Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior
nasofaring di atas batas palatum molle. Secara fisiologis pada anak-anak, adenoid dan tonsil
mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan
menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas
bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengakibatkan sumbatan pada
koana, sumbatan tuba eustachius.

Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi fasies
adenoid, faringitis dan bronkitis serta sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba eustachius akan
terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat
hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan gangguan tidur, ngorok, retardasi mental dan
pertumbuhan fisik berkurang.

Diagnosis hipertrofi adenoid dapat ditegakan berdasarkan tanda dan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Secara klinis dapat ditemukan tanda-tanda,
seperti bernapas melalui mulut, sleep apnea, fasies adenoid, mendengkur dan gangguan telinga
tengah. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat ditemukan tahanan gerakan palatum mole
sewaktu fonasi, sementara pemeriksan rinoskopi posterior pada anak biasanya sulit dilakukan
dan tidak dapat menentukan ukuran adenoid. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan radiologi
dengan membuat foto polos lateral.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan adenoid hipertrofi
1.3 Tujuan
Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan adenoid hipertrofi
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai penyakit adenoid hipertrofi
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda.
1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang


terletak pada aspek posterior nasofaring dan termasuk dalam cincin waldeyer. Adenoid terletak
pada dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada
bagian anterior, kompleks tuba eustachius-telinga tengah-kavum mastoid pada bagain lateral.

Gambar 1: Anatomi Adenoid

Gambar 2: Cincin Waldeyer

Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa


cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Inervasi sensible merupakan cabang
dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid

2
menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan tonsila palatina. Adenoid adalah organ
limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa
kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak.2

Gambar 3: Vaskularisasi Adenoid

Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.
2.2 FISIOLOGI
Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan limfoid
bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi IgA sebagai bagian
penting sistem pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman
mikroorganisme dan molekul asing.
Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus atau antigen makanan
memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen adenoid pertama
sebagai barier imunologis. Kemudian akan diabsorbsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA
dan sel M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T pada area
ekstra folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh follicular dendritic cells (FDC).
Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC bersama dengan IL-1
akan mengakibatkan aktifasi sel T yang ditandai oleh pelepasan IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2.
Antigen bersama-sama dengan sel Th dan IL-2, IL-4, IL-6 sebagai aktifator dan promotor bagi
sel B untuk berkembang menjadi sel plasma. Sel plasma akan didistribusikan pada zona
ekstrafolikuler yang menghasilkan immunoglobulin (IgG 65%, IgA 20%, sisanya IgM, IgD, IgE)
untuk memelihara flora normal dalam kripte individu yang sehat.3
3
2.3 HISTOLOGI
Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel
kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi kronik
atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif
untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).3

2.4 DEFINISI

Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring,
termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran
adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik
THT dan pemeriksaan foto polos lateral.3
2.5 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSCM selama 5 tahun
terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi.
Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan
pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan
data dari rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan
kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi.3
2.6 ETIOLOGI

Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis dan
faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu
3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan gejala.
Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada
saluran pernapasan atas atau ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis yag berulang
kali antara usia 4-14 tahun.3,5

4
2.7 PATOGENESIS
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4
tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid merupakan organ
limfoid pertama di dalam tubuh yang menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan
adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral
maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian ekstrafolikuler.
Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal
itu sendiri dan mikroorganisme patogen.
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan tersumbatnya
jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk bernafas
sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan
obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang akhirnya
menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang
tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.4

Gambar 4: Adenoid Hipertrofi

2.8 GEJALA KLINIS


Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :

1. Obstruksi nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga terjadi
ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut. Beberapa

5
peneliti menunjukkan korelasi statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan
rinoskopi anterior.

2. Fasies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai tampak muka
yang karakteristik.

Tampakan klasik tersebut meliputi :

Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun sering juga
muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari botol dalam jangka panjang.
Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/ hipoplastik, sudut alveolar atas lebih sempit,
arkus palatum lebih tinggi.

Gambar 5: Fasies Adenoid

3. Efek pembesaran adenoid pada telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah
dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone.

4. Sleep apnea

Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya episode apnea
saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan
bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran.2

Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid, yaitu pandangan
kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan tinggi. Karena pernapasan
melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid pada koana, terjadi gangguan pendengaran,
dan penderita sering beringus. Pada pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat

6
melalui lubang hidung bila sekat hidung lurus dan konka mengerut, dengan cermin dahi, adenoid
juga terlihat melalui mulut. Dengan meletakkan ganjal di antara deretan gigi atas dan bawah,
adenoid yang membesar dapat diraba.

2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Tanda dan gejala klinik.
2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole
pada waktu fonasi.
3. Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).
4. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara
langsung.
5. Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran
adenoid.
Prosedur Pemeriksaan Radiologi:
Posisi Pasien : Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri tegak pada film
sejauh 180 cm.
Pengukuran adenoid (A) : A’ adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi inferior
bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik lurus dari tepi anterior basis oksiput. Jarak
A diukur dari titik A’ ke perpotongannya pada garis B.

Pengukuran ruang nasofaring : Ruang nasofaring dikukur sebagai jarak antara titik C’,
sudut posterior-superior dari palatum durum dan D’ (sudut anterior-inferior sincondrosis
sfenobasioksipital.
Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D’ ditentukan sebagai titik yang melewati tepi posterior-
inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.
Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan ukuran
ruang nasofaring, yaitu Rasios AN = A/N.
Dengan kriteria sebagai berikut :
 Rasio Adenoid – Nasofaring 0 – 0,52 : tidak ada pembesaran.
 Rasio Adenoid – Nasofaring 0,52 – 0,72 : pembesaran sedang – non obstruksi.
 Rasio Adenoid – Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi.

7
6. CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi
patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal.1,3

2.10 TATALAKSANA
Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan
obstruksi hidung, obstruksi tuba eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi
dilakukan dengan alat khusus (adenotom). Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau
insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.
Indikasi adenoidektomi:
1. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep apnea, gangguan
menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi ( adenoid face ).
2. Infeksi: adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/kronik, otitis media akut
berulang.
3. Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :


1. Eksisi melalui mulut
Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui mulut setelah
mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-langit mulut. Suatu cermin
digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada rongga hidung bagian belakang
melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat dimasukkan.
a. Cold Surgical Technique:
• Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang sukses dilakukan. Alat
adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan
mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat
dikontrol dengan elektrocauter.

• Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu instrumen bengkok yang
mempunyai celah dan ditempatkan di atas adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah
mengangkat adenoid.

8
• Magill Forceps : Adalah suatu instrumen yang berbentuk bengkok yang digunakan untuk
mencabut jaringan sisa pada adenoid.
b. Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan menggunakan elektrocauter
dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan adenoid.
c. Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode mikrodebrider,
sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti terjadi pada pengangkatan tetapi
sebagian besar dilaporkan perdarahan dengan menggunakan tradisional kuret. Mikrodebrider
memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain.
2. Eksisi melalui hidung.
Satu-satunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui rongga hidung dengan
menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi perdarahan dikontrol dengan
menggunakan cauter suction.4,5

Gambar 6: Adenoidektomi
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid kurang
bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila
kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba
eustachius dan akan timbul tuli konduktif.1,4
2.12 PROGNOSIS
Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan individu.
Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna, kerusakan akibat cor
pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan nafas dapat diatasi

9
BAB III

KESIMPULAN

Tonsil adalah bagian dari jaringan limfoid yang berfungsi menangkis infeksi yang
menyerang tubuh. Jika seseorang mengalami infeksi maka terjadi pembengkakan jaringan
limfoid dalam tubuh, termasuk tonsil sebagai upaya pertahanan tubuh.
Tonsil terdiri dari tiga jenis yaitu tonsil lingualis berjumlah satu pasang yang terletak
dibawah lidah, satu buah tonsil adenoid yang terletak di belakang hidung, dan tonsil palatina
yang terletak disebelah kanan-kiri rongga mulut.
Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior
nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik
pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia
3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun.Apabila sering
terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan
mengakibatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Efiaty Arsyad Soepardi . Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid . Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed 6. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta 2007. 224-225.
2. Gardjito, Widjoseno. ”Tindak Bedah Organ dan Sistem Organ Kepala dan Leher.” Dalam : Buku
Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, oleh R Sjamsuhidat, Wim de Jong, 368. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004.
4. Adams, Goerge L. "Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring." In Boies Buku ajar Penyakit
THT Edisi 6, by Lawrence R Boies, Peter A Higler Goerge L Adams, 325-327. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1994.
5. http://emedicine.medscape.com/article/872216-treatment

11

Anda mungkin juga menyukai