Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI

1. HIPERTENSI

1.1 Pengertian Hipertensi


Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan
pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana
tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah
sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan
tekanan diastolik.

Tekanan darah orang dewasa normal yaitu120 mmHg ketika jantung


berdetak (sistolik) dan 80mmHg pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Ketika tekanan darah sistolik sama dengan atau di atas 140mmHg dan atau
tekanan darah diastolik sama dengan/atau di atas 90 mm Hg, maka tekanan
darah dianggap tinggi. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko
kerusakan pada jantung dan pembuluh darah pada organ utama seperti otak
dan ginjal (WHO, 2013).

Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan


menjadi factor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh
kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan
serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas menjadi dua
yaitu:
1. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan atau tekanan distolik sama atau lebih dari 90 mmHg. Hipertensi
ini biasanya dijumpai pada usia pertengahan.
2. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Hipertensi
ini biasanya dijumpai pada usia diatas 65 tahun (Nugroho,2008).

1.2 Kriteria dan Klasifikasi

Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan


darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan
seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140
mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel 1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 140 < 90
Hipertensi Ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 <90

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan


diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension).
Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan
ini dijumpai pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi
hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut
meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak
dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau
lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua
atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih,
atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih (Robin & Kumar 1995).

Tabel 2 Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia


diatas 18 tahun menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee
On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)


Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium II >160 atau >100
Hipertensi Stadium III >180 atau >110

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi


sistolik dan hipertensi diastolik (Smith & Tom 1986). Pertama yaitu
hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat
meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah
tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap
aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung
berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut
Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi
hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya
riwayat hipertensi dalam keluarga.

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu


sekunder dan primer. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya hipertensi tersebut antara lain: faktor keturunan, ciri perseorangan,
dan kebiasaan hidup (Puspita WR 2009). Hipertensi sekunder merupakan
jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui (Lanny S dkk 2004).
Penderita hipertensi sekunder ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab
dan patofisiologinya sudah diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan
obat-obatan atau pembedahan (Arjatmo T & Hendra U 2001).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu


hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah
keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya
ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan
hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan
yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan
ginjal (Mahalul 2005 dalam Suheni Y 2007).

1.3 Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada: Elastisitas dinding aorta menurun,
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan
jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,serta
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Anonim 2009).

Selain itu, faktor genetik dianggap penting sebagai sebab timbulnya


hipertensi. Anggapan ini didukung oleh banyak penelitian pada hewan
percobaan dan tentunya pada manusia itu sendiri. Faktor genetik tampaknya
bersifat mulifaktorial akibat defek pada beberapa gen yang berperan pada
pengaturan tekanan darah. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling
berperan dalam perjalanan munculnya penyakit hipertensi. Semakin banyak
seseorang terpapar faktor-faktor tersebut maka semakin besar kemungkinan
seseorang menderita hipertensi, juga seiring bertambahnya umur seseorang
(Fauci AS et al 1998).
1.4 Faktor Resiko
Faktor Risiko Tidak Terkontrol:
a. Kondisi fisiologi tubuh
Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya tekanan
darah, akan tetapi karena adanya faktor seperti keturunan/genetik, komplikasi
penyakit, dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak, ginjal, dan
pembuluh darah. Hipertensi sering muncul dengan faktor risiko lain yang
timbul sebagai sindrom metabolik, yaitu hipertensi dengan gangguan toleransi
glukosa atau diabetes mellitus (DM), dislipidemia (tingginya kolesterol
darah) dan obesitas (Krummel 2004 dalam Asyiyah 2009). Kondisi fisiologis
lainnya dapat menyebabkan hipertensi diantaranya adalah aterosklerosis
(penebalan pada dinding ateri yang menyebabkan hilangnya elastisitas
pembuluh darah), bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung,
penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan system saraf simpatis (Ganong 1998).
Kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stress, dan ketegangan pada ibu
hamil bisa menyebabkan hipertensi (Khomsan 2004)

b. Umur
Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Paling banyak
dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun pada umumya berkembang pada
saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni lebih dari 40 tahun bahkan
pada usia lebih dari 60 tahun keatas (Krummel 2004 dalam Asyiyah 2009).

c. Jenis kelamin
Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada jenis kelamin
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian, perempuan
yang mengalami masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah
lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen
yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon
esterogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause
(Armilawati 2007). Prevelensi hipertensi pada wanita (25%) lebih besar
daripada pria (Tesfaye et al. 2007).

Faktor Risiko Terkontrol:


a. Gaya Hidup
Gaya hidup yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi antara
lain meliputi aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan stress.

b. Aktivitas fisik
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan
lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika
beristirahat (Armilawati 2007). Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang
memiliki kecenderungan 30%-50% terkena hipertensi daripada mereka yang
masih aktif. Penelitian dari Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas
fisik sedang dan berat dapat mencegah terjadinya stoke.

c. Kebiasaan merokok
Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih
kuat dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas
sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya.
Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu sistem saraf simpatis
yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Nikotin juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan
oksigen jantung, meransang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu saraf, otak, dan banyak
bagian tubuh lainnya.

d. Stres
Stres dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi
saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung,
menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam
(Syaifuddin 2006). Pada saat stres, sekresi katekolamin akan meningkat
sehingga renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin
meningkat (Klabunde 2007 dalam Asiyiyah 2009).

e. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi
adalah pola konsumsi buah dan sayur, makanan manis, makanan asin,
makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol, dan
minuman berkafein.

1.5 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah merupakan resultante hasil kali antara curah jantung dan
tahanan perifer. Secara fisioligik pada usia lanjut terjadi penurunan curah
jantung dan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Akan tetapi pada
penderita usia lanjut dengan hipertensi berbagai hal ternyata berperan dalam
meningkatkan curah jantung, sehingga sebagai akibatnya tekanan darah akan
meningkat.

Penyebab penigkatan tekanan darah pada usia lanjut secara


patofisiologik dapat sebagai akibat dari:

1. Akibat kekakuan dinding arteri besar


2. Peningkatan konsentrasi renin
3. Asupan sodium terlalu tinggi
4. Kontrol system simpatis pada sirkulasi
5. Tanggapan tak seimbang antara reseptor α dan β
6. Efek perubahan ateromatous pada endotel vaskuler, yang berakibat
pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi perifer.

1.6 Gejala Hipertensi

Menurut Lanny Sustrani (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain


sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah,
hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga
berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar. Cara yang tepat untuk
meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan
mengukur tekanan darahnya. Hipertensi yang sudah mencapai taraf lanjut,
yang berarti telah berlangsung beberapa tahun dapat menyebabkan sakit
kepala, pusing, napas pendek, pandangan mata kabur, dan gangguan tidur
(Puspita WR 2009).

1.7 Komplikasi Hipertensi

a. Penyakit jantung

Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena jantung harus


memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus dihadapi
pada pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang dapat terjadi pada jantung
yaitu: 1) kelainan pembuluh darah jantung, yaitu timbulnya penyempitan
pembuluh darah jantung yang disebut dengan penyakit jantung koroner, 2)
payah jantung, yaitu penyakit jantung yang diakibatkan karena beban yang
terlalu berat suatu waktu akan mengalami kepayahan sehingga darah harus
dipompakan oleh jantung terkumpul di paru-paru dan menimbulkan sesak
nafas yang hebat. Penyakit ini disebut dengan kelemahan jantung sisi kiri.

b. Tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak (stroke)

Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah


otak dapat menyebabkan terjadinya setengah lumpuh. Stroke dapat timbul
akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embulus yang terlepas
dari pembuluh non- otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah–daerah
yang diperdarahi berkurang.

c. Gagal ginjal
Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah terganggunya kerja
pembuluh darah yang terdiri dari berjuta-juta pembuluh darah halus. Bila
terjadi kegagalan ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus
dikeluarkan oleh tubuh misalnya ureum.

d. Kelainan mata

Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata berupa


penyempitan pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan di sekitar saraf
mata. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan.

e. Diabetes mellitus

Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit kencing


manis merupakan gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh tubuh karena
kekurangan insulin.

1.8 Diagnosa Hipertensi

Gofir (2002) dalam Puspita WR (2009) menyatakan bahwa tekanan


darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama lima menit.
Misalnya diperoleh angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai
hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu
kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang
tinggi maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak
dua kali pada dua hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi.
Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat sphygmomanometer
(termometer) dan stetoskop.

Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah


tinggi tetapi digunakan juga untuk menggolongkan beratnya hipertensi.
Setelah diagnosis ditegakkan dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama
terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal. Pemeriksaan untuk
menentukan penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada penderita usia
muda. Pemeriksaan ini bisanya berupa rongent dan radioisotope ginjal,
rongent dada, serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu
(Gofir 2002 dalam Puspita WR 2009).

1.9 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertens pada usia lanjut, dilakukan setelah semua


masalah mendapat perhatian secara seksama, dan perlu mempertimbangkan
berbagai aspek. Pedoman dari JNC-VII perlu diperhatikan, diantaranya
menganai jenis-jenis obat yang dianjurkan. Seperti diketahui salah satu pesan
dari JNC-VII adalah:
 Obat yang pertama diberikan sebaiknya adalah diuretika golongan tiasid
 Apabila tekanan darah >160 mmHg, biasanya diperlukan lebih dari 1
macam anti hipertensi, dimana obat kombinasi ini sebaiknya termasuk
diuretic tiasid
 Pertimbangkan jenis obat yang lain sebaiknya dengan mempertimbangkan
“compeling indication” atau indikasi keadaan lain yang menyertai. Obat
obat apa yang tepat untuk indikasi lain ini seperti terdapat pada tabel.

Diuretik β- ACE Antagonis CCB/ Ca-


bloker inhibitor AT2/ ARB antagonis
Asthma/ COPD ++ CI* + ++ +
Gagal Jantung + C* ++ + C
Angina + + ++ + +
Peny. Vaskuler + CI + + +
perifer
Stenosis aorta + CI + + ++
Gagal ginjal- + + CI C CI
RAS
Gagal ginjal-non + + CI C +
RAS
Hipertrofi + + C C +
prostat
Diabetes + C ++ + +
Mellitus
Dyslipidemia + C + + +
Gout C + + + +
Konstipasi + + + + +
Impotensi C C + + +

C = Caution, CI = Contra Indicated, * with some notes

1.10 Pencegahan Hipertensi

Hipertensi dapat dicegah dengan mengubah pola hidup terutama pada


lansia menjadi pola hidup sehat untuk memperbaiki derajat kesehatan.
Perubahan pola hidup sehat ini merupakan pengobatan non farmakologis
yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang dapat
memperberat penyakitnya (Marlian L & S Tantan 2007).

Perubahan ini mencakup hal-hal berikut, yaitu: mengurangi asupan


garam, mengurangi berat badan pada penderita yang obesitas, melakukan
aktivitas fisik dan olahraga, mengurangi konsumsi makanan berlemak,
mengurangi/menghentikan kebiasaan merokok, menghindari/mengurangi
minuman beralkohol dan kafein, menghindari stres, menghindari pemakaian
obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, mengontrol kadar gula
darah dan kolesterol bagi penderita hipertensi yang disertai dengan penyakit
kencing manis dan hiperkolestrolemia (Marlian L & S Tantan 2007).

1.11 Diet Hipertensi

Diet yang diberikan bagi pasien hipertensi adalah diet rendah garam
yang terbagi menjadi tiga yaitu: pertama, rendah garam I (200-400 mg Na)
untuk hipertensi berat dengan edema, dan asites. Kedua, rendah garam II
(600-800 mg Na) untuk hipertensi tidak terlalu berat dengan edema dan
asites. Ketiga, rendah garam III (1000-1200 mg Na) untuk hipertensi ringan
dengan edema. Makanan yang dianjurkan adalah sumber karbohidrat, sumber
protein nabati, sayuran, buah-buahan, lemak, dan bumbu yang diolah tanpa
garam dapur, sumber protein hewani seperti daging, ikan maksimal 100 g
sehari, dan telur maksimal 1 butir sehari, serta dilarang mengkonsumsi
minuman ringan.

Anda mungkin juga menyukai