Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE INFARK TROMBOTIK DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN INTRA


CEREBRAL HEMORAGHE DI RUANG RAWAT INAP
MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh

Auliya Hidayati, S.Kep


NIM 132311101001

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Stroke Infark Trombotik dan Asuhan Keperawatan


pada Ny. M dengan Intra Cerebral Hemoraghe (ICH) di Ruang Rawat Inap Melati
RSD dr. Soebandi Jember, telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, Tanggal : Senin, 27 November 2017
Tempat: Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 27 November 2017


Mahasiswa

Auliya Hidayati, S.Kep


NIM 132311101001

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik Stase


Ruang Melati Keperawatan Medikal
RSD dr. Soebandi Jember PSIK Universitas Jember

Ns. Debby Riana Y., S.Kep Ns. Nur Widayati, MN


NIK 202201304 02 19870627 NIP 19810610 200604 2 001
225

A. Anatomi dan Fisiologi Otak


1. Bagian-bagian Otak
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
SSP dilindungi oleh tulang-tulang yaitu sumsum tulang belakang dilindungi oleh
ruas tulang belakang dan otak dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak
terdiri dari neuron, glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia mempunyai
berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20% curah jantung,
memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi
setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi
dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa (Price & Wilson, 2006).

Gambar 1. Bagian-bagian otak

Gambar 1. Bagian-bagian Otak


Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem
(batang otak), dan limbic system (sistem limbik).
a) Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual. Cerebrum erbagi menjadi 4 (empat) bagian
yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital, dan lobus
temporal.
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
226

kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi


penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual, dan
kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,
sentuhan, dan rasa sakit.
3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin,
2008).

Gambar 2. Lobus-lobus pada cerebrum


b) Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak
di bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas pada
bagian ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
Apabila terjadi cedera pada cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi
(Price dalam Muttaqin, 2008).
227

c) Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari)
saat datangnya bahaya (Puspitawati, 2009). Batang otak terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon
berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involuntary otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernapasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan
dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI
(abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
d) Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem
limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah
laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar
dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan.
228

4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan


memori yang diperlukan.

2. Pembuluh Darah Otak


Otak harus menerima kurang lebih satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. SSP sangat tergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan
pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah arteri ke otak merupakan
suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, saling
berhubungan erat sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel
(Muttaqin, 2008). Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebrobasiler.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis.
Arteri karotis interna terdiri dari arteri karotis kanan dan kiri, yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebri anterior dan
media. Ateri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nuklues kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian kapsula interna dan korpus
kalosum, serta bagian lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Bila arteri serebri anterior mengalami sumbatan
pada cabang utamanya, maka akan terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih
berat di bagian kaki dibandingkan bagian tangan dan terjadi paralisis bilateral dan
gangguan sensorik bila terjadi sumbatan total pada kedua arteri serebri anterior
(Muttaqin, 2008). Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri, serta membentuk penyebaran
pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Apabila arteri serebri media
tersumbat di dekat percabangan kortikal utamanya dapat menimbulkan afasia
berat bila terkena hemisfer serebri dominan bahasa, kehilangan sensasi posisi dan
diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat
terutama ekstremitas atas dan wajah (Muttaqin, 2008).
Arteri vertebrobasiler yang memasok darah ke bagian belakang otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
229

serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk


suatu sirkulus willisi (Muttaqin, 2008). Aliran vena otak meninggalkan otak
melalui sinus dura mater yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena
jugularis interna. Aliran vena otak tidak selalu paralel dengan suplai darah arteri.

Gambar 3. Tampak dari sisi kanan aliran darah yang menuju ke otak

Gambar 4. Arteri dalam otak dilihat dari sisi inferior


230

B. Konsep Teori Stroke Infark Trombotik


1. Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus
atau embolus (Dorland, 2002). Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang mempunyai serangan mendadak
dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD) yang
menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008). Stroke infark trombotik
adalah stroke yang disebabkan trombosis pada pembuluh darah otak (trombosis of
cerebral vessels) (Batticaca, 2008). Darah yang menggumpal (clotting) di dalam
pembuluh arteri di otak dapat menyebabkan stroke trombotik (Soeharto, 2004).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemia.

Gambar 5. Pembuluh darah yang mengalami infark trombotik


Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah
yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia serta
nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah
dan disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan
penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan
jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat
231

mengakibatkan infark jantung, stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan


trombosis vena dapat menyebabkan emboli paru (Guyton, 2006). Trombosis
merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang
meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan
konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan
komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang
pecah.

2. Epidemiologi
Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total, hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan
bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir
menderita stroke.

3. Etiologi
Trombosis arteri pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias
Virchow (Ginsberg, 2008):
a) Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degeratif, dapat
juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi). Trombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
b) Abnormalitas darah, misalnya polisitemia
c) Gangguan aliran darah
Infark trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar (termasuk
sistem arteri karotis) merupakan 70 persen kasus stroke non hemoragik trombus
dan pembuluh darah yang kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior)..
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein
(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
232

darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis. Menurut Ginsberg (2008),
kemungkinan berkembangnya penyakit degeratif arteri yang signifikan meningkat
pada beberapa faktor resiko vaskular, yaitu umur, riwayat penyakit vaskular dalam
keluarga, hipertensi, diabetes melitus, merokok, hiperkolesterolemia, alkohol,
kontrasepsi oral, dan fibrinogen plasma.

4. Patofisiologi
Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degeneratif
yaitu arterosklerotik dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya
trombus atau menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah, dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek (Janice & Hinkle, 2007).
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen dibawahnya. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah
akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan
merangsang trombosit dan agregasi trombosit serta merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit
dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya
reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan
kolagen pembuluh darah.
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
dapat menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu singkat kurang dari
10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara, sedangkan iskemik yang
terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak (Batticaca, 2008). Tempat terjadinya trombosis
yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh
233

trombus, maka area SSP yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada
perdarahan kolateral yang adekuat (Ginsberg, 2008).
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak (Batticaca, 2008). Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme
glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk
persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30
detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak
berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila
lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.

5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala infark trombotik berdasarkan lokasi struktur otak yang
terkena (Price & Wilson, 2002):
a) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral). Lokasi
tersering lesi adalah bifurkasio arteri karotis komunis ke dalam arteri karotis
interna dan eksterna. Cabang-cabang arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika, arteri komunikan posterioir, arteri koroidalis anterior, arteri serebri
anterior, dan arteri serebri media.
1) Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut amaurus fugaks) di
sisi arteri karotis yang terkena akibat insufisiensi arteri retinalis
2) Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi
arteri serebri media
3) Lesi dapat terjadi di daerah antara arteri serebri anterior dan media. Gejala
mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah.
Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena
keterlibatan daerah bicara-motorik broca
b) Arteri serebri media (tersering)
1) Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan)
234

2) Kadang-kadang hemianopsoa (kebutaan) kontralateral


3) Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena), gangguan semua fungsi
yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
c) Sistem vertebrobasilar (sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral)
1) Kelumpuhan di satu sampai empat ekstremitas
2) Meningkatnya refleks tendon
3) Ataksia
4) Tanda-tanda babinski bilateral
5) Gejala-gejala serebelum seperti tremor, vertigo
6) Disfagia
7) Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
8) Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu gerakan
mata, hemianopsia homonium)
9) Tinitus, gangguan pendengaran
10) Rasa baal di wajah, mulut, dan lidah
d) Arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus)
1) Koma
2) Hemiparesis kontralateral
3) Afasia visual atau buta kata (aleksia)
4) Kelumpuhan sarag kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis
Kriteria Stroke Iskemik: Trombotik
No. Kriteria Trombosis of Cerebral Vessels
1. Usia 50 tahun
2. Tanda awal Serangan TIA (iskemik sementara)
3. Wajah Pucat
4. Saat timbulnya penyakit Secara perlahan, sering pada malam hari
atau menjelang pagi
5. Gangguan kesadaran Kecepatan menurunnya sesuai dengan
memberatnya defisit neurologis
6. Sakit kepala Jarang
7. Muntah Jarang 2-5%
8. Pernapasan Jarang terjadi gangguan pada kasus proses
hemisfer
9. Nadi Mungkin cepat dan halus
10. Jantung Lebih sering kardiosklerosis, tanda
hipertonik jantung
11. Tekanan dara Bervariasi
12. Paresis atau plegia ekstremitas Hemiparesis lebih prominen pada salah
satu ekstremitas bisa mengarah ke
hemiplegia
13. Tanda patologi Unilateral
14. Rata-rata perkembangan penyakit Secara perlahan
15. Serangan Jarang
16. Tanda awal iritasi meningeal Jarang
17. Pergerakan mata Kadang-kadang
18. Cairan serebrospinal Tidak berwarna dan jernih
235

19. Fundus mata Perubahan sklerotik pembuluh darah


20. Echo-EG Tidak terdapat tanda pergantian M-echo
atau kemungkinan pergantian hingga 2 mm
keutuhan hemisfer pada hari pertama
serangan stroke
Sumber: (Batticaca, 2008)

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk infark trombotik (Batticaca,
2008), yaitu:
a) Angiografi serebral untuk membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya sumbatan arteri
b) Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT scan) untuk
mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trombosis, dan tekanan
intrakranial. Kadar protein total meingkat, beberapa kasus trombosis disertai
proses inflamasi
236

Gambar 6. CT scan stroke infark trombotik


c) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk menunjukkan daerah infark
d) Ultrasonografi doppler (USG doppler) untuk mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah sistem srteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak)
dan arterosklerosis)
e) Elektroensefalogram (EEG) untuk mengidentifikasi masalah pada gelombang
otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
f) Sinar tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas dan kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral
g) pemeriksaan laboratorium: darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia darah, elektrolit

7. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


237

a) Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif (Brunner & Suddarth, 2001) meliputi:
1) Diuretika: untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2) Anti koagulan: mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari
tempat lain dalam kardiovaskuler.
3) Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
b) Pengobatan pembedahan
Pengobatan pembedahan tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah
serebral (Muttaqin, 2008):
1) Endosteroktomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
c) Penanganan dan perawatan stroke trombotik dirumah (Batticaca, 2008), yaitu:
1) Berobat secara teratur ke dokter
2) Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter
3) Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi
tubuh yang lemah atau lumpuh
4) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
5) Bantu kebutuhan klien
6) Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
7) Periksa tekanan darah secara teratur
8) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke non hemoragik trombotik

8. Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan
hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
lebih awal (Ginsberg, 2008), yaitu:
a) Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih)
238

b) Trombosis vena dalam


c) Infark miokard, aritmia janting, dan gagal jantung
d) Ketidaksimbangan cairan
Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama.
Hingga 50% pasien bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari. Faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka
panjang, meliputi (Ginsberg, 2008):
a) Ulkus dekubitus
b) Epilepsi
c) Jatuh berulang dan fraktur
d) Spastisitas dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu
e) Depresi
239

C. Clinical Pathway
Penyakit yang mendasari stroke (alkohol, hiperkolesteroid,
merokok, stress, depresi, kegemukan)

Aterosklerosis (elastisitas pembuluh Menyempitkan lumen Kepekatan darah


Pembentukan thrombus
darah menurun) pembuluh darah meningkat

Obstruksi thrombus di
otak
Ketidakefektifan perfusi
Penurunan darah ke otak
jaringan otak

Pompa jantung
Hipoksia serebri meningkat
Kerusakan pusat gerakan
motorik dilobus frontalis terjadi Infark jaringan otak Edema TIK Resiko
hemiparese dan hemiplegia jaringan meningkat perdarahan

Kelemahan pada nervus

Mobilitas menurun
Penurunan kemampuan Reflek mengunyah Daya penciuman menurun (N. Penurunan daya
otot mengunyah/menelan menurun (N. 12) 1), menutup kelopak mata, penglihatan (N. 2)
(N. 5, 9, 10, 11) fungsi pengecap (N.7), Penurunan lapang
Hambatan pengdengaran dan pandang (N. 3, 4, 6)
Tirah baring
mobilitas fisik Tersedak keseimbangan menurun (N. 8)
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh Obstruksi
jalan napas
Perubahan Resiko cedera
Risiko kerusakan Defisit persepsi sensori
integritas kulit perawatan diri
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
240

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
b) Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
melitus.
f) Pengkajian Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan
tanda-tanda vital. Pemeriksaan tingkat kesadaran dapat dinilai
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).
Membuka Mata (Eye)
Nilai
4 Spontan
3 Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata)
2 Rangsang nyeri
1 Tidak membuka mata
Respon Bicara (Verbal)
5 Baik dan tidak terdapat disorientasi
4 Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu)
Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam
3
bentuk kalimat dan kata-kata tidak tepat)
2 Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata)
241

1 Tidak terdapat jawaban


Respon Gerakan (Motorik)
6 Menuruti perintah
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Refleks menghindari nyeri
3 Refleks fleksi
2 Refleks ekstensi
1 Tidak terdapat refleks
2) Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat
operasi.
3) Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),
gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan bola mata kolateral (nervus VI).
4) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
5) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus
(nervus X), adanya kesulitan dalam menelan (nervus XII).
6) Dada
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial
7) Abdomen
Bising usus lemah
8) Urogenital
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen.
9) Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke infark biasanya ditemukan hemiplegi atau
hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan
pengukuran kekuatan otot, normal adalah 5.
242

Gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi pada pasien dengan stroke
infark trombotik adalah:
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi Diplopia (penglihatan kembar),
pupil; akomodasi ptosis; midriasis; hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah; kelemahan
kepala, dan gigi; gerak otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan mengecap
pada platum dan telinga pada dua pertiga anterior lidah;
luar; sekresi kelenjar mulut kering; hilangnya lakrimasi;
lakrimalis, submandibula paralisis otot wajah
dan sublingual; ekspresi
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis keseimbangan menerus); vertigo; nitagmus
(gerakan bola mata yg cepat di luar
kemampuan)
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan pada
pada faring dan telinga; sepertiga posterior lidah; anestesi
mengangkat palatum; pada farings; mulut kering
sekresi kelenjar parotis sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan) suara
pada farings, laring dan parau; paralisis palatum
telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan otot
Spinal leher dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah

g) Pemeriksaan Refleks
1) Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respons normal.
2) Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
243

No. Nama Reflek Gambar Penilaian


1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

2. Hoffman Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

4. Wartenberg Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

5. Chaddoks Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.
244

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

7. Gordon Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari besar
dan pengembangan
jari-jari yang lebih
kecil.

h) Pemeriksaan Refleks Meningeal


No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Kaku Kuduk Hasil positif
apabila dagu
tertahan dan tidak
menempel dada
245

2. Burdzinski I Hasil positif bila


gerakan fleksi
kepala disusul
dengan gerakan
fleksi di sendi
lutut dan panggul
kedua tungkai

3. Kernig Sign Hasil positif bila


terdapat tahanan
dan nyeri
sebelum/ kuran
dari 135 derajat.

4. Burdzinski II Hasil positif bila


timbul gerakan
secara reflektorik
berupa fleksi
tungkai
kontralateral pada
sendi lutut dan
panggul.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
b) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas karena reflek mengunyah menurun
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan kemampuan otot mengunyah/menelan
d) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan daya
penglihatan, penurunan lapang pandang, daya penciuman menurun,
pengdengaran dan keseimbangan menurun
246

e) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan pusat gerakan


motorik dilobus frontali
f) Resiko cedera berhubungan dengan penurunan daya penglihatan
g) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
akibat kerusakan pusat gerakan motorik dilobus frontali
h) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler dan tirah baring lama akibat kerusakan pusat
gerakan motorik dilobus frontali
247

3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC: NIC:
otak berhubungan dengan aliran a. Circulation status Monitoring neurologis
darah ke otak terhambat b. Neurologic status 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk
c. Tissue Prefusion : cerebral pupil
Kriteria hasil: 2. Monitor tingkat kesadaran pasien
1. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang 3. Monitor tanda-tanda vital
diharapkan 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
2. Tidak ada ortostatik hipertensi 5. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
3. Komunikasi jelas 7.
4. Menunjukkan konsentrasi dan orientasi Terapi oksigen
5. Pupil seimbang 1. Bersihkan jalan napas dari sekret
6. Bebas dari aktivitas kejang 2. Pertahankan jalan napas tetap efektif
7. Tidak mengalami nyeri kepala 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan kepada pasien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Anjurkan pasien untuk tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan tidur
2. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC: NIC:
napas berhubungan dengan a. Respiratory status: Ventilation 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
obstruksi jalan napas karena b. Respiratory status: Airway patency 2. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
reflek mengunyah menurun c. Aspiration control 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Kriteria hasil: 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas 5. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu penggunaan peralatan: O2, suction, inhalasi
(mampu mengeluarkan sputum, bernapas dengan
mudah)
2. Menunjukkan jalan napas yang paten (pasien tidak
merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan
248

dalam rentang normal, tidak ada suara napas


abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor
yang penyebab.
4. Saturasi O2 dalam batas normal
3. Ketidakseimbangan nutrisi: NOC: NIC:
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: adequacy of nutrient 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan penurunan b. Nutritional status: food and fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kemampuan otot c. Weight control jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
mengunyah/menelan Kriteria hasil: 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
1. Mempertahankan berat badan serat untuk mencegah konstipasi
2. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet 4. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
3. Memiliki nilai laboratorium 5. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
(albumin serum, hematokrit, hemoglobin dan suplemen makanan seperti NGT sehingga intake
jumlah limfosit dalam batas normal) cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
4. Perubahan persepsi sensori NOC: NIC:
berhubungan dengan penurunan Pendengaran, penciuman dan penglihatan 1. Kaji perubahan status neurologis pasien
daya penglihatan, penurunan Status neurologis: fungsi motorik sensorik/kranial 2. Tinggikan volume suara, jika diperlukan
lapang pandang, daya penciuman Kriteria hasil: 3. Jangan memindahkan barang-barang didalam kamar
menurun , pengdengaran dan 1. Menunjukkan status neurologis: fungsi motorik pasien tanpa memberitahukan pasien
keseimbangan menurun sensorik/kranial 4. Ajarkan pasien bahwa suara dapat dirasakan berbeda
2. Menunjukkan orientasi kognitif dengan dengan penggunaan alat bantu dengar
mengidentifikasi diri, orang terdekat, tempat saat 5. Kolaborasi perujukan terapi okupasi
ini, hari, bulan, tahun dan musim yang benar
5. Hambatan mobilitas fisik NOC: NIC:
berhubungan dengan kerusakan a. Mobility level Exercise theraphy
pusat gerakan motorik dilobus b. Self care: ADLs 1. Monitor tanda-tanda vital
frontali Kriteria hasil: 2. Jelaskan manfaat melatih gerak pasien
1. Kebutuhan ADL dapat terpenuhi 3. Latih latihan rentang gerak (ROM) aktif/pasif
2. Mendemonstrasikan latihan yang diajarkan 4. Anjurkan pasien/keluarga untuk melatih otot-otot
anggota tubuh dengan teratur/sesering mungkin
sesuai kemampuan pasien
5. Reinforcement positif dan evaluasi pada pasien
249

6. Resiko cedera berhubungan NOC: NIC:


dengan penurunan daya a. Risk control Environment management
penglihatan b. Safety behavior 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Kriteria hasil: 2. Memasang side rail tempat tidur
1. Pasien terbebas dari cedera 3. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
2. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 4. Membatasi pengunjung
3. Pasien mampu menjelaskan cara untuk mencegah 5. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
cedera 6. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
7. Resiko kerusakan integritas kulit NOC: NIC:
berhubungan dengan tirah baring Tissue integrity: skin and mucous membranes Pressure management
lama akibat kerusakan pusat Kriteria hasil: 1. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang
gerakan motorik dilobus frontali 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan menonjol dan titik-titik tekanan ketika merubah
2. Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri posisi pasien.
pada daerah kulit yang mengalami gangguan 2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan longgar
kelembapan kulit dan perawatan alami 3. Hindari kerutan pada tempat tidur
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
5. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
sekali
6. Monitor kulit akan adanya kemerahan
8. Defisit perawatan diri: makan, NOC: NIC :
mandi, berpakaian, toileting Self care: ADLs Self Care assistane : ADLs
berhubungan kerusakan Kriteria hasil: 1. Monitor kebutuhan pasien untuk alat-alat bantu
neurovaskuler dan tirah baring 1. Pasien terbebas dari bau badan untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting
lama akibat kerusakan pusat 2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan dan makan.
gerakan motorik dilobus frontali untuk melakukan ADLs 2. Sediakan bantuan sampai pasien mampu secara utuh
3. Dapat melakukan ADLs dengan bantuan untuk melakukan self-care.
3. Anjurkan untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika pasien tidak mampu melakukannya.
4. Ajarkan pasien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
250

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Bulechek, G.M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
Keenam. Elsevier.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes Neurologi Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Guyton dan Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Elsevier.
Herdman, T.H dan Kamitsuru, S.K. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Janice, I dan Hinkle, M. 2007. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs.
39: 285-293, 310. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17966295
[Diakses pada 5 November 2017].
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Kelima.
Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, A.S. dan L.M.Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Penerbit. Jakarta: EGC.
Soeharto, Iman. 2004. Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak
dan Kolesterol. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai