Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ilmu kedokteran forensik disebut juga ilmu kedokteran kehakiman, merupakan salah satu
mata ajaran wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan
perundangan mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis kedokteran forensik,
spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik bagi
kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik. Dengan demikian, dalam
penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter
dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat
diperlukan.

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah
dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting
dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran
tersebut semakin menonjol di Indonesia, sebagai negara yang memiliki tingkat kerawanan tinggi
terhadap terjadinya bencana, terutama bencana yang disebabkan oleh faktor alam, seperti letusan
gunung berapi, tsunami, gempa, dan bencana alam lainnya.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.
Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak,
bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya. Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit
dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).

Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya bencana massal
yang menyebabkan kematian banyak orang. Selain itu kasus kejahatan yang memakan banyak
korban jiwa juga cenderung tidak berkurang dari waktu ke waktu. Pada kasus-kasus seperti ini

1
tidak jarang kita jumpai korban jiwa yang tidak dikenal sehingga perlu diidentifikasi, dan salah
satu cara mengidentifikasi korban adalah dengan metode forensik odontologi. Berdasarkan
pengalaman di lapangan, identifikasi korban meninggal massal melalui gigi-geligi mempunyai
kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang karena gigi merupakan salah satu
sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar.
Selain itu, data berupa foto foto gigi semasa hidup dapat dipakai sebagai data pembanding
dengan hasil pemeriksaan jenasah .

Umumnya, korban yang membutuhkan keahlian dokter gigi forensik adalah korban yang
hangus terbakar dan mengalami pembusukan tingkat lanjut yang sulit untuk dikenali dan tidak
dapat dilakukan identifikasi melalui pemeriksaan konvensional lainnya. Identifikasi tersebut
penting sekali dilakukan terhadap korban meninggal massal karena merupakan perwujudan
HAM dan penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal, serta untuk menentukan
seseorang secara hukum apakah masih hidup atau sudah meninggal. Selain itu juga berkaitan
dengan masalah pemberian santunan, warisan, asuransi, pensiun, maupun pengurusan pernikahan
kembali bagi pasangan yang ditinggalkan. Identifikasi tersebut dapat dilakukan secara visual,
gigi-geligi, pemeriksaan medis, antropomeri, sidik jari, dan DNA. Sidik jari, gigi-geligi dan
DNA merupakan ukuran identifikasi primer (primery identifiers), sedang visual, antropomeri dan
pemeriksaan medis merupakan ukuran identifikasi sekunder (secondary identifiers).

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada wilayah
yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung
berapi, tsunami, banjir dan lain-lain, yang dapat memakan banyak korban, dan salah satu cara
mengidentifikasi korban adalah dengan metode forensik odontologi. Setiap sarana pelayanan
kesehatan sudah selayaknya menyiapkan diri untuk mengantisipasi kejadian bencana di
wilayahnya, atau membantu pelayanan kesehatan di wilayah lain yang terkena bencana. Oleh
karena itu forensik odontologi sangat penting dipahami peranannya dalam menangani korban
bencana massal.

. Rekam medis (RM) merupakan suatu bentuk catatan yang merekam segala bentuk
layanan kesehatan yang telah (bahkan yang akan) diberikan kepada pasien. Pencatatan layanan
kesehatan ini dilakukan melalui berbagai cara dalam berbagai bentuk. Sejak dari kedatangan
pasien, pencatatan identitas pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,

2
rencana terapi dan tindakan, hingga hasil pelayanan semua harus terekam dengan lengkap.
Berbagai bentuk RM meliputi tulisan, cetakan, foto, video, suara, hingga bentuk kombinasinya
(multi media) selayaknya tersusun rapi sesuai urutan kejadiannya hingga tercipta dokumen
rekam medis yang akurat, informatif, rasional, reasonable (beralasan), dan responsible (dapat
dipertanggungjawabkan).

Pelaksanaan dari keseluruhan prosedur pengelolaan rekam medis ini secara rutin telah
dilaksanakan di berbagai unit pelayanan kesehatan, terutama di rumah sakit. Dalam kondisi
pelayanan rutin (harian) pengelolaan rekam medis “terasa” seperti kegiatan rutin yang nyaris
berjalan tanpa beban berarti. Namun dalam kondisi tertentu seperti dalam kondisi terjadi
bencana, pengelolaan rekam medis masih menjadi sesuatu yang perlu ditelaah dan
dikembangkan. Situasi bencana yang hiruk pikuk, panik, dengan beban kerja yang mendadak
tinggi dan tuntutan kecepatan pelayanan dengan tingkat resiko meningkat dan standar pelayanan
(medis) yang tetap harus terjamin, menjadikan proses pencatatan layanan kesehatan kedalam
bentuk rekam medis membutuhkan fokus yang semestinya disederhanakan tanpa melanggar
berbagai aspek pendukung lainnya.

Beberapa aspek pendukung proses pelayanan rekam medis antara lain aspek medis, aspek
etika profesi perekam medis, aspek hukum kesehatan, aspek manajemen pelayanan kesehatan,
dan aspek teknologi informasi & komunikasi.

1.2 Rumusan masalah

Apakah rekam medis menunjang keberhasilan autopsy

1.3 Tujuan

Agar mahasiswa Fkg memahami rekam medis menunjan keberhasilan autopsy

1.4 Hipotesa

Rekam medis menunjang keberhasilan autopsy

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ilmu Forensik


2.1.1 Pengertian Ilmu Forensik
a. Ditinjau dari bidang hukum
Ilmu forensik adalah sebuah ilmu pengetahuan yang ditunjukan untuk membantu
proses peradilan, terutama dalam bidang pembuktian (David Owen, 2000).
b. Ditinjau dari bidang kedokteran
Ilmu kedokteran forensik adalah bagian dari ilmu kedokteran yang berhubungan
dengan kesaksian dan informasi yang dipaparkan di pengadilan atau merupakan
keputusan quasi-yudisial. Contohnya, informasi medis dan kesaksian yang biasanya
dipaparkan sebelum pembelaan dan pengadilan. Begitu juga dengan investigasi hukum
yang formal akan dipertimbangkan dari hasil forensik (Wecht, 1994).
c. Secara Umum
Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai
ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah
sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun
disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi
sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan
yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap
bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya).

2.1.2 Fungsi
Fungsi ilmu forensik adalah membuat suatu perkara menjadi jelas, yaitu dengan
mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap- lengkapnya tentang suatu
perbuatan atau tindak pidana yang telah terjadi. Ilmu forensik adalah bagian dari penyidikan
dan penyidikan itu sendiri adalah suatu proses untuk mempelajari dan mengetahui apa yang
telah terjadi di masa lampau dan dalam kaitannya dengan tujuan penyidikan itu sendiri,
sehingga untuk mengahasilkan penyidikan yang benar-benar valid, penyidik seyogyanya
harus melakukan penyidikan dengan sebaik-baiknya (David Owen, 2000).

4
2.1.3 Peranan Ilmu Forensik
Menurut David Owen (2000) cit Utomo M.P (2005), peran ilmu forensik dalam
memecahkan kasus kriminal antara lain:
a. Mengetahui tersangka dari suatu tindak kejahatan
b. Menentukan apakah tersangka bisa dikenai hukuman
c. Menentukan keaslian suatu tulisan atau dokumen
d. Mengidentifikasi korban kejahatan atau bencana
Menurut Wirasutra (2009), dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak
hanya berhadapan dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang
hidup. Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi:
a. Melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan untuk mengungkap sebab-sebab
kematian, apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk
mencari peristiwa apa yang sebenarnya telah terjadi
b. Identifikasi mayat
c. Meneliti waktu kapan kematian itu berlangsung time of death
d. Penyidikan pada tindak kekerasan seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak
dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga
e. Pelayanan genetika/penelusuran keturunan
f. Di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada bidang
kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan atau yang dikenal dengan driving
under drugs influence.

2.2 AUTOPSI

Isltilah lain untuk bedah mayat adalah: autopsy, seksi, nekropsi, obduksi, pemeriksaan
post-mortem dan istilah Belanda lijkschouwing.

Kita mengenal tiga macam bedah mayat, yaitu: bedah mayat anatomi, bedah mayat klinis,
dan bedah mayat kehakiman.

5
1. Bedah mayat anatomi
Bedah mayat anatomi dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas
kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah
disimpan 2x24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang
mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-
kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak
ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal
1929).
Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas
kedoktera, hal ini haruslah sesuai dengan KUH Perdata pasal 935.

2. Bedah Mayat Klinis


Bedah mayat klinis dilakukan dengan tujuan menentukan sebab kematian,
membuat diagnosa post-mortem. Bedah mayat klinis dilakukan dengan persetujuan
tertulis ahli waris, ada kalanya ahli sendiri yang memintanya. Autopsi klinik dilengkapi
dengan pemeriksaan histopatologi, seriologi, dan lain-lain. Hasil bedah mayat klinis
dengan persetujuan tertulis ahli waris dapat diminta untuk dijadikan visum et repertum
atas permohonan penyidik.

3. Bedah Mayat Kehakiman


Bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara pidana.
Kata “bedah mayat kehakiman” atau dalam bahasa Belanda gerechtelike
lijkschouwing terdapat dalam KUHAP pasal 133, KUHP pasal 222, Catatan Sipil Eropa
pasal 72, Catatan Sipil Cina pasal 80 dan Stbl No. 91. Autopsi kehakiman mutlak harus
dikerjakan atas dasar pemeriksaan dalam mayat.

2.2.1 Tata Laksana Autopsi Kehakiman

Tata laksana autopsy kehakiman di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya: Yang pertama-tama
menghadapi keluarga mayat adalah petugas ruang jenazah. Petugas tersebut harus

6
member penjelasan mengenai adanya permohonan visum et repertum mayat dan oleh
karena itu mayat harus dibedah. Biasanya, pihak keluarga mengajukan berbagai
keberatan antara lain alasan agama. Sebenarnya tidak ada satu agama pun yang melarang
autopsy termasuk agama Islam yang dinyatakan dalam Keputusan Majelis Pertimbangan
Kesehatan dan Syara’ Kementerian Kesehatan RI.

Secara Yuridis, persetujuan keluarga mayat tidak diperlukan seperti telah


ditentukan dalam stbl. 1871/91. Karena dokter hanya merupakan pelaksana permohonan
penyidik untuk melakukan autopsi, maka keluarga mayat yang dipersilakan mengajukan
keberatannya kepada penyidik. Siapa dari penyidik yang berwenang mencabut surat
permohonan visum et repertum mayat, ditentukan dalam instruksi Kapolri No.
Pol:INS/E/20/IX/75.

Jika permohonan keluarga mayat agar mayat tidak dilakukan autopsy dikabulkan,
berarti terhadap mayat tidak dilakukan pemeriksaan sama sekali, dokter hanya
menentukan korban benar-benar sudah meninggal dan kepada kelurga korban diberikan
surat untuk penguburan.

Penyidik sedapatnya harus mengusahakan supaya autopsy dapat dikerjakan


secepatnya, karena iklim tropik yang panas mempercepat pembusukan yang sangat
menyukarkan pemeriksaan bedah mayat. Sebelum dokter melakukan autopsi, penyidik
harus member cukup keterangan mengenai peristiwa kepada dokter supaya pemeriksaan
dapat ditujukan pada pemeriksaan tertentu dan ini hanya dapat dicapai bila ada kerja
sama yang baik antara penyidik dan dokter.

Autopsi yang perlu mendapat perhatian pimpinan kepolisian adalah autopsi


terhadap seorang yang meninggal dalam tahanan polisi, sedangkan sewaktu ia ditahan
keadaannya adalah sehat walafiat. Pendapat Prof. M. Soetodjo Mertodjojo ini perlu
dilaksanakan.

Dengan adanya visum et repertum mayat, masyarakat dapat mengetahui apakah


orang tahanan itu meninggal secara wajar, sakit TBC dan hati (liver, lever) atau
meninggal karena roda paksa, penganiayaan. Bila meninggal karena penganiayaan,

7
pimpinan dapat mengambil tindakan terhadap para oknum polisi dan kejadian seperti
terjadi di Pontianak dapat dihindarkan.

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang meliputi pemeriksaan bagian
luar atau pun dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan, menerangkan penyebab kematian serta
mencari hubungan sebab-akibat antara kelainan-kelainan yang diperlukan dengan
penyebab kematian.

Menurut bahasa autopsi berasal dari bahasa Yunani auto=sendiri dan opsi=melihat jadi
autopsi berarti melihat dengan mata sendiri.

Berdasarkan tujuannya autopsi terbagi atas :

1. Autopsi Klinik
2. Autopsi Forensik/Medikolegal
3. Autopsi anatomi

1. Autopsi Klinik
Autopsi klinik adalah autopsi yang dilakukan terhadap mayat seseorang yang
diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian
yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnose klinis dan diagnose postmortem,
patogenesis penyakit dan sebagainya. Untuk autopsi mutlak diperlukan ijin keluarga
terdekat mayat tersebut. Sebaiknya autopsi klinik dilakukan secara lengkap namun dalam
keadaan amat memaksa dapat dilakukan juga autopsi parsial atau needle necropsy
terhadap organ tertentu meskipun pada kedua keadaan tersebut kesimpulannya sangat
tidak akurat.

2. Autopsi Forensik/Medikolegal
Autopsi forensik adalah autopsi yang dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,
pembunuhan maupun bunuh diri. Tujuan dari pemeriksaan autopsi forensik adalah:

8
a. Membantu menentukan identitas mayat
b. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian dan saat kematian.
c. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab
dan pelaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum

Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap dan oleh dokter sendiri.

3. Autopsi Anatomi
Autopsi anatomi adalah autopsi yang dilakukan terhadap mayat korban meninggal akibat
penyakit oleh mahasiswa kedokteran dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia.

2.2.2 Tujuan Autopsi

1. Menemukan proses penyakit atau adanya cedera


2. Melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan
3. Menerangkan penyebab kematian
4. Mencari hubungan sebab-akibat antara kelainan-kelainan yang diperlukan dengan
penyebab kematian. (http://id.wikipedia.org/wiki/otopsi)

(patologi umum dan sistematik edisi kedua, J.C.E Underwood editor prof. Dr. dr. Sarjadi
Sp.PA tahun1999 penerbit EGC)

Tujuan Autopsi:

1. Dapat dilakukan untuk tujuan legal atau medikal


2. Informasi dari autopsi berguna untuk audit klinis, pendidikan, riset medis, dan
pengalokasian sumber
3. Perbedaan diagnosis di jembatani dan diperbaiki dengan autopsi dengan 30% kasus

9
2.3 Rekam Medis
2.3.1 Pengertian rekam medis

Dalam Permenkes No. 749/Menkes/Per/XII/1989 tentang RM, disebut pengertian RM


adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan
(KKI, 2009).

2.3.2 Manfaat Rekam Medis

a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan, dan tindakan medis
yang harus diberikan kepada pasien (KKI, 2009).
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktek kedokteran dengan jelas dan
lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk
pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal (KKI, 2009).

c. Pendidikan dan Penelitian


Rekam Medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan
medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi
perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran
gigi (KKI, 2009).

d. Pembiayaan
Berkas Rekam Medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan
dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai
bukti pembiayaan kepada pasien (KKI, 2009).

10
e. Statistik Kesehatan
Rekam Medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah
penderita pada penyakit-penyakit tertentu (KKI, 2009).

f. Pembuktian Masalah Hukum, Didiplin dan Etik


Rekam Medis merupakan alat pembuktian tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik (KKI, 2009).

2.3.3 Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan
rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil
sebagaimana yang diharapkan (Samil, 2001).

Padahal,tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan


pelayanan kesehatan di rumah sakit.Tujuan rekam medis secara terperinci akan terlihat dan
terlihat pula analog dengan kegunaan rekam medis itu sendiri (Samil, 2001).

a. Aspek Administrasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administratif karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam
mencapai tujuan pelayanankesehatan (Samil, 2001).

b. Aspek Medis

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut dipergunakan
sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien (Samil, 2001).

11
b. Aspek Hukum

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah
adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum
serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan (Samil, 2001).

c. Aspek Keuangan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan
nsebagai bahan untuk menetapkan pembayaran biaya pelayanan di rumah sakit. Tanpa bukti
catatan tindakan pelayanan,pembayaran biaya pelayanan di rumah sakit tidak dapat
dipertanggungjawabkan (Samil, 2001).

d. Aspek Penelitian

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya mengandung data
atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan (Samil, 2001).

e. Aspek Pendidikan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya menyangkut data
informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan
kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran
dibidang profesi si pemakai (Samil, 2001).

f. Aspek Dokumentasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menyangkut
sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban
laporan rumah sakit. Dengan melihat beberapa aspek tersebut diatas,rekam medis mempunyai
kegunaan yang sangat luas karena tidak hanya menyangkut hunbungan antara pasien dan
pemberi pelayanan saja.Secara umum kegunaan rekam medis adalah sebagai berikut (Samil,
2001).

12
1. Sebagai alat komunikasi anatara dokter dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian di
dalam memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan
kepada seorang pasien.
3. Sebagai bukti tertulis atas tindakan pelayanan,perkembangan penyakit,dan pengobatan
selama opasien berkunjung dan dirawat di rumah sakit
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisis,penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan kepada pasien.
5. Sebagai perlindungn kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit, maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya
6. Sebagai persediaan data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan
7. Sebagai dasar perhitungan biaya pelayanan medik pasien
8. Sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan pertanggungjawaban
dan laporan (Samil, 2001).

2.3.4 Isi Rekam Medis


a) Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan daokter gigi
maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya
b) Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara, lain foto rontgen, hasil
laboratorium dan keterangan lainnya sesuai, dengan kompetensi ilmunya (KKI, 2009).

2.4 Peran dokter gigi dalam Forensik

Tugas dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan


terhadap keadaan mulut dan gigi dan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan mulut
dan gigi, contohnya : memeriksa bekas gigitan. Oleh sebab itu seorang dokter gigi dapat
dilibatkan dalam pembuatan Visum et Repertum oleh dokter pembuat Visum et Repertum
sebagai konsultan untuk memeriksa keadaan mulut dan geligi korban, karena dokter gigi
tidak memiliki wewenang khusus untuk membuat Visum et Repertum (Ardan, 2008) Gigi
merupakan salah satu sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data

13
dibuat secara baik dan benar. Selain itu, data berupa foto gigi semasa hidup dapat dipakai
sebagai data pembanding dengan hasil pemeriksaan jenazah. Beberapa alasan dapat
dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi (Unair, 2008).

Pertama, gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organik
dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak
mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang terlindungi dan dibasahi oleh air liur
(Unair, 2008).

Kedua, manusia memiliki 2 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing
mempunyai lima permukaan. Dengan demikian, maka di dalam rongga mulut terdapat
160 permukaan gigi dengan berbagai variasi keadaan, yaitu baik, rusak, ditambal,
dicabut, gigi tiruan, implant dll. Dengan asumsi jumlah penduduk sebanyak 3 milyar,
maka kemungkinan terdapatnya dua orang dengan data gigi dan mulut yang identik
adalah satu berbanding dua milyar penduduk. Selain itu melalui pengamatan gigi geligi,
kita dapat memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis kelamin, golongan darah, ciri-
ciri khas, dan bentuk wajah atau raut muka korban (Unair, 2008).

2.4.1 Peran dalam pidana kasus forensik

Keterlibatan dokter gigi sehubungan dengan Kedokteran Gigi Forensik dapat dibagi
menjadi 3 bidang (Cameron dan Sims, 1973) yaitu :

a. Perdata non-kriminal
b. Kriminal
c. Penelitian (Ardan, 2008).
Pada dasarnya dokter dan dokter gigi dalam membantu aparat penegak hukum dapat
dibedakan atas (Prakoso, 1987) :

1. Menurut obyek pemeriksaan :


a. Orang hidup
b. Jenazah
c. Benda-benda atau yang berasal dari dalam tubuh (Ardan, 2008).

14
2. Menurut jasa yang diberikan :
a. Melakukan pemeriksaan lalu mengemukakan pendapat dari hasil pemeriksaannya.
b. Mengajukan atau mengemukakan pendapat saja (Ardan, 2008).

3. Menurut tempat kerja :


a. Di rumah sakit atau laboratorium
b. Pemeriksaan di tempat kejadian
c. Di muka sidang pengadilan (Ardan, 2008).

2.4.2 Peran dalam pemeriksaan forensik


Tindakan Pertama Kedokteran Gigi Forensik di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Perlu
dilakukan tindakan pertama dokter gigi forensik di TKP oleh karena keadaan asli di TKP
merupakan adegan terakhir yang masih merupakan bagian dari scenario kejahatan. Selain itu,
gambaran yang seteliti mungkin di TKP yang belum berubah memberikan data penting tentang
scenario kejahatan tersebut (Lukman, 2006).

Tindakan pertama juga diperiukan untuk menyelamatkan bahan bukti penting yang
dibutuhkan untuk analisa Kedokteran Gigi Forensik, (misal gigi-geligi yang berserakan), ada
tindakan yang perlu dilakukan di TKP misalnya sampel liur pada bite-mark, pemotretan keadaan
korban, dan sebagainya, ada faktor-faktor di TKP yang mungkin dapat mempengaruhi penilaian
terhadap bahan bukti misalnya ada binatang di sekitar TKP, atau ada benda yang menimpa
korban, dsb (Lukman, 2006).

15
BAB III

KONSEP MAPPING

3.1 Konseptual Mapping

KASUS

FORENSIK

REKAM MEDIS AUTOPSI

DATA MEDIK DATA NON DATA POST DATA ANTE


MEDIK MORTEM MORTEM

DATA
TERKUMPUL

VISUM ET
REPERTUM

TERHADAP PENYEBAB
MAYAT KEMATIAN

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai
ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah
sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun
disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi
sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan
yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap
bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya).

Rekam medis adalah sebuah catatan atau berkas yang berisikan sebuah
perekaman mengenai hasil pengobatan pasien. Catatan tersebut berupa identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanankesehatan. Kegunaan Rekam Medis sangat diperlukan bagi pelayanan
kesehatan terutama pada Rumah Sakit, karena dengan adanya rekam medis para dokter
akan terbantu dalam memberikan pelayanannya kepada pasien.

Autopsy adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan


terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau
adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian. Dengan melakukan autopy terhadap data post-
mortem dan data ante-mortem. Post-mortem adalah data-data korban setelah mati dan
Ante mortem adalah data-data korban sebelum mati. Setelah melalukan rekam medis dan
autopsy akhirnya data-data terkumpul dan buat visum et repertum terhadap penyebab
mayat kematian yang diketahui.

17
BAB V
PENUTUPAN

5.1 Kesimpulan

Seorang dokter gigi harus tahu ranah forensik dan ruang lingkupnya agar mengerti bahwa
tidak hanya dokter spesialis forensik yang dilibatkan dalam forensik namun dokter gigi juga
dilibatkan terutama dalam otopsi bagian gigi dan mulut.

5.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan calon dokter gigi mengetahui ranah forensik, dan
dapat digunakan untuk pengembangan karya ilmiah selanjutnya yang berhubungan dengan
forensik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Afandi D. 2009. Visum et Repertum Pada Korban Hidup. Pustaka Dwikar: Jakarta

Amir. 2003. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Pustaka Dwipura: Jakarta

Ardan, Rachman. 2008. Dokter Gigi Sebagai Saksi Ahli dalam Perkara Pidana. Sumber
pustaka.unpad.ac.id/wp.../06/mklh_dokt_gigi_sbg_saksi_akhli.pdf. Diambil pada 3 April
2012, Pukul 22.10

Dahlan S. 1999. Pembuatan visum et repertum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro:


Semarang

Hamdani, Njowito. 1992. Ilmu Kedokteran Gigi edisi 2. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

KKI. 2009. Manual Komukasi Efektif Dokter-Pasien. Lembaga Konsultan Peraturan Bisnis
Indonesia: Jakarta

Lukman, Djohansyah. 2006. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 1. CV Sagung Seto: Jakarta

Lukman, Djohansyah. 2006. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 2. CV Sagung Seto: Jakarta

Mun’in, Abdul dan Legowo. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. CV Sagung Seto:Jakarta

Mun’in, Abdul Idries, dkk. 2009. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. CV Sagung Seto:
Jakarta

Samil, Suprapti Ratna. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo: Jakarta

Unair. 2008. Peran Dokter Gigi dalam Identifikasi Korban Bencana. Sumber
http://www.unair.ac.id/berita.unair.php?id=963. Diambil pada 3 April 2012, Pukul 21.13

http://dalamsekali.blogspot.com/2012/02/pengertian-forensik-dan-kriminalistik.html

http://softskill-ug.blogspot.com/2012/04/pengertian-it-forensik.html

19

Anda mungkin juga menyukai