Anda di halaman 1dari 20

Dasar-dasar KARTOGRAFI

OLEH :
AMBAR SUBEKTI, S.Hut

PELATIHAN GIS
DINAS KESEHATAN
KABUPATEN TOJO UNAUNA
2017
I. SISTEM KOORDINAT PETA

A. PROYEKSI PETA

Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di

bumi dan di peta. Karena permukaan bumi fisis tidak teratur, maka sulitlah melakukan

perhitungan-perhitungan dari hasil ukuran (pengukuran). Untuk itu dipilih suatu bidang

yang teratur yang mendekati bidang fisis bumi yaitu bidang elipsoid dengan besaran-

besaran tertentu.

Peta merupakan gambar permukaan permukaan bumi pada bidang datar dalam ukuran

yang lebih kecil. Dalam hal ini posisi titik-titik pada peta ditentukan terhadap sistem

siku-siku x dan y, sedang posisi titik-titik pada permukaan bumi ditentukan oleh lintang

dan bujur ( dan ). Di dalam konstruksi suatu proyeksi peta , bumi biasanya

digambarkan sebagai bola (dengan jari-jari R = 6370,283 km). Dalam hal ini volume

ellipsoid sama dengan volume bola. Bidang bola inilah yang nantinya akan diambil

sebagai bentuk matematis dari permukaan bumi untuk mempermudah dalam perhitungan.

Daerah yang kecil (maksimum 30 km x 30 km) dapat dianggap sebagai daerah yang

datar, sehingga pemetaan daerah tersebut dapat langsung digambar dari hasil pengukuran

di lapangan, tanpa memakai salah satu sistem proyeksi peta. Problem utama dalam

proyeksi peta adalah penyajian bidang lengkung ke bidang datar. Bidang yang lengkung

tidak dapat dibentangkan menjadi bidang datar tanpa akan mengalami perubahan-

perubahan (distorsi-distorsi), sedang suatu peta dikatakan ideal bila :

1. luas benar

2. bentuk benar

3. arah benar
4. jarak benar

keempat syarat tersebut tidak akan dapat dipenuhi, tetapi selalu harus mengorbankan

syarat lainnya. Yang dapat dilakukan hanyalah mereduksi distorsi tersebut sekecil

mungkin untuk memenuhi satu atau lebih syarat-syarat peta ideal, yaitu dengan :

a. membagi daerah yang dipetakan menjadi bagian-bagian yang tidak begitu luas .

b. menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan (kalau didatarkan

tidak mengalami distorsi), yaitu bidang kerucut dan bidang silinder

Cara penggambaran dari bentuk lengkung ke bentuk datar dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus matematis tertentu.

Penyajian dari permukaan bumi pada suatu bidang datar dibutuhkan untuk

mengekspresikan posisi titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat

bidang datar yang nantinya dapat dipakai untuk perhitungan jarak-jarak dan arah-arah.

Tujuan lain adalah untuk penyajian secara grafis yang dapat dipakai untuk membantu

studi topografi, iklim, vegetasi, tempat tinggal dan sebagainya yang biasanya

berhubungan dengan daerah yang luas.

Metode proyeksi atau tranformasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. proyeksi langsung, yaitu dari elipsoid ke bidang proyeksi.

b. Proyeksi dobel, merupakan transformasi dari elipsoid ke bidang bola kemudian dari

bidang bola ke bidang proyeksi.

Pemilihan macam proyeksi tergantung pada :

a. Ciri-ciri tertentu, ciri-ciri asli yang harus dipertahankan, berhubungan dengan

tujuan peta

b. Besar dan bentuk daerah yang dipetakan


c. Letak daerah di atas permukaan bumi.

B. Definisi-Definisi

1. Meridian

Meridian adalah garis yang menghubungkan antara kutub utara dan kutub selatan, garis-

garis tersebut berupa setengah lingkaran yang sama besarnya. Karakteristik dari meridian

 Semua meridian ditarik dengan arah utara-selatan yang benar.

 Jarak antar meridian akan menjauh di ekuator dan akan berkumpul jadi satu titik di

kutub utara dan selatan.

 Jumlah yang tidak terhingga dari meridian bisa digambar pada suatu globe (bola

bumi). Tetapi untuk penyajian di peta , meridian digambar setiap 100

2. Paralel

Paralel adalah garis yang sejajar dengan ekuator, garis-garis tersebut berupa lingkaran-

lingkaran yang tidak sama besarnya, makin jauh dari ekuator lingkarannya makin kecil.

Jadi lingkaran yang terbesar adalah ekuator. Karakteristik dari paralel :

 Tiap-tiap paralel selalu sejajar satu sama lain

 Paralel selalu ke arah timur-barat

 Paralel berpotongan dengan meridian dengan sudut 900. hal ini berlaku pada setiap

tempat di globe kecuali kedua kutub.

 Semua paralel kecuali ekoator adalah lingkaran kecil, ekuator merupakan lingkaran

besar

 Jumlah yang tak terhingga dari paralel dapat digambarkan pada bola bumi. Jadi

setiap titik pada bola bumi akan terletak pada suatu paralel kecuali pada kedua kutub.
Dalam setiap peta kehutanan dianjurkan untuk menggunakan dua sistem koordinat, yaitu

koordinat geografis dan koordinat UTM

Koordinat
Geografis

Koordinat
UTM

C. Koordinat Geografis

1. Bujur

Bujur suatu tempat (titik) adalah busur yang diukur (dalam derajat) pada suatu paralel

antara tempat tersebut dengan “prime meridian” (=meridian Greenwich). Meridian

Greenwich mempunyai harga bujur 00.

Bujur dari suatu titik tertentu pada bola bumi diukur ke timur atau ke barat dari meridian

Greenwich. Harga bujur berkisar 00 sampai 1800 ke timur atau ke barat. Apabila suatu

titik hanya diketahui bujur saja, kita tidak dapat mengetahui lokasi secara teliti karena

dengan bujur yang sama dapat terletak pada suatu meridian penuh. Dengan perkataan

lain suatu meridian dapat didefinisikan sebagai suatu garis yang menjadi tempat

kedudukan semua titik yang mempunyai bujur yang sama.

Panjang bujur setiap 10 dalam miles/kilometer tidak tetap tergantung dari letak paralel.

Jarak yang paling besar adalah di ekuator karena ekuator merupakan lingkaran besar.

Panjang bujur 10 di ekuator = 111,322 km


Contoh suatu tempat di Sulawesi Selatan terletak pada 119020’12” , artinya tempat

tersebut berjarak 119020’12” dari garis Prime Meridian.

2. Lintang

Lintang suatu tempat didefinisikan sebagai busur yang diukur (dalam derajat) pada suatu

meridian antara tempat tersebut dengan ekuator. Lintang mempunyai harga dari 00 pada

ekuator sampai 900 di kutub utara dan kutub selatan

Apabila suatu tempat (titik) diketahui lintang dan bujur berarti lokasi dapat ditentukan

dengan teliti yang merupakan koordinat geografis

Garis Ekuator membagi bumi menjadi dua bagian yaitu belahan bumi bagian utara dan

belahan bumi bagian selatan. Garis ekuator ini merupan tempat kedudukan titik-titik nol

untuk posisi lintang. Ke arah utara besarnya lintang adalah 900 (Lintang Utara) dan begitu

juga ke arah Selatan, dimana kutub selatan mempunyai lintang 900 Lintang Selatan (LS).

Kedudukan suatu tempat ditentukan oleh letak bujur dan lintang tempat tersebut; sebagai

contoh suatu titik mempunyai posisi sebagai berikut 119010’12” BT dan 5014’10” LS,

artinya titik tersebut terletak 119010’12” dari garis Prime Meridian ke arah Timur dan

sebesar 5014’10” dari Ekuator ke arah Selatan.


D. Koordinat UTM

a. Proyeksi Silinder

Sifat-sifat proyeksi silinder :

1. bidang proyeksi adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi

diproyeksikan pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.

2. biasanya kedudukan sumbu simetri normal dan transversal.

3. pada umumnya silinder menyinggung bola bumi. Silinder yang memotong bola

bumi biasanya pada kedudukan transversal (UTM)

4. lingkaran-lingkaran merisian diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar.

Lingkaran-lingkaran paralel diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar

dan tegak lurus dengan lingkaran-lingkaran meridian

Salah satu bentuk proyeksi silinder transversal adalah proyeksi Universal Transverse

Mercator (UTM). Dalam proyeksi ini :

1. Bidang silinder akan memotong bola bumi di dua buah meridian, yang disebut

meridian standar dengan faktor skala (k) = 1.

2. Lebar zone (wilayah) sebesar 60, dengan demikian bumi dibagi dalam 60 zone.

3. Tiap zone mempunyai meridian tenngah sendiri.

4. Perbesaran di meridian tengah = 0,9996

b. Penentuan zone

Dalam sistem koordinat UTM garis paralel dibagi ke dalam zona-zona, dimana lebar

setiap zona adalah 60. Zone nomor 1, dimulai dari daerah yang dibatasi oleh meridian

1800 B dan 1740 B dan dilanjutkan ke arah timur sampai nomor 60. Batas paralel tepi
atas dan tepi bawah adalah 840 utara dan 800 selatan. Dengan demikian untuk daerah

kutub harus diproyeksikan dengan proyeksi lain.

Garis paralel

Zone 1 dimulai pada 1800 BB sampai 1740 BT, zone 30 mulai dari 60 BB sampai 00.

Sedangkan pada bumi belahan timur dimulai pada zone 31 (00 – 60 BT).

1800B 1740 120 60 00 60 120 1740 1800

Zone 1 2 29 30 1 2 60

0m Ekuator
10.000.000 m

Wilayah Indonesia tercakup dalam zone nomor-nomor 46 s/d 54 dengan bujur meridian

tengahnya (B0) sebagai berikut :


Zone B0

46 930

47
990
48
1050
49
1110
50
1170
51
1230
52
1290
53
1350
54
1410

Contoh dalam penentuan zone suatu tempat :

 Suatu tempat berkedudukan pada 120014’10” BT; maka tempat tersebut terletak

pada zone = 120 : 6 = 20 karena ada lebihnya 14’10” maka dibulatkan menjadi 21

dan karena terletak pada bujur timur maka tempat tersebut berada pada zone = 30

+ 21 = 51

 Suatu tempat berkedudukan pada 119058’59”BT, maka tempat tersebut berada

pada zone : 30 + 119/6 = 49,83 dibulatkan menjadi 50.

 Suatu tempat berkedudukan tepat pada 1200 BT; zone tempat tersebut adalah :

30 + 120/6 = 50 karena tepat di 50 maka tempat tersebut berada di akhir zone 50

atau di awal zone 51 dalam system koordinat UTM tempat tersebut mempunyai

dua koordinat (berdasarkan zone 50 dan berdasarkan zone 51)


c. Penentuan koordinat

Untuk arah Vertikal (ordinat/sumbu Y), garis ekuator mempunyai dua nilai, yaitu :

 Perhitungan ke arah bumi bagian utara, nilai ekuator adalah 0 meter,

 Perhitungan ke arah bumi bagian selatan, nilai ekuator adalah 10.000.000 m. Jadi

dari ekuator ke arah Selatan nilai ordinatnya berkurang.

Untuk arah horizontal (absis/sumbu X), nilai tengah setiap zone adalah 500.000 m. Ke

arah timur dari tengah-tengah zone nilai absisnya lebih besar dari 500.000 m dan ke arah

barat nilai absisnya lebih kecil dari 500.000 m.

Pada gambar dibawah ini diperlihatkan posisi absis (sumbu X) dari titik A yang berada

diakhir zone 50 atau di awal zone 51. Titik A mempunyai dua koordinat, yaitu

berdasakan zone 50 dan berdasarkan zone 51.


Dari gambar di atas pada zone 50, nilai absis pada akhir zone adalah 837.713,80 m,

sedangkan pada awal zone 51 nilai absis tidak dimulai dari nol atau dilanjutkan setelah

832.713,80 m, melainkan dimulai dari 167.286,20 m.

Begitu juga tidak diperbolehkan membuat peta lebih dari satu zone, seperti yang

diperlihatkan pada gambar di bawah. Titik Q berada pada zone 51, seharusnya nilai absis

kurang dari 500.000 m tetapi karena digambar dalam satu View maka nilai absis Q

menjadi lebih dari 837.713,80 m.


II. PENYAJIAN DATA

Penyajian data yanga dimaksudkan adalah kegiatan pemetaan dari data spasial digital

yang telah disusun. Pada waktu lalu pemetaan ini dilakukan melalui fasilitas modul yang

ada pada Arc/Info yaitu modul Arcplot (tahun 1994an). Modul ini terlalu rumit jika

dibandingkan dengan software lain, misalnya ArcView. Pada software ArcView

otomatisasi bagian-bagian dari layout dapat dilakukan, seperti misalnya penyusunan skala

bar, pembuatan grid dan koordinat, pengaturan kelurusan (alignment), dan sebagainya

melalui icon (tombol perintah/menu) yang tersedia.

Walaupun software yang ada mempunyai berbagai kemudahan. Beberapa hal harus tetap

diatur, yaitu :

1. Format Peta

Format peta yang dimaksud disini adalah ukuran frame yang akan terkait dengan

cakupan wilayah yang akan dipetakan. Dalam pemetaan secara digital pengubahan

frame sangat mudah untuk dilakukan, namun untuk keseragaman wilayah yang akan

dipetakanharus tersedia dalam format :

 Format peta berindeks dengan ukuran cakupan dan lokasi petadisesuaikan dengan

standar peta dasar nasional yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal

 Format administrasi (provinsi, kabupaten), ataupun unit pengelolaan dengan tetap

menampilkan indeks dan grid

2. Tema

Tema ataupun layer yang akan dipetakan juga sangat mudah dirubah, namun untuk

menjaga konsistensi dan keseragaman, informasi yang harus dipetakan perlu diatur :
 Terintegrasi, yaitu semua layer digambarkan dalam satu peta. Dengan tetap

memperhatikan untuk keindahannya yang juga sangat terkait dengan skala. Tema

terintegrasi disajikan pada skala 1 : 250.000 atau lebih besar.

 Parsial, lebih dikenal dengan peta tematik, yaitu layer khusus dipetakan di atas

data dasar.

3. Skala

Skala peta diatur sesuai dengan format di atas yaitu skala 25.000, 50.000, 100.000,

250.000 dan 500.000 sesuai dengan cakupan wilayahnya. Untuk keperntingan

tertentu peta dapat diskalakan sesuai dengan kebutuhan, namun skala yang telah

diuraikan di atas harus ada.

4. Proyeksi

Merubah suatu proyeksi ke proyeksi yang lain beserta parameter yang menyertai

sangat mudah dilakukan dengan menggunakan fasilitas yang ada pada SIG. Namun

proses ini akan membawa kesalahan. Apabila karena suatu hal penyajian peta lebih

dari satu zone tidak dapat dihindarkan (misalnya jika wilayah yang harus dipetakan

cakupannya melewati batas zone, sehingga tidak mungkin disajikan pada proyeksi
0
UTM dengan rentang horisontal 6 maka diperkenankan untuk memetakan dalam

proeksi Mercator (rentang dari sabang sampai Merauke). Jenis proyeksi yang

digunakan harus disebutkan, beserta parameter proyeksinya (datum. Spheroid,

ataupun angka semi mayor semi minornya).

Simbolisasi, pewarnaan dan aspek kartografis yang lain tetap mengacu pada pedoman

penyusunan peta yang berlaku


III. DESAIN KARTOGRAFI

Pengertian desain kartografi:

Desain kartografi adalah tata bentuk dan penampilan peta secara menyeluruh, baik isi

peta maupun tata letak informasi tepi yang menghasilkan model peta yang informatif,

komunikatif serta artistik. Sebagaimana Petunjuk Teknis Penyajian Peta-Peta Kehutanan,

ukuran lembar dan format peta baku kehutanan adalah 60 cm x 80 cm (contoh pada

Lampiran 3). Isi peta tergantung kepada unsur dan informasi yang akan disajikan

kedalam lembar peta; sedang desain informasi tepi dan tata letaknya menyangkut

pencantuman keterangan yang menjelaskan isi peta serta pengaturan ruang peta.

Desain isi Peta:

Desain isi peta menyangkut tiga hal, yaitu: tujuan/tema peta, skala peta, dan karakteristik

dari informasi. Sebelum peta dibuat, tujuan dan tema peta harus jelas (untuk apa dan

untuk siapa peta dibuat). Kejelasan tentang tujuan dan tema tersebut harus ada sebelum

proses kartografi, bahkan sebelum pengumpulan atau kompilasi data. Tujuan peta

berkaitan dengan jenis dan kualitas data dan informasi yang akan disajikan, validitas

sumber data dan relevansinya dengan tema peta. Sumber data (terutama jika berupa peta)

harus diseleksi siapa pembuatnya dan kapan dibuatnya. Selain itu, unsur-unsur pada peta

dasar perlu diseleksi, mana yang dianggap penting, mana yang perlu disederhanakan atau

dihilangkan.

Skala peta berkaitan dengan detail informasi yang disajikan. Tidak ada manfaatnya

membuat suatu peta bersekala besar tetapi informasinya tidak detail dan tidak teliti.
Sebelum pengumpulan dan pengolahan data, harus sudah ditetapkan pada skala berapa

peta akan disajikan Banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam penetapan skala

peta, diantaranya adalah: maksud dan tujuan peta (peta untuk perencanaan wilayah atau

operasional); tersedianya peta dasar (apakah tersedia untuk daerah tersebut); sumber

data (apa sumber data cukup teliti, apakah digunakan peta dasar pada skala yang sama).

Setelah tujuan dan skala peta ditentukan, unsur-unsur dan informasi dipilih, tahap

berikutnya adalah membuat desain simbol dan warna. Untuk ini perlu diperhatikan

karakteristik unsur/informasi yang diwakilinya. Model simbol-simbol perlu

dikelompokkan menurut simbol titik, garis dan areal (biasanya dikombinasikan dengan

warna). Dengan pengelompokan ini akan diketahui apakah ada kemiripan bentuk, ukuran,

ketebalan atau warna. Pada setiap simbol dicantumkan keterangan singkat arti simbol

(dengan kata/kalimat jelas dan singkat namun tanpa arti ganda yang memungkinkan salah

tafsir). Pada beberapa peta tematik sudah dilakukan pembakuan simbol dan warna,

misalnya peta tanah, geologi dan peta-peta kehutanan, jadi sebaiknya tidak membuat

simbol sendiri.

Desain Tata Letak Informasi Tepi

Informasi tepi (margin information) adalah keterangan yang menjelaskan tentang isi peta

yang harus digunakan, agar pemakai peta dapat menafsirkan hal-hal mengenai isi peta.

Mengacu kepada Juknis Penyajian dan Penggambaran Peta Kehutanan (Ditjen Intag,

1995), ada delapan jenis keterangan tepi yang harus dicantumkan pada peta-peta

kehutanan. Informasi tepi tersebut adalah:


1. judul peta,

2. skala numeris dan skala grafis,

3. arah Utara,

4. legenda peta,

5. harga koordinat geografis,

6. diagram lokasi,

7. sumber data, dan

8. keterangan tentang pembuatan peta.

Mendesain tata letak informasi tepi adalah menata ruang, dimana sebaiknya tiap

keterangan tersebut ditempatkan sesuai dengan fungsinya dengan memperhatikan bentuk

areal, luas ruang serta estetika. Pemilihan bentuk dan ukuran huruf yang membentuk kata

dan kalimat serta penempatannya perlu pula didisain dengan baik, agar penampilan peta

secara keseluruhan memperlihatkan keseimbangan dan keserasian, baik isi peta maupun

informasi tepi.
IV. PENYAJIAN DATA SPASIAL

Data secara umum adalah representasi fakta dari dunia nyata (realworld). Data dapat

disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. Bentuk Uraian (Deskriptif)

b. Bentuk Tabular

c. Bentuk Grafik dan Diagram

d. Bentuk Peta

Data spasial secara sederhana dapat di artikan sebagai data yang memiliki referensi

keruangan (geografi). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran

tentang suatu fenomena, juga selalu dapat emberikan informasi mengenai lokasi dan juga

persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Apabila dikaitkan

dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk/cara penyajian data spasial

yang paling tepat. Penyajian data dalam bentuk peta pada dasarnya dilakukan dengan

mengikuti kaidah-kaidah kartografis yang pada intinya menekankan pada kejelasan

informasi tanpa mengabaikan unsur estetika dari peta sebagai sebuah karya seni. Kaidah-

kaidah kartografis yang diperlukan dalam pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam

proses visualisasi data spasial dan penyusunan tata letak (layout) suatu peta. Visualisasi

data spasial pada prinsipnya adalah bagaimana menampilkan data spasial tersebut.

Konsep dasar yang digunakan dalam visualisasi adalah dimensi dari data yang dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu; titik, garis dan area. Data spasial selanjutnya

divisualisasikan dalam bentuk simbol dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu:

a. Sifat dan Ukuran Data

b. Bentuk, Sifat dan Cara Penggambaran Simbol


c. Variabel Visual Yang Dapat Digunakan, yang berkait erat dengan Persepsi

Sifat data, dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni : (a) data yang mempunyai sifat

kualitatif, dan (b) data yang bersifat kuantitatif; sedangkan ukuran data, dapat

dikelompokkan menjadi 4 tingkatan, masing-masing : (a) nominal, (b) ordinal, (c)

interval, dan (d) rasio.

Bentuk simbol, dapat dikelompokkan menjadi simbol titik, garis, dan area; sedangkan

sifat simbol dapat dibedakan menjadi simbol simbol kualitatif dan simbol kuantitatis; dan

cara penggambaran simbol dapat digambarkan secara piktorial, abstrak/geometrik, dan

menggunakan huruf (letter).

Variabel visual merupakan variabel yang digunakan untuk membedakan unsur yang

diwakili pada setiap simbol. Variabel-variabel tersebut, meliputi : (a) bentuk, (b) ukuran,

(c) kepadatan, (d) arah, (e) nilai, dan (f) warna, dan (g) posisi. Pada perkembangan

terakhir (setelah komputer dimanfaatkan secara penuh dalam proses pemetaan), variabel

tersebut berkembang pula, dengan bertambahnya variabel transparancy (transparansi),

shadow (bayangan), dan animation (animasi). Dengan demikian, pertimbangan untuk

menentukan simbol pada peta saat ini dapat menggunakan 10 variabel visual.

Pemilihan variabel visual seperti dijelaskan di atas, akan berkaitan erat dengan kesan

(persepsi) yang akan diperoleh bagi pengguna peta.

Ada 3 (tiga) tingkatan persepsi dalam membaca peta, yaitu : (a) asosiatif, bila pembaca

peta dengan cepat memperoleh kesan yang sama (setingkat) terhadap semua fenomena

yang dipetakan, (b) order, bila pembaca peta dengan cepat memperoleh kesan bertingkat

terhadap semua fenomena yang dipetakan, dan (c) kuantitatif, bila pembaca peta dengan

cepat memperoleh kesan terhadap kuantitas data/fenomena yang dipetakan.


Aspek-aspek tersebut selanjutnya dikemas dalam satu paket simbol, sehingga

menghasilkan simbol yang sesuai dengan realita di lapangan dan komunikatif. Bertin

(1983), telah mendisain simbol yang dikelompokkan menurut dimensi, variable visual,

dan persepsi untuk simbol abstrak seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Tata letak (layout) peta merupakan penempatan data spasial yang akan dipetakan

bersama-sama dengan unsur-unsur kartografis yang berupa informasi tepi (border

information) yaitu : Judul, Skala, Orientasi, Legenda, Sumber Penyusunan, dsb.

Penempatan informasi tepi pada Peta Topografi atau Peta Rupabumi dapat dikatakan

sudah baku, namun untuk peta-peta tematik (seperti halnya peta Lahan Kritis)

penempatan/pengaturan informasi peta tergantung pada si pembuat peta.

Informasi tepi pada peta tematik dapat diletakkan sesuai dengan ruang yang tersedia pada

lembar peta, tanpa menghilangkan keseimbangan dan keserasian peta. Judul pada peta

tematik, harus jelas dan singkat, dan memuat 3 W, yaitu What, When, Where atau Judul

peta harus memberi informasi tentang : Apa, Kapan, dan Dimana. Untuk penulisan skala,

harus dituliskan secara lengkap, yaitu Skala Numerik dan Skala Grafis.
Penyusunan peta tematik memerlukan peta dasar yang digunakan sebagai dasar untuk

menempatkan simbol dari tema yang dipetakan. Peta dasar berisi informasi yang diambil

dari peta topografi/rupabumi. Tidak semua unsur dari peta topografi/rupabumi

ditampilkan pada peta tematik.

Secara umum, unsur-unsur yang sering ditampilkan dalam peta tematik adalah:

 Grid & Graticule

 Pola Aliran

 Relief

 Permukiman

 Jaringan Perhubungan

 Batas Administrasi

 Nama-nama Geografi

 Detail-detail lain yang erat kaitannya dengan tema yang dipetakan

Sehubungan dengan upaya standarisasi pemetaan khususnya pemetaan lahan kritis

Perangkat lunak GIS umumnya sudah dilengkapi dengan fasilitas untuk menyusun layout

peta. Peta yang disusun dapat disimpan dalam bentuk softcopy maupun dibuat format

hardcopy-nya dengan memanfaatkan printer ataupun plotter untuk mencetaknya.

Penyusunan layout peta secara garis besar terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu:

A. Konversi Sistem Proyeksi dan Sistem Koordinat Data Spasial

B. Menampilkan Data Spasial dan Mengatur View Property

C. Visualisasi Data Spasial (theme)

D. Menyusun Layout Peta

Anda mungkin juga menyukai