A. Pengertian
C. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus
adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemiapostprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda
dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria.
polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
E. Pathways
DM
Insulin dalam tubuh tidak adekuat
Meningkatnya VLDL dan ADL
Penebalan dinding pembuluh darah
Aliran darah ke kaki berkurang
Suplai Nutrisi jaringan berkurang
Neuropati
Perubahan pada kulit dan Otot
Ulkus Diabetikum
Nyeri Akut Kerusakan
Microorganisme berkoloni Integritas Kulit
Drainase Inadekuat
Sistem Imun Kurang
Infeksi
F. Manifestasi
G. Komplikasi
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah
obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.
2. Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress
akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus
Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku
kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari
kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki
atlet, (Dr. Nabil RA).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal
yaitu:
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130
mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai
kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%
menunjukkandiabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua
jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam
celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk
memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
5. Urine. Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
6. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
I. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien
denganDiabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
2. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkusdengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik
yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin
diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan
utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitusadalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa
komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah
kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri
dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
d. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu
dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi
atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.
e. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur,
tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi
tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang
sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
f. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.
J. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien
dengan Diabetes Mellitusbergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan
metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
5. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
7. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
8. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna
juall. 2000).
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
tingginya kadar gula darah.
7. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
L. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.
c. Kulit sekitar luka teraba hangat.
d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. Pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil :
a. Pergerakan paien bertambah luas
b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
c. Rasa nyeri berkurang.
d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :