Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan

2.1.1 Definisi Keperawatan

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan

keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan

dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta

pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006).

Menurut Hutahaean (2010), kegiatan keperawatan ditujukan kepada

pencapaian kemampuan individu untuk merawat dirinya yang disebut dengan

asuhan keperawatan.

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsikosisial dan spiritual

kompreshensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit

maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pada

hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat profesi yang berorientasi

pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan

kesehatan secara keseluruhan. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu

pekerjaan di mana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu

pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya. Selain itu

sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan

tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerja dan

Universitas Sumatera Utara


7

berorientasi pada pelayanan dengan pemberian asuhan keperawatan

kepada individu, kelompok dan masyarakat. (Hidayat, 2008).

2.1.2 Peran Perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam sistem. Peran perawat menurut

Hidayat dalam konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 (2008) terdiri dari peran

sebagai asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,

konsultan dan pembaharu.

1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat

dengan memperhatikan keadaaan kebutuhan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat

ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan

tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian

dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini

dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

2. Peran sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi lain khususnya dalam pengambilan

persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga

berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang

meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang

Universitas Sumatera Utara


8

penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak

untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran Pendidik

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat

pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,

sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan

kesehatan.

4. Peran Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian

pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Peran kolaborator

Peran perawat ini dapat dilakukan karena perawat bekerja melalui tim

kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan

berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk

diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran konsultan

Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan

keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan

klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang

diberikan.

Universitas Sumatera Utara


9

7. Peran pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,

kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode

pemberian pelayanan keperawatan yang diberikan.

2.1.3 Fungsi Perawat

Menurut Hidayat (2008) fungsi merupakan suatu pekerjaan yang

dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah dan disesuaikan dengan

keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan menjalankan

berbagai fungsi diantaranya fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi

interdependen.

1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana

perawat dalam melaksanakan tugasnya dillakukan secara sendiri dengan

keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi

kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan

kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan

kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan

kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta

mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksankan kegiatannya atas pesan atau

instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang

Universitas Sumatera Utara


10

diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat

umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan

di antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk

pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti

dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai

penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja

melainkan juga dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan

tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi

obat yang telah diberikan.

2.2 Pelayanan Rawat Inap

Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan dimana pasien dirawat dan

tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah

sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Pelayanan rawat

inap adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk rumah sakit dan menempati

tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi

medik dan pelayanan medik lainnya (Pahlevi, 2009).

2.3 Standar Praktik Keperawatan Profesional

Standar praktik keperawatan profesional merupakan pedoman bagi

perawat di Indonesia dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan. Standar praktik tersebut

dilaksanakan oleh perawat generalis maupun spesialis di seluruh tatanan

Universitas Sumatera Utara


11

pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas, maupun tatanan kesehatan lain di

masyarakat. Standar praktik keperawatan professional di Indonesia telah

dijabarkan oleh Perasatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2000.

Standar tersebut mengacu pada proses keperawatan yang terdiri atas lima tahap

yaitu tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

(Nursalam, 2009).

2.4 Beban Kerja

2.4.1 Definisi beban kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktifitas pekerjaan

sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat

tubuh memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan

pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan

peningkatan prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif sebagai salah

satu tujuan hidup. Dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar

tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang

bersangkutan (Tarwaka, 2015).

Menurut Tarwaka (2015), dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja

yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap

kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang

menerima beban tersebut. Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja

seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada lainnya dan sangat tergantung dari

tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan

ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


12

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan

tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,

keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja juga dapat

didefinisikan secara professional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau

upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan (Tarwaka, 2015)

2.4.2 Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis

dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat

yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien

terhadap penyakitnya. Proses keperawatan memberikan kerangka yang

dibutuhkan dalam asuhan keperawatan serta merupakan metode yang efisien

dalam membuat keputusan klinik (Wartonah,2006).

Proses keperawatan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang memiliki arti penting

bagi perawat maupun pasien. Bagi perawat proses keperawatan digunakan sebagai

pedoman dalam pemecahan masalah klien, menunjukkan profesionalitas serta

dapat memberikan kebebasan pada pasien untuk mendapatkan pelayanan yang

cukup sesuai dengan kebutuhannya. Bagi pasien proses keperawatan dapat

memberikan kepuasan dari pelayanan keperawatan yang sesuai dengan

pemecahan masalah keperawatan (Hidayat, 2008).

Menurut Hidayat (2008), berdasarkan pandangan beberapa ahli tentang

proses keperawatan, terdapat beberapa komponen yang dapat disimpulkan dengan

Universitas Sumatera Utara


13

melalui tahapan proses keperawatan di antaranya tahap pengkajian, tahap

diagnosa keperawatan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi.

1. Tahap pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai

permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah ini diperlukan pengetahuan

dan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat meliputi kemampuan observasi

secara sistematis pada klien, kemampuan berkomunikasi secara verbal atau

nonverbal, kemampuan wawancara, menjadi pendengar yang baik, dapat

dipercaya, dan melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik keperawatan. Dalam

tahap ini juga mengidentifikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang

ada dimulai dari pengkajian pola fungsi kesehatan sehingga menggambarkan

status kesehatan pasien dan masalah kesehatan yang dialami.

Kriteria proses dalam pengkajian sebagai berikut:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi,

pemeriksaaan fisik, dan mempelajari data penunjang klien (pemerikasaan

laboratorium, rekam medis, dan catatan lainnya)

b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang lain terkait, tim kesehatan,

rekam medis

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

1. Status kesehatan klien saat ini

2. Status kesehatan klien masa lalu

3. Respon terhadap alergi

Universitas Sumatera Utara


14

4. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

5. Masalah-masalah yang mempunyai resiko tinggi (Nursalam, 2009).

2. Tahap diagnosis keperawatan

Merupakan keputusan klinis mengenai status kesehatan seseorang,

keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan . Diagnosis

keperawatan dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi

tanggung gugat perawat. Formulasi diagnosis keperawatan adalah bagaimana

diagnosis keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah karena

melalui identifikasi masalah dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan

yang membutuhkan asuhan keperawatan. Untuk menyusun diagnosis keperawatan

yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan keterampilan yang harus

dimiliki di antaranya kemampuan dalam memahami beberapa masalah

keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan karateristiknya,

mekanisme penanganan masalah, berpikir kritis dan membuat kesimpulan dari

masalah.

Kriteria proses dalam diagnosis keperawatan sebagai berikut :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah,

dan perumusan diagnosis keperawatan

b. Komponen diagnosis keperawatan terdiri atas masalah dan penyebab

c. Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien dan profesi kesehatan lain

untuk memvalidasi diagnosis keperawatan

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data

terbaru (Nursalam, 2009).

Universitas Sumatera Utara


15

3. Tahap perencanaan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan

yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-

masalah klien. Perencanaan akan menentukan jenis intervensi keperawatan.

Semakin kompleks jenis asuhan pasien, perencanaan akan semakin penting.

Dalam melakukan tahap ini diperlukan pengetahuan dan keterampilan

diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan

kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, kemampuan memecahkan

masalah, mengambil keputusan, membuat strategi keperawatan yang aman,

menulis instruksi keperawatan, dan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.

Kegiatan dalam tahap perencanaan meliputi penentuan prioritas diagnosis,

penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan dan menentukan rencana tindakan.

Kriteria proses dalam perencanaan keperawatan sebagai berikut :

a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana

asuhan keperawatan

b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana asuhan keperawatan

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien

d. Mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2009).

4. Tahap pelaksanaan (implementasi)

Merupakan tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai

strategi keperawaran yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus

mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada

Universitas Sumatera Utara


16

klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman

tentang hak-hak dari pasien serta memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam

pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan yaitu tindakan jenis

mandiri atau dikenal dengan tindakan independen dan tindakan kolaborasi atau

tindakan interdependen.

Kriteria proses dalam pelaksanaan sebagai berikut :

a. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan implementasi asuhan

keperawatan

b. Mengolaborasikan asuhan keperawatan dengan profesi kesehatan lain

untuk meningkatkan status kesehatan klien

c. Melakukan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien

d. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatannya dan fasilitas-

fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan olehnya

e. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga mengenai

konsep, keterampilan asuhan diri, serta membantu klien memodifikasi

lingkungan yang akan digunakan

f. Mengkaji ulang dan merevisi implementasi asuhan keperawatan

berdasarkan respon klien (Nursalam, 2009).

5. Tahap evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dengan cara melakukan identifikasi

sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap

evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan

mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien

Universitas Sumatera Utara


17

yang disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target

tujuan yang diharapkan disebut evaluasi hasil.

Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,

dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu

dilakukan perubahan intervensi (Wartonah, 2006).

Kriteria Proses :

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari implementasi

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan

kearah pencapaian tujuan

c. Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan

d. Mendokumentasikan hasil evaluasi (Nursalam, 2009).

2.4.3 Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan

yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan

lengkap secara tertulis. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pencatatan

mulai dari pengkajian, mendiagnosa, merencanakan, pelaksanaan, dan evaluasi

keperawatan (Hutahaean, 2010).

2.4.4 Uraian Tugas Perawat di Unit rawat inap

Tugas pokok perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan kepada

pasien dan secara administratif fungsional bertanggug jawab kepada kepala ruang,

Universitas Sumatera Utara


18

secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter ruang rawat

atau dokter penanngung jawab ruangan.

Tabel 2.1 Uraian Tugas Perawat di Unit rawat inap

No. Kegiatan
1 Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungan
2 Menerima pasien baru sesuai prosedur rumah sakit
3 Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu siap pakai
4 Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruangan dan
lingkungan
5 Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga
6 Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien sesuai batas
kemampuannya termasuk mengamati keadaan pasien dan melaksanakan
anamnesa
7 Menyusun rencana keperawatan sesuai kemampuannya
8 Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan
antara lain: melaksanakan tindakan pengobatan, memberikan penyuluhan
kesehatan
9 Berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien agar segera
mandiri
10 Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan
11 Memantau dan memelihara kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan
yang tepat berdasarkan hasil
12 Menciptakan, memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan tim
kesehatan
13 Berperan serta dengan tim kesehatan membahas kasus dan upaya
meningkatkan mutu asuhan keperawatan
14 Melaksanakan tugas pagi, sore, malam, dan libur secara bergilir
15 Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruangan
16 Melaksanakan pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat

Universitas Sumatera Utara


19

Lanjutan Tabel 2.1

17 Melaksanakan serah terima tugas shift jaga secara lisan maupun tertulis
18 Menyiapkan pasien yang akan pulang meliputi: menyediakan formulir
untuk menyelesaikan administrasi, memberi penyuluhan kepada pasien dan
keluarga sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien, melatih pasien
menggunkan alat bantu yang dibutuhkan, melatih pasien melaksanakan
tindakan keperawatan di RS misalnya merawat luka dan melatih anggota
gerak, mengantar pasien pulang sampai pintu keluar ruangan
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1999

2.5 Kelelahan kerja

2.5.1 Definisi Kelelahan

Kata Kelelahan dapat dikategorikan sangat ekslusif dan dapat

berdampingan dengan kondisi yang bermacam-macam. Karateristik utama dalam

kondisi ini adalah pengurangan dalam kapasitas dan/atau penurunan kerja.

(Nurmianto, 2008).

Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang

berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan

berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. (Suma’mur, 2009).

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat

sistem aktifasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah

kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,

tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas

kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2015).

Universitas Sumatera Utara


20

Menurut Cameron kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks yang

tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan

hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan

motivasi dan penurunan produktivitas kerja. (Silastuty, 2006).

Kelelahan kerja adalah sindrom yang terdiri atas multidimensi yaitu

kelelahan emosi, depersonalisasi, rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri,

dan kelelahan fisik. Kelelahan emosi ditandai dengan terkurasnya tenaga, mudah

merasa lelah, perasaan jenuh, mudah tersinggung, sedih, tertekan, dan perasaan

terjebak dalam pekerjaan. Depersonalisasi ditandai dengan tidak perduli terhadap

orang-orang di sekitar, kecenderungan individu untuk menjauhi lingkungan

sekitar, dan kurangnya perhatian dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.

Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri ditandai dengan minder,

kecenderungan memberi evaluasi negatif terhadap diri sendiri, pekerja merasa

tidak kompeten, dan merasa gagal dalam bekerja. Kelelahan fisik ditandai dengan

kehilangan energi, kelelahan, kesakitan, dan keluhan fisik lainnya

(Supriatna, 2011).

2.5.2 Jenis Kelelahan

Menurut Suma’mur (2009), terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan

otot dan kelelahan umum.

1. Kelelahan otot

Kelelahan otot ditandai dengan oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat

pada otot. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui

fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang

Universitas Sumatera Utara


21

ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada

makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan

sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan

tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam

melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerja.

2. Kelelahan umum

Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang

penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis.

Akar masalah kelelahan umum adalah monotoninya pekerjaan, intensitas dan

lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja

yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak

jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta

kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja.

Kelelahan umum merupakan konsep yang lebih rumit. Kondisi ini

bergabung ke dalam sejumlah kelelahan lain yang sama rumitnya dalam

mendefinisikan secara tepat-stress, kebosanan, depresi dan lain-lain (Nurminato,

2008).

Menurut Wignjosoebroto (2008), Ada beberapa macam kelelahan yang

dikenal dan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda yaitu :

1. Lelah otot, yang dalam hal ini biasa dilihat dalam bentuk munculnya gejala

kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan

2. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ

visual (mata). Mata yang terkonsentrasi secra terus-menerus pada objek (layar

Universitas Sumatera Utara


22

monitor) seperti yang dialami oleh operator komputer akan merasa lelah.

Cahaya yang terlalu kuat yang mengenai mata juga akan bisa menimbulkan

gejala yang sama.

3. Lelah mental, dimana dalam kasus ini datangnya kelelahan bukan diakibatkan

secara langsung oleh aktifitas fisik, melainkan lewat kerja mental. Lelah

mental sering disebut lelah otak. Kelelahan mental dapat bersumber dari

overload ataupun underload, dari suatu pekerjaan yang menghasilkan

kebutuhan yang berlebihan dari pekerjaan yang tidak menarik dan mudah

tersebut (Nurmianto, 2008).

4. Lelah monotonis, adalah jenis kelelahan yang disebabkan oleh aktifitas kerja

yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat

menjemukan. Di sini pekerja tidak lagi terangsang dengan pekerjaan ataupun

lingkungan kerjanya. Situasi kerja yang monoton dan menimbulkan kebosanan

akan mudah terjadi pada pekerjaan-pekerjaan yang dirancang terlalu ketat.

2.5.3 Faktor-Faktor yang menyebabkan Kelelahan

Menurut Suma’mur (1989) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu:

1. Keadaan monoton

2. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental

3. Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan

4. Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik

5. Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

Menurut Silastuty dalam Siswanto (2006), faktor penyebab kelelahan kerja

berkaitan dengan:

Universitas Sumatera Utara


23

1. Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi

kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan.

2. Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggung jawab dan khawatir yang

berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

3. Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak

menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

4. Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

5. Monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan).

Menurut Tarwaka (2015), kelelahan kerja dapat diakibatkan pada faktor-

faktor penyebab kelelahan seperti:

1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

2. Problem fisik seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik

3. Circadian rhythm

4. Lingkungan seperti iklim, penerangan, kebisingan, getaran, dll

5. Kenyerian dan kondisi kesehatan

6. Nutrisi

2.5.4 Gejala Kelelahan

Menurut Suma’mur (2009) ada 30 gejala atau perasaan atau tanda

kelelahan yang terbagi dalam 3 kategori yaitu :

1. Menunjukkan melemahan kegiatan.

Gejala dalam kategori ini seperti perasaan berat di kepala, menjadi lelah

seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran,

Universitas Sumatera Utara


24

menjadi mengantuk, marasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam

gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.

2. Menunjukkan melemahan motivasi.

Gejala dalam kategori ini seperti merasa susah berpikir, lelah berbicara,

menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian

terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap

sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum yang

melelahkan.

Gejala dalam kategori ini seperti sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri

di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening,

spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

2.5.5 Dampak Kelelahan

Menurut Suma’mur (2009) Kelelahan yang terus menerus dalam jangka

waktu yang panjang menjelma menjadi kelelahan kronis. Rasa lelah yang dialami

oleh penderita tidak hanya terjadi sesudah melakukan pekerjaan yaitu pada sore

hari, melainkan juga selama bekerja, bahkan sebelumnya yaitu sebelum bekerja.

Pada kelelahan kronis perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala penting. Gejala-

gejala psikis pada penderita kelelahan kronis adalah perbuatan penderita yang

antisosial. Kelelahan kronis cenderung menyebabkan meningkatkan absentisme

terutama mangkir kerja dan mengakibatkan tingginya angka sakit pada tenaga

kerja individual dan kelompok yang menderita kelelahan kronis.

Universitas Sumatera Utara


25

Menurut wignjosoebroto (2008) gejala-gejala yang tampak jelas akibat

kelelahan kronis dapat dicirikan sebagai :

1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran

atau antisosial terhadap orang lain

2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan

3. Depresi yang berat dan lain-lain

2.5.6 Cara mengatasi Kelelahan

Kelelahan biasanya terjadi hanya bersifat sementara, dan dapat pulih

kembali setelah diberikan istirahat dan energi secukupnya. Jika demikian

kondisinya, maka kelelahan demikian merupakan kelelahan yang ringan. Tetapi

untuk kelelahan yang berat, diperlukan waktu yang lama untuk mengadakan

pemulihan kembali dan ada kalanya bahkan diperlukan obat-obatan untuk

memulihkan kondisi agar dapat fit kembali (Tarwaka, 2015).

Menurut Suma’mur (2009), kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan

dengan berbagai cara yang bersifat umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dan

lingkungan kerja di tempat kerja seperti :

a. Menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan

kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu

yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja .

Besar kecilnya presentase tersebut juga dapat tergantung dari tipe

pekerjaannya (Wignjosoebroto,2008).

b. Pengaturan cuti yang tepat

Universitas Sumatera Utara


26

Berdasarkan Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal

79 ayat b, pekerja berhak mendapatkan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12

hari setelah pekerja tersebut bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

c. Penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan

keharmonisasian mental-psikologis

d. Pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi. Waktu libur yang

dipergunakan untuk rekreasi dapat memberikan kita kesegaran pikiran dari

penatnya tugas dan tanggung jawab pekerjaan.

e. Monotoni dan stres dalam pekerjaan dapat dikurangi dengan dekorasi warna

pada lingkungan kerja, penggunaan musik saat bekerja di tempat kerja dan

pemanfaatan waktu istirahat

f. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja

g. Cara kerja serta pengelolaan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan

fisiologi dan psikologi kerja

h. Pengorganisasian proses produksi yang tepat

i. Pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara

ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat kerja

j. Seleksi tenaga kerja yang cocok untuk suatu pekerjaan

k. Pelatihan untuk pembentukan keterampilan atas dasar profesionalitas

l. Supervisi dengan tujuan pengembangan potensi dan kemajuan karir

Menurut Tarwaka (2015), kelelahan diuraikan secara skematis antara

faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan

agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah.

Universitas Sumatera Utara


27

PENYEBAB KELELAHAN CARA MENGATASI

1. Aktifitas kerja fisik 1. Sesuai kapasitas kerja fisik


2. Aktifitas kerja mental 2. Sesuai kapasitas kerja mental
3. Stasiun kerja tidak ergonomis 3. Redesain stasiun kerja ergonomis
4. Sikap paksa 4. Sikap kerja alamiah
5. Kerja statis 5. Kerja lebih dinamis
6. Kerja bersifat monotoni 6. Kerja lebih bervariasi
7. Lingkungan kerja ekstrim 7. Redesain lingkungan kerja
8. Psikologis 8. Reorganisasi kerja
9. Kebutuhan kalori kurang 9. Kebutuhan kalori seimbang
10. Waktu kerja-istirahat tidak 10. Istirahat setiap 2 jam kerja dengan
tepat sedikit kudapan
11. Dan lain-lain 11. Dan lain-lain

RESIKO

1. Motivasi kerja turun MANAJEMEN RESIKO


2. Performansi rendah
1. Tindakan preventif melalui
3. Kualitas kerja rendah
pendekatan inovatif dan
4. Banyak terjadi kesalahan
partisipatoris
5. Stres akibat kerja
2. Tindakan kuratif
6. Penyakit akibat kerja
3. TIndakan rehabilitative
7. Cidera
4. Jaminan masa tua
8. Terjadi kecelakaan akibat
5. Dan lain-lain
kerja
9. Dan lain-lain

Gambar 2.1 Penyebab Kecelakaan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kecelakaan

Universitas Sumatera Utara


28

2.5.7 Pengukuran kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka (2015), sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur

tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh

para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya

kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran

kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Pada metode ini, kausal output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja

(waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan

setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus

dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial, dan prilaku psikologis

dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk)

atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi

faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Uji psiko-motor (psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan dengan menggunakan alat digital

reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka

waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau

dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu,

denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan

waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf

dan otot.

Universitas Sumatera Utara


29

3. Pengukuran kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)

Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat

kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yaitu:

a. 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan

Yaitu perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, berat di kaki,

menguap, pikiran kacau, mengantuk, merasa beban pada mata, gerakan

canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin berbaring.

b. 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi

Yaitu susah berpikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi,

sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri

berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam

pekerjaan.

c. 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik

Yaitu sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus,

suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota

badan, dan merasa kurang sehat.

Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan

sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi

pada akhir jam kerja.

4. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan

berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara


30

jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan

juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

BEBAN KERJA PERAWAT KELELAHAN


KERJA

Gambar 2.2 Kerangka konsep hubungan beban kerja dengan kelelahan

kerja

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai