Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM DI RUANG IGD


RSUD H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Disusun Oleh :
SITI RAHBIAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS A


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM

I. Konsep Penyakit Kejang Demam


1.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh mencapai >38oC. Kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang
terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2009)

1.2 Etioligi
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal
1.3 Tanda gejala
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1.3.1 Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
1.3.1.1 Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
1.3.1.2 Kejang umum tonik dan atau klonik
1.3.1.3 Umumnya berhenti sendiri
1.3.1.4 Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
1.3.2 Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-
ciri gejala klinis sebagai berikut :
1.3.2.1 Kejang lama > 15 menit
1.3.2.2 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial. Berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam

1.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah
oleh :
1.4.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
1.4.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
1.4.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
1.5.2 Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan.
1.5.3 Darah
1.5.3.1 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl)
1.5.3.2 BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
1.5.3.3 Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
1.5.3.4 Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari
CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
1.5.3.5 Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
1.5.3.6 Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi
dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar
gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

1.6 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien kejang demam antara lain:
1.6.1 Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan
dengan gigi.
1.6.2 Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang
ada di sekitar anak.
1.6.3 Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat
pemberian obat antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1.6.4 Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat
fenobarbital kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat
apnea.
1.6.5 Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Pengobatan
1.7.1.1 Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang
sama setelah 20 menit.
1.7.1.2 Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
1.7.1.3 Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
1.7.1.4 Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa
setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim
secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
1.7.1.5 Penanganan sportif
a) Bebaskan jalan napas
b) Beri zat asam
c) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Pertahankan tekanan darah
1.7.2 Pencegahan
1.7.2.1 Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam
sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-
penyakit yang disertai demam.
1.7.2.2 Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
- Fero barbital : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3
- Fenitorri : dosis
- Klonazepam : (indikasi khusus)
1.8 Pathway

Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG
Spasme Bronkus
Penurunan kesadaran

Spasme otot Kekakuan otot


ekstermitas pernafas

Resiko cidera
Pola nafas tidak
efektif

(Sumber : Wong, Donna L. 2009)


II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kejang Demam
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status
sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
 Apakah betul ada kejang?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
 Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai
kejang, maka diketahui apakah infeksi memegang peranan
dalam terjadinya bangkitan kejang.
 Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan
waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat
mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
 Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai
pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
 Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang
per-tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering
timbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar,
lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran
menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya?
 Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan
apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur
berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA
dan lain-lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, perdarahan per- vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-
obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan
kejang-kejang.
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya
adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah
anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada
anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan
pertolongan pertama.
 Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana
selera makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per
hari?
 Pola Eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak?
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
10. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
Aktivitas apa yang disukai?
11. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur
jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur
siang?
2.1.2 Pemeriksaan fisik
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam
sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah
kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
2. Pemeriksaan fisik
 Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum?
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi?
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid?
Adakah pembesaran vena jugularis?
 Thorax
Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah
bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor
kulit?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi?

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi:
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<
200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma,
cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Hipertermia (00007)
2.2.1 Definisi: peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
Klien mengatakan badannya panas
Objektif
 Kulit merah
 Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
 Frakuansi napas meningkat
 Kejang atau konfulsi
 Kulit teraba hangat
 Takikardi
 Tachipnea
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Dehidrasi
 Penyakit atau trauma
 Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
 Pakaian yang tidak tepat
 Peningkatan laju metabolism
 Obat atau anastesia
 Terpajan pada lingkungan yang panas
 Aktivitas yang berlebihan
 Proses penyakit
Diagnosa 2: Ketidakefektifan Pola Nafas (00032)
2.2.4 Definisi: Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
yang adekuat
2.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif
 Dispnea
 Napas pendek
Objektif
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik tumpu
 Bradipnea
 Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
 Penurunan vntilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
 Napas dalam
 Peningkatan diameter anterior-posterior
 Napas cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernapasan binir mencucu
 Kecepatan respirasi
 Usia dewasa atau 14 tahun lebih ; ≤11 atau ≥24 x permenit
 Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25
 Usia 1-4 tahun <20 atau >30
 Usia bayi <25 atau >60
 Takipnea
 Rasio waktu
 Pengunaan otot bantu asesoris untuk bernapas

2.2.6 Factor yang berubungan


 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Penurunan energy dan kelelahan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Kerusakan musculoskeletal
 Imaturitas neurologis
 Disfungsi neuromuscular
 Obesitas
 Nyeri
 Kerusakan persepsi atau kognitif
 Kelelahan otot-otot pernapasan
 Cedera medulla spinalis
Diagnosa 3 : Resiko cedera (00035)
2.2.7 Definisi : Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan
yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif
individu, yang dapat mengganggu kesehatan.
2.2.8 Faktor yang berhubungan
Eksternal
 Agen nosocomial
 Gangguan fungsi kognitif
 Gangguan fungsi psikomotor
 Hambatan fisik
 Hambatan sumber nutrisi
 Moda transfortasi tidak aman
 Pajanan pada kimia toksik
 Pajanan pada patogen
 Tingkat imunisasi di komunitas
Internal
 Disfungsi biokimia
 Disfungsi efektor
 Disfungsi imun
 Disfungsi integrasi sensori
 Gangguan mekanisme pertahanan primer
 Gangguan orientasi afektif
 Gangguan sensasi
 Hipoksia jaringan
 Malnutrisi
 Profil darah yang abnormal
 Usia eksterm

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan catat suhu 1. Tindakan ini sebagai
keperawatan selama 3 x tubuh setiap 2 atau 4 dasar untuk menentukan
24jam pasien menunjukkan jam. intervensi.
kestabilan suhu tubuh : 2. Observasi membrane 2. Untuk mengidentifikasi
NOC : mukosa, pengisian tanda-tanda dehidrasi
Nilai suhu, denyut nadi, kapiler, dan turgor kulit. akibat panas.
frekuensi pernapasan, TD 3. Berikan minum 2-2,5
dalam rentang normal. liter sehari selama 24 3. Kebutuhan cairan dalam
jam. tubuh cukup mencegah
terjadinya panas.
4. Berikan kompres hangat 4. Kompres hangat
pada dahi, ketiak, dan memberi efek
lipat paha. vasodilatasi pembuluh
darah, sehingga
mempercepat penguapan
tubuh.
5. Anjurkan pasien untuk 5. Menurunkan kebutuhan
tirah baring (bed rest) metabolisme tubuh
sebagai upaya sehingga turut
pembatasanaktivitas menurunkan panas.
selama fase akut.
6. Anjurkan pasien untuk 6. Pakaian tipis
menggunakan pakaian memudahkan penguapan
yang tipis dan menyerap panas. Saat suhu tubuh
keringat. naik, pasien akan
banyak mengeluarkan
keringat.
7. Berikan terapi obat 7. Untuk menurunkan atau
golongan antipiretik mengontrol panas badan.
sesuai program medis
evaluasi efektivitasnya.
8. Pemberian antibiotik 8. Untuk mengatasi infeksi
sesuai program medis. dan mencegah
penyebaran infeksi.
9. Pemberian cairan 9. Penggantian cairan
parenteral sesuai akibat penguapan panas
program medis. tubuh.
10. Observasi hasil 10. Untuk mengetahui
pemeriksaan darah dan perkembangan penyakit
feses. tipes dan efektivitas
terapi.
11. Observasi adanya 11. Peningkatan suhu secara
peningkatan suhu secara terus - menerus setelah
terus - menerus, distensi pemberian antiseptik
abdomen, dan nyeri dan antibiotik,
abdomen. kemungkinan
mengindikasikan
terjadinya komplikasi
perforasi usus.
Diagnosa 2 : Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot
pernapasan.

TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Airway NIC Label : Airway
keperawatan selama 3 x Management Management
24jam pasien menunjukkan
1. Posisikan pasien semi 1. Untuk memaksimalkan
keefektifan pola
fowler potensial ventilasi
nafas, dengan kriteria hasil:
2. Auskultasi suara nafas, 2. Memonitor kepatenan
NOC Label : Respiratory catat hasil penurunan jalan napas
Status: Airway patency daerah ventilasi atau 3. Memonitor respirasi dan
tidak adanya suara keadekuatan oksigen
1. Frekuensi, irama,
adventif
kedalaman NIC Label : Oxygen
3. Monitor pernapasan dan
pernapasan dalam Therapy
status oksigen yang
batas normal
sesuai
1. Menjaga keadekuatan
2. Tidak menggunakan
ventilasi
otot-otot bantu NIC Label : Oxygen
2. Meningkatkan ventilasi
pernapasan Therapy
dan asupan oksigen
NOC Label : Vital Signs 1. Mempertahankan jalan 3. Menjaga aliran oksigen
napas paten mencukupi kebutuhan
Tanda Tanda vital dalam
2. Kolaborasi dalam pasien
rentang normal (tekanan
pemberian oksigen
darah, nadi, pernafasan) NIC Label : Respiratory
terapi
(TD 120-90/90-60 mmHg, Monitoring
3. Monitor aliran oksigen
nadi 80-100 x/menit, RR :
1. Monitor keadekuatan
18-24 x/menit, suhu 36,5 – NIC Label : Respiratory
pernapasan
37,5 C) Monitoring
2. Melihat apakah ada
1. Monitor kecepatan, obstruksi di salah satu
ritme, kedalaman dan bronkus atau adanya
usaha pasien saat gangguan pada ventilasi
bernafas 3. Mengetahui adanya
2. Catat pergerakan dada, sumbatan pada jalan
simetris atau tidak, napas
menggunakan otot bantu 4. Memonitor keadaan
pernafasan pernapasan klien
3. Monitor suara nafas
seperti snoring
4. Monitor pola nafas:
bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi
cheyne-stokes dll.

Diagnosa 1: Resiko cedera berhubungan dengan aktifitas motorik yang meningkat


(kejang).

TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Jelaskan pada keluarga 1) Penjelasan yang baik
keperawatan selama 1 x akibat-akibat yang terjadi dan tepat sangat penting
24jam pasien menunjukkan sat kejang berulang (lidah untuk meningkatkan
penurunan resiko cedera. tergigit). pengetahuan dalam
Kriteria hasil : mengatasi kejang
Lidah tidak tergigit dan (lidah tergigit)
jatuh ke belakang. 2) Sediakan spatel lidah 2) Spatel lidah digunakan
yang telah dibungkur untuk menahan lidah
gaas verban jika tergigi
3) Beri posisi miring 3) Mencegah aspirasi pada
kiri/kanan lambung
4) Kolaborasi dengan dokter 4) Obat anti konvulsan
dalam pemberian obat sebagai pengatur
anti konvulsan gerakan motorik dalam
hal ini anti konvulsan
menghentikan gerakan
motorik yang
berlebihan.
III. Daftar Pustaka
Nanda 2011-2012. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
Primamedika.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta :


EGC.

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC

Banjarmasin, Juni 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(..............................................) (.........................................)

Anda mungkin juga menyukai