Anda di halaman 1dari 48

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan, karena oleh berkat-Nya, maka
laporan PBL ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini menggambarkan tentang
proses PBL pada skenario 2. Pada skenario 2 ini mendiskusikan tentang Fraktur pada
Os. femur yang telah dibahas pada Tutorial 1 dan 2.

Dalam proses penyelesaian laporan ini, kami sampaikan terima kasih kepada
tutor kami dr. Farah Ch. Noya, MHPEd yang membimbing kami dalam proses PBL
serta teman-teman anggota kelompok yang telah membantu. Kami harapkan laporan
ini dapat menjadi referensi dan berguna bagi pembaca.

Kami sadari sungguh, bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga
dibutuhkan sumbangsih saran yang bersifat positif guna penyempurnaan laporan
berikutnya. Sekian dan terimakasih.

Ambon, 26 Desember 2017

KELOMPOK I

1
KELOMPOK PENYUSUN : KELOMPOK I

KETUA : Delsony Gerson Leunupun (2017-83-030)

SEKRETARIS I : Maimuna Latuconsina (2017-83-078)

SEKRETARIS II : Virgylony Diana Kimberly (2017-83-013)

ANGGOTA KELOMPOK :

Hidawati Wance (2013-83-036)

Firda Rahawarin (2015-83-002)

Anisa Apriyanti Abbas (2017-83-008)

Ayu Betzia Mangosa (2017-83-009)

Mega Gracelia Monaten (2017-83-010)

Filep Marfil Tarangi (2017-83-020)

Diah Putu Chandra Desni Saraswati (2017-83-039)

Brigita Alicyana Wulan (2017-83-051)

Siti Aisyah Heringguhir (2017-83-063)

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………….. 1

Daftar Nama Kelompok Penyusun ……………………………………………….. 2

Daftar Isi ……………………………………………………………………............. 3

Daftar Gambar ……………………………………………………………………... 4

Bab I Pendahuluan

1.1. Permasalahan ………………………………………………………………. 6

1.2. Pemecahan Masalah ……………………………………………………….. 8

Bab II Pembahasan

2.1. Histologi Collumn dan Corpus femoris …………………………………... 11

2.2. Anatomi Femur …………………………………………………………… 22

2.3. Pembentukan Sel dan Jaringan Tulang, Pertumbuhan Tulang serta Faktor-
faktor yang mempengaruhinya …………………………………………… 33

2.4. Range of Movement pada sendi femur ………………………………….. 43

Bab III Penutup

3.1. Kesimpulan ………………………………………………………………. 47

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 48

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. ………………………………………………………………………... 11

Gambar 1.2. ………………………………………………………………………... 14

Gambar 1.3. ………………………………………………………………………... 16

Gambar 1.4. ………………………………………………………………………... 17

Gambar 1.5. ………………………………………………………………………... 18

Gambar 1.6. ………………………………………………………………………... 19

Gambar 1.7. ………………………………………………………………………... 20

Gambar 2.1. ………………………………………………………………………... 22

Gambar 2.2. ………………………………………………………………………... 23

Gambar 2.3. ………………………………………………………………………... 24

Gambar 2.4. ………………………………………………………………………... 26

Gambar 2.5. ………………………………………………………………………... 26

Gambar 3.1. ………………………………………………………………………... 34

Gambar 3.2. ………………………………………………………………………... 34

Gambar 3.3. ………………………………………………………………………... 35

Gambar 3.4. ………………………………………………………………………... 37

Gambar 3.5. ………………………………………………………………………... 38

4
Gambar 3.6. ………………………………………………………………………... 40

Gambar 3.7. ………………………………………………………………………... 40

Gambar 3.8. ………………………………………………………………………... 41

Gambar 4.1. ………………………………………………………………………... 43

Gambar 4.2. ………………………………………………………………………... 44

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. PERMASALAHAN

SKENARIO 2
Bisakah saya sembuh?
Ossa anak perempuan berusia 8 tahun segera dibawa keluarganya ke UGD
karena terjatuh dan tidak dapat menggerakan extremitas inferior pars sinistra.
Setelah diperiksa, dokter kemudian melakukan foto roentgen, ditemukan adanya
fraktur pada collumna femoris. Gambaran radiologi itu menggambarkan sendi di
bagian proksimal dan distal pada femur. Dokter telah melakukan penanganan
terhadap frakturnya, dokter mengatakan bahwa, penyembuhan frakturnya akan
didukung oleh osteoblast yang masih aktif membelah. Dia teringat, bahwa
neneknya juga pernah mengalami fraktur dan jatuh pada area yang sama satu
tahun yang lalu. Namun, sampai saat ini tidak ada perkembangan kesembuhan.
Dia bingung bagaimana neneknya dan dia mengalami kejadian yang sama namun
waktu penyembuhan berbeda.

STEP 1
(Identifikasi Kata Sukar dan Kata Kunci)
A. Kata Sukar :
1) Fraktur :
Pemecahan suatu bagian khususnya pada tulang.
2) Osteoblast :
Sel yang berasal dari fibroblast yang jika sudah matur terkait dengan
pembentukan tulang.

6
3) Roentgen :
Suatu pemerikssaan yang dilakukan pada tubuh menggunakan sinar x
untuk melihat bagian tubuh.
4) Radiologi :
Cabang ilmu kesehatan yang berhubungan dengan substansi radioaktif
dan energy pancarannya.
5) Inferior :
Bagian bawah.
6) Collumna :
Bagian anatomis yang berbentuk seperti pilar.

B. Kalimat Kunci
1. Ossa anak perempuan berusia 8 tahun
2. Tidak dapat menggerakan extremitas inferior pars sinistra
3. Melakukan foto roentgen
4. Fraktur pada collumna femoris
5. Penyembuhan didukung osteoblast yang masih aktif membelah

STEP 2
(Identifikasi Masalah)

1. Bagaimana anatomi Os. femur?


2. Apakah umur berpengaruh untuk pertumbuhan tulang?
3. Apa perbedaan tulang pada anak dan orang dewasa?
4. Bagaimana histologi sel-sel pada tulang dan peranannya?
5. Bagaimana osteoblast berperan dalam pertumbuhan tulang?
6. Bagaimana pertumbuhan tulang?

7
1.2. PEMECAHAN MASALAH

STEP 3
(Hipotesis-menjawab Identifikasi Masalah)

1. Pada anatomi femur, terdapat antara lain, caput femoris pada bagian
proksimal, collumna femoris, labium medial dan labium lateral, trochlea
femoris, tuberculum major, tuberculum minor, fossa intercondylaris.
2. Ya berpengaruh, pertumbuhan tulang masih bertumbuh dan berkembang
secara aktif, sedangkan pada orang dewasa, pertumbuhan tulangnya masih
bertumbuh namun lambat karena sudah memasuki masa tua.
3. Tulang pada anak banyak mengandung tulang rawan sedangkan pada orang
dewasa banyak mengandung matriks.
4. Sel-sel penyusun tulang ada osteoblast, osteosit, osteoklas, osteoprogenitor.
5. Osteoblast pada pengertiannya lebih aktif dalam pertumbuhan tulang. Nah,
pada anak tulang masih berkembang, maka itu berkembang saat pertumbuhan
tulang.
6. Tulang berkembang dari tulang rawan dan akan berkembang menjadi tulang
keras.

STEP 4
(Klarifikasi Masalah)

8
(Mind Mapping)

Ossa 8 thn

Dibawa ke UGD

Roentgen

DIAGNOSIS

Fraktur Fraktur pada


collumna femoris

Tidak dapat menggerakan


extremitas inferior pars
sinistra

Kerusakan
Histologi Gerak Ekstensi Anatomi
Jaringan
dan Fleksi

Waktu Sel Penyusun


Sendi
Penyembuhan Tulang

Range of
faktor osteoklas osteosit Movement

cara osteoblast osteoprogenitor


kerja sel
Anak : masih membelah,
Usia Dewasa: lambat

Nutrisi kalsium

9
STEP 5
(Learning Objective)

Mahasiswa mamppu menjelaskan :


1. Perbedaan histologi collumna femoris dan corpus femoris
2. Anatomi Os. Femur
3. Pertumbuhan Tulang, Pembentukan Sel dan Jaringan Tulang, serta Faktor-
faktor yang mempengaruhi
4. Range of Movement pada sendi femur

STEP 6
(Belajar Mandiri)
Hasil belajar pada step 7

STEP 7
(Pembahasan Learning Objective)
Diskusi dan Presentasi Hasil Belajar Mandiri

10
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Histologi Collumn dan Corpus femoris

HISTOLOGI TULANG1

Gambar 1.1. Komponen tulang1

Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga


struktur berdaging, melindungi organ-organ vital seperti yang terdapat dalam
tengkorak dan rongga dada, dan menampung sumsum tulang, tempat sel-sel darah
dibenfuk. Tulang juga berfungsi sebagai cadangan kalsium, fosfat dan ion lain, yang

11
dapat dilepaskan atau disimpan dengan cara terkendali untuk mempertahankan
konsentrasi ion-ion penting tersebut dalam cairan tubuh.
Selain itu, tulang membentuk suatu sistem pengungkit yang melipatgandakan
kekuatan yang dibangkitkan selama otot rangka berkontraksi dan mengubahnya
menjadi gerakan tubuh. Jaringan bermineral ini memberi fungsi mekanis dan
metabolik pada kerangka. Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi
antar sel berkapur, yaitu matriks tulang, dan tiga jenis sel:
Osteosit (Yun. osteon, tulang, + kytos, sel), yang terdapat alam rongga-rongga
(lakuna) di antara lapisan (lamela) matriks tulang.
Osteoblas (osteon + Yun. blastos, benih), yang menyintesis unsur organik matriks.
Osteoklas (osteon + Yun. klnstos, pecah), yang merupakan sel raksasa multinukleus
yang terlibat dalam resorpsi dan remodeling jaringan tulang.
Karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang telah
mengapur, pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada
komunikasi melalui kanalikuli (L. canalis, saluran), yang merupakan celah-celah
silindris halus, yang menerobos matriks.
Permukaan bagian luar dan dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan
jaringan yang mengandung sel-sel osteogenik- endosteum pada permukaan dalam dan
periosteum pada permukaan luar. Karena keras, tulang sukar dipotong dengan
mikrotom, dan teknik khusus diperlukan untuk mempelajarinya secara histologis.
Salah satu teknik umum yang memungkinkan pengamatan terhadap sel-sel dan
matriks organiknya didasarkan pada dekalsifikasi tulang yang diawetkan dengan
bahan fiksasi standar. Mineralnya dihilangkan dengan perendaman tulang dalam
larutan yang mengandung –zat pengikat- kalsium. Jaringan dekalsifikasi tersebut
kemudian dipendam, dipotong, dan dipulas seperti biasa.

12
SEL TULANG1

Osteoblas1
Osteoblas berperan pada sintesis komponen organik matriks tulang, yang
terdiri atas kolagen tipe I, proteoglikary dan glikoprotein termasuk osteonektin.
Deposisi komponen anorganik tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif.
Osteoblas hanya terdapat pada permukaan matriks tulang, dan letaknya bersebelahan,
yang mirip dengan epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas
memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitas
sintesisnya menurun, sel tersebut menjadi gepeng dan sifat basofilik paja
sitoplasmanya akan berkurang. Aktivitas osteoblas dirangsang oleh hormone
paratiroid (PTH).
Selama sintesis matriks, osteoblas memiliki struktur ultra sel yang secara aktif
menyintesis protein untuk dikeluarkan. Osteoblas merupakan sel yang terpolarisasi:
komponen matriks disekresi pada permukaan sel, yang menempei pada matriks tulang
yang lebih tua, dan menghasllkan lapisan matriks baru (tetapi belum berkapur), yang
disebut osteoid, di antara lapisan osteoblas dan tulang yang baru dibentuk. Proses
pertumbuhan aposisional tulang dituntaskan dengan pengendapan garam-garam
kalsium ke dalam matriks yang baru terbentuk.
Kalsifikasi matriks tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi aspek dasar proses
tersebut. Polipeptida kecil yang bergantung, osteokalsin merupakan salah satu protein
non-kolagen yang mencolok dan disekresi oleh osteoblas, yang bersama dengan
berbagai glikoprotein mengikat ion Ca2+ dan meningkatkan konsentrasinya setempat.
Osteoblas juga melepaskan vesikel berselubung-membran yang kaya akan fosfatase
alkali dan enzim lain yang aktivitasnya meningkatkan konsentrasi ion PO, setempat.
Dengan konsentrasi kedua ion tersebut yang tinggi, vesikel matriks tersebut berfungsi
sebagai tempat untuk pembentukan kristal hidroksiapatit, yaitu langkah kalsifikasi
pertama yang dapat terlihat. Kristal tersebut cepat terbentuk melalui penimbunan

13
lebih banyak mineral dan akhirnya membentuk suatu massa konfluen material
berkapur yang memendam serat kolagen dan proteoglikan.

Gambar 1.2 osteoblas (a) dan osteosit (b)1

Osteosit1
Setiap osteoblas secara bertahap dikelilingi oleh produk sekresinya sendiri
dan menjadi osteosit yang terselubung sendiri-sendiri dalam ruang yang disebut
lakuna. Pada transisi dari osteoblas menjadi osteosit, sel menjulurkan banyak tonjolan
sitoplasma panjang, yang juga diselubungi oleh matriks berkapur. Suatu osteosit dan
prosessusnya menempati setiap lakuna dan kanalikuli yang menyebar darinya.
Prosessus sel yang berdekatan berkontak melalui taut erat, dan molekul la1u
lalang melalui struktur tersebr-rt dari sel ke sel. Pertukaran melalui taut erat dapat
memberikan nutrisi untuk sebaris yang terdiri atas sekitar 10 sel. Sejumlah pertukaran
molekul antara osteosit dan pembuluh darah juga terjadi melalui sejumlah kecil cairan
ekstrasel yang berada diantara osteosit dan matriks tulang. Bila dibandingkan dengan
osteoblas, osteosit yang pipih dan berbentuk-kenari tersebut memiliki sedikit RE
kasar dan apparatus Golgi serta kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif
terlibat dalam mempertahankan matriks tulang, dan kematiannya diikuti oleh resorpsi
matriks tersebut.

14
Osteoklas1
Osteoklas adalah sel motil bercabang yang sangat besar dengan inti multipel.
Ukuran yang besar dan inti yang multipel pada osteoklas terjadi karena asalnya dari
penggabungan sel yang berasal dari sumsum tulang. Di area terjadinya resorpsi
tulang, osteoklas terdapat di dalam lekukan atau kriptus yang terbentuk akibat kerja
enzim pada matriks, yang dikenal sebagai resorption bays (dulu disebut lacuna
Howship).
Pada osteoklas yang aktif, permukaan yang menghadap matriks tulang terlipat
secara iregular, yang membentuk batas bergelombang (ruffled boriler). Pembentukan
batas bergelombang tersebut berhubungan dengan aktivitas osteoklas. Batas
bergelombang ini dikelilingi oleh zona sitoplasma terang yang kaya akan filamen
aktin dan merupakan tempat adhesi osteoklas pada matriks tulang. Zona adhesi
sirkumferensial ini menciptakan lingkungan mikro di antara osteoklas dan matriks
tempat terjadinya resorpsi tulang. Osteoklas menyekresi kolagenase dan enzim lain
dan proton pompa ke dalam kantong subselular tersebut, yang menciptakan
lingkungan yang asam untuk melarutkan hidroksiapatit dan pencernaan kolagen
setempat. Aktivitas osteoklas dikendalikan oleh faktor pensinyal setempat dan
hormon. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitoniry yakni suatu hormon tiroid,
tetapi bukan untuk hormon paratiroid. Osteoblas yang diaktifkan oleh PTH akan
memproduksi suatu sitokin yang disebut faktor perangsang osteoklas. Jadi, aktivitas
kedua sel tersebut terkoordinasikan dan keduanya penting pada remodeling tulang.

15
Gambar 1.3. 1

MATRIKS TULANG1
Kira-kira 50% berat kering matriks tulang berupa material anorganik.
Hidroksiapatit paling banyak dijumpai, tetapi bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium
dan natrium juga ditemukan. CaPO, amorf (nonkristalin) dalam jumlah bermakna
juga ditemukan. Ion permukaan hidroksiapatit mengalami hidrasi dan selapis air dan
ion terbentuk di sekitar kristal ini. Lapisan ini, yaitu lapisan hidrasi, membantu
pertukaran ion antara kristal dan cairan tubuh. Material organik yang terbenam dalam
matriks tulang adalah kolagen tipe I dan substansi dasar, yang mengandung agregat
proteoglikan dan beberapa glikoprotein multiadhesif spesifik, termasuk osteonektin.
Glikoprotein pengikat-kalsium, terutama osteokalsiry dan fosfatase yang dilepaskan
di vesikel matriks oleh osteoblas meningkatkan kalsifikasi matriks. Jaringan lain yang
mengandung kolagen tipe I biasanya tidak mengapur dan tidak mengandung
glikoprotein tersebut. Karena kandungan kolagennya yang tinggi, matriks tulang yang
mengalami dekalsifikasi biasanya bersifat asidofilik. Gabungan mineral dengan serat
kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan pada jaringan tulang. Setelah tulang
mengalami dekalsifikasi, bentuknya tetap terjaga, tetapi menjadi fleksibel seperti
sebuah tendon. Dengan menghilangkan bagian organik matriks-yang terutama berupa

16
kolagen-bentuk tulang juga masih terlaga; namun kini menjadi rapufr, mudah patah
dan hancur bila dipegang.

PERIOSTEUM & ENDOSTEUM1


Permukaan luar dan dalam tulang ditutupi lapisan sel-sel pembentuk-tulang
dan jaringan ikat yang disebut periosteum dan endosteum. Periosteum terdiri atas
lapisan luar berkas kolagen dan fibroblas. Berkas serat kolagen periosteum, yang
disebut serat perforata (atau serat Sharpey), memasuki matriks tulang dan mengikat
periosteum pada tulang. Lapisan dalam periosteum mengandung sel punca
mesenkimal yang disebut sel osteoprogenitor, yang berpotensi membelah melalui
mitosis dan berkembang meniadi osteoblas. Sel osteoprogenitor berperan penting
dalam pertumbuhan dan perbaikan tulang. Endosteum melapisi rongga-dalam di
dalam tulang. Endosteum merupakan selapis sel jaringan ikat yang sangat tipis, yang
berisi osteoblas dan osteoprogenitor gepeng/ yang melapisi trabekula atau spikula
kecil tulang yang berprojeksi ke dalam rongga tersebut. Jadi, endosteum secara
bermakna lebih tipis daripada periosteum. Fungsi utama periosteum dan endosteum
adalah memberi nutrisi pada jaringan tulang dan menyediakan osteoblas baru secara
kontinu untuk perbaikan atau perfumbuhan tulang.

Gambar 1.4. Periosteum dan endoosteum1

17
JENIS TULANG1
Observasi umum potongan melintang fulang memperlihatkan area-area padat
tanpa rongga-yang sesuai dengan tulang kornpakta (padat)-dan area-area dengan
banyak rongga yang saling berhubungan-yang sesuai dengan tulang spongiosa
(berongga). Namun di bawah mikroskop, baik tulang kompakta maupun trabekula
yang memisahkan ruang-ruang tulang berongga, memiliki struktur histologis dasar
yang sama. Pada lulang panjang, ujung yang membulat-yang disebut epifisis (Yun.
epiphysis, suatu perLumbuhan keluar)-terdiri atas tulang berongga yang ditutupi
selapis tipis tulang kompakta. Bagian silindris-yaitu diafisis (Yun. diaphysis,
pertumbuhan di antara)-hampir seluruhnya terdiri atas tulang kompakta, dengan
sedikit tr-rlang spongiosa pada permukaan dalamnya di sekitar rongga sumsum
tulang. Tulang pendek umumnya memiliki pusat yang terdiri atas tulang berongga,
dan seluruhnya dikelilingi oleh tulang kompakta. Tulang pipih yang membentuk
calvaria (tudung tengkorak) memiliki dua lapis tulang kompakta yang disebut
lempeng (tables), yang dipisahkan oleh selapis tulang berongga tebal yang disebut
diplod.
Pemeriksaan mikroskopik tulang memperlihatkan dua jenis: tulang primer
imatur dan tulang sekunder matur

Gambar 1.5. Tulang kompak dan berongga (spongiosa atau trabecular) 1

18
Jaringan Tulang Primer1
Tulang primer adalah jaringan tulang primer yang tampak pada perkembangan
embrio dan pada perbaikan fraktur. Tulang ini ditandai dengan disposisi acak serat
kolagen halus sehingga sering disebut tulang anyaman (zuoaen bone). Jaringan tulang
primer umumnya bersifat sementara dan akan diganti oleh jaringan tulang sekunder
pada orang dewasa, kecuali pada sedikit tempat di tubuh, misalnya dekat sutura
calvaria, di alveolus dentalis, dan pada insersi beberapa tendo.

Gambar 1.6.1

Jaringan Tulang Sekunder1


Jaringan tulang sekunder adalah jenis jaringan yang biasanya dijumpai pada
orang dewasa. Jaringan tersebut secara khas memperlihatkan berbagai lapisan matriks
berkapur (masing-masing dengan tebal3-7 prm) dan sering disebut sebagai tulang
lamelar. Lamela tersebut cukup tersusun baik secara parallel satu sama lain atau
konsentris di sekeliling kanal vaskular. Setiap kompleks lamela tulang konsentrik
yang mengelilingi suatu kanal kecil yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan
jaringan ikat longgar, disebut osteon (dulu dikenal sebagai sistem Havers). Lakuna
dengan osteosit ditemukan di antara lamela, yang saling dihubungkan dengan
kanalikuli yang memungkinkan semua sel berkontak dengan sumber nutrien dan

19
oksigen di kanal osteonik. Tepi luar setiap osteon merupakan suatu lapisan yang lebih
kaya akan kolagen, yang disebut garis semen (cement line)

Gambar 1.7.1

TULANG RAWAN (KARTILAGO) 1


Tulang rawan (kartilago) ditandai dengan suatu matriks ekstrasel (ECM) yang
banyak mengandung glikosaminoglikan dan proteoglikan, yaitu makromolekul yang
berinteraksi dengan serat kolagen dan elastin. Variasi komposisi komponen matriks
ini menghasilkan tiga jenis tulang rawan, yang beradaptasi dengan kebutuhan
biomekanis setempat. Tulang rawan merupakan bentuk khusus jaringan ikat dengan
konsistensi matriks ekstrasel (ECM) yang "keras" sehingga memungkinkan jaringan
tersebut menahan stress mekanis tanpa terjadinya distorsi yang permanen. Pada
system pernapasar, tulang rawan membentuk kerangka yang menyangga jaringan
lunak. Karena permukaannya yang licin dan lentur, tulang rawan merupakan peredam
benturan d an daerah pergeseran bagi sendi serta memudahkan pergerakan
tulang.Tulang rawan juga penting untuk perkembangan dan pertumbuhan tulang-
tulang panjang, baik sebelum maupun sesudah lahir.
Tulang rawan terdiri atas sel-sel, yang disebut kondrosit (Yun. chondros,
tulang rawan , + kytos, sel) dan matriks ekstrasel luas, yang terdiri atas serat dan
substansi dasar. Kondrosit menyintesis dan menyekresi ECM, dan sel-selnya sendiri
terdapat di dalam rongga-rongga matriks yang disebut lacuna, Kolagen asam

20
hialuronat, proteoglikan, dan sejumlah kecil glikoprotein adalah makromolekul utama
yang terdapat di semua jenis matriks tulang rawan. Karena kolagen dan elastin
bersifat fleksibel, konsistensi padat tulang rawan yang mirip-gel bergantung pada
ikatan elektrostatik antara serat kolagen dan rantai samping glikosaminoglikan milik
proteoglikan matriks. Konsistensi kartilago juga bergantung pada keterikatan ait
(solontion utnter) pada rantai glikosaminoglikan yang bermuatan negatif, yang
terjulur dari inti protein proteoglikan.
Akibat adanya variasi kebutuhan fungsional, tiga bentuk tulang rawan telah
berevolusi, masing-masing dengan komposisi matriks yang bervariasi. Dalam matriks
kartilago hialin, yaitu bentuk yang paling umum dijumpai, kolagen II merupakan tipe
kolagen utamanya. Kartilago elastin yang lebih lentur dan dapat teregang, memiliki
banyak serat elastin di dalam matriksnya selain kolagen tipe II, Fibrokartilago
yangdiiumpai pada bagian-bagian tubuh yang mengalami tarikan, ditandai dengan
suatu matriks yang mengandung anyaman padat serat kolagen tipe I yang kasar'
Ketiga tulang rawan tidak mempunyai pembuluh darah dan mendapat nutrisi melalui
difusi dari kapiler jaringan ikat di dekatnya (perikondrium) atau melalui cairan
sinovia dari rongga sendi. Pada keadaan tertentu, pembuluh darah menerobos tulang
rawan untuk memberi makan jaringan lain, tetapi pembuluh-pembuluh ini tidak
memasok nutrien ke tulang rawan. Seperti yang sudah diduga mengenai sel-sel di
jaringan avaskular, kondrosit memperlihatkan aktivitas metabolism yang rendah.
Tulang rawan tidak memiliki pembuluh limfe atau saraf.
Perikondrium adalah selubung jaringan ikat padat yang mengelilingi tulang
rawan di kebanyakan tempat, yang membentuk tempat pertemuan antara tulang rawan
dan jaringan yang disangga tulang rawan tersebut. Perikondrium mengandung
pembuluh darah yang memasok tulang rawan (avaskular) dan juga memiliki saraf dan
pembuluh limfe. Tulang rawan sendi, yang menutupi permukaan tulang sendi yang
dapat digerakkan, tidak memiliki perikondrium dan dipertahankan oleh difusi oksigen
dan nutrien dari cairan sinovia.

21
PERBEDAAN HISTOLOGI COLLUM FEMORIS DAN CORPUS FEMORIS 1,2

Point COLLUM FEMORIS CORPUS FEMORIS

Struktur Berpori, lentur Padat, keras


Sel penyusun Kondosit Osteosit
Sel pembentuk
Kondroblas Osteoblast
tulang
Zat perekat
Banyak Sedikit
(kalogen)
Melindungi bagian dalam
Fungsi Sebagai bantalan
tulang keras tersebut
Cara memperoleh Secara difusi dari Melalui pembuluh darah
nutrisi perikondrium (avascular) (vascular). System havers
Tulang keras
Jenis tulang Tulang rawan

Zat kapur (caCO3) Sedikit Banyak

2.2. Anatomi Femur

Musculus

Gambar 2.1. musculus pada bagian femur tampak anterior4 dan tampak posterior3.

22
Tampak anterior : 9. Musculus pectineus
10. Musculus adductor longus
1. Musculus Sartorius
2. Musculus rectus femoris
3. Musculus vastus lateralis Tampak posterior :
4. Musculus vastus medialis
1. Musculus biceps femoris, caput
5. Musculus vastus intermedius
longum dan breve
6. Musculus gracilis
2. Musculus semitendinosus
7. Musculus iliopsoas
3. Musculus semimembranosus
8. Musculus tensor fasciae latae
4. Musculus adductor magnus

Osteo

Gambar 2.2. Os. femur tampak anterior3 dan tampak posterior3.

1. Caput femoris 4. Trochanter major/minor


2. Fovea capitis femoris 5. Linea intertrochanterica
3. Collum femoris 6. Linea pectinea

23
7. Linea aspera 12. Tuberculum adductorium
8. Linea supracondylaris 13. Epicondylus lateralis/medialis
lateralis/medialis 14. Facies patellaris
9. Linea intercondylaris 15. Tuberositas glutea
10. Crista intertrochanterica 16. Condylus lateralis/medialis
11. Corpus femoris 17. Fossa intercondylaris

Vaskularisasi

Gambar 2.3. proses vaskularisasi pada bagian femur.3,4

Vaskularisasi terdiri atas arteri dan vena, dimana arteri berfungsi membawa
oksigen dari jantung ke seluruh tubuh dan vena berfungsi untuk membawa
karbondioksida kembali ke jantung.

Dimana pada arteri dimulai dari arteri iliaca communis yang terbagi atas arteri
iliaca interna dan externa, yang nantinya arteri iliaca externa akan melewati

24
ligamentum inguinalis dan berganti menjadi arteri femoralis kemudian arteri
femoralis akan berganti menjadi arteri poplitea3.

Sedangkan pada vena, dimulai dari vena saphena Magana yang akan berjalan
keatas dan berganti menjadi vena popliteal yang kemudian berganti menjadi vena
femoralis3.

Persendian pada Os. Femur

Sendi coxae

Sendi coxae merupakan sendi synovialis antara caput ossis femoris dan
acetabulum tulang pelvicum. Sendi coxae merupakan sendi spheroidea/ball and
socket banyak sumbu yang didesain lebih untuk stabilitas dan penyangga berat badan
dibandingkan untuk mobilitas. Apabila mempertimbangkan efek kerja musculus pada
sendi coxae, adanya collum ossis femoris yang panjang dan angulasi colium terhadap
corpus ossis femoris harus selalu diingat. Sebagai contoh, rotasi femur ke medial dan
lateral melibatkan musculi yang menggerakkan trochanter major, berturut-turut, ke
depan dan ke belakang, relatif terhadap acetabuium. facies articularis sendi coxae
adalah:

a) caput ossis femoris yang berbentuk spheroid/bola, dan


b) facies funata acetabuli tulang pelvicum
Acetabulum hampir mencakup keseluruhan bentuk hemispheroid/setengah
bola caput ossis femoris dan dengan kuat berkontribusi untuk stabilitas sendi. Fossa
acetabuli yang bersifat nonarticulare mengandung jaringan ikat kendor. Facies lunata
dibungkus oleh tulang rawan hyalin dan paling luas di superior. Kecuali fovea capitis,
caput ossis femoris juga dibungkus oleh tulang rawan hyaline Limbus/margo
acetabuli mengalami sedikit peninggian oleh adanya kerah
fibrocartilago/fibrocartilaginous collar (labrum acetabulare). Ke arah inferior,

25
labrum berperan sebagai jembatan melintasi incisura acetabuli sebagai ligamentum
transversum acetabuli dan mengubah incisura menjadi foramen. Ligamentum
capitis femoris merupakan pita datar jaringan ikat tipis yang salah satu ujungnya
melekat pada fovea capitis ossis femoris dan ujung yang lain pada fossa acetabuli,
ligamentum transversum acetabuli, dan tepi incisura acetabuli.

Gambar 2.4. Drake RL, Vogle W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomi. Ed. 1.
Singapura:Elsevier;2014. Hal 272

Gambar 2.5.Drake RL, Vogle W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomi. Ed. 1.
Singapura:Elsevier;2014. Hal 273

26
Ligamentum capitis femoris membawa cabang kecil arteria obturatoria, yang
berkontribusi terhadap suplai darah bagi caput ossis femoris Membrana synovialis
melekat pada tepi permukaan sendi femur dan acetabulum, membentuk suatu
pembungkus tubuler di sekitar ligamentum capitis femoris, dan melapisi membrane
fibrosum sendi. Mulai dari tempat perlekatannya sampai pada tepi caput ossis
femoris, membrane synovialis membungkus collum ossis femoris sebelum berrefleksi
ke atas membrana fibrosum.

Membrana fibrosum yang menutupi sendi coxae kuat dan pada umumnya
tebal. Ke arah medial, membrana fibrosum melekat pada tepi acetabulum,
ligamentum transversum acetabuli, dan tepi foramen obturatum/obturatorium di
dekatnya. Ke arah lateral, membrana fibrosum melekat pada linea intertrochanterica
pada aspectus anterior femur dan pada collum ossis femoris, tepat di proximal
terhadap crista intertrochanterica pada permukaan posterior.

Articulatio genus3

Articulatio genus merupakan Articulatio bicondylaris yang fungsinya serupa


sendi pivot-engsel (trochoginglymus) dan memiliki dua sumbu gerak. Sumbu
transversa untuk pergerakan ekstensi dan fleksi berjalan melintasi kedua Condylus
femoris (c). Sumbu longitudinal untuk gerakan rotasi: menonjol ke arah eksentrik
dan tegak lurus melalui Tuberculum intercondylare mediale Tibia. Akibat radius
kelengkungan Condylus femoris yang lebih kecil di bagian posteriornya, sumbu
transversa tidak berada dalam posisi yang konstan tetapi bergeser ke arah posterior
dan superior dalam garis cembung sewaktu fleksi (c). Dengan demikian, gerak fleksi
merupakan gabungan antara gerak bergulung dan bergeser; Condylus, bergulung
hingga 20° ke arah posterior kemudian berbelok di posisi ini.

Karena bentuk Condylus medialis dan Condylus lateralis Femur dan Tibia
tidak sama, Condylus lateralis femoris-lah yang terutama bergulung (serupa dengan
kursi goyang) sementara Condylus medialis tetap berada di posisinya dan berotasi

27
(serupa dengan ball and socket joint). Pada saat yang bersamaan, Femur sedikit
terotasi ke arah luar. Dalam fase terminal dari gerakan ekstensi, tegangan Lig.
cruciatum anterius juga menyebabkan terjadinya rotasi paksa ke arah lateral sebesar
5°-10°; pada saat ini, bahkan Condylus medialis kehilangan kontak dengan Meniscus
medialis.

Fleksi aktif sampai 120° bisa ditingkatkan hingga 140° setelah dilakukan pra-
ekstensi otot hamstring (a). Fleksi pasif bisa dikerjakan sampai 160°, hanya dibatasi
oleh jaringan lunak. Ekstensi bisa dilakukan sampai posisi nol tetapi bisa ditambah
lebih lanjut secara pasif sebesar 5°-10°. Gerak rotasi hanya bisa dikerjakan selama
lutut difleksikan karena tegangan ligamen kolateral selama lutut diekstensikan
mencegah terjadinya gerak rotasi (b). Rotasi lateral bisa dikerjakan lebih besar
ketimbang rotasi medial karena kedua Lig. cruciatum saling melintir satu sama lain
selama rotasi medial berlangsung. Abduksi dan adduksi hampir dicegah seutuhnya
oleh ligamen kolateral yang kuat.3

Persarafan
Nervus gluteus superior

Dari seluruh nervi yang berjalan melewati foramen ischiadicus majus, nervus
gluteus superior merupakan satu-satunya yang berjalan di atas musculus piriformis.
Setelah memasuki regio glutealis, nervus melengkung naik di atas tepi inferior
gluteus minimus dan berjalan ke arah anterior dan lateral pada bidang di antara
musculus gluteus minimus dan musculus gluteus medius.

Nervus gluteus superior memberikan cabang-cabang untuk musculus gluteus


minimus dan musculus gluteus medius dan berakhir dengan mempersarafi musculus
tensor fasciae latae.5

28
Nervus ischiadicus/sciaticus

Nervus ischiadicus memasuki regio glutealis melalui foramen ischiadicum


majus di bawah musculus piriformis. Nervus ischiadicus berjalan turun pada bidang
di antara kelompok superficialis dan profundus musculi regio glutealis, pertama
menyilang permukaan posterior musculus obturator internus dan musculi gemelli
terkait dan selanjutnya musculus quadrates femoris. Nervus ischiadicus berada tepat
di sebelah dalam terhadap gluteus maximus, pada titik tengah antara tuber
ischiadicum dan trochanter major.

Pada tepi bawah musculus quadratus femoris, nervus ischiadicus memasuki


regio femoralis posterior. Nervus ischiadicus merupakan nervus terbesar pada tubuh
dan mempersarafi seluruh musculi pada kompartemen posterior region femoralis
yang melakukan flexi genus dan seluruh musculi yang menggerakkan talocruralis dan
pedis. Nervus ischiadicus juga mempersarafi daerah kulit yang luas pada extremitas
inferior.5

Nervus musculus quadrati femoris

Nervus musculus quadrati femoris memasuki regio glutealis melalui foramen


ischiadicum majus di inferior dari musculus piriformis dan di sebelah dalam terhadap
nervus ischiadicus. Berbeda dengan nervi lain pada regio glutealis, nervus musculus
quadrati femoris berada di anterior terhadap bidang musculi bagian dalam.

Nervus musculus quadrati femoris berjalan turun di sepanjang ischium. di


sebelah dalam terhadap tendo musculus obturator internus dan musculi gemelli terkait
untuk menembus dan mempersarafi quadratus femoris. Nervus tersebut memberikan
sebuah cabang kecil untuk gemellus inferior 5

29
Nervus obturatorius internus

Nervus obturatorius internus memasuki regio glutealis melalui foramen


ischiadicum majus di inferior dari musculus piriformis dan di antara nervus cutaneus
femoris posterior dan nervus pudendus. Nervus obturatorius internus memberikan
sebuah cabang kecil untuk gemelius superior dan kemudian berjalan di atas spina
ischiadica dan melalui foramen ischiadicum minus untuk mempersarafi musculus
obturator internus dari permukaan medial musculus pada perineum.5

Nervus pudendus

Nervus pudendus memasuki regio glutealis melalui foramen ischiadicum


majus di inferior dari musculus piriformis dan medial dari nervus ischiadicus. Nervus
pudendus melintas di atas ligamentum sacrospinale dan segera berjalan melalui
foramen ischiadicum minus untuk memasuki perineum. Perjalanan nervus pudendus
pada regio glutealis pendek dan seringkali nervus ini tersembunyikan oleh tepi atas
ligamentum sacrotuberale yang berada di atasnya. Nervus pudendus merupakan
nervus somaticae utama dari perineum dan tidak memiliki cabang pada regio
glutealis.5

Nervus gluteus inferior

Nervus gluteus inferior memasuki regio glutealis melalui foramen


ischiadicum majus di inferior dari musculus piriformis dan berada di sepanjang
permukaan posterior nervus ischiadicus. Nervus gluteus inferior menembus dan
mempersarafi musculus gluteus maximus.5

Nervus cutaneus perforantes

Nervus cutaneus perforantes merupakan satu-satunya nervus pada regio


glutealis yang tidak memasuki daerah tersebut melalui foramen ischiadicum majus.
Nervus cutaneus perforantes merupakan nervus kecil yang meninggalkan plexus

30
sacralis pada cavitas pelvis dengan menembus ligamentum sacrotuberale. Nervus
kemudian berputar mengitari batas bawah gluteus maximus untuk mempersarafi kulit
di atas aspectus medialis gluteus maximus.5

31
32
2.3. Pembentukan Sel dan Jaringan Tulang, Pertumbuhan Tulang serta Faktor-
faktor yang mempengaruhinya

Sel Tulang

a) Osteoblas
Osteoblas berasal dari jalur sel mesenkim stroma sumsum tulang. Osteoblas
memproduksi osteoid atau matriks tulang, berbentuk bulat, oval atau polihedral, terpisah
dari matriks yang telah mengalami mineralisasi. Osteoblas berfungsi mensintesis dan
mensekresi matriks organik tulang, mengatur perubahan elektrolit cairan ekstraselular
pada proses mineralisasi. Osteoblas mengandung retikulum endoplasmik, membran
golgi dan mitokondria. Pematangan osteoblas memerlukan fibroblast growth factor
(FGF), bone morphogenic proteins (BMPs), core binding factor-1 (CBFA-1) dan
osteoblast specific cis acting element (OSE-2). Osteoblas memiliki reseptor estrogen,
sitokin, paratiroid hormon (PTH), insulin derivated growth factor (IGF), dan Vitamin
D3. Osteoblas saling berhubungan melalui gap junction.. Osteoblas yang menetap pada
permukaan tulang bentuknya pipih yang dinamakan bone lining cells / resting
osteoblast.7,8
b) Osteoklas
Osteoklas berasal dari jalur hemopoetik yang juga membuat makrofag dan monosit. Sel
ini berpindah dari sumsum tulang lewat sirkulasi atau migrasi direk. Sel prekursor
osteoklas terdapat pada sumsum tulang dan sirkulasi darah. Sel ini ditemukan pada
permukaan tulang yang mengalami resorpsi dan kemudian membentuk cekungan yang
dikenal sebagai lakuna Howship. Osteoklas dalam sitoplasmanya akan terisi oleh
mitokondria guna menyediakan energi untuk proses resorpsi tulang. Osteoklas merusak
matriks tulang, melekat pada permukaan tulang, memisahkan sel dengan matriks,
menurunkan pH7 menjadi pH4. Keasaman ini akan melarutkan mineral dan merusak
matriks sel sehingga protease keluar. Osteoklas memiliki reseptor yaitu RANK-ligand
(RANK-L) untuk maturasi sel dan mengalami apoptos.7,8

33
c)
Osteosit
Osteosit merupakan 90% dari sel tulang terletak diantara matriks tulang yang mengalami
mineralisasi. Osteosit memiliki satu inti, jumlah organela bervariasi. Jaringan sel ini
menjangkau permukaan luar dan dalam tulang, membuat tulang menjadi sensitif
terhadap pengaruh tekanan, mengontrol pergerakan ion serta mineralisasi tulang.
Osteosit berasal dari osteoblas yang pada akhir proses mineralisasi terhimpit oleh
ekstraselular matriks, berperan dalam pemeliharaan massa dan struktur tulang, terlihat
digambar 4. 7,8

Gambar 3.1. Sel Tulang (ob : Osteoblas; oc : Osteoklas)8

Gambar 3.2. Regulasi Fungsi dan Diferensiasi Sel Tulang 7

34
Pertumbuhan Tulang

Gambar 3.3. Sumber: Mescher AL. Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas. Ed 12 : Jakarta ;
EGC. 2010

Osteogenesis tulang panjang melalui osifikasi endokondral. osifikasi


endokondral membentuk sebagian besar tulang rangka dan terjadi dalam janin pada
model yang terbentuk dari kartilago hialin.
(1) Proses tersebut berlangsung beberapa minggu dan tahap-tahap perkembangan
utama meliputi: pembentukan kerah tulang di sekeliling bagian tengah model
kartilago dan degenerasi kartilago di bawahnya.
(2) yang diikuti oleh pusat osifikasi oleh kapiler dan sel osteoprogenitor dari
periosteum.
(3) deposisi osteoid oleh osteoblas baru, kalsifikasi tulang anyaman, dan remodeling-
nya menjadi tulang kompak.
(4) Pusat osifikasi primer ini terbentuk di diafisis, di sepanjang bagian tengah setiap
tulang yang terbentuk. Pusat osifikasi sekunder terbentuk kemudian melalui

35
suatu proses serupa di epifisis. pusat osifikasi primer dan sekunder dipisahkan
oleh lempeng epifisis.
(5) yang membantu perpanjangan tulang secara kontinu. Kedua pusat osifikasi tidak
menyatu hingga lempeng epifisis menghilang.
(6) ketika perawakan penuh tercapai. 1

Ada 2 cara pertumbuhan tulang :

Osifikasi Endokondral
Sebagian besar tulang di tubuh berkembang melalui proses osifikasi
endokondral (ossification endochondralis), yaitu proses pembentukan tulang yang
didahului oleh suatu model tulang rawan hialin sementara. Model tulang rawan ini
terus tumbuh melalui cara interstisial dan aposisional, dan terutama digunakan untuk
membentuk tulang panjang dan tulang pendek. Seiring dengan pertumbuhan,
kondrosit membelah, membesar (hipertrofi), matur, dan model tulang rawan hialin
mulai mengalami kalsifikasi. Difusi nutrien dan gas melalui matriks berkurang
seiring dengan proses kalsifikasi tulang rawan. Akibatnya kondrosit mati, dan matriks
yang mengalami fragmentasi dan kalsifikasi berfungsi sebagai kerangka struktural
untuk pengendapan material tulang.
Kerangka struktural untuk pengendapan material tulang. Segera setelah terjadi
pengendapan suatu lapisan material tulang di sekitar tulang rawan yang terkalsifikasi,
sel-sel perikondrialis bagian dalam memperlihatkan potensi osteogeniknya, dan
terbentuk suatu kerah periosteal (periosteal collar of bone) tipls di sekeliling bagian
tengah batang tulang. Jaringan ikat eksternal ini disebut periosteum. Sel-sel
mesenkim dari lapisan dalam periosteum berdiferensiasi menjadi sel osteoprogenitor,
dan pembuluh darah dari periosteum menginvasi model tulang rawan yang telah
mengalami kalsifikasi dan degenerasi. Sel osteoprogenitor berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi osteoblas (osteoblastus) yang menyekresi matriks osteoid,
suatu jaringan lunak yang semula kolagenosa dan tidak mengandung mineral namun

36
cepat mengalami mineralisasi menjadi tulang. Osteoblas kemudian dikelilingi oleh
tulang dalam lakuna (lacunae) miripJubang dan sekarang disebut osteosit
(osteocytus); terdapat satu osteosit per lakuna. Osteosit membentuk suatu hubungan
antarsel yang kompleks melalui saluran-saluran halus di tulang disebut kanalikuli
(canaliculi); saluran-saluran ini akhirnya membuka ke saluran yang mengandung
pembuluh darah. Sel osteoprogenitor juga berasal dari permukaan dalam tulang
disebut endosteum. Endosteum melapisi semua rongga dalam di tulang dan terdiri
dari satu lapisan sel osteoprogenitor.

Gambar 3.4. Sumber: Eroschenko VP. Atlas histology difiore dengan korelasi fungsional. Ed 11.
Jakarta : EGC ; 2010

37
Osifikasi intramembranosa
Pada osifikasi intramembranosa (ossificatio demalis), pertumbuhan tulang
tidak didahului oleh model tulang rawan, tetapi dari mesenkim jaringan ikat.
Sebagian sel mesenkim berdiferensiasi secara langsung menjadi osteoblas yang
menghasilkan matriks osteoid, yang cepat mengalami kalsifikasi. Banyak pusat
osifikasi yang terbentuk, beranastomosis dan menghasilkan anyaman tulang
spongiosa yang terdiri dari batang, lempeng, dan duri yang tipis disebut trabekulae
(trabeculae). Osteoblas di lakuna kemudian dikelilingi oleh tulang dan menjadi
osteosit. Seperti pada osifikasi endokondral, saat osteosit berada di dalam lakuna,
osteosit membentuk hubungan antarsel yang kompleks melalui kanalikuli.
Mandibula, maksila, klavikula, dan hampir seluruh tulang pipih tengkorak dibentuk
melalui metode intramembranosa. Pada tengkorak yang sedang berkembang, pusat-
pusat osifikasi tumbuh secara radial, menggantikan jaringan ikat, dan kemudian
menyatu. Pada bayi baru lahir, ubun-ubun (fonticuli) pada tengkorak adalah daerah
berselaput lunak tempat osifikasi intramembranosa di tulang tengkorak sedang
mengalami proses osifikasi. 6

Gambar 3.5. Sumber: Eroschenko VP. Atlas histology difiore dengan korelasi fungsional. Ed 11.
Jakarta : EGC ; 2010

38
Fase penyembuhan tulang9

1. Fase reaktif ( 2-3 minggu )

Setelah terjadi fraktur, pembuluh darah mengalami kontriksi sehingga pendarahan


berhenti Setelah beberapa jam setelah fraktur , terjadi sel darah merah mengalami
ekstravasasi membentuk clot yang dikenal dengan hematom, setelah sel darah merah
mengalami degenerasi pada waktu bersamaan sel fibroblas akan tetap bertahan dan
terus bereplikasi . Mereka akan membentuk agregate sel kemudian berpisah dengan
pembuluh kapiler membentuk jaringan granulasi . Pada fase inflamasi timbul karena
peran dari sitokin yaitu IL-1 dan IL-6 dan TNF-α yang dihasil dari sel makrofag dan
sel mesenkim. Pembentukan kalus dimulai dari ekspresi dari TGF-β, PDGF dan
BMP-2. Terjadi dari proliferasi dari sel mesenkim akibat pengaruh Growth
Differiation Factor.9

2. Fase reparasi ( 3 minggu- 8 minggu )

Beberapa minggu setelah terjadi fraktur, setelah terjadi replikasi dari sel periosteum.
Sel periosteum proksimal dari fraktur berkembang membentuk kondroblas dan
kartilago hialin Sitokin yaitu TGF-β2, TGF-β3, dan Growth Differiation Factor (
GDF-5 ) tetap meningkat untuk mempertahankan proses kondrogenesis. Sel
periosteum dibagian distal dari fraktur berkembang membentuk osteoblas dan
membentuk woven bone akibat peran sitokin RANKL dan MSCF. Angiopoetin dan
VEGF akan mendorong proses angiogenesis untuk vaskularisasi yang baru. Dari
fibroblas dengan granulasi jaringan , diikuti perkembangan dari kondroblas dan
kartilago hialin. Proses ini disebut pembentukan kalus.9

3. Fase maturasi ( 8 minggu- 12 minggu )

TNF-α akan kembali meningkat untuk menginduksi proses apoptosis dari sel
kondrosit yang berlebihan . Pada fase ini terjadi pergantian kartilago hialin dan
woven bone dengan lamelar bone, perubahan ini dikenal dengan osifikasi

39
endokondral yang melibatkan BMP -5 dan -6 selama proses ini berlangsung. Proses
pembentukan lamelar bone dimulai dengan matrik kolagen yang mengalami
mineralisasi, sel osteoblas yang berasal dari saluran pembuluh darah akan membawa
matrik mineral. Proses pembentukan baru lamelar bone dikenal dengan trabelkula
bone.9

4. Fase remodeling ( setelah 12 minggu )

Fase remodeling terjadi pergantian trabelcula bone dengan compact bone Oleh karena
peran dari RANKL , MSCF dan peningkatan sitokin IL-1 dan IL 6 .Trabelcula bone
akan diabsorpsi oleh sel osteoclast yang membentuk lubang sempit dikenal dengan
Howship lacuna. Kemudian osteoblas akan dideposit dalam lubang resopsi.9

Gambar 3.6. Fase awal dari fraktur , tampak periosteum yang robek dan akumulasi hematome
dibawah dari periosteum dan antara tulang .Tampak nekrosis dari sumsum tulang dan dead bone
pada garis fraktur. 9

Gambar 3.7. Fase maturasi terdapat organisasi hematome yang awal timbul formasi tulang mulai dari
subperiosteal region dan pembentukan kartilago pada sisi yang lain. 9

40
Gambar 3.8. Fase akhir dari penyembuhan tulang , terjadi bridging yang dibentuk jaringan serat
tulang yang immature . Tampak jaringan kartilago yang timbul dari pembuluh darah kapiler yang
timbul.9

Faktor-Faktor Yang mempengaruhi pertumbuhan tulang

Berikut Penjabaran Faktor Genetik dan Hormon yang mempengaruhi Pertumbuhan


Tulang :
a. Herediter (genetic) Tinggi badan anak secara umum bergantung pada orang tua,
anak-anak dari orang tua yang tinggi biasanya mempunyai badan yang tinggi
juga.
b. Factor endokrin
Hormone paratiroid (PTH) satu sama lain saling berlawanan dalam memelihara
kadar kalsium darah. Sekresi PTH terjadi dengan cara:
1) Merangsang osteoklas, reapsobsi tulang dan melepas kalsium ke dalam darah
2) Merangsang absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
Tirokalsitonin, hormone yang dihasilkan dari sel-sel parafolikuler dari kelenjar
tiroid, cara kerjanya menghambat resorbsi tulang.
Hormone pertumbuhan yang di hasilkan hipofise anterior penting untuk
proliferasi (bertambah banyak) secara normal dari rawan epifisealis untuk
memelihara tinggi badan yang normal dari seseorang.

41
Tiroksi bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang yang layak, remodeling
tulang dan kematangan tulang. 10

Perbedaan pertumbuhan tulang pada anak dan orang dewasa

1. Remodelling
Tulang immature dapat melakukan remodelisasi jauh lebih baik dari pada
dewasa. Karena adanya aktivitas dari populasi sel yang banyak, kerusakan
pada tulang dapat diperbaiki lebih baik dari pada kerusakan yang terjadi pada
dewasa
Struktur anatomis tulang anak-anak juga mempunyai fleksebilitasi yang tinggi
sehingga ia mempunyai kemampuan seperti “biological plasticity” .hal ini
menyebabkan tulang anak-anak dapat membengkok tanpa patah atau hancur
sehingga dapat terjadi gambaran fraktur yang unik pada anak
2. Ligament
Seperti jaringan ligament adalah satu jaringan yang” age-resistant” dalam
tubuh manusia. Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligament anak-anak
dan dewasa secara umum sama. Meskipun kekuatan tulang ,kartilago, dan otot
cenderung berubah, struktur ligament tetap tidak berubah sering pertumbuhan
dan perkembangan
3. Periosteum
Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada
anak-anak secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Periosteum anak-
anak sebenarnya mempunyai sebuah lapisan fibrosa luar dan kambium atau
lapisan osteogenik. Menurut Hence, periosteum anak-anak mampu
memberikan kekuatan mekanis terhadap trauma. Karena periosteum yang
tebal, fraktur tidak cenderung untuk mengalami displace seperti pada dewasa,
dan periosteum yang intak dapat berguna sebagai bantuan dalam reduksi

42
fraktur dan maintenance. Sebagai tambahan, fraktur akan sembuh lebih cepat
secara signifikan daripada dewasa. 11

2.4. Range of Movement pada sendi femur

A. Articulatio coxae

Gambar 4.1. articulation coxae

Sumber : Paulen F, Waschke J. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia Anatomi Umum dan Sistem
Muskuloskeletal. 23th rev. ed. Sugiharto L, translator. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ; 2010. Hal.
270

Articulatio coxae merupakan suatu enarthrosis (Articulatio cotylica), yaitu yang


memiliki tiga sumbu pergerakan atau biasa disebut sendi ball and socket. Ke tiga
berjalan melalui pusat Caput femoris. Pergerakannya dibatasi oleh Acetabulum
dan ligamen-ligamen yang kuat dan sangat ketat. Semua ligamen secara
bersamaan membatasi ekstensi (retroversi) dengan menyelubungi Caput femoris
dengan ligamentosa berbentuk spiral yang melingkar, sehingga memungkinkan
dicapainya Fossa acetabula Lig. capitis femoris, Lig. transversum acetabula, Lig.

43
ischiofemorale Capsula articularis posisi tegak yang stabil. Karena penting bagi
gerakan berjalan, fleksi (anteversi) dapat dilakukan dalam derajat yang lebih besar
dan hanya dibatasi oleh jaringan lunak. Selain itu, rotasi medial dan lateral serta
adduksi dan abduksi dibatasi oleh ligamen. Range of movement:3

1. Bagian (a) ekstensi-fleksi:10o-0o-130o


2. Bagian (b) abduksi-adduksi:40o-Oo-30o
3. Bagian (c) dan (d) rotasi lateral-rotasi medial: 50o-0o-40o

B. Articulatio genu

Gambar 4.2. articulation genu

Paulen F, Waschke J. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal.
23th rev. ed. Sugiharto L, translator. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ; 2010. Hal. 276

Articulatio genus merupakan Articulatio bicondylaris yang fungsinya sama


seperti sendi pivot-engsel (trochoginglymus), memiliki dua sumbu gerak. Sumbu

44
transversa untuk pergerakan ekstensi dan fleksi berjalan melintasi kedua
Condylus femoris serta sumbu longitudinal untuk gerakan rotasi: menonjol ke
arah eksentrik dan tegak lurus melalui Tuberculum intercondylare mediale Tibia.3
Akibat radius kelengkungan Condylus femoris yang lebih kecil di bagian
posteriornya, sumbu transversa tidak berada dalam posisi yang konstan tetapi
bergeser ke arah posterior dan superior dalam garis cembung sewaktu fleksi.
Dengan demikian, gerak fleksi merupakan gabungan antara gerak bergulung dan
bergeser; Condylus bergulung hingga 20o ke arah posterior kemudian berbelok di
posisi ini. Karena bentuk Condylus medialis dan Condylus lateralis Femur dan
Tibia tidak sama. Condylus lateralis femoris-lah yang terutama bergulung,
sementara Condylus medialis tetap berada di posisinya dan berotasi (serupa
dengan ball and socket jointl. Pada saat yang bersamaan, Femur sedikit terotasi ke
arah luar.3
Beberapa gerakan yang dapat terjadi dalam fase terminal dari gerakan ekstensi,
tegangan Lig. cruciatum anterius adalah :3
(a) Rotasi paksa ke arah lateral sebesar 5o-10o.
(b) Fleksi aktif sampai 120o bisa ditingkatkan hingga 140o setelah dilakukan
pra-ekstensi otot hamstring.
(c) Fleksi pasif bisa dikerjakan sampai 160o, hanya dibatasi oleh jaringan
lunak.
(d) Ekstensi bias dilakukan sampai posisi nol tetapi bisa ditambah lebih lanjut
secara pasif sebesar 5o-10o.

Gerak rotasi hanya bisa dikerjakan selama lutut difleksikan karena tegangan
ligamen kolateral selama lutut diekstensikan mencegah terjadinya gerak
rotasi.
Rotasi lateral bisa dikerjakan lebih besar ketimbang rotasi mediai karena
kedua

45
Lig. Cruciatum saling melintir satu sama lain selama rotasi medial
berlangsung. Range of movement:3
1. Ekstensi-fleksi:5o-0o-140o
2. Rotasi lateral-rotasi medial: 30o-0o-10o

46
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Mescher AL. Histologi dasar junqueira. Frans D, penerjemah. Hartanto H,


editor. Edisi 12. Jakarta: EGC; 2011.
2. Kalangi SJR. Jurnal Biomedik : Tinjuan Histologik Tulang Rawan [internet].
Novermber 2004 [cited on : 25 Desember 2017];6: 17-26. Available from :
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/6329
3. Paulsen F, Waschke J. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Ed.15. Indonesia:
Elsevier;2011.
4. Netter FH. Atlas Anatomi Manusia. Ed.6. Indonesia: Elsevier;2016.
5. Drake RL, Vogle W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomi. Ed. 1.
Singapura:Elsevier;2014
6. Eroschenko VP. Atlas histology difiore dengan korelasi fungsional. Ed 11.
Jakarta : EGC ; 2010
7. Guyton, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). 11 ed. Rachman
RY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, editors. Jakarta: EGC; 2007.
8. Bloom William, Don W. Fawcett. 2002. Buku ajar histologi. Edisi 12.
Terjemahan Jan Tambayong. Jakarta: EGC.
9. Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (27 ed.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.
10. Kamalia LS. Maklah Tulang pada manusia. Tanjung pinang. 2016 Available from:
https://www.academia.edu/31629893/MAKALAH_TULANG_PADA_MANUSIA (
diakses pada 20 Desember 2017)
11. Delahay, Lauerman. Children Orthopaedic. Wiesel et al. Essentials of Orthopedic
Surgery. Washington : WB Saunders Co. 2007

48

Anda mungkin juga menyukai