Anda di halaman 1dari 22

Nama : Ridhola Fitbriansyah

NIM : 1308115621
Blok 18
PENYAKIT KARANTINA
A. PES / Plague
1. Definisi
Penyakit pes adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri
Yersinia pestis. Pes disebut juga penyakit sampar, plague, atau black death. Penyakit ini ditularkan dari
hewan pengerat (terutama tikus) melalui perantara kutu (flea). Kutu perantara yang paling sering adalah
jenis Xenopsylla cheopsis. Penyakit ini di Indonesia termasuk salah satu penyakit menular dalam
Undang-Undang Wabah yang harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan dalam waktu 24 jam pertama
sejak diketahui. Pes disebut sebagai black death karena salah satu gejala penyakit ini adalah kehitaman
pada ujung-ujung jari dan tingkat kematiannya yang tinggi.
2. Gejala Klinis
Gejala timbul 2 hingga 8 hari setelah gigitan kutu, jarang melebihi 15 hari. Sebagian besar
penderita mengalami gejala awal yaitu tidak napsu makan, rasa dingin, berdebar- debar, dan nyeri di
daerah selangkangan. Berdasarkan gejala, pes dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu pes tipe kelenjar
getah bening, pes tipe infeksi luas, dan pes tipe paru.

 Pes tipe kelenjar getah bening (bubonik)


Pes tipe ini paling sering ditemui (75% dari semua kasus pes). Demam merupakan gejala awal;
suhu dapat mencapai 41oC, disertai gejala lain seperti nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, dan lemas.
Segera setelah gejala awal (umumnya dalam 24 jam), pasien merasakan nyeri dan pembengkakan pada
kelenjar getah bening.
Gejala khas pada tipe ini adalah adanya pembesaran kelenjar getah bening (diameter 2-10 cm) yang
bengkak dan merah. Kelenjar getah bening yang paling sering terkena adalah kelenjar di selangkangan
karena gigitan kutu lebih sering terjadi di kaki. Pada anak, dapat ditemui pembesaran kelenjar getah
bening di ketiak atau leher. Dalam hitungan jam, pembengkakan kelenjar ini akan terasa sangat nyeri
sehingga pasien menghindari tekanan atau gerakan di sekitar kelenjar tersebut. Daerah pembengkakan
berwarna merah, tegang, dan teraba hangat. Seiring waktu, pembesaran getah bening ini bisa berisi
nanah yang mengandung bakteri Y. pestis; nanah ini dapat mengalir ke luar secara spontan. Di sekitar
pembengkakan terkadang dapat ditemui bekas gigitan kutu berupa tonjolan merah, luka dalam, atau
seperti bisul yang disertai jaringan mati berwarna kehitaman (pes kutaneus).
Bakteri penyebab pes dapat menghasilkan racun (toksin) yang menyebar ke seluruh tubuh, sehingga
jika penderita tidak diobati dengan baik dapat terjadi komplikasi lanjut. Komplikasi ini dapat berupa
perdarahan di saluran napas, saluran pencernaan, saluran kencing, dan rongga-rongga tubuh; penurunan
kesadaran sampai koma; kejang; kegagalan aliran darah; dan kegagalan organ sampai kematian. Pes
bubonik yang sampai ke otak dan menyebabkan radang selaput otak disebut pes meningitis, dengan
gejala sakit kepala, kejang, kaku leher, dan koma. Pes tipe bubonik umumnya menyebabkan gejala
berat, namun terdapat juga pes bubonik ringan yang disebut pes minor.

 Pes tipe infeksi luas (septikemia)


Bakteri pada saluran getah bening dapat sampai ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Pada tipe septikemia, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Gejala timbul dalam waktu
sangat singkat, berupa demam, pucat, lemah, bingung, penurunan kesadaran hingga koma. Racun
yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan gumpalan darah kecil-kecil di seluruh tubuh
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah. Tidak adanya aliran darah menyebabkan kematian
jaringan (gangrene) yang ditandai dengan warna kehitaman. Gumpalan darah ini menghabiskan
bahan-bahan pembeku darah sehingga terjadi perdarahan di berbagai tempat, seperti perdarahan kulit
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
yang tampak seperti bintik-bintik merah keunguan, batuk darah, buang air besar disertai darah, serta
muntah darah. Jika tidak diobati, pes tipe ini fatal. Penderita dapat meninggal dunia pada hari pertama
sampai ketiga setelah timbulnya demam.

 Pes tipe paru – paru (pneumonik)


Pada pes tipe ini, bakteri terutama menginfeksi paru. Infeksi pada paru dapat terjadi secara primer akibat
penularan dari udara atau titik-titik air liur (droplet) penderita lain, atau secara sekunder dari penyebaran
bakteri melalui aliran darah pada tipe bubonik. Gejala tipe ini adalah kelemahan, nyeri kepala, demam,
batuk dan sesak napas. Batuk umumnya berdahak cair dan disertai darah. Sejak awal dapat terjadi
penurunan kesadaran dan penderita dapat meninggal pada hari keempat sampai kelima setelah gejala
pertama timbul jika tidak diobati.
3. Etiologi
Pes dapat ditemui di seluruh dunia, terutama di benua Afrika. Sebagian besar penderita pes
merupakan penduduk desa, lebih banyak ditemui pada laki – laki, dan dapat terjadi pada semua umur.
Pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus, maka tikus tersebut
akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian, jika kutu lain menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu
tersebut juga akan terinfeksi. Jika kutu – kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam tubuh kutu
akan masuk ke dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah bening dan menyebar melalui sirkulasi
darah. Di kelenjar getah bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang berupa bengkak, kemerahan
dan nanah. Bakteri ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain seperti limpa,
paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat menyebabkan radang
(pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui batuk atau bersin. Bakteri yang
dibatukkan dapat bertahan di udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat
menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan tupai.
Selain melalui gigitan kutu, pes dapat menular dengan berbagai cara lain, yaitu:

 Kontak titik-titik air liur (droplet) di udara: berupa batuk atau bersin dari penderita pes dengan
radang paru.
 Kontak langsung: berupa sentuhan kulit yang terluka terhadap nanah/luka penderita pes,
termasuk kontak seksual.
 Kontak tidak langsung: sentuhan terhadap tanah atau permukaan yang terkontaminasi bakteri.
 Udara: hirupan udara yang mengandung bakteri Y. pestis karena bakteri ini dapat bertahan di
udara cukup lama.
 Makanan atau minuman yang tercemar bakteri.

4. Tata Laksana

Pengobatan dilakukan dengan cara terapi. Umumnya diperlukan perawatan inap untuk memulai
terapi. Terapi utama adalah dengan pemberian antibiotik. Pemilihan jenis antibiotik bergantung pada
gejala klinis penderita. Untuk gejala berat seperti tipe septikemia dan tipe pneumonik, Streptomisin
adalah pilihan utama. Obat ini diberikan secara suntik ke dalam otot (intramuskular) selama 5-7 hari.
Antibiotik suntik dapat diganti menjadi obat tablet/pil jika terdapat perbaikan gejala. Total lama
pengobatan pes adalah 7-10 hari. Untuk gejala ringan, dapat diberikan antibiotik Tetrasiklin. Tetrasiklin
diberikan dalam bentuk tablet atau pil (per oral) selama 10-14 hari. Ada juga berbagai alternatif
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
antibiotik lainnya adalah Gentamisin, Kloramfenikol, Doksisiklin, Trimetropim-Sulfametoksazol, dan
Sulfadiazin.
Penderita yang dicurigai menderita pes pneumonik harus dirawat dalam ruang isolasi sampai
minimal 2 hari pemberian antibiotik atau terbukti tidak menderita pes. Petugas kesehatan harus
menggunakan masker untuk menghidari penularan melalui udara. Pes yang mengalami komplikasi
harus dirawat secara intensif. Pembesaran kelenjar getah bening yang berisi nanah mungkin
memerlukan pengeluaran nanah secara bedah.
Jika tidak diobati, pes menyebabkan kematian pada >50% penderita tipe bubonik dan hampir
100% pada tipe septikemia dan pneumonik. Tingginya angka kematian dipengaruhi juga oleh
keterlambatan diagnosis, kesalahan diagnosis, keterlambatan pengobatan, atau ketidaktepatan
pengobatan.
Tindakan pencegahan pes dapat berupa menghindari daerah yang rawan pes; menghindari
hewan yang sakit atau mati; menggunakan obat pengusir serangga atau baju pelindung jika berisiko
terpapar kutu; serta menggunakan sarung tangan jika harus menangani hewan mati. Tempat tinggal dan
makanan hewan pengerat (sampah, makanan hewan) harus dimusnahkan dari sekitar tempat tinggal.
Jika seseorang diketahui terpapar oleh kutu atau hewan mati, dapat diberikan pengobatan antibiotik
pencegahan selama 5 hari. Vaksinasi pes tersedia dan saat ini digunakan untuk petugas laboratorium
yang berisiko terpapar bakteri pes serta orang-orang dengan pekerjaan yang berkaitan dengan binatang
pengerat.

B. Cholera

1. Definisi
Kolera adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan karena mengonsumsi makanan atau
minuman yang sudah terkontaminasi dengan bakteri vibrio cholerae (v. cholerae). Kolera menjadi
masalah kesehatan bagi penduduk di negara-negara berkembang di dunia, terutama di Afrika, Asia
Selatan dan Amerika Latin. Sebagian orang yang terkena kolera akan mengalami diare dalam jumlah
berlebih dan mengalami dehidrasi hebat hingga menyebabkan kematian. Umumnya orang akan
terkena kolera setelah menelan bakteri vibrio cholerae yang sudah mengontaminasi sumber makanan
atau air.
2. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda kolera adalah diare yang biasanya disertai dengan bintik-bintik putih (lendir dan
sel epitel) yang seukuran beras. Volume diare bisa sangat tinggi yaitu bisa 10 sampai 18 liter selama 24
jam pada orang dewasa dengan 70 kg berat badan. Gejalanya adalah :
 Muntah
 Denyut nadi cepat
 Hilangnya elastisitas kulit
 Membran mukosa kering
 Tekanan darah turun
 Haus
 Kram otot
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
 Gelisah atau lekas marah (terutama pada anak-anak).

Mereka yang terinfeksi memerlukan terapi rehidrasi segera untuk mencegah penyakit ini
berkembang menjadi keadaan serius. Jika tidak diobati, dehidrasi berat akibat kolera akan menyebabkan
shock hingga kematian. Dehidrasi berat seringkali terjadi pada 4-8 jam setelah diare pertama, dan pada
orang yang tidak diobati akan berakhir dengan kematian dalam waktu sekitar 18 jam.

3. Etiologi

Bakteri vibrio cholerae biasanya ditemukan pada air kotor atau pasokan air minum yang terkontaminasi
dengan pembuangan kotoran. Kolera jarang sekali ditularkan dari orang ke orang. Bakteri ini ini akan
masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi olehnya. Bakteri vibrio
cholerae sering mengontaminasi:
 Pasokan air massal
 Es yang terbuat dari sumber air massal
 Makanan dan minuman yang diproduksi dengan higiene yang buruk
 Sayuran yang tumbuh dengan diairi limbah
 Kerang dan ikan mentah dan makanan laut lainnya yang diperoleh dari perairan yang
tercemar limbah.
Bakteri vibrio cholerae umumnya sangat sensitif terhadap keberadaan asam di lambung dan saluran
pencernaan. Asam lambung akan membunuh sejumlah kecil bakteri sebelum akhirnya mereka
berkembang biak di dalam tubuh. Tapi, ketika bakteri dalam jumlah besar mengeroyok sistem
pertahanan alami tubuh, mereka akan tumbuh di usus kecil dan turut keluar melalui kotoran (feces)
orang yang terinfeksi. Orang yang terinfeksi kolera ringan atau tidak menunjukkan gejalanya -terutama
bagi mereka yang personal higiene-nya buruk- akan menyebarkan infeksi dengan mengontaminasi
makanan langung dengan kotoran yang terinfeksi.

4. TataLaksana
Untuk keadaan diare yang lebih buruk dari biasanya, lebih baik segera minta pertolongan medis
daripada mencoba menanganinya sendiri. Segeralah minta pertolongan medis apabila terjadi diare
yang terus menerus atau jika terjadi muntah.

Pengobatan untuk kolera akan ditentukan berdasarkan:

 Kesehatan dan sejarah medis pasien


 Tingkat keparahan
 Toleransi terhadap obat-obatan, prosedur atau terapi tertentu
 Keluhan
 Kemungkinan penyebarannya.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Pengobatan untuk kolera biasanya melibatkan proses rehidrasi, yaitu dengan:

 Solusi rehidrasi melalui oral (oralit).


 Solusi rehidrasi dengan intravena (infus) untuk kasus kolera berat.

Rehidrasi yang direkomendasikan WHO

Kondisi Pengobatan Pedoman; usia dan berat badan


Pasien
Non Oralit Anak-anak < 2 tahun: 50 mL-100 mL, hingga 500
dehidrasi mL/hari
Anak-anak 2-9 tahun: 100 mL-200 mL, hingga 1.000
mL/hari
Anak-anak > 9 tahun: sebanyak mungkin, hingga 2.000
mL/hari
Dehidrasi Oralit (dalam 4 jam pertama) Bayi < 4 bulan (< 5 kg): 200-400 mL
sedang Bayi 4 bulan-11 bulan (5 kg-7,9 kg): 400-600 mL
Anak-anak 1-2 tahun (8 kg-10,9 kg): 600-800 mL
Anak-anak 2-4 tahun (11 kg-15,9 kg): 800-1.200 mL
Anak-anak 5-14 tahun (16 kg-29,9 kg): 1.200-2.200
mL
Pasien > 14 tahun (30 kg atau lebih): 2.200-4.000 mL
Dehidrasi IV drip Ringer Lactate, atau Usia < 12 bulan: 30 mL/kg dalam satu jam*, kemudian
berat jika tidak tersedia, 70 mL/kg selama 5 jam
oralit seperti uraian diatas Usia > 1 tahun: 30 mL/kg dalam 30 menit*, kemudian
70 mL/kg selama dua setengah jam
* Ulangi sekali lagi jika nadi masih sangat lemah atau tidak terdeteksi

 Pantau terus keadaan pasien selama satu sampai dua jam dan terus lakukan rehidrasi. Jika
dengan rehidrasi kondisi tidak membaik, berikan infus. 200 ml/kg atau lebih mungkin akan
dibutuhkan dalam 24 jam pertam.
 Setelah enam jam (bayi) atau tiga jam (pasien yang lebih tua), lakukan observasi penuh.
Beralih ke oralit jika rehidrasi berhasil dan pasien dapat minum.
Pengobatan dengan antiobiotik terkadang juga diterapkan untuk mempercepat durasi penyakit,
meskipun bukan dianggap hal utama untuk keberhasilan pengobatan kolera.

Mencegah kolera

Langkah terbaik untuk mencegah kolera adalah:


Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
1. Hanya menggunakan air yang telah dimasak atau bahan kimia yang didesinfeksi untuk:

 Minum, atau menyiapkan minuman seperti teh atau kopi


 Menyikat gigi
 Mencuci wajah dan tangan
 Mencuci buah-buahan dan sayuran
 Mencuci peralatan makan
 Mencuci wadah, kaleng, dan botol-botol yang akan diisi makanan atau minuman.
2. Menghindari makan atau minum dari sumber yang tidak diketahui. Setiap makan mentah bisa
terkontaminasi, termasuk:

 Buah-buahan dan sayuran


 Susu dan produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi
 Daging mentah
 Kerang-kerangan
 Ikan yang ditangkap dari daerah karang tropis (bukan laut terbuka).
Vaksin kolera tersedia untuk usia minimal dua tahun, dan telah terbukti aman dan efektif. Menurut
WHO, enam bulan setelah vaksin kolera diberikan, tingkat keberhasilan di semua kelompok usia
adalah 85%-90%, dan menurun menjadi 62% pada orang dewasa dalam waktu satu tahun.

C. Yellow Fever
1. Definisi
Demam kuning adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui perantara
nyamuk. Umumnya terdapat di daerah Amerika Selatan, Afrika, dan Karibia. Nyamuk yang membawa
virus di dalam tubuhnya ini kemudian menyebarkan ke penduduk di sekitar pengidap maupun turis yang
sedang mengunjungi area itu hingga menyebabkan demam dan gangguan serius pada organ hati dan
ginjal. Infeksi virus yang telah merambat ke organ hati turut mengganggu fungsi organ ini sehingga
menyebabkan perubahan pada warna kulit menjadi menguning.
2. Etiologi
Demam kuning disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang mulanya menggigit
penderita penyakit ini, umumnya manusia dan monyet. Nyamuk ini kemudian menularkan demam
kuning di antara sesama manusia atau monyet lainnya, atau dari manusia ke monyet, dan sebaliknya.
Selain gurun Sahara di Afrika dan area tropis Amerika selatan, atau bahkan pemukiman manusia yang
bersih sekalipun, tidak luput dari perkembangbiakan nyamuk ini.
Virus yang akhirnya berdiam dalam kelenjar saliva nyamuk Aedes aegypti ini kemudian masuk ke
aliran darah manusia atau monyet lainnya melalui gigitan dan menyebabkan sakit pada inang baru yang
didiaminya. Waspadai senja hingga fajar karena pada waktu-waktu inilah penyebaran virus demam
kuning paling banyak terjadi, saat nyamuk Aedes aegypti menjadi sangat aktif.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
3. Gejala dan Tanda
Demam kuning menyebabkan demam, sakit kepala, mual, muntah, serta nyeri otot pada
penderitanya. Umumnya terdapat tiga tahap infeksi virus demam kuning dengan tahap awal yang
cenderung tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya, atau bisa juga tanpa gejala. Tahapan awal
infeksi dapat berlangsung selama 3-4 hari dan biasanya dimulai 3-6 hari sejak infeksi virus atau sejak
gigitan nyamuk terjadi. Gejala lain yang mungkin muncul adalah kehilangan nafsu makan, sensitif
berlebihan terhadap cahaya, serta kemerahan pada mata, lidah, dan wajah.
Tahapan kedua adalah tahap remisi, di mana keadaan pasien tampak membaik. Secara umum pasien
sembuh di tahap yang berlangsung kurang lebih 2 hari ini. Walau begitu, disarankan untuk tetap
diwaspadai karena pada sekitar 15-25 persen pasien dapat memasuki fase ketiga yang lebih berisiko
dan dapat berujung kematian.
Pada fase ketiga, waspadai munculnya kerusakan pada organ hati yang dapat membuat warna mata dan
kulit menjadi kuning. Selain itu, dapat muncul juga demam yang disertai dengan pendarahan di dalam
tubuh, muntah darah, peradangan hati atau hepatitis, serta kerusakan multi organ.
4.Diagnosis
Gejala demam kuning cukup umum dan dapat dialami juga oleh beberapa penyakit lain, seperti
malaria dan demam berdarah sehingga diagnosis demam kuning diperoleh salah satunya berdasarkan
sejarah perjalanan yang dilakukan pasien. Setelah itu dokter akan melakukan tes darah untuk
mengetahui keberadaan jenis virus yang terdapat dalam tubuh.
Segera temui dokter begitu Anda merasakan gejala demam kuning yang telah disebutkan di
atas, khususnya setelah atau sedang melakukan kunjungan ke negara-negara yang memiliki kasus
penyakit demam kuning.
5.Tata Laksana
Tidak ada obat antivirus yang dapat menyembuhkan penyakit demam kuning. Namun, penanganan
suportif diperlukan untuk menangani gejala. Gejala umum seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot,
dapat ditangani menggunakan obat pereda sakit, seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun, penyakit
lain yang ditimbulkan akibat komplikasi demam kuning, seperti kerusakan organ tubuh pemicu kondisi
gagal ginjal tentunya membutuhkan penanganan lanjutan yang sesuai di rumah sakit.
Perawatan yang dapat direkomendasikan untuk demam kuning dapat berupa memberikan oksigen,
menjaga tekanan darah, proses dialisis untuk penderita gagal ginjal, dan transfusi sel plasma demi
meningkatkan level pembekuan darah.
6.Pencegahan
Demam kuning dapat dicegah dengan pemberian vaksin yang dilakukan sebelum seseorang melakukan
perjalanan ke area yang berpotensi menyebarkan demam kuning. Vaksin dapat dilakukan minimal
sepuluh hari sebelum waktu keberangkatan dengan waktu ideal pemberian vaksin adalah 3-4 minggu.
Usia yang aman untuk menerima vaksin ini adalah pasien dengan jarak usia antara 9 bulan hingga 60
tahun agar terlepas dari risiko penyakit radang otak hingga kematian.
Efek samping dapat berlangsung selama 5-10 hari pasca pemberian vaksin. Adapun efek samping yang
dirasakan tergolong umum dan ringan, yaitu demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan serta rasa
sakit pada area bekas suntikan vaksinasi. Pada beberapa kasus yang langka, vaksinasi demam kuning
dapat menimbulkan reaksi alergi, reaksi pada sistem saraf, dan bahkan kematian sehingga konsultasi
kepada dokter sangat disarankan sebelum melakukan vaksinasi.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Orang yang telah mendapatkan vaksin pencegah demam kuning akan mendapatkan sertifikat yang harus
diperlihatkan sebelum memasuki area berpotensi. Vaksin ini bertahan hingga 10 tahun atau mungkin
seumur hidup. Sertifikat vaksin akan berakhir dalam 10 tahun bila Anda mendapatkannya sebelum Juni
2016. Saat ini World Health Organization menyatakan pemberian penguat/booster vaksin mungkin
tidak perlu kecuali pada keadaan-keadaan tertentu.
Anda mungkin harus mendapatkan booster menjelang keberangkatan ke daerah yang terjangkit demam
kuning apabila Anda telah mendapatkannya lebih dari 10 tahun yang lalu dan Anda membutuhkan
sertifikat vaksin.
Apabila ingin berangkat ke daerah yang terjangkit demam kuning dan mendapatkan vaksin lebih dari
10 tahun, orang-orang berikut juga direkomendasikan untuk mendapatkan booster:
 perempuan yang sedang hamil
 anak di bawah usia dua tahun
 seseorang yang memiliki sistem imunitas yang rendah, seperti penderita HIV dan calon
penerima transplantasi sumsum tulang.
Sebagai tindakan pencegahan tambahan, menghindari sengatan nyamuk juga dapat dilakukan dengan
cara menggunakan penolak nyamuk pada kulit dan pakaian. Anda dapat menggunakan penolak nyamuk
yang mengandung permethrin pada pakaian, sepatu, perlengkapan berkemah, dan pada sekat tambahan
pintu maupun jendela. Sementara untuk kulit, gunakan penolak nyamuk khusus kulit yang tahan lama.
Penolak nyamuk untuk kulit yang memiliki bahan aktif picaridin, IR3535, dan DEET dalam konsentrasi
yang tinggi dapat memberikan perlindungan yang lebih lama dari gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Gunakan dengan bijaksana dan sesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan. Hindari penggunaan
penolak nyamuk pada anak yang berusia di bawah usia dua tahun karena mengandung bahan kimia
yang berbahaya. Sebagai gantinya Anda dapat menggunakan penolak nyamuk pada kereta dorong atau
kelambu antinyamuk saat sedang berada di luar ruangan. Beberapa bahan alami, seperti minyak lemon
eucalyptus, dapat pula dipergunakan dengan pengecualian pada anak berusia di bawah usia tiga tahun.
Ingatlah untuk selalu menyimpan data perjalanan Anda, seperti lokasi luar ruangan, terutama jika
terdapat pada daerah yang terjangkit demam kuning. Pasien yang pernah atau telah mengalami demam
kuning dan sembuh, pada akhirnya secara alami akan membentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit
ini.

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

1. Biologis
Penyakit berbasis lingkungan yang menular melalui agen biologis membutuhkan peran agen makhluk
hidup seperti virus, bakteri, jamur, prozoa dan cacing untuk melakukan infeksi. Beberapa penyakit
menular yang ditimbulkan oleh agen biologis,yaitu:
a) Penyakit Virus
1) Influenza
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Ø Pengertian
Influenza merupakan penyakit virus yang endemik di seluruh dunia dan sering menjadi epidemi di
banyak negara. Penyebab influenza adalah virus influenza tipe A,B dan C, virus berukuran 200 nm yang
mempunyai selubung virion. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae.
Ø Penularan
Penyakit influenza ditularkan oleh virus influenza melalui udara, menyerang saluran pernapasan,
akibatnya penderita mengalami kesulitan bernapas.
Ø Gejala klinis influenza
Sesudah masa inkubasi 1-2 hari, gejala umum dan keluhan yang tidak khas terjadi berupa malaise
umum, sistem kataral sistemik, demam menggigil, kadang-kadang muntah dan diare, sakit kepala,
mialga dan sakit tenggorok. Daya tahan tubuh penderita dan adanya infeksi sekunder mempengaruhi
beratnya influenza. Komplikasi influenza berupa infeksi sekunder bakteril dengan kuman
Staphyllococcus aureus, Haemophyllus influenzae dan pneumokokus dapat menimbulkan otitis,
sinusitis, mastoiditis, bronkiolitis, bronkopneumoni, miokarditis dan perikarditis.
Ø Pencegahan
Salah satu pencegahan adalah dengan menggunakan vaksin influenza yang mengandung virus A dan B
dan disebutkan dapat mengurangi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh virus H5N1 atau flu burung
dan juga pencegahan flu pada usia 5 – 50 tahun. Golongan yang memerlukan vaksini ini antara lain :
usia > 65 th, memiliki penyakit kronis lainnya (paru-paru, jantung, darah dan ginjal, DM), memiliki
gangguan sistem pertahanan tubuh, dan petugas kesehatan. Dianjurkan untuk memberikan vaksin
sebelum musim dingin atau musim hujan. Selain itu perubahan perilaku masyarakat dengan gaya hidup
yang sehat dapat mengurangi terjadinya penyakit influenza ini.

2) Varicella atau Cacar Air


Ø Pengertian
Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus
Varicella zoster. Penyakit ini disebarkan secara aerogen.
Ø Penularan
Penyakit varicella atau cacar air ditularkan oleh virus Varicella zoster melalui udara, menyerang
lapisan kulit, akibatnya penderita mengalami gatal – gatal dan nyeri kulit seperti bisul.
Ø Gejala Klinis
Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah.
Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi,
sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil
yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota
gerak dan wajah.
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit
ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan
maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar
sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Ø Pencegahan
Imunisasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan. Imunisasi ini dianjurkan bagi orang
di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai kekebalan.Penyakit ini erat kaitannya dengan kekebalan
tubuh.

3) Variola
Ø Pengertian
Cacar adalah penyakit virus sistemik dengan gejala khas adanya erupsi kulit. Kebanyakan cacar
dikelirukan dengan cacar air dimana lesi dikulit pada cacar air umumnya muncul dalam bentuk
successive crops (berhubungan satu sama lain) dengan tingkat yang berbeda disaat yang sama.
Ø Penularan
Penyakit cacar ditularkan oleh Variola virus , spesies Orthopoxvirus melalui udara. Penularan umumnya
terjadi pada saat muncul wabah dimana 50% dari mereka yang tidak divaksinasi akan tertulari. Penyakit
ini menyerang bagian kulit tubuh, hampir sama dengan cacar air. Namun penyakit cacar tidak
mengelurakan cairan.
Ø Gejala Klinis
Penyakit muncul mendadak dengan gejala demam, tidak nafsu makan, sakit kepala, badan lemah, sakit
pinggang berat, kadang-kadang sakit perut dan muntah; gambaran klinis menyerupai influenza.
Cacar dapat dikenal dengan jelas pada awal sakit, ditandai dengan munculnya lesi kulit kurang lebih
secara simultan pada saat suhu tubuh meningkat, bentuk lesi yang mirip satu sama lain pada daerah
yang sama
Ø Pencegahan
Pencegahan pada penyakit cacar yakni dengan mandi dua kali sehari, cuci tangan stelah
beraktivitas, serta menjaga kebersihan lingkungan.

b) Penyakit Bakteri
1) TBC Paru
Ø Pengertian
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Sumber penularan adalah penderita
TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.
Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Ø Penularan
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang
dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Masuknya Mikobakterium tuberkulosa
kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni
bakteri yang berbentuk bulat (globular).
Ø Gejala Klinis
Gejala penyakit TBC yakni batuk dalam jangka waktu yang lama, demam tinggi serta sering keringat
dingin.
Ø Pencegahan
a) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian, dengan
meningkatkan pendidikan kesehatan.
b) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas, sering
dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
c) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan
pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
d) BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan
keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
e) Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi air susu
sapi.
f) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara yang tercemar debu para
pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
g) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
h) Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant,
orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto
rontgen.
i) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.

2) Difteri
Ø Pengertian
Difteri/ Diphteria adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae, yang umumnya menyerang membran mukosa yang melapisi hidung dan tenggorokan serta
tonsil. Akibatnya tenggorokan menjadi terinflamasi dan inflamasi ini dapat menyebar ke kotak suara (
larynx) sehingga mempersempit saluran pernafasan.
Ø Penularan
Penularan penyakit difteri terjadi melalui tetes udara yang dikeluarkan oleh penderita ketika
batuk atau bersin. Penularan juga dapat terjadi melalui tissue/ sapu tangan atau gelas bekas minum
penderita atau menyentuh luka penderita.
Anak-anak usia kurang dari 5 tahun dan orang tua usia diatas 60 tahun sangat beresiko tertular penyakit
difteri, demikian pula mereka yang tinggal di lingkungan padat penduduk atau lingkungan yang kurang
bersih dan juga mereka yang kurang gizi dan tidak diimunisasi DTP.
Ø Gejala Klinis
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
a) Ada membran tebal warna abu-abu yang melapisi tenggorokan dan tonsil ( ciri khas )
b) Sakit tenggorokan dan suara serak
c) Sakit ketika menelan
d) Kelenjar getah bening di leher membengkak
e) Kesulitan bernafas dan nafas cepat
f) Keluar cairan dari hidung
g) Demam dan menggigil
h) Malaise
Tanda dan gejala umumnya muncul 2-5 hari setelah terinfeksi, namun mungkin juga baru muncul 10
hari kemudian.
Ø Pencegahan
Pencegahan penyakit difteri adalah dengan memberikan imunisasi DTP saat anak berumur 2, 4, 6, 18
bulan dan 5 tahun. Sedangkan pada usia 10 tahun dan 18 tahun diberikan imunisasi TD ( Toxoid Difteri
) saja. Bila pada suntikan DTP pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya suntikan berikut jangan
diberikan DTP lagi melainkan DT saja (tanpa P). (Prof. DR.A.H. Markum, 2000).

3) Meningitis
Ø Pengertian
Penyakit meningitis adalah infeksi pada lapisan otak dan urat saraf tulang belakang. Meningitis
merupakan infeksi yang dapat mengancam nyawa. Bila tidak ditangani dapat terjadi pembengkakan
otak, kecacatan tetap, koma bahkan kematian.
Ø Penularan
Penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah
satu contoh bakterinya yaitu Meningococcal bacteria.Penyakit ini menular melalui kontak dengan udara
bebas.
Ø Gejala
Gejala awal penyakit meningitis yaitu demam, sakit kepala, kaku kuduk, sakit tenggorokan, dan
muntah. Selain itu juga pada orang dewasa menjadi lebih mudah tersinggung, linglung, dan sangat
mengantuk, hingga terjadi penurunan kesadaran koma bahkan meninggal.
Ø Pencegahan
Menjaga hygiene merupakan cara yang paling baik untuk menghindari transmisi penyakit. Antibiotik
diberikan untuk mencegah meningitis pada orang yang kontak dekat dengan orang yang menderita
meningitis.

c) Penyakit Jamur
1) Askariasis
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Ø Penyebab
Askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides yang oleh masyarakat umum dikenal sebagai
cacing gelang.
Ø Penularan
Penularan askariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu telur infektif masuk mulut bersama
makanan dan minuman yang tercemar, melalui tangan yang kotor, atau telur infektif terhirup melalui
udara bersama debu.
Ø Gejala klinis
Pada manusia cacing dewasa dapat menimbulkan berbagai akibat mekanik, yaitu obstruksi usus,
intususepsi, dan perforasi ulkus yang ada di usus.
Ø Diagnosis
Diagnosis pasti askariasis ditegakkan jika melalui pemeriksaan makroskopis terhadap tinja atau
muntahan penderita ditemukan cacing dewasa.
Ø Pencegahan
1. Membuat kakus yang baik untuk menghundari pencemaran tanah dengan tinja penderita.
2. Mencegah masuknya telur cacing yang mencemari makanan atau minuman dengan selalu
memasak makanan dan minuman sebelum dumakan atau diminum
3. Menjaga kebersihan perorangan

d) Penyakit Protozoa
1) Toksoplasmosis
Ø Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii menyebabkan penyakit toksoplasmosis pada manusia
dan hewan. Parasit ini dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata,
otak dan selaput otak.
Ø Penularan
Penularan pada manusia dapat terjadi melalui dapatan (acquired) atau secara kongenital dari ibu ke bayi
yang dikandungnya.Secara dapatan, penularan dapat terjadi melalui makanan mentah atau kurang
masak yang mengandung psedokista (dalam daging, susu sapi atau telur unggas), penularan melalui
udara atau droplet infection (berasal dari penderita pneumonitis toksoplasmosis) dan melalui kulit yang
kontak dengan jaringan yang infektif atau ekskreta hewan misalnya kucing, anjing, babi atau roden
yang sakit.
Ø Gejala klinis
Pada orang dewasa, gejala klinik tidak jelas dan tidak ada keluhan penderita. Gejala yang jelas terjadi
pada penderita yang menderita toksoplasmosis kongenital karena luasnya kerusakan organ dan sistem
saraf penderita (bayi dan anak).
Ø Diagnosis
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Diagnosis pasti ditetapkan sesudah dilakukan pemeriksaan mikroskopik histologis secara langsung atau
hasil biopsi atau pungsi atau otopsi atas jaringan penderita, dan pemeriksaan jaringan berasal dari hewan
coba yang diinokulasi dengan bahan infektif.
Ø Pencegahan
1. Selalu memasak makanan dan minuman
2. Menghindari kontak langsung dengan daging atau jaringan hewan yang sedang diproses
3. Menjaga kebersihan lingkungan
4. Hewan-hewan penderita toksoplasmosis juga harus segera diobati atau dimusnahkan

2. Kimia
1) Asbestosis
Ø Pengertian
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes,
dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral
dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-
paru, menyebabkan parut. Menghirup asbes jugs dapat menyebabkan penebalan pleura atau selaput
yang melapisi paru-paru (www.dokter-online.co.nr, 2006).
Ø Penyebab
Penyebab asbestosis adalah serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh
makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan
sebab seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan. Pada proses ini, makrofag
menghasilkan unsur yang diharapkan dapat menghancurkan benda asing, tetapi hal itu dapat juga
merugikan alveoli. Hal ini akan menyebabkan terjadinya inflamasi pada alveoli dan secepatnya dapat
meninggalkan parut.

Ø Penyebaran
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-
batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar.
Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak
tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran
akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
Ø Pencegahan
1. Health Promotion
a. Pendidikan kesehatan kepada pekerja
b. Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
c. Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat
d. Penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
e. Pemeriksaan sebelum bekerja (Effendy, 1997)
2. Specific Protection
a. Penggunaan masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan.
b. Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di lingkungan kerja.
c. Pengendalian penggunaan asbes di tempat kerja ini adalah metoda yang paling efektif untuk
mencegah asbestosis.
d. Ventilasi udara yang cukup di ruang kerja
e. Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja yang berhubungan
dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok.
f. Guna menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak keluarga, disarankan setiap
pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di pabrik, dan menggantinya dengan pakaian bersih untuk
kembali ke rumah. Sehingga semua pakaian kerja tidak ada yang dibawa pulang, dan pekerja
membersihkan diri atau mandi sebelum kembali ke rumah masing-masing (Aditama TY, 1992).
3. Early Diagnostic
a. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
b. Terdengar suara ronki keying
c. Diikuti dengan keluhan takipnue, dan sianosis
d. Dapat terlihat adanya jari tabuh.
e. Pergerakan dada menjadi berkurang
f. pada stadium lanjut dapat ditemukan kor pulmonal dan mungkin gagal jantung (Aditama TY, 1992).

3. Fisika
a) Kebisingan
1) Sensorineural hearing loss
Ø Pengertian
Gangguan pendengaran sensorineural (HPS) adalah jenis gangguan pendengaran di mana akar
penyebab terletak pada saraf vestibulocochlear ( saraf kranial VIII), bagian dalam telinga , atau pusat-
pusat pengolahan sentral dari otak . Gangguan pendengaran sensorineural dapat ringan, sedang, atau
berat, termasuk tuli total.
Ø Penyebab
Sebagian besar gangguan pendengaran sensorineural manusia disebabkan oleh kelainan pada sel-sel
rambut dari organ Corti di koklea. Gangguan telinga ini juga bisa disebabkan akibat kebisingan di atas
ambang batas yang terus menerus.
Ø Pencegahan
1. Pengendalian secara teknis: Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk
mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
2. Pengendalian secara administrative: Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang
terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, cara
mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran.
3. Pemakaian alat pelindung telinga: Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang
tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan.

b) Suhu
1) Hipotermia
Ø Pengertian
Hipotermia adalah kondisi darurat medis yang terjadi ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat dari
pada saat tubuh menghasilkan panas sehingga suhu tubuh pun menjadi sangat rendah. Penderita
hipotermia suhu tubuhnya di bawah 36 derajat Celcius padahal suhu tubuh manusia normal adalah 37
derajat Celcius.

Ø Penyebab
Penyebab Hipotermia yakni pasti ada kontak dengan lingkungan dingin, ada gangguan penyakit yang
tengah diderita, penggunaan obat - obatan ataupun alkohol serta radang pankreas.

Ø Pencegahan:
1.Pindahkan ke tempat kering yang teduh. Ganti pakaian basah dengan pakaian kering yang hangat,
selimuti untuk mencegah kedinginan. Jika tersedia, gunakan bahan tahan angin, seperti alumunium foil
atau plastik untuk perlindungan lebih lanjut. Panas tubuh dari orang lain juga bagus untuk diberikan,
suruh seseorang melepas pakaian, dan berbagi pakai selimut dengan si korban. Jika penderita sadar,
berikan minuman hangat jangan memberikan minuman alkohol. Segeralah cari bantuan medis.
2.Bila kita melakukan kegiatan luar ruangan ( pendakian gunung khususnya ) pada musim hujan atau
di daerah dengan curah hujan tinggi, harus membawa jas hujan, pakaian hangat ( jaket tahan air dan
tahan angin ) dan pakaian ganti yang berlebih dua tiga stel, serta kaus tangan, kaus kaki dan topi ninja
juga sangat penting. Perlengkapan yang tidak kalah pentingnya adalah sepatu pendakian yang baik dan
dapat menutupi sampai mata kaki, jangan pakai sendal gunung atau bahkan jangan pakai sendal jepit.
3.Bawa makanan yang cepat dibakar menjadi kalori, seperti gula jawa, coklat dll. Dalam perjalanan
banyak “ngemil” untuk mengganti energi yang hilang.
4. Bila angin bertiup kencang, maka segeralah memakai perlengkapan pakaian hangat, seperti jaket
dan kaus tangan. Kehilangan panas tubuh tidak terasa oleh kita, dan tahu- tahu saja kita jatuh sakit.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
PENYAKIT PHEIC

A. SARS
1. Definisi
SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SARS-CoV). Penderita
yang terkena SARS mengalami gangguan pernafasan yang akut (terjadi dalam waktu cepat) dan dapat
menyebabkan kematian. SARS merupakan penyakit menular dan dapat mengenai siapa saja, terutama
orang tua.
Penyakit SARS pertama kali muncul di Provinsi Guangdong, Cina Selatan pada tanggal 16
November 2002. Dalam waktu kurang lebih 3 bulan, SARS sudah menginfeksi 305 jiwa dengan kasus
kematian mencapai 5 kasus. Pada saat itu, kasus tersebut dianggap sebagai radang paru-paru yang tidak
khas (pneumonia atipikal). Kemudian pada Februari 2003 SARS berhasil diidentifikasi untuk pertama
kalinya. Seorang dokter, bernama dr. Carlo Urbani, menemukan penyakit tersebut pada seseorang yang
bepergian dari China ke Vietnam melalui Hong Kong. Pasien tersebut dan dr. Carlo akhirnya meninggal
karena penyakit SARS. SARS menyebar dan menginfeksi ribuan orang di Asia, Australia, Eropa,
Afrika, dan benua Amerika. Saat puncak penyebaran, kasus SARS yang baru, dapat mencapai 200 kasus
per harinya.
Respon yang cepat dari seluruh dunia membantu mencegah penyebaran lebih lanjut. Setelah 7 Juni
2003, tidak ada lagi kejadian SARS yang dilaporkan terjadi. Sampai dengan tahun 2003 diperkirakan
terjadi 8000 kasus SARS dengan kematian mencapai 750 jiwa. Kematian lebih banyak terjadi pada
orang tua (usia diatas 65 tahun), di mana kematian dapat mencapai lebih dari 50% jumlah kasus SARS.
2. Gejala dan Tanda

Masa inkubasi (selang waktu antara virus masuk ke tubuh sampai menimbulkan gejala) SARS
berkisar antara 2-10 hari dengan rata-rata 6 hari. Gejala yang khas pada SARS adalah batuk, sesak nafas
atau sulit bernafas, nafas pendek, dan demam lebih dari 38⁰C. Penyakit SARS memiliki 3 fase
perkembangan gejala. Pada fase pertama (terjadi dalam minggu pertama setelah infeksi), pasien akan
merasakan gejala seperti influenza, antara lain demam, badan terasa lemah, nyeri otot, kaku pada
seluruh tubuh atau menggigil, dan sakit kepala.
Penyakit SARS akan semakin berkembang sehingga pada minggu kedua pasien mulai merasakan
gejala yang lebih hebat dan masuk ke dalam fase kedua. Gejala yang dirasakan adalah batuk (umumnya
kering tanpa dahak), sesak nafas, dan diare. Diare yang diderita pasien adalah diare dengan jumlah
yang banyak dan cair tanpa lendir dan darah. Pada minggu kedua tingkat oksigen yang terlarut dalam
darah (saturasi oksigen) mulai menurun.
Pada fase ketiga, terjadi gangguan pernafasan yang berat sehingga pasien memerlukan bantuan
pernafasan melalui alat ventilator. Pada fase ini, umumnya terjadi komplikasi berupa sepsis (infeksi
dimana kuman penyebab beredar dalam aliran darah), kerusakan organ tubuh, dan kematian.
Pada orang tua yang terkena SARS, akan muncul gejala-gejala yang tidak khas seperti demam dan
penyakit sekunder (disebabkan infeksi dari kuman lain) seperti radang jaringan paru-paru (pneumonia).
Gejala tidak khas juga muncul pada pasien dengan penyakit lain, seperti diabetes mellitus (kencing
manis), tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung iskemik (penyakit jantung akibat jantung
kekurangan oksigen), dan penyakit penyerta lainnya.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Pasien anak-anak yang terkena penyakit SARS, umumnya lebih jarang dibandingkan dewasa.
Gejala SARS yang timbul pada anak-anak juga lebih ringan dibanding pasien dewasa. Selain itu, anak-
anak lebih cepat sembuh dibandingkan orang dewasa. Namun, saat ini belum diketahui alasan SARS
lebih ringan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
Penyakit SARS yang mengenai wanita hamil meningkatkan risiko kehilangan atau kematian janin
pada awal kehamilan. Bila infeksi SARS terjadi pada akhir kehamilan, maka risiko kematian ibu lebih
tinggi dibandingkan tanpa infeksi SARS. Untuk mengetahui penyakit SARS, seseorang dengan gejala
di atas akan menjalani beberapa pemeriksaan, seperti pemeriksaan foto rontgen thorax (rontgen dada),
pemeriksaan darah, dan pemeriksaan virus. Tidak ada satu tes pun yang dapat langsung mendeteksi
SARS dengan ketepatan yang tinggi. Komplikasi yang terjadi akibat SARS adalah sepsis, gagal nafas,
gagal jantung, gagal hati, dan kematian.
3. Etiologi
Penyakit SARS disebabkan oleh kelompok virus corona, yang merupakan penyebab influenza.
Diperkirakan virus ini bermula dari penyebaran melalui hewan mamalia ke manusia di China. Penularan
virus terjadi secara airborne (melalui perantara udara), kontak yang erat dan kontak langsung dengan
alat yang terkontaminasi.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah tinggal bersama dengan pasien, atau mempunyai
kemungkinan melakukan kontak dengan cairan tubuh pasien. Contoh seperti berciuman, menggunakan
alat makan bersama, berbicara dalam jarak dekat (dalam jarak 1 meter).
Saat ada pasien SARS batuk atau bersin, partikel virus ikut berterbangan. Apabila partikel virus ini
dihirup oleh orang yang sehat, maka tertularlah orang tersebut dengan SARS. Kontak langsung dengan
barang yang telah terkontaminasi juga dapat menularkan SARS, karena virus SARS dapat bertahan
sampai kurang lebih 6 jam. Virus SARS ditemukan juga pada kotoran manusia, dan dapat bertahan
hingga puncaknya pada hari ke-13 sampai 14. SARS dapat ditularkan melalui kotoran namun lebih
jarang terjadi.
Pada orang yang dicurigai terkena SARS, ditanyakan mengenai riwayat bepergian ke tempat
dengan kasus SARS, riwayat kontak dengan pasien SARS, riwayat pekerjaan, dan riwayat perawatan
di rumah sakit sebelumnya. Walaupun tidak ditemukan riwayat yang positif, penyakit SARS tidak dapat
disingkirkan begitu saja.
Masih ada beberapa pertanyaan seputar penularan SARS sampai saat ini. Selama wabah SARS pada
tahun 2002-2003, ternyata tidak semua orang yang kontak dengan pasien SARS ikut menderita SARS.
Selain itu, pada beberapa kasus penderita SARS ternyata tidak ditemukan riwayat kontak sebelumnya.
Dengan demikian, bila dibandingkan dengan penyakit lain yang ditularkan melalui udara (seperti
influenza), penyakit SARS merupakan penyakit dengan tingkat penularan menengah.
Virus SARS bukan virus yang mudah menular. Penularan SARS membutuhkan pasien yang
infeksius (pasien yang dapat menularkan) dan suatu komunitas yang dekat (seperti pekerja fasilitas
kesehatan, kelompok travel, kelompok keagamaan, atau interaksi dekat seperti berpelukan dan
berciuman). Beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang lebih mudah terinfeksi SARS, yaitu
usia tua, infeksi hepatitis B sebelumnya, penyakit diabetes mellitus (kencing manis).
4. Tata Laksana
Seseorang yang sudah positif terkena SARS, maka penderita harus diisolasi di rumah sakit.
Pengobatan yang diberikan berupa antibiotik, antivirus, anti peradangan golongan steroid, oksigen, dan
bantuan pernafasan. Walaupun antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, namun aintibiotik yang memiliki spektrum luas (menyerang beberapa jenis bakteri) umum
digunakan dalam pengobatan SARS. Pengunaan antibiotik untuk mengatasi terjadinya radang jaringan
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
paru-paru (pneumonia). Antivirus yang digunakan dalam pengobatan SARS adalah Ribavirin. Namun
kegunaan dan efek samping dari Ribavirin masih diperdebatkan.
Pasien dengan SARS umumnya mengalami gejala depresi dan cemas. Begitu pula dengan keluarga
pasien. Faktor psikologi seperti ini juga penting diperhatikan, sehingga dibutuhkan dukungan dan
konseling bagi pasien dan keluarga. SARS adalah penyakit infeksi yang menular, walaupun tingkat
penularannya sedang, dan perlu dilakukan pencegahan untuk menghindari terjadinya wabah kembali.
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk pencegahan infeksi virus SARS. Cara pencegahan paling efektif
adalah memutus rantai penularan. Pada sebagian besar kasus, SARS menular dengan kontak yang
sangat dekat, sehingga pencegahan yang tepat adalah dengan melakukan isolasi pada pasien yang
terinfeksi.
Menghindari dan mengurangi kontak dengan pasien SARS menurunkan risiko tertular. Tindakan
pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan
dengan sabun, menutup mulut saat batuk dan bersin atau menggunakan masker, tidak berbagi alat
makan dan alat lain dengan orang lain, dan menggunakan sarung tangan bila akan melakukan kontak
dengan cairan tubuh seseorang.
Nasihat penting bagi para wisatawan (travelers) dalam mewaspadai SARS adalah berhati-hati bila
merasa gejala utama SARS (demam lebih dari 38⁰C, batuk kering, dan susah bernafas) dan ada riwayat
bepergian ke tempat dengan kasus SARS dalam kurun waktu 10 hari terakhir. Tempat-tempat tersebut
antara lain China, Kanada, Hong Kong, Taiwan, Vietnam, Singapura, dan Amerika Serikat.
Konsultasikan dengan dokter apabila gejala-gejala di atas terjadi.

B. Ebola

1. Definisi
Ebola adalah penyakit infeksi virus yang disebabkan virus ebola. Penyakit ini dikenal dengan
Ebola Virus Disease (EVD) atau Ebola Hemorrhagic Fever (EHF). Terdapat lima macam genus virus
ebola penyebab penyakit ini, yaitu Bundibugyo ebolavirus (BDBV), Reston Ebolavirus , Sudan
ebolavirus (SUDV), Zaire ebolavirus, dan Tai Forest virus (TAFV) yang dulu dikenal dengan Ivory
Coast Ebolavirus (CIEBOV).
Ebolavirus adalah salah satu virus dari sekitar 30 virus yang diketahui menyebabkan sindrom
demam berdarah (hemorrhagic fever syndrome). Penyakit ini pertama kali ditemukan di Sudan pada
tahun 1976. Virus jenis Sudan, Zaire, dan Ivory Coast berasal dari simpanse di Afrika sedangkan Reston
dari Asia Tenggara. Reston ebolavirus pertama kali ditemukan di laboratorium penelitian HIV/AIDS di
Virginia, Amerika Serikat pada kera berekor panjang (Macaca fascicularis) yang diimpor dari Filipina.
Penyakit ini tidak menyerang pekerja laboratorium walaupun ditemukan virus dalam darah mereka.
Di Indonesia kekhawatiran terhadap penyakit ebola ini juga merebak. Hewan reservoir (tempat
virus hidup dan berkembang biak) didapatkan di Indonesia, yaitu kalong dan orang utan Kalimantan
yang pada tahun 2012 lalu ditemukan infeksi virus ebola dalam darahnya walaupun kekhawatiran
penularan pada manusia belum ada.
Virus ebola telah tercatat menimbulkan wabah pada penyakit demam berdarah pada manusia
dengan angka kematian mencapai 89% sejak tahun 1976-2012 di Afrika. Virus jenis Zaire adalah virus
ebola paling berbahaya yang mengakibatkan angka kematian hingga 89%. Sementara virus jenis Sudan
mengakibatkan angka kematian berkisar antara 41-65%.
2. Gejala dan Tanda
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Dikenal dua macam paparan terhadap virus ebola. Paparan primer adalah paparan yang terjadi
pada orang yang bepergian ke daerah endemik ebola (Afrika). Negara-negara di Afrika yang merupakan
daerah endemik virus ebola adalah Republik Kongo, Gabon, Sudan, dan Pantai Gading (Ivory Coast).
Paparan sekunder adalah paparan dari orang ke orang atau dari hewan misalnya primata ke manusia.
Waktu yang diperlukan sejak virus masuk hingga timbul gejala klinis adalah biasanya 7-10 hari
(rentang waktu 3-16 hari). Gejala klinik awal adalah :

 Panas badan;
 Nyeri pada pangkal tenggorokan;
 Bercak pada kulit tampak jelas pada batang tubuh (pada hari ke 5-7);
 Mata kemerahan.
Gejala berikutnya adalah :

 Wajah tanpa ekspresi;


 Perdarahan dari tempat suntikan atau di lapisan selaput lendir seluruh tubuh;
 Radang otot jantung dan pengumpulan cairan di jaringan paru-paru;
 Pada kasus berat terjadi napas cepat, tekanan darah rendah, koma, dan tidak berkemih;
Pada penderita yang bertahan hidup dari infeksi virus ebola dapat mengalami gejala:

 Nyeri otot;
 Nyeri sendi yang berpindah-pindah;
 Nyeri kepala;
 Lemas;
 Bulimia;
 Tidak mendapat menstruasi;
 Kehilangan daya pendengaran;
 Suara mendengung di telinga;
 Radang salah satu buah zakar;
 Radang kelenjar ludah parotis.
Pada infeksi akut ditemukan banyak virus dan antigen virus pada peredaran darah. Gejala klinis
akan membaik bila kadar antibodi terhadap virus telah menurun. Virus dapat dideteksi dengan
pemeriksaan Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) dan fluorescent antibody testing.
Komplikasi yang dapat timbul pada infeksi virus ebola adalah komplikasi pada mata, yaitu rasa
nyeri pada mata, takut bila melihat cahaya karena rasa tidak nyaman, mata berair dan penurunan
ketajaman penglihatan. Komplikasi lain adalah radang buah zakar dan hepatitis.
3. Etiologi
Virus ebola termasuk famili Filoviridae. Famili Filoviridae ini terdiri atas virus Ebola dan virus
Marburg. Keduanya sama sama menyebabkan penyakit demam akut dengan angka kematian yang
tinggi. Virus ebola terdiri dari Bundibugyo ebolavirus Reston Ebolavirus , Sudan ebolavirus , Zaire
ebolavirus, dan Tai Forest virus. Virus Reston adalah satu-satunya virus ebola yang tidak berasal dari
Afrika. Virus ebola Reston menyebabkan infeksi yang fatal pada kera tetapi pada manusia hanya infeksi
dengan sedikit atau tanpa gejala klinis.
Virus dari famili Filoviridae (filovirus) adalah virus dengan partikel virus terdiri dari satu helai
rantai RNA. Virus berukuran 790-970 nanometer panjangnya. Virus nampak dalam keadaan
melengkung atau melilit. Selubung lemak bagian luarnya sensitif terhadap pelarut lemak atau deterjen.
Virus akan rusak pada temperatur 600C dalam 30 menit dan dalam keadaan asam tapi dapat hidup
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
dalam darah pada temperatur ruangan. Bagian permukaan virus mengandung glikoprotein yang
berbentuk runcing yang berperan pada penempelan virus ke sel inang. Glikoprotein ini kaya akan
kandungan gula sehingga dapat menghindari antibodi yang menetralkan virus. Bentuk yang lebih kecil
dari glikoprotein virus yang mengandung antigen virus diproduksi oleh sel yang terinfeksi dan
ditemukan pada sirkulasi darah penderita. Adanya antigen virus yang bersikulasi ini diduga menjadi
mekanisme yang menghambat respon daya tahan tubuh penderita terhadap protein permukaan virus
atau dengan kata lain memblok aktivitas antivirus tubuh penderita. Hal inilah yang menyebabkan virus
ebola mengakibatkan angka kematian tinggi.
Virus ebola ini sering menimbulkan wabah. Awalnya infeksi virus terdapat pada reservoir
(makhluk hidup tempat virus hidup dan berkembang biak) yang tidak diketahui. Manusia tertular akibat
kontak erat dengan makhluk/manusia lain yang terinfeksi virus atau melalui cairan tubuh penderita.
Virus ebola memperbanyak diri dengan baik di semua sel manusia. Proses perbanyakan diri virus
membuat kematian sel inangnya. Antigen virus dan virus banyak terdapat pada jaringan ikat bahkan
pada kasus berat ditemukan pada jaringan di bawah kulit. Dari sinilah virus dapat keluar melalui celah
antar kulit atau lewat kelenjar keringat dan dapat menular. Penularan virus melalui udara terjadi pada
virus Reston yang menular melalui udara pada primata.
4. Tata Laksana
Sampai saat ini belum ada antivirus spesifik untuk pengobatan infeksi virus ebola. Terapi suportif
dilakukan dengan memperhatikan volume darah dalam pembuluh darah, elektrolit, nutrisi, dan
membuat pasien dalam keadaan nyaman. Volume cairan dalam pembuluh darah harus diganti.
Terapi dengan obat-obatan dapat dengan menggunakan dengan menggunakan nucleoside
analogue inhibitors of the cell encoded enzyme S-adenosylhomocysteine hydrolase (SAH). Respon
pengobatan tergantung dosis. Dosis 0,7 mg/kg yang diberikan setiap 8 jam pada hari 0 sampai 1
terjadinya infeksi dapat mencegah kematian. Bila obat baru diberikan pada hari kedua maka 90%
kematian dapat dicegah.
Kekebalan pasif telah dicoba dengan memberikan protein kekebalan yang didapat dari antibodi
manusia dan kuda tetapi hasilnya tidak dapat mencegah kematian. Ternyata antibodi tersebut dapat
mencegah kematian pada binatang guinea pigs dan babon tetapi tidak dapat mencegah kematian pada
kera.
Obat lain yang dapat mengurangi angka kematian lain walaupun tidak secara langsung terlibat
dalam perkembangbiakan virus adalah inactivated protein C dan suatu rekombinan nematode
anticoagulant protein (NAP).
Penderita yang bertahan hidup mengeluarkan virus untuk jangka waktu yang cukup lama karena
itu pasien harus diisolasi di ruang tertentu. Air kencing, darah, dahak, dan tinja pasien harus ditangani
secara hati-hati karena sangat infeksius. Objek yang bersentuhan dengan cairan tubuh pasien harus
didesinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5%.
Vaksin dan obat-obatan untuk mencegah infeksi virus ebola sampai saat ini belum ada.
Pemakaian alat pelindung diri di rumah sakit di Afrika sangat penting. Suatu gen yang mengandung
glikoprotein virus ebola yang dibawa oleh Adenovirus telah berhasil memberikan perlindungan pada
primata dan sedang diteliti lebih lanjut untuk digunakan pada manusia.
Nama : Ridhola Fitbriansyah
NIM : 1308115621
Blok 18
Daftar pustaka
Anderson LJ. Coronaviruses. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia,
Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap 389.
McIntosh K, Perlman S. Coronaviruses including severe acute respiratory distress syndrome (SARS)-
associated coronavirus. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Mandell, Douglas, and Bennett's
Principles and Practice of Infectious Disease. 7th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2009:chap
155.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th edition. New
York: McGraw- Hill; 2012.
Department of Communicable Disease Surveillance and Response. WHO guidelines for the global
surveillance of severe acute respiratory syndrome (SARS). Geneva: WHO; 2004.
Kamps BS, Hoffmann C, Drosten C, Lau ACW, Preiser W, So LKY, et al. SARS reference. Flying
Publisher; 2003.
Centers for Disease Control and Prevention. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). [Online].
2013 April [cited 2013 Aug 11]. Available from : http://www.cdc.gov/sars/
Dennis DT, Campbell GL. Chapter 152: Plague and Other Yersinia Infections dalam Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th Ed. USA: McGraw-Hill. 2008.
Plague Manual: Epidemiology, Distribution, Surveillance and Control, hal. 9 dan 11.
WHO/CDS/CSR/EDC/99.2
Triwibowo. Bab 404: Penyakit Sampar dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

Anda mungkin juga menyukai