Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

NAPZA(Narkotika, Psikotropiks dan Zat Adiktif lainnya), sering disebut


juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran. Napza ada yang semata-
mata berasal dari tumbuh-tumbuhan (natural,alami) seperti ganja, ada yang semi-
sintesis (putauw). Napza didefinisikan sebagai setiap bahan kimia/zat yang bila
masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan
psikologi, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.1
Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik
yang menunjukan ciri pemakaian yang bersifat patologik yang perlu di bedakan
dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik.
Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA
secara berkala atau teratur diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan
kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.1
Ketergantungan Napza adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA
yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau
diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh karena itu
ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun,
agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”.1,4
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dari
populasi yang melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam
kehidupan mereka, 15% telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya.
Prevalensi seumur hidup dari penyalahgunaan zat sekitar 20%. Dewasa ini,
diperkirakan di Indonesia juga terdapat peningkayan jumlah penyalahgunaan
NAPZA dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 prevalensi penyalahgunaan napza
sebesar 1,99% dari kelompok umur 10-59 tahun (3.6 juta jiwa), sedangkan tahun

1
2010 prevalensi tersebut diproyeksikan naik menjadi 2.21% dan tahun 2015 naik
menjadi 2.8% (5.1 sampai5.6 juta jiwa).1
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat merupakan
gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya, dari intoksikasi tanpa
komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas
dan demensia, tetapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau
lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa resep dokter). Gangguan mental dan
perilaku akibat penggunaan zat ini dijelaskan baik di dalam Pedoman
penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ), maupun
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).1
Salah satu zat yang sering disalahgunakan adalah amfetamin dan
derivatnya. Amfetamin dan derivatnya adalah senyawa kimia yang bersifat
stimulansia (Amphetamine Type Stimulants atau ATS). Dewasa ini oleh sindikat
psikotropik ilegal, derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia dalam bentuk
ekstasi (MDMA, 3,4 methilenedioxy-methamphetamine) dan sabu
(metamfetamin). Ekstasi dalam bentuk pil, tablet, atau kapsul dan sabu dalam
bentuk bubuk kristal putih (mirip bumbu masak).1-3

1.2 Tujuan Penulisan


- Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Psikiatri
RSUD Solok tahun 2018.
- Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian
Psikiatri RSUD Solok tahun 2018.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Amfetamin


Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem
saraf pusat (SSP) stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat
secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat
berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan
suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi
obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi.
Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari
saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-
efek tersebut menjadi berlebihan.
Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain
(waktu paruh amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek
euforianya 4 – 8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh
stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam
tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh
memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi.
Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan
oleh amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang
menyebabkan ketergantungan psikologis).
Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup
melalui tabung.Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,
SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya.

3
Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and
pure levoamphetamine.dan levoamphetamine murni.Since dextroamphetamine is
more potent than levoamphetamine, pure Karena dextroamphetamine lebih kuat
daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada
campuran amfetamin.
Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin
termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya
diri. Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam, dan beberapa orang terus
menggunakan untuk menghindari turun dari obat
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:
1. Amfetamin
2. Metamfetamin
3. Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).

2.2 Sejarah Amphetamine


Amphetamine pertama kali disintesis pada tahun 1887 oleh Lazar
Edeleanu di Berlin, Jerman . Amphetamine ini awalnya disebut dengan
phenylisopropylamine majemuk. Amphetamine adalah salah satu dari serangkaian
senyawa yang merupakan turunan dari efedrin , dan telah diisolasi dari Ma-Huang
pada tahun yang sama oleh Nagayoshi Nagai . Amfetamin ditemukan tanpa
menggunakan kajian farmakologis pada tahun 1927, oleh
pelopor psychopharmacologistGordon Alles resynthesized dan ketika diuji pada
dirinya sendiri, saat mencari pengganti buatan untuk efedrin. Dari 1933 atau
1934 Smith, Kline dan Perancis mulai menjual bentuk dasar obat volatile
sebagai obat semprot di bawah nama dagang Benzedrine berguna sebagai
dekongestan dan juga dapat digunakan untuk tujuan lain.
Salah satu upaya pertama, amfetamin digunakan dalam sebuah studi
ilmiah yang dilakukan oleh MH Nathanson, Dokter di Los Angeles , pada tahun
1935. Dia mempelajari efek subjektif amfetamin pada 55 pekerja rumah sakit
yang masing-masing diberi 20 mg Benzedrine. Dua efek obat yang paling sering
dilaporkan adalah "rasa kenyamanan dan perasaan kegembiraan" dan "kelelahan
berkurang". Selama Perang Dunia II, amfetamin secara ekstensif digunakan untuk

4
memerangi kelelahan dan meningkatkan kewaspadaan pada tentara.Setelah
beberapa dekade pada tahun 1965, FDA melarang penggunaan Inhaler Benzedrine
dan amfetamin secara bebas, penggunaannya terbatas dan harus menggunakan
resep, tetapi dalam kegiatan non-medis tetap umum digunakan.
Senyawa terkait metamfetamin pertama kali disintesis dari efedrin
di Jepang pada tahun 1920 oleh kimiawan Akira Ogata, melalui pengurangan
efedrin menggunakan fosfor merah dan yodium. Farmasi Pervitin adalah tablet 3
mg metamfetamin yang tersedia di Jerman dari tahun 1938 dan secara luas
digunakan dalam Wehrmacht, namun pada pertengahan tahun
1994, metamfetamin menjadi zat yang terbatas penyebarannya, hal tersebut karena
prajurit yang mengkonsumsinya memiliki waktu istirahat yang sangat sedikit dan
tak punya banyak waktu untuk memulihkan tenaganya serta adanya
penyalahgunaan. Selama sisa perang, dokter militer terus mengeluarkan obat
tersebut, tetapi dibatasi dan dengan adanya diskriminasi.
Pada tahun 1997 dan 1998, para peneliti di Texas A & M
University mengklaim telah menemukan amphetamine dan methamphetamine di
duadedaunan Acacia spesiesasli Texas A. berlandieri and A. berlandieri dan A. rig
idularigidula . Sebelumnya, kedua senyawa ini telah dianggap sebagai penemuan
manusia. Temuan ini tidak pernah diduplikasi, dan analisis yang diyakini oleh
banyak ahli kimia sebagai hasil dari kesalahan eksperimental, dan dengan
demikian validitas laporan telah datang ke pertanyaan. Alexander Shulgin, salah
satu peneliti biokimia yang paling berpengalaman dan penemu banyak zat
psikotropika yang baru, telah mencoba untuk menghubungi peneliti Texas A & M
dan memverifikasi temuan mereka.

2.3 Mekanisme kerja Amphetamine


Namun, aktivitas amfetamin di seluruh otak tampaknya lebih spesifik;
reseptor tertentu yang merespon amfetamin di tetapi beberapa daerah otak
cenderung tidak melakukannya di wilayah lain. Sebagai contoh,
dopamin D2 reseptor di hippocampus , suatu daerah otak yang terkait dengan
membentuk ingatan baru, tampaknya tidak terpengaruh oleh kehadiran amfetamin.

5
Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar
terlibat dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur
berbagai hal penting di otak tampaknya menjadi target utama dari amfetamin.
Salah satu neurotransmiter tersebut adalahdopamin , sebuah pembawa pesan
kimia sangat aktif dalam mesolimbic dan mesocortical jalur imbalan. Tidak
mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk striatum , yangnucleus
accumbens , dan ventral striatum -telah ditemukan untuk menjadi situs utama dari
tindakan amfetamin. Fakta bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas
neurotransmitter khusus di daerah terlibat dalam memberikan wawasan tentang
konsekuensi perilaku obat, seperti timbulnya stereotip euforia.
Amphetamine telah ditemukan memiliki beberapa analog endogen, yaitu
molekul struktur serupa yang ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin dan β-
phenethylamine adalah dua contoh, yang terbentuk dalam sistem saraf perifer
serta dalam otak itu sendiri. Molekul-molekul ini berpikir untuk memodulasi
tingkat kegembiraan dan kewaspadaan, antara lain negara afektif terkait.

2.3.1 Dopamine
Neurotransmitter yang paling banyak dipelajari berkaitan dengan tindakan
amfetamin dalam sistem saraf pusat adalah dopamin . Semua obat adiktif muncul
untuk meningkatkan neurotransmisi dopamin, termasuk amphetamine dan
methamphetamine. Penelitian telah menunjukkan bahwa amfetamin
meningkatkan konsentrasi dopamin di celah sinaptik , sehingga mempertinggi
respon neuron pasca-sinaptik. Ini merupakan petunjuk khusus pada respon
terhadap obat hedonis serta kualitas adiktif obat. Mekanisme tertentu pada
amfetamin yang mempengaruhi konsentrasi dopamin telah dipelajari secara
ekstensif. Saat ini, dua hipotesis utama telah diusulkan, yang tidak saling
eksklusif. Satu teori menekankan tindakan amfetamin yang di tingkat vesikuler,
meningkatkan konsentrasi dopamin dalam sitosol dari neuron pra-sinapsis. Yang
lainnya berfokus pada peran transporter dopamin DAT , dan mengusulkan
amfetamin yang dapat berinteraksi dengan DAT untuk menginduksi kebalikan
transportasidopamin dari neuron presinaptik ke dalam celah sinaptik .

6
Hipotesis pertama didukung oleh penelitian dari David Sulzer lab
di Columbia University yang menunjukkan bahwa suntikan hasil amfetamin
dalam meningkatkan konsentrasi dopamin lebih cepat dari sitosol, sedangkan obat
mengurangi jumlah molekul dopamin di dalam vesikel sinaptik. Amphetamine
adalah substrat untuk suatu pengambilan transporter vesikel sinaptik saraf tertentu
yang disebut VMAT2. Ketika amfetamin diambil oleh VMAT2, vesikel
melepaskan molekul dopamin ke dalam sitosol dalam pertukaran.
Meredistribusi dopamin kemudian diyakini berinteraksi dengan DAT untuk
mempromosikan transportasi sebaliknya. Turunan amfetamin dan amfetamin basa
lemah juga yang menerima proton, dan bisa menurunkan gradien pH asam dalam
vesikel yang lain dan memberikan energi bebas untuk akumulasi neurotransmitter:
dengan "dasar hipotesis lemah" tindakan amfetamin menunjukkan bahwa
penurunan energi bebas memberikan kontribusi terhadap redistribusi dopamin dari
konsentrasi sangat tinggi (molar)dalam vesikel ke sitosol. Kalsium mungkin
sebuah molekul utama yang terlibat dalam interaksi antara amfetamin dan
VMATs.
Peningkatan dopamin sitosolik muncul untuk memicu neurotoksisitas,
seperti dopamin auto-mengoksidasi, sehingga meningkatkan amfetamin atau
metamfetamin dalam dopamin sitosol dan dapat menyebabkan stres oksidatif di
sitosol yang pada gilirannya menyebabkanautophagy -terkait degradasi akson
dopamin dan dendrit.
Setelah fosforilasi, DAT mengalami perubahan konformasi bahwa hasil
dalam transportasi DAT-terikat dopamin dari ekstraselular ke lingkungan
intraselular. Di hadapan amfetamin, bagaimanapun, DAT telah diamati untuk
berfungsi secara terbalik, meludah dopamin keluar dari neuron presinaptik dan
masuk ke celah sinaptik .Dengan demikian, di luar menghambat
reuptake dopamin, amfetamin juga merangsang pelepasan dopamin molekul ke
dalam sinaps.
Untuk mendukung hipotesis di atas, telah ditemukan bahwa PKC-
β inhibitor menghilangkan efek amfetamin pada ekstraseluler dopamin di striatum
konsentrasi tikus. Data ini menunjukkan bahwa PKC-β kinase mungkin
merupakan titik kunci interaksi antara amfetamin dan DATtransporter.

7
Tambahan tindakan amfetamin berkontribusi terhadap kemampuannya
untuk melepaskan dopamin dari neuron, termasuk tindakan sebagai
inhibitor monoamine oksidase , suatu enzim yang bertanggung jawab atas
kerusakan dopamin di dalam sitosol, sebuah kemampuan untuk meningkatkan
sintesis dopamin tampaknya melalui tindakan pada enzim tirosin hidroksilase ,
yang mensintesis prekursor dopamin L-dopa , dan beberapa blokade DAT,
tindakan yang saham amfetamin dengan kokain . Karena kombinasi dari tindakan
dan panjang paruh, amfetamin dapat melepaskan dopamin jauh lebih daripada
yang dapat kokain atau lainnya obat adiktif.

2.3.2 Serotonin
Amphetamine telah ditemukan untuk mengerahkan efek yang sama
pada serotonin seperti pada dopamin. Seperti DAT, transporter serotonin
SERT dapat diinduksi untuk beroperasi secara terbalik pada stimulasi oleh
amfetamin. Mekanisme ini diperkirakan bergantung pada tindakan kalsium ion,
serta pada kedekatan protein transporter tertentu.
Glutamatergic pathways are strongly correlated with increased excitability
at the level of the synapse. Penelitian terbaru tambahan postulat amfetamin yang
secara tidak langsung dapat mengubah perilaku glutamatergic jalur yang
membentang dari daerah tegmental ventral kekorteks prefrontal. Glutamatergic
jalur yang sangat berkorelasi dengan rangsangan meningkat pada tingkat
sinaps. Peningkatan konsentrasi ekstraseluler serotonin sehingga dapat
memodulasi aktivitas neuron glutamatergic rangsang.Kemampuan diusulkan
amfetamin untuk meningkatkan rangsangan glutamatergic mungkin jalur penting
ketika mempertimbangkan serotonin-dimediasi kecanduan. Sebuah konsekuensi
perilaku tambahan dapat stimulasi lokomotor stereotip yang terjadi sebagai respon
terhadap paparan amfetamin.

2.3.3 Neurotransmitter Lain yang Relevan


Several other neurotransmitters have been linked to amphetamine
activity. Beberapa neurotransmiter lain telah dikaitkan dengan aktivitas
amfetamin. Sebagai contoh, tingkat ekstraselular dari glutamat, neurotransmitter

8
rangsang utama dalam otak, telah terbukti meningkatkan setelah terpapar
amfetamin. Konsisten dengan temuan lain, efek ini ditemukan di area otak yang
terlibat dalam pahala, yaitu, nucleus accumbens, striatum, dan korteks
prefrontal. Selain itu, beberapa studi menunjukkan peningkatan
kadar norepinefrin, suatu neurotransmitter yang terkait dengan adrenalin, dalam
menanggapi amfetamin. Hal ini diyakini terjadi melalui reuptake penyumbatan
serta melalui interaksi dengan pembawa transportasi saraf norepinefrin. jangka
panjang efek amfetamin digunakan pada perkembangan saraf pada anak-anak
belum mapan. Berdasarkan studi di tikus, menggunakan amfetamin selama masa
remaja dapat mengganggu dewasa memori kerja

2.4 Pengaruh Amfetamin


2.4.1 Amfetamin Mempengaruhi Otak
Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang
sistem saraf pusat penggunanya. Zat bekerja pada sistem neurotransmiter
norepinefrin dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan
otak untuk menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin
yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan
yang biasa dikenal sebagai “high.”
Seiring berjalannya waktu, orang yang menggunakan shabu akan
mengembangkan toleransi terhadap zat amfetamin yang terkandung di dalam
Shabu. Toleransi artinya seseorang akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi
untuk mendapatkan efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang dibutuhkan tidak
terpenuhi maka pengguna zat amfetamin akan muncul perasaan
craving/withdrawal atau dikenal dengan perasaan sakaw.

2.4.2 Sensasi yang ditimbulkan oleh amfetamin


Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa
berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan
bekerja keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul
akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan
sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan darah bertendensi

9
untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna akan mempunyai rasa
percaya diri yang berlebih dan merasa lebih happy. Pengguna akan lebih talkative,
banyak ngomong dan meningkatkan pola komunikasi dengan orang lain. Karena
seluruh sistem saraf pusat terstimulasi maka kewaspadaan dan daya tahan tubuh
juga meningkat. Pengguna seringkali berbicara terus dengan cepat dan terus
menerus. Amfetamin dosis rendah akan habis durasinya di dalam tubuh kita antara
3 sampai 8 jam, Setelah itu pengguna akan merasa kelelahan. Kondisi ini akan
membuat dorongan untuk kembali “speed-up” dan kembali mengkonsumsi satu
dosis kecil lagi, begitu seterusnya. Penggunaan bagi social user dimana biasanya
hanya menggunakan amfetamin pada akhir minggu biasanya menjadi tidak bisa
mengontrol penggunaannya dan banyak yang berakhir dengan penggunaan
sepanjang minggu penuh, mulai dari Sabtu ke Jumat, begitu seterusnya.

2.5 Efek Mengkonsumsi Amfetamin


Karena efeknya yang menimbulkan kecanduan dengan adanya toleransi
dari zat yang dikonsumsi, maka zat ini juga akan menimbulkan efek secara fisik.
Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut harus kembali
menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw (withdrawal). Karena efek yang
ditimbulkan amfetamin bisa boosting energi pada penggunanya, maka efek
withdrawal yang paling sering muncul adalah kelelahan. Pengguna zat ini
kemungkinan juga akan membutuhkan waktu tidur yang lebih lama dan sangat
sensitif/mudah marah pada saat dibangunkan. Begitu efek obatnya hilang,
pengguna yang tadinya tidak merasa lapar kemudian menjadi sangat lapar. Pada
beberapa kalangan selebriti, penggunaan zat ini sering digunakan sebagai obat
untuk menurunkan nafsu makan. Namun sebenarnya sama saja karena nafsu
makan akan kembali meningkat setelah efek obatnya hilang. Itulah sebabnya
banyak selebriti perempuan yang mati-matian menjaga berat badannya dan
akhirnya berakhir pada kecanduan amfetamin.
Depresi juga merupakan efek withdrawal yang paling sering pada
pengguna amfetamin. Pada kasus-kasus yang berat malahan dapat menimbulkan
tentamen suicide (hasrat ingin bunuh diri). Karena efek depresinya ini terkadang
pengguna dapat menjadi orang yang berlaku sangat kasar.

10
2.5.1 Efek Jangka Pendek dari Amfetamin
Berikut ini adalah beberapa efek dari mengkonsumsi Amfetamin, yaitu :
 Meningkatkan suhu tubuh  Menurunkan nafsu makan
 Kerusakan sistem kardiovaskular  Euforia
 Paranoia  Mulut kering
 Meningkatkan denyut jantung  Dilatasi pupil
 Meningkatkan tekanan darah  Mual
 Menjadi hiperaktif  Sakit kepala
 Mengurangi rasa kantuk  Perubahan perilaku seksual
 Tremor

2.5.2 Efek Jangka Panjang dari Amfetamin


Selama jangka panjang, seseorang yang menggunakan amfetamin secara
teratur akan menemukan tanda-tanda efek samping jangka panjang yang biasanya
terdiri dari :
 Pandangan kabur
 Pusing
 Peningkatan detak jantung
 Sakit kepala
 Tekanan darah tinggi
 Kurang nafsu makan
 Nafas cepat
 Gelisah
Pada penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan
gangguan gizi dan gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun
karena kondisi kesehatan yang secara keseluruhannya buruk.

2.5.2.1 Amfetamin Psikosis


Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang disebut
dengan amfetamin psikosis. Gangguan mental ini sangat mirip sekali dengan

11
paranoid schizophrenia. Efek psikosis ini juga bisa muncul pada penggunaan
jangka pendek dengan dosis yang besar. Kondisi psikosis inilah yang tidak
disadari oleh kebanyakan pengguna amfetamin. Karena efeknya baru muncul
jangka panjang maka sering kali efek ini disalah artikan. Pengalaman dari negara-
negara lain yang sudah lebih lama muncul penggunaan amfetamin, telah banyak
korban dengan gangguan psikosis atau gangguan kejiwaan yang parah.

2.6 Penyalahgunaan Amfetamin


Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan
dan penefitian. Tetapi karena berbagai alasan, maka narkoba kemudian
disalahgunakan. Penggunaanterus menerus dan berlanjut akan
menyebabkan Ketergantungan atauDependensi, yang bisa juga disebut
dengan Kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya sebagai berikut:
1. Coba-coba
2. Senang-senang
3. Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4. Penyalahgunaan
5. Ketergantungan
Amfetamin bisa disalahgunakan selama bertahun-tahun atau digunakan
sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan
psikis. Dulu ketergantungan terhadap amfetamin timbul jika obat ini diresepkan
untuk menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi
karena penyaluran obat yang ilegal.
Banyak wanita yang berlomba-lomba menjadi kurus agar terlihat menarik
sehingga mereka memilih jalan pintas, yaitu dengan menggunakan produk
pelangsing. Padahal produk pelangsing tersebut belum tentu aman. Beberapa
produk pelangsing ditemukan mengandung suatu senyawa yang disebut
amfetamin. Amfetamin merupakan senyawa yang cukup banyak ditemukan dalam
produk-produk pelangsing (penurun berat badan) yang mengklaim produk
tersebut bebas dari senyawa berbahaya. Pada mulanya sekitar tahun 1960-an,
amfetamin boleh digunakan secara bebas untuk menurunkan berat badan.
Amfetamin menekan nafsu makan, mengontrol berat badan, serta menstimulasi

12
sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Efek-efek tersebut dihasilkan
diperantarai dengan meningkatkan konsentrasi sinapsis dari norepinefrin dan
dopamine melalui stimulasi pelepasan neurotransmitter atau menghambat
pengambilannya. Amfetamin merupakan suatu obat yang dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat. Oleh karena itu, hal ini berbahaya jika digunakan secara tidak
terkendali oleh praktisi kesehatan (dokter atau apoteker).
Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk keperluan medis dan beberapa
lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal. Di AS, yang paling banyak
disalahgunakan adalah metamfetamin. Penyalahgunaan MDMA sebelumnya
tersebar luas di Eropa, dan sekarang telah mencapai AS. Setelah menelan obat
ini, pemakai seringkali pergi ke disko untuktriping. MDMA mempengaruhi
penyerapan ulang serotonin (salah satu penghantar saraf tubuh) di otak dan diduga
menjadi racun bagi sistim saraf.

2.7 Diagnosis
DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin, namun
hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin, keadaan putus amfetamin,
dan gangguan terkait amfetamin yang tak tergolongkan pada bagian gangguan
terkait amfetamin (atau lir-amfetamin).3
Gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) menurut DSM-IV-TR,
yaitu3:
1. Gangguan penggunaan amfetamin
2. Ketergantungan amfetamin
3. Penyalahgunaan amfetamin
4. Gangguan terinduksi amfetamin
5. Intoksikasi amfetamin
6. Keadaan putus amfetamin
7. Delirium pada intoksikasi amfetamin
8. Gangguan psikotik terinduksi amfetamin, dengan waham
9. Gangguan psikotik terinduksi amfetamin, dengan halusinasi
10. Gangguan mood terinduksi amfetamin
11. Gangguan ansietas terinduksi amfetamin

13
12. Disfungsi seksual terinduksi amfetamin
13. Gangguan tidur terinduksi amfetamin
14. Gangguan terkait amfetamin tak terinci

Adapun kriteria diagnosis DSM-IV-TR dan DSM-V untuk intoksikasi


amfetamin, yaitu3,4:
A. Baru-baru ini mengonsumsi amfetamin atau zat terkait.
B. Perubahan psikologis atau perilaku maladaptif yang secara klinis
signifikan (contoh: euforia atau penumpulan afek; perubahan sosiabilitas;
hipervigilans; sensitivitas interpersonal; ansietas; ketegangan, atau
kemarahan; perilaku stereotipi; daya nilai terganggu; atau fungsi sosial
atau okupasional terganggu) yang timbul selama atau segera setelah
penggunaan amfetamin atau zat terkait.
C. Dua atau lebih hal berikut, timbul selama atau segera setelah penggunaan
amfetamin atau zat terkait:
1. Takikardia atau bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Tekanan darah meningkat atau menurun
4. Berkeringat atau menggigil
5. Mual atau muntah
6. Bukti penuruan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, atau aritmia jantung
9. Kebingungan, kejang, diskinesia, distonia, atau koma.
D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Tentukan apakah dengan gangguan persepsi.
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR dan DSM-V untuk keadaan putus
amfetamin, yaitu3,4:
1. Penghentian atau pengurangan konsumsi amfetamin atau zat terkait yang
telah berlangsung lama dan berat.
2. Mood disforik dan dua atau lebih perubahan fisiologis berikut, timbul
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria 1:

14
a. Kelelahan
b. Mimpi yang tidak menyenangkan dan sangat jelas
c. Insomnia atau hipersomnia
d. Peningkatan nafsu makan
e. Agitasi atau retardasi psikomotor
3. Gejala pada kriteria 2 menyebabkan penderitaan atau hendaya yang secara
klinis signifikan dalam fungsi sosial, okupasional, atau area fungsi penting
lain
4. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

DSM-V menjelaskan 11 gangguan psikiatrik terkait amfetamin, yaitu4:


1. Gangguan ansietas terinduksi amfetamin
2. Gangguan bipolar terinduksi amfetamin
3. Gangguan depresif terinduksi amfetamin
4. Gangguan psikotik terinduksi amfetamin
5. Disfungsi seksual terinduksi amfetamin
6. Gangguan tidur terinduksi amfetamin
7. Intoksikasi amfetamin
8. Delirium pada intoksikasi amfetamin
9. Keadaan putus amfetamin
10. Gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan yang berhubungan terinduksi
amfetamin
11. Gangguan terkait stimulan tidak spesifik.

2.8 Gambaran Klinis


Pada orang yang sebelumnya tidak pernah mengonsumsi amfetamin, dosis
tunggal 5 mg meningkatkan perasaan sehat dan menginduksi elasi, euforia, dan
rasa bersahabat. Dosis kecil umumnya memperbaiki atensi dan meningkatkan
kinerja pada tugas tertulis, oral, dan penampilan.Juga terdapat penurunan
kelelahan, induksi anoreksia, dan peningkatan ambang nyeri yang dikaitkan
dengan hal ini. Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi dalam
periode lama.3

15
Pada individu yang tidak rentan, dosis lebih tinggi dibutuhkan untuk
timbulnya psikosis akut. Sementara, pada individu yang rentan membutuhkan
dosis yang lebih rendah untuk timbulnya psikosis akut. Sebagai akibat dari efek
sensitasi amfetamin, penggunaan berulang dapat meningkatkan kerentanan, dan
selanjutnya meningkatkan kemungkinan terjadinya gejala pskotik meskipun tidak
ada eksposur akut terhadap amfetamin.5
Metamfetamin memberikan penggunanya sensasi “rush”, yang mencakup
perasaan nyaman, libido yang meningkat, energi yang meningkat, dan penekanan
nafsu makan. Efek psikologis yang diobservasi dari penggunaan metamfetamin
mencakup euforia, paranoia, agitasi, gangguan mood, tingkah laku kasar, ansietas,
depresi, dan psikosis. Lebih murah dari kokain, efek stimulan metamfetamin lebih
panjang. Ketika efek peningkatan mood dan energi mulai habis, pengguna mulai
“tweaking”, istilah yang menjelaskan kombinasi berbahaya dari ansietas,
iritabilitas, kelelahan, dan disforia. Penggunaan metamfetamin sementara
meningkatkan gejala dan selanjutnya menyebabkan adiksi.
Stimulasi simpatetik dari penggunaan metamfetamin menyebabkan
hilangnya nafsu makan, takikardia, midriasis, vasospasme koroner dan perifer,
sakit kepala, hiperrefleks, agitasi, iritabilitas, hipertensi, hipertermi, takipnea, dan
paranoia.

2.9 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dan neurologis harus dilakukan dengan cermat, awalnya
nilai pasien untuk stabilitas medisnya dan kemudian keadaan bahayanya. Selama
pemeriksaan fisik, nilai pasien untuk komplikasi yang dapat terjadi akibat
penyalahgunaan amfetamin, seperti hipertermia, dehidrasi, gagal ginjal, dan
komplikasi jantung. Selama pemeriksaan neurologis, nilai pasien untuk
komplikasi penyalahgunaan amfetamin, yang mencakup perdarahan subaraknoid
dan intrakranial, delirium, dan kejang. Pemeriksaan status mental pasien
harus menekankan pada delusi, halusinasi, keinginan bunuh diri, melakukan
kekerasan, orientasi, pemikiran dan penilaian, dan afek. Pemeriksaan status
mental bisa sangat berbeda pada keadaan intoksikasi dan psikosis.4

16
Pemeriksaan status mental yang diharapkan ada pada pasien dengan
intoksikasi amfetamin mencakup4:
1. Penampilan dan tingkah laku :luar biasa bersahabat, kontak mata tidak
fokus, ekskoriasi pada ekstremitas dan wajah, bicara berlebih dan
mengganggu secara verbal.
2. Pembicaraan : meningkat
3. Proses pikir : tangensial, sirkumstansial, terlalu inklusif dan tidak
terganggu
4. Mood : gelisah, hipomanik
5. Afek : gelisah dan tegang
6. Pemikiran dan penilaian : buruk
7. Orientasi : Baik terhadap orang, waktu, dan tujuan; perspektif waktu tidak
teratur.

Pemeriksaan status mental yang diharapkan ada pada pasien dengan


psikosis amfetamin mencakup4:
1. Penampilan dan tingkah laku : tampak kacau, curiga, paranoid, dan kontak
mata buruk.
2. Pembicaraan : berkurang dan cepat
3. Proses pikir : terjaga dan asyik sendiri
4. Isi pikir : Paranoid; kemungkinan ada halusinasi auditorik; tidak ada
pemikiran untuk bunuh diri atau melakukan kekerasan.
5. Mood : gelisah
6. Afek : paranoid dan penuh ketakutan
7. Pemikiran dan penilaian : buruk
8. Orientasi:tidak memiliki konsep tujuan, meskipun mengetahui tempat dan
orang; perspektif waktu tidak teratur.

Pemeriksaan status mental yang diharapkan ada pada pasien putus amfetamin
mencakup4:
1. Penampilan dan tingkah laku : tampak kacau, psikomotorik melambat,
kontak mata buruk, kulit tampak pucat.
2. Pembicaraan : nada dan suara berkurang

17
3. Proses pikir : terjaga dan isinya berkurang
4. Isi pikir : tidak ada halusinasi auditorik, ataupun visual; pikiran untuk
bunuh diri ada, namun pikiran untuk melakukan kekerasan tidak ada.
5. Mood : depresi
6. Afek : datar dan pendiam
7. Pemikiran dan penilaian : buruk
8. Orientasi : orientasi terhadap orang, waktu, dan tujuan terganggu.

2.10 Terapi

Pendekatan penanganan untuk zat yang tercakup dalam bagian ini


bervariasi menurut zatnya, pola penyalahgunaan, ketersediaan sistem pendukung
psikososial, dan gambaran individu pasien. Dua tujuan utama penanganan
penyalahgunaan zat telah ditentukan: yang pertama adalah abstinensi zat dan yang
kedua adalah kesejahteraan fisik, psikiatri, serta psikososial pasien.2
Pada beberapa kasus, mungkin perlu memulai terapi di unit rawat inap.
Meski situasi rawat jalan lebih disukai dibanding situasi rawat inap, godaan yang
tersedia bagi pasien rawat jalan untuk menggunakan secara berulang mungkin
menjadi rintangan yang terlalu berat untuk memulai terapi. Penanganan rawat
inap juga diindikasikan pada kasus gejala medis atau psikiatri berat, riwayat
gagalnya penanganan rawat jalan, kurangnya dukungan psikososial, atau riwayat
penyalahgunaan zat jangka panjang atau sangat berat. Setelah periode awal
detoksifikasi, pasien memerlukan periode rehabilitas terus-menerus. Sepanjang
penanganan, terapi individu, kelompok, atau keluarga bisa jadi efektif. Edukasi
tentang penyalahgunaan zat serta dukungan terhadap upaya pasien adalah faktor
eksternal dalam penanganan.2
Umumnya tidak perlu farmakoterapi, dapat diberikan terapi supportif
dengan 'talking down'. Untuk beberapa pasien suatu obat antiansietas (Lorazepam,
Alprazolam, Chlordiazepoxide) mungkin berguna untuk menghilangkan gejala
putus zat jangka pendek. Untuk pasien lain penggunaan kanabis mungkin
berhubungan dengan gangguan depresi dasar yang mungkin berespons dengan
terapi antidepresan spesifik. Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat
diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau IM ulangi setiap 20-30 menit.1,2

18
2.11 Prognosis

Ketergantungan sabu terjadi perlahan, yang mana mereka akan


mengembangkan pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang
menyenangkan dari sabu sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.

19
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Tn. SBP

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Alamat : Gauang

Tgl Masuk RS : 10 Januari 2018

Data diperoleh dari :

 Autoanamnesa dilakukan di poli jiwa RSUD Solok pada tanggal 10 januari


2018

 Alloanamnesa dilakukan pada tanggal 11 januari 2018 via telepon dengan


keponakan pasien yang mengantar pasien ke RS

Keluhan Utama

Mendengar suara-suara sejak kurang lebih 5 tahun SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan sering mendengar suara-suara orang marah dan berkata


kasar sejak 5 tahun SMRS. Selain suara orang marah terkadang juga mendengar
suara seperti gema yang mengulangi kata-kata orang lain. Pasien juga mengatakan
bahwa terkadang mendengar suara seperti detik jam di telinganya. Terkadang
pasien bicara sendiri karena menyahuti suara-suara yang ia dengar, dan pasien
menjadi emosi dan marah-marah oleh karena pasien mendengar suara-suara yang
berkata kasar dan kotor tersebut.

20
Pasien juga mengatakan bahwa terkadang tiba-tiba timbul keinginan untuk
melakukan hubungan seksual, biasanya perasaan ini muncul bersamaan dengan
suara detik jam yang pasien dengar. Perasaan ini muncul secara tiba-tiba tanpa
pasien tahu pencetusnya.
Pasien juga mengatakan sering melihat bayang-bayang hitam saat hendak
tidur, sehingga pasien merasa terganggu dan sulit tidur. Bayang-bayang hitam
tersebut hanya muncul saat pasien hendak tidur dan tidak muncul pada waktu
lainnya. Pasien juga mengatakan bahwa terkadang pasien melihat perempuan
cantik, namun orang lain tidak melihatnya, dan pasien sering berbicara dengan
perempuan itu. Keluarga juga membenarkan bahwa terkadang pasien berbicara
sendiri, kadang-kadang pasien marah-marah, dan ketika ditanya pasien
mengatakan bahwa ia berbicara dengan orang yang dilihatnya itu, atau menyahuti
suara yang ia dengar.
Pasien mengatakan bahwa dirinya sedang di buru oleh polisi, dan pasien
merasa yakin karena pasien menggunakan obat terlarang yaitu metamfetamin
(sabu-sabu). pasien juga mengatakan bahwa 2 orang temannya yang juga pecandu
narkoba sudah ditangkap. Namun keluarga menyangkal jika pasien sedang diburu
polisi. Pasien mengkonsumsi sabu-sabu sejak tahun 2009 sampai sekarang,
terakhir kali memakai adalah 6 hari yang lalu, pasien mendapatkan sabu-sabu
tersebut dari salah satu temannya. Pasien mengatakan bahwa sesudah
menggunakan sabu-sabu pasien merasa bersemangat, mempunyai banyak energi
senang dan bahagia. Pasien juga mengatakan jika lama tidak mengkonsumsi maka
akan timbul perasaan cemas dan ketakutan, serta semakin sering mendengar
suara-suara. Pasien mengatakan bahwa saat ini masih sangat ingin mengkonsumsi
sabu-sabu tersebut, namun terkendala uang, sehingga pasien harus menahan
sampai mempunyai cukup uang untuk membeli sabu.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien baru 2 bulan pindah ke kota
Solok, sebelumnya pasien tinggal di Medan bersama kakaknya. Di Medan, pasien
bekerja di pabrik sepatu. Keluarga tidak mengetahui bahwa pasien mengkonsumsi
sabu-sabu. Keluarga hanya mengatakan bahwa penyakit pasien ini disebabkan
karena pasien sering ngelem sejak sekitar 5 tahun yang lalu. Padahal pasien

21
mengatakan bahwa ia ngelem karena ingin mengkonsumsi sabu-sabu namun tidak
punya uang.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien pernah dirawat di bangsal psikiatri RS dr.Pirngadi, medan. Oleh karena


pasien mengamuk dan bicara-bicara sendiri pada tahun 2012.

2. Kondisi Medik Umum


 Tidak ada keluhan medik umum.
 Pasien tidak ada riwayat kejang.
 Pasien tidak ada riwayat trauma.
3. Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol
 Pada tahun 2009, pasien mulai mengkonsumsi sabu-sabu, karena
diberi oleh temannya, dan terakhir pasien mengkonsumsi sabu-
sabu adalah 6 hari yang lalu SMRS
 Terkadang pasien menghisap lem sepatu sejak 5 tahun yang lalu
sampai sekitar 6 bulan terakhir
 Merokok 1 bungkus per hari
 Pasien tidak mengkonsumsi Alkohol

Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
 Pasien lahir secara normal dengan dukun tidak ada komplikasi
prenatal dan perinatal.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
 Pada masa kanak-kanak awal, tidak ada kelainan, tumbuh
kembangnya baik, pasien sewaktu kanak-kanak bisa berbicara dan
merangkak sesuai pada waktunya. Kepribadian dan masalah
perilaku normal seperti anak-anak seusianya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (4-11 tahun)

22
 Pada masa kanak, pasien pandai bergaul. Penyesuaian,
identifikasi gender, hukuman, hubungan sosial, sikap terhadap
keluarga dan penyesuaian terhadap teman baik seperti anak-anak
normal seusiannya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
 Pasien memiliki banyak teman dan pandai bergaul.
5. Masa Dewasa
a) Riwayat Pendidikan
 Riwayat pendidikan terakhir pasien adalah sampai SD
b) Riwayat Pekerjaan
 Pasien pernah bekerja di pabrik sepatu, di medan
 Saat ini pasien menganggur, terkadang ia membantu keponakannya
membersihkan kebun, atau membantu pekerjaan rumah lainnya.
c) Riwayat Perkawinan
 Belum Menikah
d) Agama
 Islam
e) Aktivitas Sosial
 Hubungan sosialnya dengan masyarakat cukup baik. Pasien cukup
sering berinteraksi dengan lingkungannya.
f) Situasi Kehidupan Sekarang
 Pasien tinggal bersama kakaknya, Pasien anak ke 9 dari 18
bersaudara.
g) Riwayat Hukum
 Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum dan pihak yang
berwajib.
h) Riwayat Psikoseksual
 Pasien tidak pernah melakukan seks diluar nikah.
i) Riwayat Keluarga
 Pasien merupakan anak ke-13 dari 14 bersaudara. Tidak ada
anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyalahgunaan obat-
obatan ataupun riwayat gangguan jiwa.

23
 Pedigree

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

j) Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


 Pasien tidak menyadari dirinya sakit dan penyebab sakitnya

k) Impian, Fantasi, dan Nilai-nilai


 Dulu saat remaja pasien pernah bercita-cita menjadi pengusaha.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

1. Deskripsi Umum
a) Penampilan : Sesuai umur, bersih, rapi
b) Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Sedikit gelisah
c) Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif
2. Mood dan Afek
a) Mood : Disforik
b) Afek : Menyempit
c) Keserasian Afek: serasi
3. Pembicaraan
a) Bicara : Spontan
b) Volume : Sedang (cukup)
c) Artikulasi : Jelas

24
4. Gangguan Persepsi
a) Depersonalisasi : Tidak ada
b) Derealisasi : Tidak ada
c) Ilusi : Tidak ada
d) Halusinasi
Visual : Melihat bayang-bayang hitam saat hendak tidur
Melihat wanita cantik yang berbicara pada pasien
Auditorik : Mendengar suara-suara orang berkata kasar, mendengar
suara detik jam, dan mendengar suara gema
Olfaktorik : Tidak ada
Gustatorik : Tidak ada
Taktil : Tidak ada
5. Pikiran
a) Miskin ide : Tidak ada
b) Waham : Terdapat waham kejar, yaitu pasien merasa yakin sedang
dikejar-kejar polisi oleh karena pasien mengkonsumsi
sabu-sabu
c) Obsesi : Tidak ada
d) Kompulsif : Tidak ada
e) Fobia : Tidak ada
6. Sensorium dan Kognisi
a) Kesadaran : Composmentis cooperatif
b) Orientasi
Tempat : Tidak terganggua
Waktu : Tidak terganggu
Orang : Tidak terganggu
c) Memory : Terganggu
7. Daya Nilai dan Tilikan
a) Daya Nilai Sosial : Tidak terganggu
b) Daya Nilai Realita : Terganggu
c) Tilikan : Derajat 1, pasien menyangal penuh atas
penyakitnya

25
Diagnosis Multiaxial
Axis I : F15.25 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia
lain termasuk kafein
Axis II : Belum ada diagnosa
Axis III: Tidak ada diagnosa
Axis IV: Masalah psikososial dan lingkungan lain
Masalah primary support group
Axis V : Penilaian Global Assesment of Functioning (GAF) Scale pada pasien
adalah 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang)

Penatalaksanaan
Farmakoterapi :
- Risperidon 2x3 mg
- Trihexipenidil 2 mg 2x1
- Clozapin 1x100 mg
Psikoterapi
 Kepada pasien
 Psikoterapi Suportif
Yaitu berupa psikoterapi individual, terapi perilaku dan latihan
keterampilan sosial. Memberikan empati dan optimistic kepada
pasien. Membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya.
 Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak tentang
gangguan yang dideritanya, serta memberikan edukasi mengenai
penyalahgunaan obat-obatan yang telah dilakukan pasien.

26
Prognosis
 Quo ad Vitam :Dubia ad bonam
 Qou ad Functionam :Dubia ad bonam
 Qou ad Sanation :Dubai ad malam

BAIK BURUK

1. Faktor pencetus yang jelas 1. Onset usia muda


2. Gambaran klinis  2. Onset perlahan dan tidak jelas
simptom positif 3. Belum menikah
4. Sistem pendukung buruk
5. Tidak remisi dalam 3 tahun

Analisis Kasus
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki umur 29 tahun, berdasarkan
anamnesis riwayat penyakit medis, pasien tidak pernah mengalami trauma kepala
yang dapat menimbulkan disfungsi otak sebelum menunjukan gangguan jiwa.
Pasien juga tidak ada riwayat kejang. Oleh karena itu, gangguan mental organik
dapat disingkirkan (F00-09).
Pada pasien terdapat riwayat penggunaan zat psikoaktif berupa sabu-sabu.
Pada pasien ditemukan adanya gangguan mental dan perilaku yaitu berbicara
sendiri, dan sering marah-marah dimana perilaku ini muncul sejak empat hari
SMRS. Selain itu, juga ditemukan gejala psikotik berupa halusinasi visual dan
auditorik, dimana Pasien sering melihat bayangan hitam yang menakutkan saat
pasien hendak tidur dan pasien sering mendengar suara-suara orang yang marah
dan berkata kotor.Oleh karena itu, pada pasien memenuhi kriteria diagnosa
Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Stimulansia Lain Termasuk
Kafein (F15.). Berdasarkan hasil anamnesa, didapatkan pasien memenuhi 3 dari 6
kriteria sindrom ketergantungan dalam masa 1 tahun sebelumnya berupa :
1) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat termasuk sejak
mulainya usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan
2) Adanya keadaan putus zat secara fisiologisketika penghentian penggunaan
zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas

27
atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis
dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala
putus zat
3) Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya.
Dari ketiga hal di atas, pasien memenuhi kriteria diagnosis Sindrom
Ketergantungan (F15.2.). Karena sampai saat ini pasien masih melanjutkan
penggunaan zat psikoaktif tersebut, maka pasien memenuhi kriteria diagnosa
Penggunaan Berkelanjutan (F15.25)

28
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem


saraf pusat (SSP) stimulan. Karena efeknya yang menimbulkan kecanduan dengan
adanya toleransi dari zat yang dikonsumsi, maka zat ini juga akan menimbulkan
efek secara fisik.Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang
disebut dengan amfetamin psikosis,gangguan mental ini sangat mirip sekali
dengan paranoid schizophrenia. Berdasarkan DSM IV dan V, diagnosa
penyalahgunaan amfetamin dan metamfetamin dapat dibedakan menjadi
Gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin), intoksikasi amfetamin, dan
keadaan putus amfetamin. Dua tujuan utama penanganan penyalahgunaan zat
yang pertama adalah abstinensi zat dan yang kedua adalah kesejahteraan fisik,
psikiatri, serta psikososial pasien.
Telah dilaporkan sebuah kasus, pasien laki-laki berumur 29 tahun dengan
diagnosa akhir gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain
termasuk kafein (F15). Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Unruk penatalaksanaan farmakologi diberikan risperidon 2x3
mg, trihexipenidil 2 mg 2x1, dan clozapin 1x100 mg serta diberikan psikoedukasi
untuk pasien.

29

Anda mungkin juga menyukai