Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Tenggelam

2.1.1. Definisi

Tengelam adalah suatu bentuk dari sufokasi yang terjadi ketika korban

berada di bawah permukaan air ataupun cairan lain yang terhirup masuk ke

dalam saluran pernafasan dan alveoli pulmonal (Abraham, et al, 2010).

Berdasarkan konsesus World Congress on Drowning yang diselenggarakan di

Amasterdam pada tahun 2002, tenggelam diartikan sebagai suatu proses

mengakibatkan gangguan sistem respirasi oleh karena submersion/immersion

di dalam cairan (van Beeck, et al. 2005). Submersion adalah saat seluruh

tubuh, saluran nafas, yang di mana berada di dalam air, sedangkan immersion

adalah hanya tenggalam wajah dan jalan nafas yang terbenam (Idries, et al.,

2003). Bagian yang terpenting dari asfiksia itu sendiri adalah perjuangan

melawan aspirasi air, yang dapat menyebabkan gangguan napas. Selain

didapat gangguan napas, juga terjadinya perubahan lainnya (Rab, 1998),

seperti gangguan keseimbangan cairan tubuh dan kimia darah yang dapat

menimbulkan kematian setelah air terinhalasi.

Hasil akhir kejadiaan tenggelam harus dikatagorikan sebagai korban

selamat atau meninggal. Korban selamat yaitu korban yang selamat dari akut

atau subakut. Contohnya, korban selamat didefinisikan sebagai korban yang

selamat dari tenggalam yang dimana telah dilakukan resusitasi dari

berhentinya jantung atau berhentinya nafas dan kemudian keluar dari rumah
sakit atau berhasil bertahan hidup dan kemudian meninggal akibat yang lain.

Sedangkan untuk kematian akibat tenggalm, korban yang tenggelam berhasil

mendapatkan resusitasi di tempat kejadian kemudian tubuh tidak dapat

mengkompensasi sehingga aktivitas tubuh berhenti dan meninggal.

Secara umum pemeriksaan post mortem itu sendiri dapat di bedakan

mayat yang masih baru atau masih segar dan sudah lama (Abraham, et al,

2010) :

1. Mayat yang masih baru atau masih segar :

a. Washer woman’s hand and feet

Kulit di bagian kaki dan telapak tangan akan keriput, tetapi tidak

patognomonik karena mayat lamapun bila dibuang ke air akan

keriput juga

b. Cutisanserine atau Goose skin

Reaksi intravital, jika kedinginan, maka m.erector pili akan

berkontraksi dan pori-pori tampak lebih jelas

c. Schaumfilz froth-busa pada mulut dan hidung

Teori invital yang dimana ketika air masuk ke trakea, bronkus, dan

saluran pernafasan lainnya, maka terjadi pengeluaran sekret yang

dimana sekretnya akan terdorong ke luar oleh udara pernafasan

sehingga membentuk busa mucous.

d. Petechiae

Petechiae yang didapat lebih sedikit dari gantung diri karena

penyebab kematian tidak secara mendadak, maka pecahnya kapiler

tidak secara tiba-tiba atau pecahnya kapiler sedikit.

e. Cadaveric spasm
Ini terjadi relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi

intravital. Seringkali terdapat benda-benda, seperti rumput laut,

dan yang sebagiannya tenggalam, dan ini menandakan bahwa

waktu ia mati dia berusaha untuk mencari pegangan lalu terjadi

kaku mayat.

f. Luka-luka lecet

Luka-luka yang tersering pada kening, siku, lutut, punggung kaki

atau tangan karena posis waktu dia tenggalam

2. Mayat yang sudah lama (sudah busuk)

a. Mata akan tampak melotot karena terbentuknya gas-gas akibat

pembusukan dan biasanya sudah di makan ikan

b. Lidah akan tempak keluar akibat gas-gas pembusukan biasanya

ketika di angkat ke darat

c. Area muka hitam dan sembab seperti TITE DE NEGRE (Kepala

orang negro)

d. Pugilistic attitude

Posisi lutut dan siku sedemikian rupa hingga kaki dan tangan

tampah membengkok (Frog stand). Ini disebabkan cairan atau gas

yang terbentuk di persendian tersebut

e. Pada seluruh tubu akan tampak gambaran vena yang jelas yang

kelihatan berwarna hijau hingga kehitam-hitaman. Ini di akibat kan

kadar Fe tersebut menjadi FeS. Ini biasanya terjadi orang yang

mati di darat

f. Pada laki-laki pada scrotum akan tampak besar kemungkinan

terjadi prolaps atau terdapat cairan pembusukan dan pada


perempuan hamil perut akan tampak membesar dari biasanya

kemungkinan anak yang di kandung bisa keluar

g. Bila mayat yang sangat membusuk akan tampak pada kulit yang

akan melupas-lupas, rambut akan rontok, serta akan membentuk

rupa yang tidak jelas. Semua ini harus dibedakan dengan luka-luka

yang diakibatkan binatang-binatang :

 Ikan : pada ikan hiu akan tampak luka tajam

 Udang : akan tampak luka mirip luka tembak dan juga

biasanya udang tersebut masih di dalam

 Bila terkena baling-baling kapal mayat akan tampak hancur

2.1.2. Mekanisme tenggelam

Secara umum mekanisme terbagi menjadi dua,yaitu dengan aspirasi

cairan (typical atau wet drowning) dan tanpa aspirasi cairan (atypical atau dry

drowning). Mekanisme aspirasi cairan adalah asfiksia, sedangkan tanpa cairan

terdapat spasme laring atau refleks vagal (Widi et all, 2006). Pada penelitian

akan dibahas mengenai mekanisme kematian dengan aspirasi cairan.

Proses tenggelam dimulai saat cairan masuk ke jalan nafas korban yang

terbenam di bawah permukaan cairan. Korban secara sadar menahan nafasnya,

kemudian diikuti dengan spasmenya laryng secara involunter yang disebabkan

terdapatnya cairan di orofaring atau laring. Selama periode ini, korban tidak

dapat bernafas, sehingga kadar oksigen dalam tubuh menurun dan

karbondioksida tidak dapat di buang keluar. Kemudian korban menjadi

asidosis, hipoksemia, dan hiperkarbia. Pada fase ini korban akan menenalan air
dalam jumlah banyak (Modell, et all, 1976). Pergerakan pernafasan korban

mungkin menjdi sangat aktif, tetapi tidak terdapat pertukaran udara

dikarenakan obstruksi laring. Ketika tekanan oksigen arteri yang terus

menurun, laryng yang spasme menghilang dan korban akan menelan cairan

secara aktif dengan jumlah cairan yang bervariasi (Modell dan Moya, 1966).

Perubahan terjadi di cairan tubuh, tekanan gas darah, paru, caian tubuh,

keseimbangan asam-basah, dan kosentrasi elektrolit, yang ketergantungan

pada volume cairan yang teraspirasi, lamanya tenggelam, dan komposisinya

(Modell, et al. 1967). Korban yang tenggelam tidak bernafas atau kehilangan

kesadaran dapat beresiko menderita gangguan hipoksia tambahan saat

diangkat dari air. Bahkan jika ventilasi spontan berhasil dilakukan kembali,

hipoksia bisa tetap ada karena shunting intrapulmoner yang diakibatkan

aspirasi air atau benda asing, dan mengalami kerusakan organ bertambah

bahkan setelah mendapat perawatan di rumah sakit (Modell, et al., 1966).

Korban dapat sadar kembali apabila di resusitasi segera, tanpa atau dengan

terapi tambahan untuk menangani hiperkarbia, asidosis, dan hipoksia serta

mengembalikan fungsi organ yang sempat terhenti. Jika korban tidak di

tangani segara, akan terjadi henti jantung, yang dapat menyebabkan kematian

atau kegagalan organ, yang semua itu di akibat hipoksia jaringan.

Organ yang terpenting ketika terjadi hipoksia jaringan adalah jantung

dan otak di karena hipoksia terjadi relatif singkat. Perkembangan dari

posthypoxic encephalopathy dengan atau tanpa edama otak yang dimana

penyebab paling sering kematian pada korban yang di rawat di rumah sakit.

Hal yang terpenting dari asfiksia itu sendiri adalah perjuangan melawan yang

dapat menyebabkan gangguan napas, salah satunya adalah aspiasi air.


Selain gangguan nafas yang terganggu terdapat gangguan yang lain,

seperti gangguan keseimbangan cairan tubuh dan kimia darah. Penyebab

utama pada kematian adalah hipoksia dan asidosis, dapat menyebabkan henti

jantung (cardiac arrest).

Menurut Abraham S, et al (2010), terdapat 4 fase gejala klinik pada

terjadi korban yang mati lemas :

 Fase dypneu, penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah dan

peningkatan karbondioksida dalam plasma darah yang dimana dapat

merangsang pusat pernafasan di medula oblongata sehingga

memberikan efek peningkatan pada frekuensi nafas, denyut nadi,

tekanan darah, dan disini mulai terlihat tanda-tanda sianosis.

 Fase konvulsi, akibat kadar karbondioksida meningkat dalam plasma

maka timbulah ransangan terhadap susunan nafas pusat shingga

timbul konvulsi (kejang) yang diawali kejang klonik diikut kejang

tonik dan akhirnya spasme opistonik. Pada fase ini pupil tampak

melebar dan jantung akan menjadi lebih lambat.

 Fase apneu, pada fase ini terjadi depresi fase pernafasan yang menjadi

lebih hebat, sehingga pernafasan menjadi lemah atau berhenti. Korban

disini mulai tampak tidak sadar, dan membuat relaksasi sfingter

berakibat pengeluaran urine, sperma, ataupun feses

 Fase akhir, terjadi paralisis pernafasan pusat pernafasan yang lengkap,

pernafasan berhenti akibat kontraksi otomatis otot pernafasan kecil

pada leher. Jantung tetap berdenyut setelah pernafasan berhenti.

Disinilah korban telah kehilanagan kesadaran yang mendalam.


2.1.3. Faktor resiko

Tenggelam banyak ditemukan di negara maju maupun negara

berkembang. Angka kematian akibat tenggelam di Amerika serikat

menunjukan 1,93/100.000 orang dari semua kelompok umur pada tahun 1995,

pada anak yang dibawah 4 tahun meningkat 3,22/100.000 jiwa. Pada penelitian

sebelumnya tercatata pada peringkat pertama usia dini, maupun pada kematian

anak usia sekolah (Dolinak, et al., 2005). Pada prevalensi diatas menunjukan

terdapat berkaitan terhadapa sejumlah fakotr yang mempengaruhi, umur,

kurangnya kemampuan berenang, pemanasan yang berkurang, serta konsumsi

alkhol dan obat-obatan.

Pada penelitian yang dilakukan pada RSUP Sanglah Tahun 2010 –

2012 menunjukan umur memiliki rentan terbanyaknya terjadinya tenggelam.

Pada rentan umur 21-40 yakni sebanyak 29 orang (40,8%). Hal ini disebabkan

pada umur 21-40 merupakan umur produktif sehingga memiliki aktifitas lebih

tinggi dari kelompok yang lain.

2.2. Magnesium

2.2.1. Homeostatis Magnesium

Magnesium adalah elektrolit terpenting dalam tubuh yang serupa

dengan kalium. Fungsi magnesium yang paling baik didefinisikan sebagai

aktivasi enzim. Sebagai contoh ATP memerlukan untuk aktivasi.

Asam nukleat dan protein dapat disintesis dengan magnesium, dan

mempengarhui otot secara langsung dengan cara pelepasan asetilkolin di

neuromuskular dan ganglia simpatis.


Efek ini dapat berlawanan dengan kadar magnesium yang berlebihan.

Magnesium bertanggung jawab atas homeostatis kalsium dan kalium, dikarena

magnesium mempermudah transportasi natrium dan kalium untuk melewati

membran sel (yang dimana bertanggung jawab terhadap hipokalemia sekunder

pada hipomagnesia), dan untuk sekresi PTH pada kadar kalsium intrasel.

Apabila terganggu pada pelepasan PTH dapat terjadi hipokalsemia disebabkan

oleh hipomagnesemia.

Pada manusia terdapat 2000 mEg magnesium. Sekitar 67% berada di

tulang, 31% pada intrasel, dan kurang dari 2% pada ECF. Kadar magnesium

normal 1,8 – 3,0 mg/dl ( 1,5 – 2,5 mEq/L). Dari magnesium yang ada, 35%

yang terikat dengan protein, 55% yang bebas atau dan 15% yang berikatan

dengan fosfat, sitrat, dan liganligan lainnya. Dalam larutan yang seimbang

magnesium bebas dalam plasma berikatan dengan ATP, sehingga MgATP

berada dalam keadaan yang seimbang dengan ion Mg++ bebas. Dengan ini

bahwa magnesium dapat membantu dalam cadangan ATP.

ATP penting dalam metabolisme, sehingga kosentrasi magnesium

sangat dibutuh dalam tubuh untuk mempertahankan nukleotida yang penting.

Magnesium itu sendiri adalah ion kation intrasel, sehingga kadaranya dalam

serum tidak mencerminkan cadangan magnesium tubuh total.

2.2.2. Pemeriksaan kadar magnesium

Kebanyakan laboratorium modern saat ini mengukur kadar magnesium

serum dengan menggunakan fotometri piar emisi yang memberikan informasi


mengenai jumlah atom magnesium dalam suatu cairan atau dengan

menggunakan metoda elektroda-ion selektif yang menunjukan jumlah atom

magnesium yang bertindak sebagain ion (Mashall dan Bangert, 2004).

Penelitian menggunakan metode Atomic Absorption Spectroscopy, yang

memiliki kelebihan dalam kecepatan, metode opersional yang mudah, serta

sensitivitas (Khandpur, 2005).

Pada metode AAS memberikan analisis kuantitatif yang akurat untuk

mengukur kadar logam dalam air, batu, atau tanah. Sampel yang mau diteliti

harus dalam bentuk larutan, sehingga sampel harus dilarutkan terlebih dahulu

untuk mempermudah dalam analisis data (Department of Geology Colgate

University, 2008). Unit pada ASS memiliki 4 bagian : lampu yang

mengeluarkan cahaya yang spesifik untuk logam tertentu, alat untuk

mengaspirasi sampel, pijar api atau furnace aparatus untuk menguapkan

sampel, dan detektor foton (Department of Geology Colgate University,

2008).

Menurut Department of Geology Colgate University, dari setiap 4

bagian mempunyai manfaat yang berbeda-beda seperti lampu untuk menghasil

panjang gelombang tertentuk kemudian di absorbsi ke elemen, larutan sampel

diaspirasi ke dalam pijar api denga cara mengubah menjadi gas atom dalam 3

hal :

1. Desolvasi : pelarut (solvent) diuapkan, sehingga didapatkan sampel

yang kering

2. Vaporisasi : sampel yang pada diuapkan menjadi gas


3. Atomisasi : Elemen penyusun sampel dipecah-pecah(didestruksi)

menjadi atom-atom bebas

2.2.3. Serum penanda untuk membedakan mati di air tawar dengan air laut

Sampel digunakan dalam penelitian ini diambil dari jantung bagian

ventrikel kanan dan kiri yang sebagai penanda serum anatara lain : Klorida

(Cl), Magnesium (Mg), Sodium, BUN, kreatinin (Cr), (SP-A) dan cardiac

troponin (cTn-T).

Penanda yang efisien untuk digunakan adalah BUN jantung bagian

kanan dan kiri yang dimana dapat digunakan untuk membedakan tenggelam

(hemodilusi) dan kadar magnesium pada ventrikel kiri untuk membedakan

aspirasi air asin dan air tawar.

Suatu ciri yang khas korban yang tenggelam di air tawar adalah

terjadinya hemodilusi, maka kopensasi tubuh berupa pelepasan ion kalium

dalam plasma, sehingga membuat tidak ke seimbangnya ion K+ dan Ca2+

yang dapat memacu terjadi fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah,

serta dapat juga mengakibatkan anoksia otak yang menyebabkan kematian

dalam 5 menit (Abraham, et al, 2010)

Tenggelam di air laut menunjukan kosentrasi elektrolit air asin lebih

tinggi dalam darah sehingga air akan di tarik dari sirkulasi pulmo ke jaringan

intersisial pulmo yang dapat menimbulkan edema pulmo, hemokosentrasi,

hipovolemia, dan peningkatan kadar magnesium dalam darah. Hemokosentrasi

mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan mengakibatkan gagal jantung,

kematian dapat di prediksi sekitar 8-9 menit (Abraham, et al, 2010).


2.3. Cairan Tubuh dan Elektrolit

2.3.1. Cairan tubuh

Cairan dan elektrolit dalam tubuh sangat diperlukan untuk kesehatan

tubuh. Salah satu fisiologi homeostatis dalam tubuh adalah keseimbangan

cairan dan elektrolit. Homeostatis ini melibatkan komposisi dan perpindahan

berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah suatu larutan yang terdiri dari zat

tertentu (zat terlarut) dan air (zat pelarut). Elektrolit adalah suatu zat kimia

yang menghasilkan pratikel-pratikel bermuatan listrik dapat disebut juga ion.

Cairan dan eletrolit dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman,

dan cairan intravena (IV) dan disebarkan ke suluruh tubuh. Keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh menandakan adanya persebaran yang normal

dari air tubuh total dan elektrolit saling tergantungan satu dan yang lain.

Sebaliknya, Apabila terdapat gangguan makan keseimbangan cairan dan

elektrolit dapat berubah

Didalam tubuh terdapat dua kompartemen utama persebaran cairan

tubuh : cairan ekstraselular dan cairan intraselular. Kemudian cairan

ektraseluler disebarkan kembali menjadi cairan interstisial dan plasma darah.

Pada orang normal dengan berat badan 80 kg, total cairan tubuh rata-rata

sekitar 60% dari berat badan, atau sekitar 48 liter. Persentase ini dapat berubah

pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas ( Guyton dan Hall, 2011).

1. Kompartemen cairan Intraselular (ICF, intracellular fluid)

Kompartemen ini merupakan dua pertiga dari

kesuluruhan air yang ada dalam tubuh, atau sekitar 40% dari

cairan tubuh (Murray, at al., 2003). Membran sel selektif


adalah membran yang premeabel terhadap air, akan tetapi tidak

premeabel terhadap sebagian eletrolit dalam tubuh, membran

ini adalah pemisah dari cairan ekstraselular dan cairan

intraselular. Membran sel ini berperan dalam mempertahankan

komposisi cairan berada dalam sel agar serupa dengan sel

tubuh yang lainnya. Cairan intraseluler terdapat sejumlah kecil

ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada ion kalsium.

Sebaliknya, cairan ini mengandung jumlah besar ion kalium

dan fosfat di tambahan dengan ion magnesium dan sulfat dalam

jumlah yang sedang. Cairan intraselular mengandung 4 kali

protein lebih banyak daripada plasma (Guyston dan Hall, 2011)

2. Cairan ekstraselular (ECF, Extracellular Fluid)

Kompartemen ini berisi sepertiga cairan tubuh dari

keseluruhan tubuh dan diseberkan antara plasma serta

kompartemen interstisial. Cairan ini dengan cepat dihantarkan

masuk ke dalam darah sirkulasi dan kemudian bercampur

dengan darah dan cairan jaringan setelah berdifusi setelah

menembus dinding kapiler (Guyton dan Hall, 2011).

Cairan ektraseluler merupakan sistem pengantar yang

baik, yang dimana dapat mengangkut nutrien sel, oksigen, dan

berbagai macam ion serta unsur mineral renik dan berbagai

molekul pengatur (hormon) yang dapat mengkoordinasikan

fungsi pada sel yang terpisah jauh (Murray, et all., 2003)


2.4. Kerangka Teori

Tenggelam di air tawar Tenggelam di air laut

Aspirasi cairan ke paru

Air tawar yang Air laut yang hipertonis


hipotonis menempati menempati alveoli
alveoli

Tekanan osmotik darah Tekanan osmotik darah


di kapiler paru lebih di kapiler paru lebih
tinggi daripada air rendah daripada air
tawar di alveoli laut di alveoli

Osmosis cairan dari


Osmosis cairan dari kapiler ke alveoli
alveoli ke kapiler paru

Kosentrasi magnesium
Kosentrasi magnesium darah meningkat
darah menurun

Perbedaan kadar
magnesium darah
2.5. Kerangka Konsep

Tenggelam di air laut

Kadar magnesium
Tenggelam di ari sungain

2.6. Hipotesis

1. Perbedaan kadar magnesium serum antara tikus putih (Rattus norvegicus) yang

mati tenggelam di air tawar dan air laut

2. Peningkatan kadar magnesium serum antara tikus putih (Rattur norvegicus)

yang mati tenggelam di air tawar dan air laut terhadap lamanya tenggelam

Anda mungkin juga menyukai