Anda di halaman 1dari 20

Tujuan Akad

Menurut tujuannya, akad dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Tabarru
2. Tijarah

Tabarru

Tabarru berasal dari kata tabarra’a yang berarti Derma. Orang yang berderma disebut
mutabarri’ (dermawan). Akad tabarru adalah bentuk transaksi atau perjanjian kontrak yang
bersifat non laba atau sosial, sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan komersial atau bisnis,
tetapi semata-mata untuk tujuan tolong-menolong dalam rangka kebaikan.

Namun demikian, akad tabarru dapat berupa kontrak social dan komersial demi
memperoleh keuntungan yang bersama, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan melalui akad
yang disetujui oleh pihak-pihak yang mengikat perjanjian.

Dalam akad tabarru, tidak disyaratkan adanya qobul dari penerima. Namun cukup dengan
ijab saja dari pemberi, maka harta/dana yang di tabarru-kan telah berpindah kepemilikannya
kepada penerima atau yang diakadkan.

Akad tabarru (gratuitos contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangku non
profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan ransaksi bisnis untuk
mencari keuntungan komersial.

Dalam akad tabarru, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mengsyaratkan
imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru adalah dari Allah SWT, bukan
dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada
counter part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk
dapat melakukan akad tabarru tersebut. Namun, ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari
akad tabarru itu.

Pada hakikatnya, akad tabarru adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan
balasan dari Allah SWT semata. Itu sebabnya akad tabarru tidak bertujuan untuk mencari
keuntungan komersial

Akad tabarru bila dilakukan dengan mengambil keuntungan komersial, maka akan
berubah menjadi akad tijarah. Bila ingin tetap menjadi tabarru, maka ia tidak boleh mengambil
manfaat dari akad tabarru tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang
timbul dari pelaksanaan akad tabarru.

Begitu akad tabarru sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh diubah menjadi
akad tijarah (yaitu akad komersial), kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk
mengingatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Akad tabarru tidak bisa menjadi akad tijarah,
tetapi akad tijarah bisa menjadi akad tabarru.

Misalnya Bank setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadi’ah,
dengan demikian bank melakukan akad tabarru), maka bank tersebut dalam perjalanan kontrak
tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi akad tijarah dengan mengambil
keuntungan dari jasa wadiah tersebut.

Sebaliknya jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut boleh diubah menjadi akad
tabarru bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga
menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

Akad tabarru ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan
akad bisnis. Jadi, akad ini dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersial.

Bank Syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba. Bila
tujuan kita adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad-akad yang bersifat komersial, yaitu akad
tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru sama sekali tidak dapat digunakan dalam
kegiatan komersial. Pada kenyataanya, penggunaan akad tabarru sangat vital dalam transaksi
komersial, karena dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.

Contoh 3.1 Danang naik taksi dengan akad tijarah, tetapi dari pihak pembicara mereka
ternyata Danang adalah saudara sopir taksi, sehingga sopir taksi mengubah akadnya menjadi
akad tabarru, dengan memberi gatis ongkos taksi yang seharusnya dibayar oleh Danang.

Pada dasarnya akad tabarru dapat berupa

1. Memberikan sesuatu
2. Meminjamkan sesuatu.

Memberikan Sesuatu

Akad tabarru berkaitan memberikan sesuatu (giving something) yang dapat dibedakan
menjadi empat, seperti berikut ini:

1. Shadaqah.
2. Hibah.
3. Hadiah.
4. Waqaf.

Apabila penggunaanya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan
waqaf. Objek waqaf tidak boleh diperjualbelikan, sedangkan shadaqah, hibah, dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.

Meminjamkan Sesuatu
Akad tabarru berkaitan meminjamkan sesuatu (lending something) yang dapat dibedakan
menjadi tiga, seperti berikut ini:

1. Meminjamkan uang.
2. Meminjamkan jasa.

Meminjamkan uang (lending money), akad meminjamkan uang ada beberapa macam sebagai
berikut:

1. Qardh
Al-Qardh adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah
(muqtaridh) dan nasabah wajib mengembalikkan kepada pemberi dana. Al-Qardh
merupakan perwujudan Bank/Lembaga Keuangan Syariah yang disamping sebagai
Lembaga Komersial juga sebagai Lembaga Sosial yang dapat meningkatkan
perekonomian secara maksimal.
Ketentuan Umum qardh:
a. Pinjaman diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
b. Wajib mengembalikkan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati.
c. Bank/Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah bila
dipandang perlu.
d. Nasabah dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada
Bank/Lembaga Keuangan Syariah, sepanjang tidak diperjanjikan dalam akad.
e. Jika nasabah tidak dapat mengembalikkan sebagian atau seluruh kewajibannya pada
saat yang telah disepakati dan Bank/Lembaga Keuangan Syariah telah memastikan
ketidakmampuannya, maka Bank/Lembaga Keuangan Syariah dapat:
1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
2) Menghapus (write off) sebagian atau selururh kewajibannya.
2. Rahn
Jika meminjamkan uang ini, pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan
dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut
rahn.
3. Hiwalah
Ada lagi sesuatu pemberi pinjaman uang, tujuannya untuk mengambil alih
piutang dari [ihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini
adalah hiwalah.

Meminjamkan Uang
Meminjamkan jasa kita (lending yourself), dapat berbentuk seperti berikut ini:

1. Wakalah
Bila kita meminjamkan “diri kita sendiri” (yaitu jasa keahlian/keterampilan dan
sebagainya) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, maka hal itu disebut
wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut,
sebenarnya kita menjadi wakil atas orang itu.
Wakalah mempunyai arti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate.
Secara istilah, al-wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang
lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
Hokum megenai wakalah dapat dibedakan seperti berikut ini:
a. Nisbah
Hukum wakalah sebagai niabah atau mewakili, mengandung arti bahwa
wakil tidak dapat menggantikan hak muwakkil (orang yang diwakilkan).
Contoh 1.4 Bagus memberikan mandat kepada Candra untuk menjual
rumahnya, dengan harga dan persyaratan lainnya ditentukan oleh bagus
sebagai pemilik rumah.
b. Wali
Hukum wakalah sebagai wali mengandung arti bahwa wali yang ditunjuk
oleh muwakkil sebagai khilafah (menggantikan muwakkil dalam kegiatan jual
beli ataupun pembayaran lainnya.
Contoh 1.5 Agus memberikan mandat kepada agus untuk menjual
rumahnya kepada orang lain dan bagus berhak untuk menentukan harga dan
persyaratan lainnya.
2. Wadiah
Selanjutnya bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yaitu bila kita menawarkan
jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custody
(penitipan, pemeliharaan), bentuk peminjaman ini disebut akad wadiah.
Wadiah adalah titipan dari satu pihak kepihak lain, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya. Wadiah berasal dari Iwada,asy
syai-a atau ‘meninggalkan sesuatu’. Sesuatu yang ditinggalkan pada orang lain dan harus
dijaga adalah wadiah.
Contoh 1.6 Agus melakukan akad wadiah dengan menitipkan uang sebanyak
Rp.1.000.000,00 kepada Bagus dan Bagus harus menjagaanya sampai uang
Rp.1.000.000,00 tersebut diminta kembali oleh Agus.
3. Kafalah
Ada variasi lain dari akad wakalah, yaitu contigent wakalah (wakalah bersyarat).
Dalam hal ini, kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama
orang lain, jika terpenuhi kondisinya atau jika sesuatu terjadi. Misalnya seorang dosen
menyatakan asistennya: “tugas anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya
berhalangan.” Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten hanya
bertugas mengajar (yaitu melakukan sesuatu atas nama dosen), bila dosen yang
berhalangan (yaitu bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi, asistennya ini
tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat dalam terminology fiqh disebut
sebagai akad kafalah.
Kafalah atau garansi adalah jaminan yang diberikan kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban kepada pihak kedua atau yang ditanggung, atau kafalah berarti
pengalihan tanggung jawab seseorang kepada pihak kedua yang dilakukan oleh pihak
ketiga.
Kafalah dapat dibedakan menjadi:
a. Kafalah bin Nafs
Kafalah bin nafs adlah kafalah dimana terdapat akad untuk memberikan
jaminan atas diri
Contoh 1.7 Nasabah mendapat pembiayaan dari nama baik seseorang,
sehingga pemberi pembiayaan percaya untuk mengusahakan pembayaran jika
sewaktu-waktu nasabah tersebut tidak mampu mengembalikannya.
b. Kafalah bil Maal
Kafalah bil Maal adalah kafalah dimana terdapat jaminan pembayaran
barang atau pelunasan utang.
Contoh 1.8 Candra mendapat pinjaman dari lembaga pembiayaan
dengan jaminan BPKB.
c. Kafalah bit Taslim
Kafalah bit taslim adalah kafalah dimana terdapat jaminan pengembalian
atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
Contoh 1.9 PT. Duhita menyewa sebuah mobil dan mobil tersebut
hilang, tetapi diasuransikan sehingga barang yang disewa tersebut dapat
dijamin pengembaliannya.
d. Kafalah al Munjazah
Kafalah al Munjazah adalah kafalah dimana terdapat jaminan mutlak
yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan atau tujuan
tertentu.
Contoh 1.10 Endang, seorang nasabah lembaga pembiayaan
mendapatkan pinjaman dengan jaminan prestasi atas simpanannya yang besar
ataupun keadaan lainnya yang ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman.
e. Kafalah al Muallaqah
Kafalah al Muallaqah adalah kafalah yang merupakan bentuk
penyederhanaan dari kafalah al Munjazah yang dilakukan oleh industry
maupun asuransi
Tijarah

Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction.
Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersial.

Berbagai praktik yang menggunakan akad tijarah, antara lain:

1. Investasi
2. Jual beli
3. Sewa menyewa

Tingkat Kepastian Hasil

Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu:

1. Natural Uncertainty Contract


Dalam natural uncertainty contract, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan assetnya (baik real asset maupun financial asset) menjadi satu kesatuan,
kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Disini
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama-sama. Termasuk transaksi ini adalah:
a. Musyarakah
b. Muzara’ah
c. Musaqah
d. Mukhabarah
2. Natural Certainty Contract
Dalam natural certainty contract, kedua belah pihak saling mempertukarkan asset
yang dimilikinya. Oleh karena itu, objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun
harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlah, mutu, kualitas, harga dan waktu
penyerahannya. Jadi, kontrak-kontrak ini secara sunnatullah menawarkan return yang
tetap dan pasti. Termasuk dalam kategori ini adalah kontrak:
a. Jual beli (Al bai’ naqdam, al Bai’ Muajjal, al Bai’ Taqsith, Salam, Istishana)
b. Sewa menyewa (Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamik)

Kemungkinan Keuntungan

Berdasarkan kemungkinan keuntungan yang akan diperoleh, akad tijarah dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:

1. Keuntungan Pasti
Akad tijarah yang memungkinkan diperolehnya keuntungan yang pasti atau
paling tidak pendapatan yang pasti dapat terjadi pada transaksi berikut ini:
a. Murabahah atau jual beli
b. Salam atau kerja sama atau bagi hasil
c. Isthisna atau upah mengupah
d. Ijarah atau sewa menyewa
2. Keuntungan Tidak Pasti
Akad tijarah perolehan keuntungannya tidak pasti, bahkan pendapatannya pun
juga belum pasti dapat terjadi pada transaksi seperti berikut ini:
a. Mudharabah
Akad tijarah pada transaksi yang mempergunakan mudhorabah atau bagi hasil
belum tentu memberikan keuntungan bagi kedua belah piahk yang melakukan
transaksi, tergantung kegiatan usaha yang mempergunakan mudhorabah tersebut
mempunyai untung atau tidak.
b. Syirkah
Akad syirkah adalah suatu akad antara kedua belah pihak atau lebih, yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk
umum dari usaha bagi hasil, dimana dua orang atau lebih menyumbangkan
pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara mitra dan kerugian akan dibagikan
menurut proporsi modal. Transaksi musyarakah dilandasi adadnya keinginan para
pihak yang bekerja sama untk meninglatkan nilai asset yang mereka miliki secara
bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya
Ketentuannya, antar lain:
1) Penyertaan ijab dan Kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak(akad)
2) Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hokum dan memerhatikan hal-hal
beriku:
a) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
b) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset dan musyarakah dalam
proses bina normal.
c) Setiap mitra membari wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk
melakukan aktifitas musyarakah dengan meperhatiakan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian yang dsengaja.
d) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
c. Muzara’ah
Menurut bahasa, kata muzara’ah adalah kerja sama mengelolah tanah dengan
mendapat sebagian hasilnya. Menurut istilah fiqih ialah tanah memberi hak
mengelolah tanah kepada seorang petani misalnya dengan syarat bagi hasil.
d. Muzaqah
Muzaqah adalah kerjasama antar pemilik kebun dan penggarapnya yang hasilnya
mejadi milik kedua belah pihak menurut perjanjian yang telah disepakati. Muzaqah
merupakan salah satu bentuk Qiradh dalam bidang usaha pertanian, dengan cara
pemilik kebun menyerahkan kepada petani untuk digarap dan hasilnya dibagi dengan
persentase sesuai dengan kesepakatan. Pada umumnya pembagiannya antara separu
atau sepertiga untuk petani penggarap.

Prinsip Jual Beli Pada Akad Tijarah

Prinsip dalam akad tijarah dapat mengandung jual beli, seperti berikut ini:

1. Cara mengambil keuntungan.


2. Jenis barang pengganti.
3. Cara pembayaran.
4. Akad berlandaskan biaya.

Cara Mengambil Keuntungan

Cara mengambil keuntungan ada empat, yaitu:

1. Murabahah (Keuntungan Diberitahukan)


Murabahah adalah pengambilan keuntungan pada akad tijarah, dimana penjual
memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya, atau merupakan
kebalikan dari musawwamah yang tidak memberiathukan harga pokoknya.
2. Musawwamah (Keuntungan Tidak Diberitahukan)
Pengambilan keuntungan dengan musawwamah cara pengambilan keuntungan,
dimana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya,
terutama dipakai pada akad tijarah.
Musawwamah agak mirip dengan pembiayaan murabahah, dimana pelanggan
dapat mengakuisisi asset yang diperlukan dan membayar harga beli ditambah keuntungan
dalam angsuran selama periode waktu. Dalam transaksi musawwamah pelanggan
meminta bank untuk membeli asset tertentu atau komoditas dan pihak ketiga. Harga
komoditas biasanya tidak diketahui kepada pelanggan. Setelah memperoleh komoditas,
bank menambah jumlah keuntungan dan menawarkan untuk menjualnya kepada
pelanggan yang berhak untuk menerima, menolak, atau bernegosiasi harga. Jika diterima,
pelanggan membayar kembali jumlah ke bank dengan angsuran yang telah disepakati.
Musawwamah baiasanya diberikan untuk membiayai pembelian local, termasuk
kendaraan real estate, peralatan rumah, mesin, dan peralatan.
3. Mu’awadhah (Diskon)
Mu’awadhah adalah pengambilan keuntungan dengan akad tijarah, di mana
penjual menerapkan pronsip diskon.
Kontrak mu’awadhah merajuk pada kontrak yang melibatkan penukaran dua niali.
Spesifikasi mu’awadhah seperti berikut:
a. Sayarat umum mu’awadhah ialah kedua pihak memperoleh keuntungan dan tiada
pihak yang menanggung kerugian.
b. Taransaksi mu’awadhah dapat berakibat adanya keuntungan atau kerugian.
c. Kontrak hanya boleh dilakukan pada benda yang mempunyai niali dan wujud.
d. Sifat dan perkara yang berkaitan dengan kontrak mu’awadhah perlu diketahui untuk
memastikan bahwa transakasi yang berlaku sah dan terjamin.
e. Penerima dan pemberian sumbangan tidak boleh digabungkan bersama-sama dalam
pelaksanaan kontark mu’awadhah jika sumbangan tersebut sendiri bergantung dan
termasuk dalam kontrak, karena tabarru dan mu’awadhah mempunyai syarat-syarat
sah yang berbeda.
f. Mu’awadhah boleh elibatkan penukaran antara barang dengan barang, barang dengan
uang, atau kewajiban dengan uang(ijarah atau sewa/upah).
4. Tauli’ah ( Komisi)
Tauli’ah adalah pengambilan keuntungan pada akad tijarah, di mana penjual
memberikan komisi kepada pihak pembeli.

Jenis Barang Pengganti

Jenis barang pengganti yaitu:

1. Muqayyadah
Muqayyadah yaitu kewenangan terbatas atas pembeli untuk menentukan jenis
barang pengganti.
Mudharabah muqayyadah ada dua jenis yaitu
a. Mudharabah Muqayyadah On Balance Street
1) Sebagai bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus, bank wajib
memisahkan dana ini dari rekening.
Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
2) Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bankdan wajib membaut akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana
simpanan khusus.
3) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan, serta risiko yang
dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan,
maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b. Mudharabah Muqayyadah of Balance Street
Mudharabah Muqayyadah of Balance Street, yaitu:
1) Sebagai tanda bukti simpanan bank, menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dari rekening lainnya . simpanan khusus dicatat di atas pos
tersendiri dalam rekening administratif
2) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
3) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak, sedangkan antara
pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh Al-Quraan atau Sunnah, ia adalah
sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat islam, dan bentuk kongsi
dagang semacam tampaknya terus hidup disepanjang periode awal islam sebagai tulang
punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.
Mudharabah digunakan terutama sebagai suatu instrumen dagang yaitu jual beli. Mazhab
Maliki dan Syafi’I menekankan bahwa mudharabah adalah instrument dagang murni,
mereka tidak dapat menerima mudharabah yang dipersyaratkan. Imam hanafi melihat
mudharabah sebagai suatu kontrak dagang, yaitu suatu kontrak dimana investor
mempercayakan sejumlah uang kepada mudharib yng separuh atau sepersekiannya
adalah investasi, dengan selebihnya bisa dalam bentuk suatu pinjaman atau tabungan.
Tujuan dari kontrak semacam ini adalah untuk memperluas keragaman yang mungkin
dalam keuntungan atau resiko.
2. Mutlaqah
Mutlaqah yaitu kewenangan penuh atas pembelian untuk menentukan jenis bahan
pengganti.
3. Sharf
Ash-sharf berarti memindahkan dan mengembalikan. Secara fuqaha, ash-sharf adalah jual
beli alat bayar (emas, perak, dan mata uang) dengan alat bayar sejenis adat beda jenis.
Ulama Syafi’iyyah dan yang lainnya membedakan:
a. Murathalah, apabila beda jenis (emes dengan emas, perak dengan perak).
b. Ash-sharf, apabila beda jenis (emas dengan perak atau sebaliknya).
c. Adapun mata uang dengan mata uang lebih dominan disebut ash-sharf.
d. Naqd (alat bayar) adalah salah satu bagian dari dua bagian hasil kalsifikasi barang-
barang jenis riba. Bila terjadijual beli sesame jenis, maka harus tamatsul dan
taqabudh, dan bila lain jenis harus taqabudh boleh tafadhul.
e. Yang perludipahami bahwa masing-masing mata uang yang beredar didunia ini
adalah jenis tersendiri (rupiah jenis tersendiri, real jenis tersendiri, dan tersendirinya).
Bila terjadi tukar-menukar uang sejenis haruslah taqabudh dan tamatsul.

Contoh 1.11 Uang Rp 100.000,00 ditukar dengan pecahan Rp 10.00,00, maka


nominanya harus sama. Bila tidak, berarti terjatuh riba fadhl. Selain itu, serah terima
juga di tempat. Bila tidak, berarti terjatuh dalam riba nasi’ah. Bila tidak tamatsul dan
tidak taqabudh, berarti terjatuh dalam ribah fadhl dan riba nasi’ah sekaligus.

Namun, bila mata uangnya berlainan jenis (misalnya dolar ditukar dengan rupiah),
maka harus taqabudh dan boleh tafadhul. Misalnya, 1 dolar bernilai Rp 10.000,00,
bisa ditukar rp 9.500,00 atau Rp 10.500,00, tetapi harus serah terima di tempat.
Cara Membayar

Cara membayar/waktu penyerahan pada taransaksi sayariah dapat dibedakan menjadi berikut ini:

1. Naqdan
Naqdan adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pemberi dana kepada nasabah atau
nasabah pembeli dengan pembayaran atas pembelianbarang secara tunai.
2. Ghairu Naqdan
Ghairu Naqdan adalah pembayaran tidak tunai, yang dibedakan sperti berikut ini:
a. Muajjal (cicilan)
Akad muajjal adalah akad pembayaran dengan cicilan, di mana barang di serahkan
secara bertahap.
b. Salam (Dibayar Di Muka)
Aqad salam adalah aqad pembayaran, di mana uang dibayar terlebih dahulu secara
bertahap kemudian barang diserahkan.
3. Astishna (Cicilan Di Muka)
Akad istishna adalah aqad pembayaran, dimana uang dibayar terlebih dahulu secara
bertahap kemudian barang diserahkan.
Hal 41 praktik akuntansi syariah – hal 44 transaksi lainnya

Praktik Akuntansi Syariah

Praktek akuntansi syariah yang pertama kali ditetapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan
syariah. Munculnya akuntansi perbankan syariah seiring dengan diterapkannya Islamic Banking
System yang diakui legalitasnya dalam Undang-Undang Perbankan No 7 Tahun 1992, yang
mengatur dual banking system, dimana dual banking system diterapkan berdampingan dengan
konvensional banking system. Dalam undang-undang perbankan ini, ditegaskan bahwa lembaga
perbankan yang dalam kegiatan operasionalnya menerapkan prinsip syariah dinyatakan sebagai
“bank berdasarkan prinsip syariah” atau “Bank Syariah”.

Sebagai konsekuensi diterapkannya prinsip syariah dalam kegiatan operasional perbankan di


Indonesia, maka pada tanggal 1 mei 2002 Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah mengeluarkan regulasi akuntansi perbankan syariah. Regulasi akuntansi
perbankan syariah di Indonesia banyak mengadopsi dari Accounting and Auditing Standards for
Islamic Financial Institution (AAS-IFI) yang dihasilkan oleh Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution (AAO-IFI) Pada tahun 1998.

Regulasi akuntansi perbankan syariah dituangkan dalam buku, yaitu buku pertam, Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (IAI, 2001) dan buku
kedua, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Perbankan Syariah (IAI 2001a). buku kedua
ini memuat tentang standar teknis mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapannya dalam bentuk laporan keuangan dari setiap transaksi keuangan Bank Syariah
yang meliputi Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, Wadiah, Qardh,
transaksi berbasis imbalan zakat, infaq, dan Shadaqah.

Regualsi akuntansi perbankan syariah sesungguhnya merupakan fenomena praktik akuntansi


yang berkembang dalam kehidupan social ekonomi masyarakat islami sebagai instrument
menerapkan prinsip syariah dalam dunia perbankan. Seiring dengan semakin banyaknya lembaga
perbankan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, praktik akuntansi perbankan
syariah semakin luas dan berkembang.

Akuntansi syariah yang lahir dari nilai-nilai dan ajaran syariah islam seiring dengan
meningkatnya religuitas masyarakat islam dan semakin banyaknya entitas ekonomi yang
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariahmerupakan sebuah fenomena perkembangan
akuntansi sebagai ideology masyarakat islam dalam menerapkan ekonomi islam dalam
kehidupan social ekonominya. Akuntansi syariah merupakan bidang baru dalam kajian akuntansi
yang memiliki karakteristik unik berbeda dengan akuntansi konvensional, karena mengandung
nilai-nilai kebenaran yang berlandaskan syariat islam. Perolehan pengetahuanakuntansi syariah
sebagai bagian dari ilmu akuntansi digali menggunakan pendekatan epistemology islam.
Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah

Akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk Bank Syariah yang akan dibahas,
antara lain berkaitan dengan:

1. Proses akuntansi syariah.


2. Jenis transaksi Lembaga Keuangan Syariah.
3. Pembukuan pada Lembaga Keuangan Syariah.
4. Laporan keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah.

Proses Akuntansi Syariah

Setiap transaksi yang terjadi di LKS harus:

1. Dicatat.
2. Digolong-golongan.
3. Diringkas.
4. Disajikan dalam bentuk laporan.

Kegiatan kegiatan akuntansi syariah juga dimulai dari pencatatan sampai dengan penyajian
laporan keuangan . kegiatan itu disebut sebagai proses akuntansi.

Jenis-Jenis Transaksi pada LKS

Jenis transaksi pada LKS dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis transaksi yang terjadi di LKS,
seperti berikut ini:

1. Transaksi penerimaan kas


2. Transaksi pengeluaran kas
3. Transaksi lainnya

Transaksi Penerimaan Kas

Transaksi penerimaan kas dapat berupa:

1. Penerimaan Setoran Tabungan Wadiah.


2. Penerimaan Setoran Investasi Mudharabah.
3. Pembukuan Simpanan Berjangka Mudharabah.
4. Penerimaan Pembiayaan yang diterima.
5. Penerimaan Modal Penyertaan
6. Penerimaan Piutang Murabahah
7. Penerimaan Piutang Saham.
8. Penerimaan Piutang Istishna.
9. Penerimaan Qardh.
10. Penerimaan Bagi Hasil.
11. Penerimaan Investasi.

Transaksi Pengeluaran Kas

Transaksi pengeluaran kas dapat berupa:

1. Penyaluran Pembiayaan: Mudharabah dan Musyarakah.


2. Penyaluran Pinjaman Qardh.
3. Pengeluaran Biaya Dibayar di Muka.
4. Pengambilan Tabungan Wadiah.
5. Pengambilan Investasi Mudharabah.
6. Pencairan Simpangan Berjangka Mudharabah.
7. Pembayaran Pembiayaan yang Diterima.
8. Pembayaran Bagi Hasil atas Pembiayaan yang Diterima.
9. Pembayaran Biaya-Biaya Operasional.
10. Investasi Sementara.
11. Investasi Jangka Panjang.
12. Pembelian Perlengkapan.
13. Pembelian Aktiva Tetap.
14. Simpanan di Bank atau Lembaga Keuangan Syariah.
15. Pencairan Simpanan Berjangka Mudharabah.
16. Penyerahan Setoran Pokok (pada Koperasi Syariah).
17. Penyerahan Sertifikat Modal Koperasi (pada Koperasi Syariah).
18. Pembiayaan Biaya-Biaya Organisasi (pada Koperasi Syariah).

Transaksi Lainnya

Transaksi-transaksi lainnya atau kejadian yang tidak termasuk ke dalam penerimaan dan
pengeluaran kas, antara lain:

1. Piutang pendapatan.
2. Utang biaya.
3. Pendapatan diterima di muka.
4. Biaya dibayar di muka.
5. Penyusutan aktiva tetap
6. Penyisihan piutang tak tertagih.
7. Pemakaian perlengkapan.

Atas dasar ketiga jenis transaksi tersebut, dibuat bukti-bukti transaksi yang terdiri dari bukti
transaksi penerimaan kas, bukti transaksi pengeluaran kas, dan bukti umum (memorial).
HAL 53 SUMBER DANA – HAL 54

Sumber Dana

Sumber dana atau juga dapat dikatakan sebagai fundin atau juga modal kerja pada lembaga
keuangan termasuk pada Bank Syariah yang diperoleh dari luar pada umumnya menggunakan
akad berkaitan dengan:

1. Titipan
2. Simpanan
3. Investasi

Perbedaan antara titipan dengan investasi yang utama, antara lain:

1. Titipan tidak ada jangka waktunya seperti pada giro dan tabungan, sewaktu-waktu bisa
diminta kembali, sedangkan simpanan bisa ditentukan jangka waktunya, seperti pada
deposito dan investasi dibentukkan jangka waktunya.
2. Investasi menanggung resiko, dalam arti apabila yang dibiayai rugi dapat ikut
menanggungnya, sedangkan pada titipan dan investasi tidak akan menanggung resiko,
serta harus dikembalikan sebesar titipkan atau disimpankan.
3. Titipan tidak ada kompensasi, sedangkan simpanan dapat mempunyai kompensasi
apabila dengan akad wadiah dhomanah, sedangkan investasi memang tujuannya untuk
mendapatkan kompensasi atau hasil.

Investasi, yaitu suatu bentuk perniagaan, dimana pemilik modal (nasabah) menyetorkan
modalnya kepada pengelola (Bank) untuk diusahakan dengan keuntungan yang akan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak. Sedangkan kerugian, jika ada akan
ditanggung oleh pemilik modal. Dengan demikian, cara investasi melibatkan pemilik modal
(nasabah), pengelola modal (Bank), modal (dana) harus jelas jumlahnya, jangka waktu
pengelolaan modaln, jenis pekerjaan atau proyek yang dibiayai, porsi bagi hasil keuntungan.

Standar Akuntansi Syariah

Akuntansi syariah di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi yang telah diatur
pada PSAK, seperti berikut ini:

1. PSAK 50 (2010) tentang instrument keuangan: penyajian.


2. PSAK 55 (2011) tentang instrument keuangan: pengakuan dan pengukuran.
3. PSAK 60 tentang instrument keuangan: pengungkapan.
4. PSAK 102 tentang murabahah.
5. PSAK 104 tentang istishna.
6. PSAK 106 tentang musyarakah.
7. PSAK 107 tentang ijarah.
HAL 55-65

BAB 3 – Al-Wadiah (Titipan)

Al-wadiah adalah titipan atau simpanan, yang dalam lembaga keuangan syariah/Bank Syariah
merujuk pada perjanjian, di mana nasabah menyimpan uang di LKS termasuk bank dengan
tujuan agar LKS/Bank Syariah bertanggungjawab menjaga uang yang disimpankannya dan
menjamin pengembalian uang tersebut bila nantinya akan diminta kembali.

Konsekuensi dari pelaksanaan prinsip wadiah adalah apabila uang titipan tersebut menghasilkan
keuntungan, maka semua keuntungan tersebut akan menjadi milik LKS/Bank Syariah dan juga
sebaliknya. Imbalan bagi nasabah yang menitipkan/menyimpan uangnya mendapat keamanan
harta dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Dalam wadiah tidak terdapat bunga yang ditawarkan atau diakadkan di muka, sehingga murni
sebagai penitipan.

Wadiah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu pada orang lain agar dijaga
dan yang ditinggali sanggup menjaganya, Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hokum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan sja si penitip menghendakinya.

Perbedaan antara wadiah dengan Qardh, antara lain:

1. Sama sekali tidak ada pemindahan hak kepemiliknya.


2. Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan sampai dikembalikan pada pemiliknya,
berbeda dengan qardh, barang yang sudah dipinjamkan akan menjadi milik peminjam
untuk sementara waktu dan boleh dipergunakan sesukanya.
3. Barang yang dikembalikan adalah barang yang sama ketika dititipkan (bentuk dan
lainnya), sedangkan pada Qardh, barang yang dikembalikan bukan barang yang sama
pada saat peminjaman, tetapi barang yang senilai atau semisalnya.
4. Wadiah boleh menjai akad profit jika pihak yang dititipkan meminta kompensasi atau
imbalan atas jasa penitipan, Qardh tidak boleh menerima imbalan apa pun.

Hukum Menerima Benda Titipan

Hukum menerima benda-benda titipan, yaitu:

1. Sunah.
2. Wajib.
3. Haram.
4. Makruh.

Sunnah, menerima benda-benda titipan apabila yang menitipkan sudah percaya kepada yang
dititipi.
Wajib, menerima benda-benda titipan apabila tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya oleh
yang akan menitipkan.

Makruh, apabila yang ditutupi khawatir akan berkhianat terhadapa barang titipan, baik merusak
maupun menghilangkannya.

Haram, apabila yang dititipi tidak kuasa memelihara benda-benda titipan.

Menjaga dalam Wadiah

menjaga barang titipan disesuaikan dengan jenis akadnya dan sebelum akad diikrarkan serta
harus jelas. Ada pun batasan dari menjaga pada wadiah adalah:

1. Wadiah tanpa Jasa


Al-wadi’ah bighar al-ajr (wadiah tanpa jasa), yaitu wadi’ tidak bertanggung jawab
terhadapa kerusakan barang yang bukan karena kelalaiannya dan ia harus menjaga barang
tersebut sebagaimana barangnya sendiri.
2. Wadiah dengan Jasa
Al-wadi’ah bi’ajr (wadiah dengan jasa) ialah wadi’ hanya menjaga barang titipan sesuai
dengan yang diperjanjikan, tanpa harus melakukan seperti halnya tradisi masyarakt.

Macam-Macam Wadiah

Macam-macam wadiah, antara lain:

1. Wadiah Yad Amanah


Wadiah Yad Amanah adalah wadiah di mana penerima titipan tidak bertanggung jawab
atas kehilangan atau kerusakan barang yang dititipkan selama bukan akibat dari kelalaian
yang dititipi.
Pihak yang menerima titipan pada wadi’ah yad al-amanah, tidak boleh menggunakan
dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi harus benar-benar
menjaganya sesuai kelaziman.
Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.
Dengan demikian, penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari titipannya, bahkan
dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak perbankan.
Skemanya sebagai berikut:

Menitipkan barang
Nasabah Bank
Muwaddi Mustawda
Membebankan biaya

Gambar 3.1 Wadiah Yad Amanah


2. Wadiah Yad Dhamanah
Wadiah Yad Dhamanah adalah wadiah di mana penerima titipan memanfaatkan barang
titipan tersebut dengan seizing pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikkan titipan
tersebut secara utuh setiap saat kala pemilik menghendakinya. Akad penitipan tersebut,
pihak yang diberi kepercayaan dapat memanfaatkan barang titipan dan bertanggung
jawab atas titipan tersebut bila terjadi kerusakan atau kelalaian dalam menjaganya, dan
keuntungan dari pemanfaatan barang titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
Semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik yang dititipi
(Bank/LKS), tetapi dapat juga diberikan bonus kepada penitip bonus dengan catatan tidak
disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal presentase.

Wadiah dan Mudharabah

Prinsip al-wadi’ah kombinasikan dengan prinsip al-mudharabah, sehingga bank dapat


menetapkan besarnya bonus yang diterima oleh penitip dengan menetapkan nisbah.

Menitipkan barang
Nasabah Bank
(Penitip) (Penyimpan)
Beri bonus

Pemanfaatan dana Bagi hasil

Bank
(Penyimpan)

Gambar 3.2 Wadiah dan Mudharabah

Akad antara bank dengan penitip adalah wadiah yad dhamanah, sedangkan dengan pengguna
dana adalah mudharabah.

Dengan adanya dua akad yang dilakukan pada wadiah tersebut, maka dimungkinkan penitip
mendapatkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh pengelola tersebut.

Prinsip pada Wadiah

Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan
pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberi bonus kepada pemilik dana sebagai suatu intensif untuk menarik dana masyarakat,
tetapi tidak boleh diperjanjikan di muka.
Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana
yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selam tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan
debit card. Terhadapa pembukaan rekening ini, bank dapat mengenakan biaya administrasi untuk
sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.

Jenis Barang Yang Diwadiahkan

Tabungan/wadiah tidak hanya berbentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang seperti berikut
ini.

1. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat
penyimpanannya dikenal dengan safety box, suatu tempat/kotak di mana nasabah bisa
menyimpan barang apa saja ke dalam kotak tersebut.
2. Uang, jelas sebagaiman yang telah kita lakukan pada umumnya.
3. Dokumen (saham, obligasi, bilyet giro, surat perjanjian mudhorabah, dan lain-lain)
4. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat, dan lain-lain) yang dianggap berharga
mempunyai nilai uang).

Penghimpun Dana Masyarakat

Penghimpunan dana perbankan dari masyarakat dapat dibedakan menjadi berikut:

1. Simpanan giro (demand deposit) wadiah dan mudharabah.


2. Simpanan tabungan (saving deposit) wadiah dan mudharabah.
3. Simpanan deposito (time deposit) mudharabah.

Simpanan Giro Wadiah dan Mudharabah

Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1996, yang dimaksud dengan rekening giro
adalh simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.

Fatwa DSN No: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro

Giro ada dua jenis, yaitu:

1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan
bunga.
2. Giro yang dibenarkan sevara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudharabah
dan wadiah

Ketentuan Umum Giro Berdasarkan Mudharabah


1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank
bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

Anda mungkin juga menyukai