untuk berlangsung elitis dengan melibatkan
beberapa orang sebagai tim penyusun dan tidak melibatkan masyarakat. Hal yang
serupa juga dijumpai dalam penyusunan APBDes yang biasanya dikerjakan oleh aparat
desa, antara lain Kepala Desa, Kaur Pembangunan, Bendahara Desa, Sekdes dan Kaur
Umum. Seringkali penyusunan anggaran tersebut hanya melibatkan segelintir orang
yang dianggap pemerintah desa sebagai orang yang kooperatif. Walaupun hal ini tidak
menyalahi aturan karena Permendagri No.113 tahun 2015 hanya mensyaratkan bahwa
pembahasan dilakukan antara pemerintah desa dengan BPD, tidak ikut sertanya warga
masyarakat berpotensi terjadinya kasus penyalahgunaan wewenang. Secara umum,
pemerintah desa belum memfasilitasi proses dan pendekatan yang lebih
partisipatif.Proses penetapan prioritas ini berdampak pada penundaan atau tidak
dilaksanakannya kegiatan pembangunan yang menurut masyarakat dianggap sangat
dibutuhkan.
“Masyarakat kan tidak tau, awam, (jadi) kita lah yang mikirnya. Oh di situ
perlu jalan rabat beton, di situ jalan rabat beton. Mana yang perlu, ada
anggaran, kasih. Dari masyarakat tidak ada mikir, usul (juga) tidak ada,
yang penting makan." (Wawancara, laki-laki, 36, kaur umum, Kecamatan
Sungai Manau - Kabupaten Batanghari, 17 November 2015)
Situasi seperti ini diamini oleh salah seorang tokoh masyarakat dari unsur
guru yang menyatakan bahwa pemerintah desa tidak secara murni
melakukan penggalian gagasan. Menurutnya, ini menjadi faktor lain yang
menyebabkan Musrenbangdes tidak dihadiri oleh warga, yaitu selain
dianggap tidak punya hasil (usulannya itu-itu saja), juga karena tidak
diakomodirnya usulan warga bila bertentangan dengan apa yang telah
dirancang oleh Pemerintah Desa.
Ketentuan terkait inklusi lebih eksplisit lagi diatur di Pasal 117 ayat (3) PP No. 43 tahun
2014. Di situ daitur bahwa RPJMDesa disusun dengan mempertimbangkan “kondisi
objektif Desa” dan prioritas pembangunan Kabupaten/Kota. Dalam PP tersebut
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah “kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,
sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,
antara lain, keadilan gender, perlindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian
lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal,
pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal.”
Agenda pemberdayaan Desa bahkan mendorong agar agenda inklusi sosial masuk ke
dalam proses perencanaan dan penganggaran. Ketentuan tersebut termaktub di Pasal
127 PP 43 tahun 2014. Di situ diatur bahwa pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan
dengan “menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan
warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal”. Dengan
mengacu pada perintah undang-undang di atas, maka mau tidak mau agenda inklusi
sosial harus menjadi perhatian serius baik bagi Pemerintah Desa, Kecamatan, dan
khususnya Pendamping Desa sebagai pemberdaya masyarakat Desa.
Pada dasarnya, inklusi sosial tertuju bagi penguatan masyarakat Desa. Masyarakat Desa
yang hendak dicapai oleh UU Desa merupakan kesatuan utuh dari seluruh individu
warga Desa yang memiliki kompetensi, kesadaran utuh sebagai subjek, dan berdiri
secara setara. Kemandirian dan kesejahteraan Desa merupakan hasil atau resultante
dari kemampuan seluruh individu warga Desa. Di samping itu, inklusi sosial juga
memiliki dimensi tujuan yang lebih besar, di antaranya:
Pemenuhan Hak Asasi Manusia yang universal
Terlayaninya kebutuhan dasar (mampu mengakses, terpenuhi layanan dasar
minimum)
Partisipasi sosial penuh (melawan pengisolasian)
Pengakuan identitas dan dihormati dalam suatu kesatuan yang utuh (memerangi
stigma, kekhasan budaya adalah sah)
Tujuan di atas jelas bukan agenda sederhana yang dapat dicapai dengan mudah dan
cepat. Pemahaman konstitusi dan kesadaran Pendamping Desa sangat menentukan,
khususnya dalam peran dan fungsi Pendamping Desa sebagai supervisor bagi
Pendamping Lokal Desa.
Selain itu, masyarakat Desa dan komunikasi dengan individu atau kelompok yang
terpinggir merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dengan serius. Masyarakat
atau warga Desa secara umum harus mendapatkan informasi serta sosialisasi yang
benar mengenai hak-hak dasar setiap warga Desa. Agenda ini tidak melulu harus
dilakukan secara formal, karena bagi masyarakat Desa, individu atau kelompok yang
terpinggir sesungguhnya adalah tetangga mereka sendiri. Komunikasi dengan interaksi
dengan kelompok yang terpinggir juga harus dilakukan dengan serius, hati-hati, dan
menjaga agar jangan sampai memunculkan efek psikologis yang negatif.
Secara umum, alat analisis dan langkah inklusi dapat digambarkan sebagai berikut.
Format tabel berikut ini dapat membantu untuk memetakan individu dan kelompok
yang tereksklusi.
keluar bersama langsung dari pihak yang termarjinalkan, selain mendorong agar
mereka mulai untuk terlibat aktif dalam kehidupan berdesa.
Pokok Bahasan 8
MANAJEMEN PENDAMPINGAN
DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Jati Diri Tenaga
8.1
Pendamping Profesional
P3MD dan Kode Etik
Pendamping
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dan memahami tugas pokok fungsi yang harus
dilakukan seorang tenaga pendamping profesional P3MD dalam
melaksanakan tugas pendampingan desa;
2. Menjelaskan dan memahami perilaku, sikap dan jati diri yang
harus di miliki sebagai seorang tenaga pendamping profesional
P3MD;
3. Mengetahui dan dapat menyebutkan kode etik tenaga
pendamping profesional serta sanksi yang harus ditanggung seorang
pendamping profesional P3MD jika melanggar kode etik.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan
Pleno.
Media
Media Tayang 8.1.1;
Lembar Kerja 8.1.1: Matrik Diskusi Tupoksi TAPM
Lembar Kerja 8.1.2 : Kode Etik Tanaga Pendamping Profesional
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami tugas pokok fungsi tenaga pendamping
profesional P3MD
1.Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari subpokok bahasan tentang Jati Diri Pendamping Profesional
P3MD dan Kode Etik Pendamping;
2.Berikan kesempatan kepada peserta untuk membaca cepat
tupoksi PD sesuai posisi jabatannya dari SOP
3.Lakukan curah pendapat tentang tugas, pokok fungsi PD
dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang tupoksi TAPM?
b. Bagaimana peluang dan tantangan tupoksi
dijalankan?
4.Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
5.Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan
menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
6. Selanjutnya bagi peserta kedalam kelompok (4 sd 5 orang per
kelompok), pandulah peserta untuk diskusi kelompok terkait
menganalisis tentang titik kritis pelasaksanaan tupoksi dan
strategi fasilitasi dengan menggunakan Lembar Kerja 3.1.1;
7.Selanjutnya pleno hasil kelompok, berikan sessi perwakilan
kelompok untuk memaparkan hasil rumusan kelompok. Umpan
balikkan.
Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat
memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk analisis Tupoksi dan
mengidentifikasi rumusan strtaegi fasilitasinya;
(3) Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.
Lembar Informasi
SPB
Jati Diri Tenaga Pendamping
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 137
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Latar Belakang
Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan. Data Badan
Pusat Statistik tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia
kebanyakan adalah penduduk yang bermata pencaharian petani. Artinya data tersebut
bisa dibaca bahwa kemiskinan lebih banyak dijumpai di pedesaan yang nota bene
masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Kondisi tersebut boleh
dikatakan belum pernah mengalami perubahan berarti dari waktu ke waktu. Ironis, desa
sebagai sumber daya utama negeri agraris justru hidup dalam kemiskinan. Sejarah desa
adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri yang kaya. Kemiskinan
pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan akibat dari sistem tata
kelola dan kebijakan yang tidak adil. Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai
dari sejak pemerintah kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah
kepada pengusaha-pengusaha swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische
Wet) tahun 1870. Di masa kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang menyakut
tata kelola pedesaan banyak dipengaruhi peraturan yang diproduksi pemerintah
kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi desa yang menjadi amanat UU No.1
Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang dimaksud dalam peraturan
perundangan yang diberlakukan pemerintah kolonial. UU No. 18 Tahun 1965 yang
mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik dan
pemerintahan otonom. Posisi desa menjadi semakin kuat ketika pemerintah
menetapkan Undang-undang No.19 Tahun 1965 tentang Desa Swapraja. Amanat
Undang-undang ini menghadirkan semangat untuk menjunjung nilai-niali demokrasi,
kemandirian dan kemerdekaan desa. Namun sayang, implementasi amanat Undang-
undang belum sempat terwujud Orde Baru sudah mengambil alih kekuasaan.
Kepemimpinan Orde Baru segera membekukan Undang-undang tersebut melalui
ketetapan Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan seluruh
Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan tentang
desa yang menggantikan. Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang dikuasai oleh elit
desa dan pemilik modal.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa adalah
UU No.5 Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter kekuasaan
otoritarian pemerintah pusat yang memberangus kewenangan desa untuk bisa
mengatur dan menguasai. Salah satu amanatnya adalah menyeragamkan bentuk dan
susunan desa. Akibatnya desa kehilangan karakter social budayanya. Kebijakan Orde
Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa adalah kebijakan ditetapkannya
industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau. Dalam jangka pendek kebijakan revolusi
hijau memang terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara nasional.
Namun dalam jangka panjang industrialisasi pertanian menyisakan penderitaan
berkepanjangan. Kearifan budaya yang menyertai siklus tanam sampai panen tergerus
oleh sikap pragmatis petani yang lebih mengandalkan teknologi dari pada keterlibatan
sosial masyarakat desa. Pengetahuan dan keterampilan perempuan tani tidak lagi
diperhitungkan. Kebiasaan memanfaatkan pestisida dan teknologi pengolahan tanah
menggerus tingkat kesuburan ternak.
Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan
pembangunan yang segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun harapan
tinggal harapan. Pemerintahan semasa reformasi masih belum menunjukkan
kesungguhan niat politik untuk melakukan perubahan desa. Dua produk hukum, UU
No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum mampu menjawab hakekat
kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan terkecil bagian dari
pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki kewenangan
mengatur kehidupannya sendiri.
untuk tidak bersikap pragmatis (aji mumpung) dalam merencanakan dan melakukan
pembangunan. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang menuntut
kemampuan visioner, kemampuan melihat manfaat pembangunan tidak saja untuk
kebutuhan saat ini, tetapi mampu terus menerus memenuhi kebutuhan jangka panjang.
Di samping itu kerberlanjutan juga berarti sifat pembangunan yang memperhatikan
dampak kehancuran lingkungan. Artinya perencanaan pembangunan perlu disertai
dengan upaya menjaga keberlangsungan ketahanan sumber daya alam dan
lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga menegaskan bahwa pemberdayaan merupakan
sebuah konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan yang dilakukan secara sadar
dilakukan terus menerus untuk menghormati martabat manusia dengan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan asasi dan menjaga lingkungan tempat manusia berada. Dalam
kerangka implementasi Undang-undang Desa pemberdayaan merupakan sebuah
konsep pembangunan yang menjujung tinggi nilai kedaulatan masyarakat desa sebagai
subyek, kesatuan masyarkat hukum yang memiliki hak dan kewenangan. Karena itu
keberhasilan pemberdayaan masyarakat desa tidak hanya diukur secara materialistik,
terpenuhinya sarana dan prasarana fisik, tetapi juga diukur dari tingkat pemerataan
kesejahteraan. Di atas itu semua ukuran yang terpenting adalah perubahan sikap dan
perilaku masyarakat. Pemberdayaan merupakan wujud lain dari pendidikan karakter
yang mendorong masyarakat tidak hanya semakin mampu atau terampil, tetapi juga
berkembang menjadi masyarakat yang memiliki integritas sosial.
Dalam rangka menjaga perilaku Pendamping Profesional, sesuai norma moral maka
secara khusus ditetapkan standar normatif perilaku Pendamping Profesional yang
meliputi: Tata Perilaku dan Etika Profesi sebagai aturan nornatif sesuai prinsip-
prinsip moral yang ada pada Bangsa Indonesia. Tata Perilaku merupakan nilai-nilai
normatif yang diatur dalam SPK; sedangkan Etika Profesi merupakan nilai-nilai
normatif umum yang melekat dalam diri seorang profesional.
Aturan Normatif ini merupakan alat kendali diri (self control) bagi Pendamping
Profesional berunjuk kerja secara profesional sebagai pendamping masyarakat. Acuan
standarisasi perilaku Pendamping Profesional yang diberlakukan adalah Tata Perilaku
dan Etika Profesi yang akan disebut di bawah ini, sehingga pada saat dibutuhkan
aturan normatif ini akan difungsikan sebagai alat untuk jadi panduan penyelesaian
terhadap segala tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari etika. Rincian Standar Normatif Perilaku Pendamping Profesional
adalah sebagai berikut:
d) Menerima Imbalan
g) Jabatan Publik
6) Tidak bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu
suplier atau berfungsi sebagai perantara;
11) Tidak Terlibat kontrak dengan institusi lain, baik pemerintah maupun
swasta yang menyebabkan tidak maksimalnya pekerjaan sebagai
pendamping profesional
Rencana Pembelajaran
SPB
Struktur, SOP
8.2 Pendampingan
146| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1 Mengetahui sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan
beserta berbagai perangkat Standar operating Prosedur yang ada;
2 Mengetahui sistem koordinasi yang harus dilakukan sebagai
pendamping Desa
3 Mengetahui berbagai perangkat Standar operating Prosedur
(SOP) yang ada dalam pelaksanaan kegiatan Pendampingan P3MD
4 Mengetahui cara kerja dalam Standar operating Prosedur (SOP)
5 Mampu Melaksanakan Standar operating Prosedur (SOP) dalam
melaksanakan kegiatan Pendampingan P3MD
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.2.1;
Lembar Informasi 3.2.1: Standar Operating Prosedure (SOP)
Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional
Alat Bantu
Proses Penyajian
Kegiatan 1: sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari kegiatan pembelajaran tentang sistem organisasi dan
pengelolaan pendampingan;
2. Pelatih meminta peserta melakukan pembacaan SOP Pembinaan
dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional secara cepat
3. Pelatih Memaparkan bahan Tayang Standar Operating Prosedur
(SOP) Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional
4. Pelatih membuka sesi Tanya Jawab, umpan balikkan;
Kegiatan 2 : Pendalaman SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga
Pendamping Profesional
5. Pelatih membagi peserta kedalam 3 kelompok besar ( 1
kelompok terdiri dari 10-13 orang) dan meminta kepada masing-
masing kelompok untuk memilih salah satu orang sebagaii ketua
kelompok
6. Ketua kelompok diminta untuk membagi kelompoknya
kedalam 3 sub kelompok dan membagi bab yang ada dalam SOP
kepada setiap sub kelompok untuk membahas dan mendiskusikan
7. Hasil dari pembahasan dan diskusi sub kelompok dijadikan satu
dan merupakan produk kelompok yang akan dipresentasikan dalam
Pleno.
8. Kelompok memaparkan Hasil pembahasan dan diskusi dalam
Pleno;
9. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
10. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan
menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
11. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas dan mengkaitkan dengan
subpokok bahasan selanjutnya.
Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing
kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 – 2019 dan Rencana Kerja Pemerintah
2016 mengamanatkan bahwa percepatan pembangunan desa akan dilaksanakan
melalui implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam rangka menjalankan urusan di bidang pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa maka dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang
mengamanatkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemen Desa DPTT) untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut, maka Kemen Desa PDTT akan
melaksanakan kegiatan pendampingan melalui penyediaan tenaga pendamping
profesional. Pasal 129 PP 43 Tahun 2014 sebagaimana sudah diubah dengan PP 47
Tahun 2015 menyatakan bahwa tenaga tenaga pendamping profesional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128 Ayat (2) terdiri atas: (a) tenaga pendamping lokal desa yang
bertugas di desa untuk mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa, kerja sama desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala
lokal desa; (b) tenaga pendamping desa yang bertugas di kecamatan untuk
mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, kerjasama desa,
pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal desa; (c) tenaga
pendamping teknis yang bertugas di kecamatan untuk mendampingi desa dalam
pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan (d) tenaga ahli pemberdayaan
masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
C. LANDASAN HUKUM
Seluruh kerja Pendamping Profesional harus mengacu dan berpijak pada regulasi dan
kebijakan Pemerintah, khususnya yang terkait dengan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Regulasi regulasi pokok yang menjadi rujukan utama
dalam pelaksanaan pendampingan desa antara lain adalah sebagai berikut :
1. Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. SEKRETARIAT PROGRAM
Sekretariat Program yang selanjutnya disebut (Sekpro), yang dipimpin oleh seorang
Kepala Sekretariat dibantu oleh beberapa Deputy, Tenaga Ahli, Staf Teknis dan staf
administrasi, yang mengkoordinasikan Konsultan Nasional dan Konsultan
Pendampingan Program Provinsi.
Dalam rangka menjalankan tugasnya Satker P3MD Provinsi khususnya Pejabat Pembuat
Komitmen akan didukung oleh Sekretariat Satker P3MD Provinsi yang beranggotakan
Staf Dinas PMD/Nama lain Provinsi serta dibantu oleh staf teknis dan administrasi.
6. CAMAT
Camat sebagai pemangku wilayah kecamatan yang dalam pelaksanaan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat dibantu oleh kepala seksi yang membidangi
7. KEPALA DESA
Kepala Desa/Nama Lain sebagai pemangku wilayah Desa dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, melakukan koordinasi dengan semua
pihak termasuk pendamping profesional di Desa dengan stakeholder lainnya
E. PENDAMPING PROFESIONAL
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendampingan desa disusun komposisi
pendamping professional sebagai berikut:
A. KONSULTAN NASIONAL P3MD
1. Bidang Pendampingan Regional :
Bidang ini akan dikoordinasikan oleh 7 (tujuh) orang Koordinator Pendamping
Regional, sesuai pembagian wilayah pendampingan. Koordinator Bidang
Pendampingan Regional, yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA
P3MD. Koordinator Bidang Pendampingan Regional tidak dibantu secara langsung oleh
TA P3MD Pusat, namun langsung membawahi TA P3MD di wilayah dan atau provinsi
yaitu :
a. KPR - 1 : Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau;
b. KPR - 2 : Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung,
Sumatera Selatan, Lampung, Banten;
c. KPR - 3 : Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara;
d. KPR - 4 : Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali;
e. KPR - 5 : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi
Selatan, Sulawesi Barat, Maluku;
f. KPR - 6 : Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Utara,
Gorontalo, Maluku Utara;
g. KPR - 7 : Papua, Papua Barat.
Bidang ini dikoordinir oleh 1 (satu) orang Deputi Bidang Manajemen Data dan
Informasi yang bertanggungjawab langsung kepada Program Leader TA P3MD. Deputi
ini mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam koordinasi pelaksanaan tugas, terkait
dengan manajemen data dan informasi serta dibantu oleh beberapa tenaga ahli P3MD,
sebagai berikut:
a. TA Utama Manajemen Sistem Informasi (Programer) : 1
orang
b. TA Utama Manajemen Data (Analisa & Statistik) : 1
orang
c. TA Madya Manajemen Data : 7 Orang
d. TA Utama Bidang Campaign dan Branding : 1
orang
e. TA Utama Bidang Media dan Sosial : 1
orang
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Manajemen Data dan
Informasi.
2. TAPP PID:
1) TA Madya Pengembangan Kapasitas PID : 33
orang
2) TA Madya MIS PID : 33 orang
3) TA MAdya Pengelolaan Pengetahuan PID : 33
orang
E. PENDAMPING DESA
Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, Pemerintah menyediakan Pendamping Desa yang berkedudukan di
kecamatan, terdiri dari :
1. Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
2. Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI), untuk
setiap Kecamatan 1 (satu) orang
b)Terfasilitasinya
reviu dan evaluasi
dokumen RPJMDes,
RKPDes, APBDes
dan laporan
pertanggung
jawaban;
sesuai kebutuhan.
b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam musyawarah
desa.
b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam penyusunan
produk hukum di desa
dan/atau antardesa.
c) Terfasilitasinya
peran BPD dalam
proses penyusunan
produk hukum desa
b) Terfasilitasiny
a kerjasama
antardesa dan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 161
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
b) Tim Penyusun
RPJM Desa dan
RKP Desa terbentuk;
c) Pelatihan Tim
Penyusun RPJM
Desa dan RKPDesa;
d) Adanya
dokumen proses
penyusunan RPJM
Desa dan RKPDesa
dan memastikan
dokumen tersebut
diperdeskan;
e) Terlaksanany
a evaluasi dan
monitoring oleh
pemerintah dan
masyarakat desa;
f) Terselenggaranya
pelatihan
peningkatan
kapasitas kinerja
BPD.
pemberdayaan
masyarakat desa dengan
sektor dan pihak terkait.
9) Fasilitasi Meningkatnya akses Terfasilitasinya kegiatan-
pemberdayaan dan pelayanan dasar kegiatan pemberdayaan
perempuan, anak bagi perempuan, anak perempuan, anak, dan
dan kaum dan kaum kaum
difabel/berkebutuhan difabel/berkebutuhan difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok khusus, kelompok khusus, kelompok miskin
miskin dan miskin dan masyarakat dan masyarakat
masyarakat marginal. marginal;
marginal.
b) Tersedianya
jadwal pelaksanaan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 163
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
kegiatan
pembangunan
sarana dan
prasarana desa.
pembangunan
sarana prasarana
desa/ antardesa.
2. Tugas Adminstratif
Rencana Pembelajaran
SPB
Pembimbingan,
8.3
Pengendalian, dan Penilaian
Kinerja Pendamping Lokal
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelasakan pembimbingan dan pengendalian kinerja;
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan.
Media
Media Tayang
Bahan Bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: pebimbingan dan pengendalian kinerja
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari subpokok bahasan tentang Pengendalian Kinerja Pendamping
Desa dikaitkan dengan pembelajaran sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat tentang teknik supervisi Pendamping
Desa dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang pembimbingan & pengendalian
kinerja Pendamping Lokal Desa?
b.Mengapa perlu PD perlu melakukan pembimbingan &
pengendalian kinerja kepada Pendamping Desa?
c. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
pembimbingan kinerja kepada Pendamping Lokal Desa?
KINERJA PEMBIBINGAN
Melakukan kunjungan efektif ke desa-desa di wilayah
1 -
tugasnya
2 Mengisi buku bimbingan di desa dengan lengkap & jelas -
Mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan kelembagaan
3 -
yang ada di desa
Menyusun kurikulum dan sistem pembelajaran utk
4 -
kegiatan pelatihan
Menyusun materi pelatihan yang dibutuhkan utk
5 -
peningkatan kapasitas
Memberikan pelatihan kepada Perangkat Desa, Kader
6 -
Desa
Memberi OJT dan IST kepada Kader Desa & lembaga
7 -
terkait
8 Memastikan safeguards diterapkan oleh desa -
Melakukan kaderisasi masyarakat desa dlm rangka
9 -
implementasi UU Desa
1 Membantu penanganan masalah terkait implementasi
-
0 UU Desa
KINERJA KOORDINASI -
1 Tingkat kehadiran dalam melaksanakan tugas -
2 Koordinasi/menjalin hubungan baik dengan supervisor -
Koordinasi/menjalin hubungan baik dengan
3 -
pemdes/birokrasi dan tokoh masyarakat
4 Bisa bekerja sama dalam satu tim kerja yang efektif -
5 Tidak melanggar kode etik sebagai pendamping -
KINERJA ADMINSTRASI
1 Membuat laporan akurat dan tepat waktu -
2 Laporan up date sesuai kondisi lapangan -
3 Mengirim semua data yang diminta supervisor -
Melaporkan semua masalah yang timbul dan upaya
4 -
penanganannya
5 Aktif menulis pengalaman lapangan / Good Practices -
##
Nilai Rata-rata
#
Tanggal Penilaian :
Tanda tangan penilai : ________________________
ama Jelas Penilai :
Jabatan Penilai :
Rencana Pembelajaran
SPB
SOP Penilaian Kinerja
8.3.1
Pendamping Profesional
A. Pendahuluan
Pendampingan Desa yang dilaksanakan dalam rangka implementasi Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akan dinilai kinerjanya secara rutin. Evaluasi kinerja
pendamping Desa Profesional merupakan bagian dari rangkaian manajemen
pengelolaan pendampingan Desa. Mengingat kondisi rentang manajemen (span of
management), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi selaku pemberi kerja melalui
Satker Provinsi tidak dapat secara terus-menerus mengawasi kinerja pendamping
profesional dikarenakan lokasi tugas antara kedua pihak saling berjauhan.
Penilaian kinerja secara reguler yang dilakukan setiap smester merupakan sarana
untuk menilai unjuk kerja pendamping profesional dalam memenuhi tugas dan
tanggung jawabnya. Hasil evaluasi kinerja adalah simpul pendapat pemberi pekerjaan
tentang kelayakan terhadap kontrak kerja pendamping professional untuk
dipertahankan, atau sebagai masukan untuk mengambil langkah koreksi dan perbaikan
implementasi kebijakan. Penilaian akan dilakukan terhadap pendamping profesional
agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan TOR.
B. Tujuan
Penilaian kinerja pendamping profesional dilakukan dengan menggunakan data faktual
yang diperoleh dari beberapa sumber agar memberikan hasil penilaian yang objektif
sesuai dengan TOR. Penilaian kinerja ditujukan untuk menilai tingkat pencapaian
kinerja, menentukan kemampuan dan kelayakan yang dicapai sebagai pendamping
profesional. Hasil penilaian kinerja ini diharapkan juga akan memberikan umpan balik
(feed back) sebagai masukan untuk pembimbingan dan peningkatan kapasitas
pendamping profesional.
Tujuan penilaian kinerja pendamping profesional, adalah:
1. Menilai kinerja pendamping profesional berdasarkan tugas pokok dan
fungsinya (Tupoksi);
2. Menjadi alat ukur peningkatan kinerja dan menjadi bagian dari analisis
kebutuhan pelatihan pendamping;
3. Menjadi alat menegakkan aturan pekerjaan;
2. Aspek Penilaian
Aspek penilaian dalam evaluasi kinerja pendamping profesional mencakup 4 (empat)
aspek utama yaitu: kinerja pendampingan, kinerja supervisi, kinerja koordinasi, dan
kinerja administrasi.
a. Kinerja Pendampingan
1) Kewajiban Pendampingan.
Kinerja pendampingan adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam
bekerja sesuai Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional berkewajiban
memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
Etika profesi sebagai pendamping profesional;
Norma kebijakan yang secara substansial terkandung dalam asas-
asas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni,
rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, gotong royong,
kekeluarga-an, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi,
kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi
pendamping profesional.
2) Indikator Penilaian.
Kinerja pendampingan oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan
pencapaian output sesuai dengan Tupoksi setiap individu dengan rincian
indikator penilaian sebagai berikut:
Konsistensi dan ketegasan pendamping profesional menerapkan etika
profesi;
Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi
pelaksanaan Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan
peraturan pelaksanaannya;
Kemampuan pendamping profesional untuk memfasilitasi
penggunaan data dalam pengambilan keputusan;
Kemampuan pendamping profesional untuk menganalisis situasi
untuk mengambil tindakan yang tepat dan memberikan solusi
terhadap masalah yang terjadi.
b. Kinerja Supervisi
1) Kewajiban Supervisi
Kinerja supervisi adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam bekerja sesuai
Tupoksi sebagai Supervisor. Untuk itu, Pendamping profesional berkewajiban
memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asas-asas
Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi, subsidiaritas,
keberagaman, kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, musyawarah,
demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan
keberlanjutan;
Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi
pendamping profesional sebagai supervisor.
2) Indikator Penilaian
Kinerja supervisi oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian
output sesuai dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk setiap individu dengan
rincian indikator penilaian sebagai berikut:
Kemampuan pendamping profesional dalam melakukan pelatihan dan
peningkatan kapasitas masyarakat;
Kemampuan pendamping profesional dalam memberikan bimbingan kerja
dan umpan balik;
Kemampuan pendamping profesional dalam memantau pelaksanaan
kegiatan;
Jumlah kunjungan lapangan dalam rangka supervisi pendampingan sesuai
wilayah tugasnya.
c. Kinerja Koordinasi
1) Kewajiban Koordinasi
Pendamping profesional berkewajiban untuk berkoordinasi dan bekerja sama
dengan pihak lain seperti; birokrasi, supervisor, sesama pendamping, lembaga
lain dan tokoh masyarakat dalam setiap kegiatan seperti: pendampingan
masyarakat, supervisi, pelatihan, penanganan masalah dan lain-lain.
2) Indikator Penilaian
Pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi dan
kerjasama dengan pihak lain berdasarkan indikator penilaian sebagai berikut:
Kemampuan pendamping profesional dalam kerjasama dengan SKPD
Kabupaten/Kota, Camat, Kepala Desa, pendamping profesional lainnya serta
pemangku kepentingan terkait;
Kemampuan pendamping profesional memanfaatkan peluang
kerjasama dan koordinasi secara optimal;
d. Kinerja Administrasi
1) Kewajiban Administrasi
Pendamping profesional berkewajiban memenuhi tanggung jawab administrasi
yang meliputi:
Lembar Waktu Kerja (LWK) sebagai bukti kehadiran di lokasi tugas
Laporan Individu (Rencana dan Realisasi Kegiatan Bulanan)
Form Kunjungan Lapangan
Laporan Kegiatan.
Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)
SPPD dan laporan hasil kunjungan (jika ada kegiatan kunjungan
lapangan)
2) Indikator Penilaian
Indikator kinerja administrasi, meliputi:
Kepatuhan pendamping profesional pada standar pelayanan maupun
prosedur kerja;
Ketaatan dan kedisiplinan dari pendamping profesional dalam menyusun
dan menyampaikan laporan, dokumen dan bukti-bukti administrasi kepada
Satker Provinsi melalui supervisor secara reguler;
Kemampuan pendamping profesional untuk menyusun laporan, dokumen
dan bukti-bukti administrasi secara benar sesuai dengan format yang
berlaku;
Akurasi pendamping profesional dalam pembuatan laporan, dokumen
administrasi secara lengkap sesuai ketentuan yang ditetapkan;
Kemampuan pendamping profesional untuk menyampaikan dokumen
administrasi secara cepat dan tepat waktu sesuai jadwal yang ditetapkan.
D. Siklus Penilaian Kinerja
Semua tenaga pendamping profesional, baik tingkat desa maupun tingkat pusat akan
dievaluasi kinerjanya dalam periode setiap 6 (enam) bulan sekali oleh supervisor yang
Sistem penilaian kinerja ini digunakan untuk menilai para pendamping di tingkat Desa,
Kecamatan, Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota dan Provinsi oleh supervisor dan Satker di
masing-masing jenjang. Supervisor yang menjadi atasan langsung bertanggungjawab
atas penilaian pendamping di bawahnya setiap 6 (enam) bulan.
Secara singkat, pihak yang akan dilibatkan untuk menilai setiap pendamping
profesional adalah:
a) Pendamping Lokal Desa akan dinilai oleh:
1. Pendamping Desa;
2. Camat/Kasi yang membidangi pendampingan desa, dengan masukan
dari perwakilan masyarakat di tingkat Desa melalui forum konsultasi
masyarakat.
b) Pendamping Desa akan dinilai oleh:
1. Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota (secara kolektif);
2. Camat/Kasi yang membidangi pendampingan desa;
3. SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan desa,
dengan masukan dari perwakilan kelompok masyarakat di tingkat
Kecamatan.
c) Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota akan dinilai oleh:
1. Team Leader Provinsi;
2. SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan desa;
3. Satker P3MD Provinsi.
d) Tenaga Ahli di Provinsi akan dinilai oleh:
1. Konsultan Pendamping Wilayah (KPW) Pusat;
2. Satker P3MD Provinsi;
3. Satker P3MD Ditjend PPMD Kemendesa, PDT dan Transmigrasi.
e) Tenaga Ahli yang berkedudukan di pusat dan semua jajaran di Seknas/
Konsultan Nasional akan dinilai oleh Satker P3MD Ditjend PPMD Kemendesa, PDT
dan Transmigrasi sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
H. Penutup
Standar Operasional Prosedur (SOP) evaluasi kinerja pendamping profesional ini
merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
sebagai dokumen Pemerintah Republik Indonesia. Dan SOP ini merupakan salah satu
tolak ukur keberhasilan dari pengelolaan program secara umum, oleh karenanya semua
pihak yang berkepentingan harus menggunakan SOP ini dalam melakukan evaluasi
kinerja terhadap pendamping profesional.
Rencana Pembelajaran
SPB
Pelaporan Kinerja Tenaga
3.4
Pendamping Profesional
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan prosedur dan mekanisme pelaporan kinerja tenaga
pendamping professional;
2. Menerapkan pelaporan kinerja dalam rangka pelaksanaan
P3MD.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan.
Media
Media Tayang 8.4.1;
Lembar Kerja 8.4.1: Matrik Diskusi;
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan
dari subpokok bahasan tentang pelaporan kinerja Pendamping Desa;
2. Pelatih memaparkan SOP tentang pelaporan kinerja, bagaimana
prosedur, mekanisme pelaporan;
3. Lakukan curah pendapat tentang SOP pelaporan kinerja;
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
5. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah
dilakukan, jika diperlukan beberapa pokok pikiran penting dapat
dituliskan di kertas plano atau whiteboard;
6. Mintalah peserta membentuk kelompok untuk mendiskusikan
tentang kerangka kerja pelaporan
7. Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk
mendiskusikannya. Hasilnya dituliskan dalam kertas plano untuk
dipaparkan dalam pleno;
8. Setelah selesai mintalah beberapa kelompok untuk
memaparkan hasil diskusinya. Berikan kesempatan kepada kelompok
lain untuk menanggapi, bertanya dan memberikan masukan;
9. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama dari hasil pembahasan setiap kelompok dalam pleno
dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
10. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas.
Lembar Informasi
SPB
SOP Laporan Kinerja
8.4
Pendamping Desa
A. PENDAHULUAN
3. Laporan Bulanan Pendampingan, laporan ini memuat hal-hal apa saja yang
terkait dengan pendampingan sesuai levelnya masing masing, yang
menggambarkan capaian kinerja dan tupoksi pendampingan, data-data dana
desa, data-data kegiatan prioritas pembangunan, kegiatan pemberdayaan,
kegiatan pelatihan, kegiatan pendampingan, supervise, legislasi, kaderisasi
dan lain sebagainya yang bisa menggambarkan kegiatan secara utuh beserta
capaiannya dalam waktu sampai dengan bulan berjalan. Laporan bulanan
kegiatan pendampingan memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi laporan yang singkat padat dan akurat dengan
sistematika sbb:
i. Pendahuluan
ii. Kegiatan pendampingan bulan berjalan
iii. Rencana kegiatan pendampingan bulan yang akan datang
iv. Kendala dan Masalah
v. Rekomendasi
vi. Penutup
c. Lampiran
i. Data Dasar/Data APBDes (bulanan)
ii. Data Dana Desa (Alokasi, Pencairan dan
Penggunaan) (bulanan)
iii. Data Regulasi Desa (tiga bulanan)
iv. Data Progres Kegiatan Desa (bulanan)
v. Data Pelatihan dan Kegiatan Pengkaderan (tiga
bulanan)
vi. Data Bumdes/Pengembangan Ekomomi Desa (tiga
bulanan)
vii. Data Tahapan, Perencanaan dan Pelaksanaan
Kegiatan (bulanan)
viii. Data Kegiatan terkait TTG (tiga bulanan)
ix. Data Pengembangan Pelayanan Dasar (tiga bulanan)
x. Data Masalah dan Penanganannya (bulanan)
xi. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) (bulanan)
C. JENJANG PELAPORAN
Pelaporan yang dibuat oleh pelaku pendampingan desa, dilakukan secara berjenjang
dengan tujuan utama adalah Pihak Pertama sebagai pihak yang memberi kerja. Namun
juga ditujukan kepada jajaran birokrasi pada levelnya masing-masing dengan
tembusan kepada supervisornya. Jenjang Pelaporan untuk Pendamping Profesional dan
Konsultan dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
KOORDINATOR
OPERASIONAL PROGRAM SATKER PUSAT
PROGRAM LEADER
KONSULTAN NASIONAL
P3MD dan PID PPA Pusat
KOODINATOR WILAYAH
SATKER
KPP PROVINSI PPA Provinsi
PROVINSI
SATKER TA KABUPATEN
KABUPATEN
SATKER
PD dan PDTI PROVINSI
CAMAT
D. WAKTU PELAPORAN
Pelaporan pendamping professional dan konsultan provinsi maupun konsultan nasional
diatur waktunya sebagai berikut :
E. PENUTUP
Demikian SOP Pelaporan Pendamping Profesional dibuat untuk bisa dilaksakan oleh
seluruh Tenaga Pendamping Profesional se wilayah Indonesia, sebagai alat ukur
capaian kinerja Pendamping dan alat pengendali bagi supervisor dan Satker P3MD,
baik Kabupaten, Provinsi maupun Pusat. Pengabaian atas Pelaporan Pendamping
Profesional berakibat pada evaluasi kinerja.
Hal hal yang belum diatur dalam SOP Pelaporan ini, dan dirasa perlu untuk dilaporkan,
bisa dilampirkan dalam laporan yang bersifat bulanan maupun insidensial.
Rencana Pembelajaran
SPB
Sistem Informasi
8.5.
Pembangunan Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dasar-dasar sistem pelaporan Tata Kelola
Administrasi Keuangan Desa dalam APB Desa;
2. Menjelasakan prinsip dan ketentuan pelaporan Sistim informasi
Pembangunan Desa;
3. Mampu mengimplementasikan Sistem Informasi Pembangunan
Desa secara berjenjang dilokasi tugas .
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Paparan, diskusi, praktek
Media
Media Tayang: paparan power point
Lembar Kerja: Panduan Monitoring Dana Desa basis Kab/Kec/Desa, format
APBDes
Lembar Informasi: Bahan Bacaan,
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus
192| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
P Proses Penyajian
Kegiatan Kegiatan 1: sistem Tata Kelola Administrasi Keuangan Desa berdasar
APB APB Desa dan pelaporannya
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
2. Pandu peserta untuk memahami tata kelola keuangan desa dengan
pertanyaan pembuka:
a. Apakah yang diketahui dari APB Desa?
b. Bagaimana mekanisme dan prosedur pelaporan keuangan desa?
c. Bagaimana Dana Desa dilaksanakan, dipertangngungjawabkan
dan pelaporannya?
3. Umpan balikkan ke peserta, bagaimana pola dan model pelaporan
APB Desa? Apakah peserta mengenal sistem pelaporan APB Desa? Beri
kesempatan beberapa peserta menjawab dan catat point jawaban
peserta pada whiteboard atau kertas plano;
4. Tanyakan kepada peserta, apakah mengenal dan tahu SISKEUDES
(Sistem Keuangan Desa)? Umpan balikkan;
5. Tayangkan tentang system pelaporan APB Desa, Umpan balikkan ke
peserta;
Catatan:
1. Pastikan peserta sudah memiliki pengetahuan APBDesa
(Pemendagri 113) dan telah membaca petunjuk tersebut.
2. Pastikan peserta sudah memiliki pengetahuan "Transfer
Pemerintah Daerah dan Dana Desa" (PMK 50 tahun 2017) terkait
Dana Desa mulai Pasal 99.
3. Peserta sudah memahami (Permendesa No. 4 Tahun 2017)
Penetapan perubahan atas peraturan Menteri Desa,
Pembanguanan Daerah Tertinggal Transmigrasi No. 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan dana Desa.
Kegiatan 2:
6. Pelatih menjelaskan Sistem Informasi Pembangunan Desa dengan
regulasi yang mendasarinya dengan media tayang 8.3.1
7. Jelaskan secara singkat tentang beberapa hal berikut dari media
tayang:
a. Jenis dokumen keuangan desa untuk dapat pencairan Dana Desa
dari RKUD (Lembar informasi :)
b. Proses Pelaporan perkembangan Jumlah Penyaluran Dan Desa
(Agregasi )dari RKUD ke RK Desa Tahap I dan tahap II di Lokus
Kecamatan.
a. Identifikasi dan perkembangan Jumlah Penyaluran (Agregasi)
Penggunaan Dana Desa sesuai bidang kegiatan (Pembanguan Desa,
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemerintahan Desa, & Pembinaan
Kemasyarakatan)
194| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Kegiatan 4: Penegasan
13. Tegaskan dan simpulkan beberapa hal yang menjadi penting
untuk diperhatikan yaitu:
a. Proses transfer RKUD ke RKDesa dan persyaratan
administratifnya serta konsolidasi agregasinya.
b. Pelaporan Penggunaan sesuai dengan Bidang dan bidang
Pembanggunan desa ke dalam 4 bidang lokus Kab/Kec/Desa.
c. Monitoring dilakukan berkala sesuai dengan update Pelaporan di
Desa dan di agregasi di kabuapten.
Catatan: lembar kerja 8.3.1. dalam bentuk softcopy yang menjadi bagian dari modul ini.
Lembar Informasi
SPB
Sistem Informasi
8.5.1.
Pembangunan Desa dan
Pelaporannya
Sistem Informasi Pembangunan Desa merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk
memantau proses pelaporan sekaligus memberikan informasi Perencanaan Kegiatan
desa bersumber APBDes, pendanaan (7 Sumber Pendanaan) sampai dengan hasil-hasil
kegiatan Pembangunan Desa. Adapun fokus monitoring Keuangan APBN (Dana Desa)
dapat disajikan secara detail beserta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan
yang dimaksud dapat dikategorikan sesuai dengan Bidang dan Prioritas penggunaan
Danana Desa. Untuk mengenal dan menjalanakan aplikasi, silahkan berikut ini
tatacaranya:
1. Dashboard
1.1. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah
1.2. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Desa
1.3. Grafik Penggunaan Dana Desa sesuai Bidang dan Sub Bidang Pembanguan Desa
per Tahun Anggaran.
1.4. Data Kegiatan bersumber Dana Desa (APBN) per Tahun Anggaran
2. APBDesa
Catatan:
1) input data diisikan oleh PLD; jika PLD kosong diisikan PD; dan jika PD
kosong diisikan oleh TA Kab.
2) TA Kab bertugas meverifikasi, validasi data dan melaporkan secara
berjenjang
3. Untuk Desa yang sudah menggunakan SISKEUDES dapat melakukan ekport pada
menu Laporan Penganggaran:
dan pilih pada Laporan 1b- Ringkasan APBDes dan selanjutnya sesuai dengan
SISKEUDES Desa. pilih parameter yang sesuai, print to file di cek box, pilih ke file
excel, kemudian isikan sumber pendanaan secara manual sesuai kreteria
kemudian di upload.
Sebagai catatan: untuk kegiatan-kegiatan diisikan nilai Sumary (Kode 3 Digit)
dan untuk Detai Rab dalam Laporan ini belum di perlukan (capture Data
Keguiatan berdasar APBDes SISKEUDES)
Berikut ini contoh upload format excel berdasar lembar kerja form APBdes
3. RKUD ke RK Desa
Pemantauan Transfer Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke RK Desa sesuai dengan
kesiapan Desa untuk mengakses Dana Desa. Pendamping dapat melaporkan progres ke
dalam aplikasi dengan melaukan Edit Data
Kegiatan Dana Desa adalah realisasi dari perencanaan berdasar APBDesa yang
dilengkapi oleh pendamping sesuai dengan Laporan progres Kegiatan berdasar LPJ.
adapun kegiatan-kegiatan yang memiliki nomenklatur yang perlu di sesuaikan dengan
keperluan Kementrian Desa PDTT akan disesuaikan dengan pilihan-pilih kegiatan untuk
singkronisasi.
5. Profil Desa
Profil Desa memuat informasi terkait Desa menggunakan Dana Desa (APBN)
CATATAN:
Sistem Pelaporan Yang sedang Di Kembangkan P3MD Pusat:
1. HRD
2. Penangan dan Pengaduan Masalah (CHS)
Pokok Bahasan 9
MEMBANGUN TIM KERJA
DI KECAMATAN
Rencana Pembelajaran
SPB
Pemetaan Pemangku
9.1
Kepentingan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1. Menjelaskan pelaku kunci di Kecamatan
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Curah Pendapat dan Analisis Relasi.
Media
Media Tayang
Bahan Bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasan“Keterampilan Pendamping”.
Kegiatan 4. Presentasi
6. Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya;
7. Memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk
menanggapi;
8. Sebelum sesi ditutup, beri penegasan tentang pemangku
kepentingan di Kecamatan beserta relasinya.
Rencana Pembelajaran
SPB
Koordinasi Sektoral
9.2
(SKPD/UPTD)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan sektoral di
tingkatan kecamatan
2. Menguraikan strategi membangun koordinasi lintas
sektor
3. Diharapkan setelah selesainya pelatihan ini Pendamping
Desa mampu mengkoordinasikan pemangku kepentingan
ditingkat Kecamatan
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Bermain peran.
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan LCD
Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Koordinasi Sektoral (SKPD/UPDT)”.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pentingnya kerjsama tim dan membangun jejaring
dengan pihak lainnya;
2. Menguraikan Strategi Membangun Kerjasama Internal Tim
3. Menguraikan strategi jejaring dengan pihak lainnya
4. Diharapkan setelah selesai Pendamping Desa mampu
menganalisis relasi dan mengembangkan stratgi membangun tim
kerja dan jejaringnya.
Waktu
4 JPL (180 menit)
Metode
Permainan.
Media
Lembar Kerja, Media Tayang, PP No. 19/2008 Tentang Kecamatan
Alat Bantu
Balon, spidol, laptop, dan LCD
Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Kerjasama dan Jejaring”
KELOMPOK: ...............................................
2 Apakah ada
kesepakatan tentang
strategi/cara untuk
melakukan permainan
itu?
3 Bagaimana
kekompakan anggota
dalam Tim/kelompok?
4 Bagaimana kerjasama
antar anggota dalam
tim/kelompok?
Bahan Bacaan
PB
MEMBANGUN TIM KERJA DI
9
KECAMATAN
214| Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Dalam organisasi, jejaring kerja diperlukan bagi setiap manajemen pada tingkatan
apapun, baik tingkat atas, menengah, maupun supervisor. Oleh karena itu mereka harus
menguasai cara-cara berinteraksi untuk menciptakan jejaring kerja dengan siapa saja,
agar orang-orang dalam organisasi memberikan respon positif, menghargai,
mendukung, dan membantu saat diperlukan.
Salah satu cara yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan membangun
jejaring kerja adalah dengan meniru bagaimana orang-orang sukses berinteraksi
dengan orang lain seperti di rumah, di kantor, dalam rapat, dan di masyarakat luas.
Tetapi, meniru bukan merupakan pekerjaan yang mudah oleh karena diperlukan
kecerdasan dalam mengidentifikasi berbagai aspek terkait dengan proses interaksi,
misalnya bagaimana cara mengendalikan emosi, cara menghargai orang lain, cara
berbicara, cara merespon dan sebagainya.
Membangun jejaring kerja merupakan suatu seni sehingga tidak mudah dibuat suatu
pola hubungan yang baku, seperti dalam berinteraksi dengan orang yang memiliki tipe
kepribadian “A” akan berbeda jika berinteraksi dengan orang yang memiliki tipe
kepribadian “B”. Walaupun meniru cara orang-orang sukses dalam berinteraksi bukan
merupakan pekerjaan yang mudah tetapi tetap dapat dilakukan, walaupun memerlukan
waktu yang lama.
Untuk membantu dalam meningkatkan kemampuan membangun jejaring kerja, berikut
kiat-kiat yang perlu diperhatikan.
1. Mengendalikan Emosi
Berikut kiat-kiat sederhana untuk meningkatkan kemampuan dalammengendalikan
emosi, yaitu:
a. Mengenal perasaan diri sendiri
Mengenali dan mengetahui suasana hati kita sendiri berguna untuk menentukan
perilaku yang pantas agar dapat menciptakan suasana yang menyenangkan berbagai
pihak. Pembicaraan penting dengan orang lain hanya akan dilakukan pada waktu
keadaan kita sehat, segar bersemangat dan senang, karena perasaan sedih, galau, dan
tidak menentu akan membentuk ekspresi yang tidak menyenangkan bagi orang lain.
b. Berfikir positif
Kita sering berhadapan dengan situasi yang mungkin tidak kita inginkan. Untuk
merespon situasi tersebut dapat dilakukan dengan mengatur perasaan melalui cara
berfikir positif, melihat permasalahan dari aspek yang berbeda (orang lain), dan melihat
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 215
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
permasalahan sebagai peluang. Cara lain untuk mengembangkan pikiran positif adalah
dengan menumbuhkan rasa empati kepada orang lain, seperti dengan memahami
keterbatasan seseorang sehingga ia berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan.
c. Menerima ketidakberhasilan
Semua orang mengharapkan suatu keberhasilan, namun kenyataannya setiap orang
pernah mengalami kegagalan. Untuk itu kita perlu menyiapkan perasaan agar tidak
senang. Misalnya, Anda dropout dari perguruan tinggi, tentunya Anda sedih, tetapi
usahakan kesedihan tersebut cepat sirna dan segeralah berusaha untuk tetap maju.
Dalam kasus tersebut, Anda dapat berfikir bahwa Anda telah mendapat ilmu,
pengalaman, dan hidup itu tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan kuliah. Joseph Lin
(2010) menyebutkan bahwa Bill Gates dropout dari Harvard dan 2 tahun setelah itu ia
menemukan Microsoft dan menjadi orang terkaya di dunia. Masih banyak orang-orang
drop out tetapi bekerja keras dan meraih sukses besar dalam hidupnya,seperti Steve
Jobs, Mark Elliot Zuckerberg, Tom Hanks, Lady Gaga, dan bahkan Thomas Alva Edison
yang tidak pernah duduk diperguruan tinggi, dsb.
2. Menghargai Orang Lain
Menghargai orang lain merupakan salah satu cara untuk membangun hubungan baik
dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai cara menghargai orang lain secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu memberikan penghargaan ekstrinsik dan
penghargaan intrinsik. Penghargaan ekstrinsik merupakan penghargaan yang dapat
dilihat dengan kasat mata seperti penghargaan finansial, kenaikan pangkat,
perlindungan keamanan, dsb. Sedangkan penghargaan intrinsik adalah penghargaan
yang tidak berwujud seperti ucapan terima kasih, pujian, penghargaan atas ide orang
lain, yang pada umumnya tidak dapat dinilai dengan uang.
a. Pernyataan terima kasih
Pernyataan terima kasih yang tulus iklas merupakan salah satu cara yang paling mudah
untuk menghargai perbuatan orang lain. Pernyataan terima kasih juga menunjukkan
sikap sopan, hormat dan perhatian kepada orang lain, dan menunjukkan bahwa
perbuatan yang telah dilakukan benar-benar bermanfaat. Pernyataan terima kasih
hendaknya disampaikan sesegera mungkin setelah suatu kejadian berlangsung, agar
memberikan makna yang berarti.
b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) bukan sekedar hearing, merupakan salah satu cara yang
mudah untuk menghormati orang lain. Dengan mendengarkan, pembicara merasa
diperhatikan dan dihargai. Kita akan memperoleh simpati dari orang lain dengan cara
mendengarkan pembicaraan mereka, baik pembicaraan melalui media elektronik
maupun pembicaraan langsung. Namun tidak semua orang bersedia untuk
mendengarkan disebabkan beberapa alasan (Bell 1992), yaitu: 1) sombong, 2)
menganggap materi pembicaraan tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini, 3)
menganggap rendah pembicara, 4) menganggap materi pembicaraan telah
kadaluwarsa, 5) malas mendengarkan.
c. Memuji
Setiap manusia pada hakekatnya mempunyai sifat dasar “senang dipuji”. Carnegie
(1981) menyebutkan bahwa Lincoln (presiden AS) pernah memulai satu suratnya
dengan mengucapkan “Setiap orang menyukai pujian”. Pujian tidak sama artinya
dengan sanjungan. Pujian merupakan suatu pernyataan yang jujur tentang suatu
prestasi riil atau keadaan yang sebenarnya, sedangkan sanjungan merupakan
pernyataan yang berlebihan atas prestasi yang dicapai, atau bukan keadaan yang
sebenarnya, sehingga dapat menyesatkan orang yang disanjung karena salah dalam
mengevaluasi dirinya.
d. Mengingat nama
Pada hakekatnya setiap orang di seluruh dunia senang disebut namanya dengan benar.
Mereka merasa dihormati dan diperhatikan. Menyebut nama orang lain dengan benar
merupakan cara penting untuk menghargai orang lain. Orang-orang yang memperoleh
sukses besar mengerti cara menghargai orang lain, yaitu hanya dengan menyebut
namanya dengan benar. Oleh karena itu mereka berusaha untuk menghafal dan
mengingat nama-nama orang yang mereka temui. Carnegie (1981), menyebutkan
bahwa Franklin D. Roosevelf (presiden AS) tahu bahwa satu cara paling sederhana,
paling nyata dan paling penting dalam memperoleh kehendak yang baik adalah
dengan mengingat nama-nama orang, dan membuat mereka merasa penting.
3. Mengkritik dengan Cara yang Elegan
Menyampaikan kritik merupakan bagian penting bagi kehidupan dalam berorganisasi
untuk menuju perbaikan. Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana cara
menyampaikan kritik agar tetap dapat menjaga jejaring kerja yang kondusif. Berikut
disajikan cara-cara menyampaikan kritik.
a. Didahului dengan pujian
Awali dengan pujian, misalnya dengan cara menyampaikan keunggulan-
keunggulan secara rinci dari bagian-bagian yang berkaitan dengan substansi yang akan
dikritik. Pujian yang terinci merupakan suatu pembuktian bahwa Anda memperhatikan
dan benar-benar tahu tentang apa yang akan Anda sampaikan.
b. Menentukan apa yang mereka inginkan
Carilah apa yang mereka inginkan terkait dengan substasi kritik. Ingat, orang yang telah
dipenuhi keinginannya akan lebih mudah menerima masukan.
c. Disampaikan dalam bentuk saran.
Kritik agar disampaikan dalam bentuk saran, atau dengan kalimat positif, dimaksudkan
agar kesalahan atau ketidak sesuaian terkesan tidak terlalu besar.Jangan sekali-kali
mengatakan “Anda salah”, dan kata-kata lain yang sejenis.
d. Tidak menggunakan kata “tetapi”
Kritik yang baik tidak menggunakan kata “tetapi” atau kata lain yang bermakna sama
dengan “tetapi”.
e. Lengkapi dengan argumentasi
Argumentasi yang logis dan didukung dengan data dan bukti, dan disajikan dalam
diagram, gambar, tabel akan membantu dalam meyakinkan orang lain dalam menerima
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 217
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
ide Anda, dan jika mungkin tunjukkan referensinya. Lengkapi dengan penjelasan
tentang manfaat yang akan diperoleh jika pendapat Anda diterima.
f. Didasari dengan etika
Kritik disampaikan sesuai hati nurani dan bermaksud untuk memberikan masukan
untuk meningkatkan kinerja, bukan untuk menunjukkan kesalahan. Oleh karena itu,
hendaknya kritik tidak mengarah pada individu seseorang, tetapi ditujukan terbatas
pada substansi yang dikritik, dimaksudkan agar dapat pembicaraan lebih fokus / tidak
menyimpang. Jika ragu-ragu dengan materi kritik hendaknya jangan mengkritik.
g. Disampaikan dengan sepenuh hati
Penyampaian dengan jujur, dan penuh dengan kehangatan dan diekspresikan dengan
baik, meyakinkan bahwa apa yang disampaikan akan memberikan manfaat yang
berarti, dan bukan untuk diri Anda sendiri. Jika ternyata pendapat Anda benar, atau
dengan kata lain mereka menerima saran, hendaknya Anda tidak menonjolkan diri,
sehingga hubungan baik tetap terjalin.
Diambil dan digubah dari http://www.bppk.depkeu.go.id/bdpimagelang
Pokok Bahasan 10
FASILITASI PENINGKATAN
KAPASITAS PEMANGKU
KEPENTINGAN KECAMATAN
Rencana Pembelajaran
SPB
Konsep Peningkatan
10.1 Kapasitas
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan ruang lingkup peningkatan kapasitas;
Waktu
1 JP ( 45 menit)
Metode
Curah Pendapat.
Media
Media Fasilitasi
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Konsep Peningkatan Kapasitas”.
Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Peningkatan
10.2 Kapasitas
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan bentuk-bentuk pengembangan kapasitas
yang relevan di tingkat kecamatan;
Waktu
1 JP ( 45 menit)
Metode
Curah Pendapat dan Simulasi.
Media
Media fasilitasi
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Strategi Peningkatan Kapasitas”.
2. Minta peserta mengungkapkan bentuk-
bentuk pengembangan kapasitas;
3. Catat hal-hal penting dari ungkapan peserta;
4. Minta peserta menjelaskan strategi pengembangan kapasitas
individu/pemangku kepentingan di tingkat kecamatan;
Dukungan
Bentuk Pengembangan
Strategi Kendala yang
Kapasitas
diperlukan
Pembimbingan • Mengefektifkan
monitoring dan
supervisi
• Mengidentifikas
i kegiatan yang
perlu mendapatkan
bimbingan
• dst
...dst
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan jenis-jenis keterampilan dasar yang harus
dimiliki oleh seorang pendamping.
Waktu
3 JP ( 135 menit)
Metode
Simulasi dan Bermain peran.
Media
Lembar simulasi
Media fasilitasi
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan
dari sub Pokok Bahasan “Keterampilan Dasar Melatih”.
Pendengar • Berbicara
• Mendengar
• Mengapresiasi
• Bertanya
• Parafrase
Bahan Bacaan 1
PB
Permainan Kreatif Untuk
10
Kegiatan Pelatihan
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan pengalaman, kegiatan bersama (satu tim) akan timbul apabila semua
menyadari bahwa mereka melakukan secara spontan, terbuka dan penuh kehangatan
serta tidak dibuat-buat. Untuk itulah bentuk ‘kepemimpinan’ dalam aktifitas harus
didistribusikan secara merata kepada seluruh warga belajar, agar dinamika terjaga.
Pada kegiatan yang berdurasi panjang, atau dengan pendekatan yang monoton dan
kurang melibatkan peserta, kegairahan peserta dalam mengikuti setiap materi menjadi
menurun. Ini merupakan bagian yang berat bagi fasilitator. Untuk itu rangkaian materi
harus diselingi dengan kegiatan "pemecah kebekuan" atau "Icebreakers" dan
pembangkit daya dan dinamika atau "energiser". Secara umum pembentukan suasana
ditujukan antara lain untuk :
memecahkan kebekuan suasana,
Tidak ada teori khusus yang dikembangkan mengenai "pemecah kebekuan" ini. Pada
dasarnya ketrampilan ini dikembangkan lewat pengembangan kepekaan yang tinggi
seorang fasilitator dalam memproses kegiatan/pelatihan. Orang awam sering
bilang, jam terbanglah yang menentukannya, sebagaimana filosofi suatu kegiatan
atau pelatihan yang engembangkannya, yakni pembelajaran berdasar pengalaman
(pembelajaran orang dewasa). Kuncinya adalah keberanian bereksperimen.Namun
demikian, dengan merujuk tujuan di atas, setidaknya ada beberapa catatan yang perlu
diperhatikan dalam penyajiannya. Kalau tidak, salah-salahkegembiraan yang ingin
ditampilkan dalamIcebreakers menjadi tidak tercipta sama sekali.
1. Isi
Bahan untuk ‘memecah es ini tidak selalu dengan permainan. Cerita pendek dan fiktif
bisa disajikan. Yang penting adalah berbeda dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya.
Permainan kurang sesuai diberikan sebagai pemecah kebekuan bila dalam proses
kegiatan telah banyak menggunakan metodologigames (permainan). Ingat, permainan
sebagai icebreakers dan permainan sebagai metode pelatihan adalah tidak sama.
2. Sebangun
Sebangun, alias bisa berbeda. Isi Icebreakers yang sama bisa digunakan untuk materi
yang berbeda, kemampuan fasilitator meramu yang menentukan keberhasilannya.
3. Waktu
Penyajian Icebreakers juga mesti mengingat waktu. Artinya tidak bisa terlalu sering,
karena bahkan akan membosankan. Demikian halnya, harus diingat waktu yang
dibutuhkan dalam memproses bahan Icebreakers. Icebreakers dengan model
permainan, biasanya memakan waktu relatif lama. Untuk itu harus dipertimbangkan
dengan waktu untuk materi utama, kecuali bila dimaksudkan untuk menghantar.
4. Peserta
Mengingat waktu dan isi, ditambah lagi dengan kondisi lokasi/tempat, boleh
jadi icebreakerstidak dapat melibatkan semua orang. Yang penting diingat adalah,
kepekaan memilih pesertanya. Bila Icebreakers ditujukan untuk memecah kebekuan
kelas, usahakan suatu bentuk yang melibatkan semua orang. Bila kelas terasa
didominasi sebagian orang, dalamenergizers inilah saatnya untuk "mengabaikan"
mereka dan memilih mereka yang "terabaikan", terutama perempuan.
Ingat, fasilitator adalah bagian dari warga. Libatkan secara penuh diri anda dalam
kegiatan di dalamnya, termasuk proses "Energizer".
B. PROSES
Tidak jarang, seorang fasilitator "hambar" dalam menyajikan energizers. Ini
disebabkan,energizers hanya dianggap dan diperlakukan sekadar sebagai permainan.
Padahal sebenarnya, dalam pembelajaran orang dewasa, setiap kegiatan indah untuk
dikaji. Untuk itu bahan energizers perlu diolah sehingga enak untuk disajikan dan
menjadi bagian yang memperkaya keseluruhan tubuh aktifitas. Memproses suatu
kegiatan energizers sama "menyenangkan" atau "menjengkelkannya" dengan
memproses materi inti. Bila di dalam pelatihan dikenal KAKI LIMA
sebagai Proses memproses, demikian halnya denganenergizers.
C. MENGGUNAKAN ENERGIZERS
ppp1. Apakah Energizers itu?
Energizers adalah aktifitas yang dirancang untuk membuat kegiatan belajar lebih
mudah danlebih menyenangkan, baik untuk peserta maupun pelatih. Nama yang
berbeda dipergunakanseperti icebreakers atau pemanasan, tergantung pada tujuan
utama aktifitas (lihat paragraphmengapa peduli?).
2. Mengapa peduli?
Energizers memungkinkan Anda sebagai pelatih untuk:
• Memecahkan es (break the ice), untuk menciptakan peluang saling mengenal satu
sama lain dengan lebih baik (Icebreakers)
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 231
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
• mendorong interaksi
• merangsang pemikiran kreatif
• menantang asumsi dasar
• mengilustrasikan konsep baru
• memperkenalkan material spesifik (pemanasan)
• membentuk kelompok
• menyegarkan kelompok yang mengantuk (terutama setelah makan siang)
• bersenang-senang!
3. Apakah Energizers yang baik itu?
• memerlukan waktu 30 menit atau kurang (dan sering hanya 5-10 menit)
• memerlukan sedikit atau tanpa persiapan
• sederhana untuk menerapkannya
• fleksibel karena harus bisa dikaitkan dengan jangkauan topik-topik yang tidak
terbatas
• tidak mengancam siapa pun, atau membuat orang merasa tidak nyaman.
4. Bagaimana cara menjalankan Energizers yang berhasil?
Keberhasilan atau kegagalan satu energizer tergantung pada ketrampilan fasilitator.
Sebagaiseorang fasilitator, penting bahwa Anda menciptakan satu suasana yang
santai yang memberi peserta kesempatan untuk menjadi diri sendiri. Sadari
pentingnya memberi contoh kepada peserta. Anda harus bersikap antusias dan
bertindak sebagai katalis. Siapkan suasana dengan hati-hati, dan berikan instruksi
yang jelas sejelas mungkin. Seringkali lebih baik untuk memberi contoh tindakan
pertama, atau untuk menjalankan satu putaran percobaan.
5. Energizers mana yang digunakan dan kapan?
Semua energizer tidak sama; karena bervariasi dalam tujuan primer, tingkat
dampaknya danderajat intensitasnya. Kita bisa mengidentifikasikan tipe-
tipe energizer yang berbeda-beda.
Energizer bisa dikelompokkan berdasarkan tujuan primernya, meskipun banyak di
antaranyamemiliki beberapa fungsi.
atau untuk membantu peserta untuk hari, atau selama satu periode santai
memahami konsep dan membantu dalam kursus ketika peserta merasakan
mereka dalam membayangkan suatu rindu kampung halaman atau memiliki
aktifitas di masa datang. sesuatu yang lain yang ditakutkan.
Bahan Bacaan 2
PB
Pengembangan Pelatihan
10
Peningkatan Kapasitas
Masyarakat
Prinsip-prinsip Pelatihan
Proses belajar diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
yang yang diperoleh pembelajar melalui interaksi dengan lingkungannya
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tingkah laku dalam belajar
memiliki enam karakteristik, yakni (1) terjadi secara sadar, (2) bersifat kontinu dan
fungsional, (3) bersifat positif dan aktif, (4) besifat permanen, bukan sementara, (5)
bertujuan atau terarah, dan (6) mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Strategi Pelatihan
Di dalam pelaksanaan pelatihan dapat dimanfaatkan beberapa strategi, antara lain: (1)
mengkondisikan kesiapan peserta didik, (2) memanfaatkan media audio visual, (3)
praktik, (4) menyajikan bahan secara proporsional, (5) dialog dan rasionalisasi, (6)
bercerita, (7) perumpaaan, sketsa, dan gambar, (8) antusiasme, (9) gerak tubuh (kinesik),
(10) argumentasi, (11) memancing kreativitas, (12) pengulangan, (13) pemetaan, (14)
mendorong kreativitas, (15) memberi jawaban lebih, (16) menjelaskan ulang jawaban
peserta didik, dan (17) sportif dalam menjawab.
Pentingnya Media Pelatihan
Penggunaan media dalam proses pelatihan merupakan kebutuhan dan sekaligus
keharusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Jenis-jenis Media
Media pembelajaran mengalami perkembangan melayani pemanfaatan teknologi.
Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut Azhar Arsyad (2002) mengklasifikasikan
media atas empat kelompok: (1) Media hasil teknologi cetak; (2) Media hasil teknologi
audio-visual; 3) Media hasil teknologi berbasis komputer; dan 4) Media hasil gabungan
teknologi cetak dan komputer
Menurut Azhar Arsyad dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip
psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan
media adalah sebagai berikut:
a) Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan utuk belajar dari pihak
peserta didik sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan
latihan
d) Organisasi isi. Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau
keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam
urutan-urutan yang bermakna
4. Orang dewasa berorientasi pada sesuatu yang relevan, mereka harus tahu
alasan mengapa mereka harus belajar sesuatu
5. Orang dewasa bersifat praktis, mereka memfokuskan diri pada hal-hal yang
bermanfaat langsung dalam kehidupan dan pekerjaannya
tahu dan memahami permasalahan mereka, seorang trainer hanya membantu dalam
proses belajarnya. Pendekatan pelatihan yang berpusat pada peserta ini dapat
menunjukkan manfaatnya yang nyata dalam proses pembelajaran. Aplikasi dari
pendekatan ini dalam suatu pelatihan mampu meningkatkan rasa percaya diri para
pesertanya. Terjadinya peningkatan kepercayaan diri tersebut karena dalam proses
pembelajarannya peserta pelatihan memang benar-benar dituntut untuk berpartisipasi
aktif melalui metode games, role play, case study, simulasi, maupun focused group
discussion. Metode-metode tersebut memang hanya bisa dijalankan jika para
pesertanya mau terlibat secara aktif. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya dirancang
agar menyenangkan untuk dilakukan, mudah, tidak melelahkan, didasarkan pada
pengalaman pribadi peserta, dan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil
Rancangan Materi
Selain pendekatan pembelajaran, hal lain yang juga sangat penting untuk diperhatikan
dalam merancang suatu pelatihan adalah materi pelatihan. Materi pokok yang akan
disajikan dalam suatu pelatihan sangat bergantung pada hasil analisis kebutuhan
pelatihan. Selain hal tersebut, perlu diperhatikan pula bagaimana agar materi (dalam
bentuk pengetahuan, informasi) dapat tersimpan dengan lebih baik dalam memori
sehingga konsekuensinya juga akan lebih mudah dipanggil kembali ketika diperlukan
(untuk diaplikasikan). Materi harus disampaikan dengan cara sedemikian rupa agar
menimbulkan recency effect, primacy effect, self-reference effect dan generation effect.
Recency effect dan primacy effect berhubungan dengan urutan masuknya informasi ke
dalam sistem memori. Informasi yang disajikan di bagian awal sehingga masuk terlebih
dahulu ke dalam sistem memori, akan lebih mudah dipanggil kembali. Ini yang disebut
dengan primacy effect. Sebaliknya, informasi yang paling akhir masuk merupakan
informasi yang paling segar dalam ingatan sehingga juga lebih mudah untuk dipanggil
kembali, ini yang disebut dengan recency effect
Self-reference effect dan generation effect berhubungan dengan isi materi dan cara
penyampaiannya. Informasi-informasi yang dihubungkan dengan diri sendiri (peserta)
akan lebih mudah untuk diingat kembali (selfreference effect) dan informasi yang
dibuat, dihasilkan dan disusun sendiri juga akan lebih mudah untuk dingat (generation
effect) Metode pembelajaran pengalaman (experiential learning) sangat mendukung
untuk dapat diperolehnya kedua efek memori tersebut. Dalam experiential learning,
materi pelatihan diberikan dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik langsung
maupun tidak langsung, nyata maupun simbolik, sehingga mereka mengalami sendiri
akan sesuatu yang dipelajari. Mereka kemudian merefleksikan pengalaman-
pengalaman mereka sendiri dan dari padanya mereka membuat sendiri suatu konsep
abstrak dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian para peserta akan mendapatkan
sekaligus self-reference effect dan generation effect.
Materi yang satu dengan yang lainnya dalam suatu pelatihan, selain
mempertimbangkan efek-efek memori tersebut, dalam penyajiannya juga harus
diorganisasikan agar dapat saling dihubungkan dan mengikuti urutan yang logis.
Urutan tersebut dapat mengikuti pola-pola yang ada, bergantung pada isi materi dan
tujuan diberikannya materi tersebut[.]