Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh
Stephen
270110140141
Kelas A
Batubara bagus terbentuk dari endapan yang terbentuk pada zaman Karbon, kira-
kira 340 juta tahun yang lalu (jtl)> Pada masa ini pembentukan batu bara terjadi
paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira
270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi
bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier
(70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain. Selanjutnya bahan organik tersebut
mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan
perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup
oleh endapan lainnya. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu
tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi yang terjadi pada tumbuhan pembentuk batubara
dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. Tahap
Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus
dan akhirnya antrasit.
4. Batubara di Indonesia
6.2. Prospeksi
Pada tahap ini, dilakukan pemilihan lokasi daerah yang mengandung endapan
batubara yang potensial untuk dikembangkan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi sebaran dan potensi endapan batubara yang akan menjadi
target eksplorasi selanjutnya. Pemboran uji pada tahap ini bertujuan untuk
mempelajari stratigrafi regional atau litologi, khususnya di daerah yang
mempunyai indikasi adanya endapan batubara. Jarak antar titik bor berkisar
dari 1000 sampai 3000 meter. Pada tahap ini peta yang dipakai mulai dari
1:50.000 sampai 1:25.000.
6.3. Eksplorasi Pendahuluan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran awal tentang
endapan batubara yang meliputi jarak titik pengamatan, ketebalan, kemiringan
lapisan, bentuk, korelasi lapisan, sebaran, struktur geologi dan sedimen,
kuantitas dan kualitasnya. Jarak antar titik bor berkisar 500 – 1000 meter, skala
peta yang digunakan mulai dari 1: 25.000 sampai 1:10.000. Sesuai dengan
Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 661.K/201/DDJP/1996
tentang Pemberian Kuasa Pertambangan, Laporan Kuasa Pertambangan
Penyelidikan Umum perlu dilampiri dengan beberapa peta:
Peta lokasi/situasi
Peta geologi lintasan dan singkapan (skala 1:25.000)
Peta kegiatan penyelidikan umum, termasuk lokasi sumur uji, parit uji,
pengambilan contoh batubara (skala 1:10.000)
Peta anomali geofisika, bila dilakukan (skala 1:10.000)
Peta penyebaran endapan batubara dan daerah prospek (skala 1:10.000)
Peta wilayah rencana peningkatan Kuasa Pertambangan
Penampang sumur uji
Penampang parit uji
Penampang lubang bor
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan,
gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk
menetapkan apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan
baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik
maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.
Peta lokasi/situasi
Peta topografi (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta kegiatan eksplorasi, meliputi lokasi singkapan batubara, sumur uji,
parit uji, pemboran, dan pengambilan contoh batubara (skala 1:2.000
sampai 1:10.000)
Peta geologi daerah (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta penyebaran endapan batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta perhitungan 2 dimensi batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta penyebaran kualitas, antara lain nilai kalori, kandungan abu, dan
kandungan sulphur (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta isopach tanah penutup (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta isopach ketebalan lapisan batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Peta kontur struktur (skala 1:500 sampai 1:2.000)
Penampang geologi
Penampang bor
Penampang/sketsa singkapan batubara
Penampang perhitungan cadangan batubara
Fotokopi hasil analisis contoh batubara dari laboratorium
Peta wilayah rencana peningkatan dan atau penciutan Kuasa
Pertambangan
7. Metode Eksplorasi
7.1. Konvensional
Pemetaan (geologi) permukaan dan bawah permukaan: pengamatan secara
langsung terhadap objek penyelidikan.Untuk pemetaan pada eksplorasi
pendahuluan skala 1:10.000 dan untuk pemetaan eksplorasi rinci 1:2.000.
Metode ini juga biasa disebut dengan metode geologi (tak langsung). Metode
ini dapat dilakukan dengan survei indrajauh, baik dari ruang angkasa seperti
analisa citra satelit dengan berbagai band dan dari udara yaknik analisa foto
udara, citra radar dan sebagainya. Selain itu, dilakukan dengan melakukan
survei geologi permukaan seperti survei geologi tinjau dan survei geologi
singkapan.
7.2. Geofisika
Di interpretasikan berkaitan dengan pola geologi dan pada umumnya
digunakan pada tahap eksplorasi pendahuluan. Bekerja berdasarkan kondisi
atau sifat fisik bawah permukaan. Metode yang sering digunakan untuk
eksplorasi bahan galian : elektromagnetik, geolistrik, magnetik-gravitasi dan
seismik. Berdasarkan kontras dan sifat fisik dari batuan, mineral dan bijih
endapan yang diukur.
7.3. Geokimia
Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis diterapkan pada mineral
yang relatif stabil pada kondisi permukaan bumi, cocok digunakan didaerah
yang kondisi iklimnya membatasi pelapukan kimiawi. Metode yang
didasarkan pada pengenalan pola dispersi kimiawi. Dapat diperoleh baik pada
endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi, baik yang lapuk
ataupun yang tidak lapuk.
8. Metode Logging Geofisika Dalam Eksplorasi Batubara
Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi
geologi dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara
dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk
memperoleh berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn
batubara, dan sifat geomekanik batuan yang menyertai penambahan batubara. Dan
juga mengkompensasi berbagai masalah yang tidak terhindar apabila hanya
dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan
penting, terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara
termasuk parting dan lain-lain.
9. Transportasi
Transportasi adalah komponen utama pada pemasaran batubara. Sistem transportasi
harus sesuai dengan jarak yang akan dilalui. Banyak pertambangan modern
mengangkut batubara ke daerah pengirimannya, dengan mengangkutnya dulu ke
silo tertutup.
Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai maka alat-
alat pengeboran dan alat pendukung lainya di setting di tempat tersebut sehingga
jalan pengeboran dapat berlangsung dengan lancar, setelah semua persiapan
selesai maka sesuai dengan planning awal apakah pemboran akan dilakukan
dengan metode full core/coring maupun open hole dan apakah pemboran dilakukan
dengan model miring atau vertikal
10.2. Coring
Coal tar (tar batubara) adalah residu tebal dan berwarna hitam yang
diperoleh selama distilasi batubara. Coal tar memiliki berbagai aplikasi di
sektor industri, mulai dari sebagai insulator bangunan, membuat bangunan
tahan air, hingga produksi berbagai macam produk, yang meliputi:
– Tekstil
– Cat
– Sabun
– Sampo
– Plastik
– Parfum
– Pewarna
– Kapur barus
– Aspirin
11.6. Pupuk
– Keramik
– Karet dan serat sintetik (rayon dan nilon)
– Insektisida
– Pelarut
– Kertas
– Pelumas
– Resin
– Kosmetik
– Serat karbon
– Karbon aktif (digunakan dalam penyaringan air dan pemurnian udara)
DAFTAR PUSTAKA
Hower, J.C., Stanton, R.W., Gammidge, L.C., and Hutton, A.C., 1998. Coal
Petrology, in Papp, A.R., Hower, J.C., and Hutton, A.C. (eds): Atlas of Coal
Geology, Volume II, Energy Minerals Division, AmericanAssociation of
Petroleum Geologist.
Teichmüller, M. and Teichmüller, R., 1982. Fundamental of Coal Petrology. In:
Stach, E., Mackowsky, M.Th., Teichmüller, M., Taylor, G.H., Chandra, D., and
Teichmüller, R. (eds.), Stach's Textbook of Coal Petrology. Gebrüder Borntraeger,
Berlin, 3rd ed., 535 p.
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=873
&Itemid=611
https://www.amazine.co
https://psdg.geologi.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/SNI_13-5104-1998.pdf
Judul Paper : “Stratigrafi Dan Keterdapatan Batubara Pada Formasi Lati Di Daerah
Berau, Kalimantan Timur”
RESUME
Beberapa lintasan stratigrafi rinci di daerah Lati, Binungan dan Sambarata telah diukur
guna mengetahui keterdapatan dan kedudukan stratigrafi satuan pembawa batubara
Formasi Lati di daerah Berau, Kalimantan Timur. Data stratigrafi memperlihatkan
bahwa Formasi Lati yang terendapkan kala Miosen Tengah di lingkungan rawa-rawa
pada hutan hujan yang berada di dataran delta hingga sungai, dengan ketebalan total
terukur mencapai 400 meter. Perlapisan batubara mulai hadir secara setempat di bagian
tengah formasi, berkembang dengan baik di bagian atas formasi, dan sangat jarang
dijumpai di bagian teratas formasi. Perlapisan batubara tersebut pada umumnya
berwarna hitam hingga hitam kecoklatan, bright-banden hingga dull banded,
terkekarkan kuat, pecah subkonkoidal, densitas sedang, kadangkadang dengan parting
atau lensa batuan silisiklastika sangat halus, dan tebalnya mencapai 650 cm.
Berdasarkan data stratigrafi di lintasan Lati, Binungan dan Sambarata, yang didukung
oleh analisis laboratorium, dapat disimpulkan bahwa: Perlapisan batubara di daerah
Berau, Kalimantan Timur mulai hadir di bagian tengah Formasi Lati yang membentuk
perlapisan batubara bawah, mencapai puncaknya pada bagian atas formasi ini yang
membentuk perlapisan batubara tengah, dan menjadi sangat berkurang di bagian teratas
formasi yang membentuk perlapisan batubara atas; Perlapisan batubara terbentuk di
lingkungan rawa-rawa pada hutan hujan yang berada di dataran delta hingga sungai
beriklim basah pada kala Miosen Tengah; Batubara yang dijumpai tidak terlalu tebal
karena sering terganggu oleh banjir limpah permukaan dan terpengaruh oleh pasang-
surut. Lapisan batubara tersebut pada umumnya melampar cukup luas, meskipun
lapisannya seringkali tercerai, karena saluran deltanya nisbi sedikit bergeser dari waktu
ke waktu.
Judul Paper : “Penentuan Pola Penyebaran Batubara Berdasarkan Data Sinar
Gamma Dan Resistivitas Dengan Menggunakan Metode Logging
Geofisika”
RESUME
Telah dilakukan penelitian pada wilayah tambang suatu perusahaan yang bergerak
pada tambang batubara di daerah Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode logging geofisika untuk menentukan pola penyebaran
batubara pada lokasi penelitian. Data log yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
Sinar Gamma dan Resistivitas. Hasil korelasi kedua data tersebut memperlihatkan
kedalaman, tebal dan lapisan batubara. Hasil yang diperoleh merupakan peta yang
menggambarkan penyebaran batubara pada daerah penelitian. Gambaran batubara
yang diperoleh terdiri atas tiga lapis dengan kecenderungan menyebar ke arah Barat
Daya dan Timur Laut dengan kedudukan N 30º E / 10º. Lapisan batubara yang
diperoleh diberi nama seam 1A, seam 1B dan seam 2.
Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa : Pada penelitian ini diperoleh gambaran sebaran batubara berdasarkan data
Sinar Gamma dan Resistivitas secara vertikal. Penggunaan data Sinar Gamma dan
Resistivitas dapat memberi gambaran tentang keberadaan batubara pada masing –
masing sumur bor dalam hal ini memberikan gambaran kedalaman dan tebal batubara.
Pola sebaran batubara yang diperoleh pada penelitian ini memanjang dari barat daya
sampai timur laut dengan kemenerusan ( straight ) berkisar 30 derajat dari arah utara
dengan 10 dip berkisar 10 derajat. Walaupun pola sebaran batubara pada masing –
masing lintasan tidak merata, hal ini terjadi karena ada beberapa sumur bor yang
kandungan batubaranya berakhir pada sumur sebelumnya. Dari penampang anatara
Gamma Ray dan Resistivitas maka teridentifikasi tiga lapisan batubara yaitu seam 1A,
seam 1B, danseam 2. Namun tidak semua sumur bor memperlihatkan lapisan yang
lengkap.