Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS NOVEL “PONDOK PAMAN TOM”

Oleh : Cut Nur Aisyah A.T.

Judul Asli : Uncle Tom’s Cabin

Penulis : Harriet Beecher Stowe

Penerjemah : Olenka Munif

Penerbit : Narasi

ISBN : 979-168-017-5

Tebal Buku : 156 halaman

Ukuran Buku : 13 x 19 cm
Uncle Tom’s Cabin adalah judul novel karangan Harriet Beecher Stowe dimana
kemanusiaan dan kekerasan terhadap budak menjadi intinya. Novel ini berkisah tentang
kaum kulit hitam di Amerika menjelang abad ke-19. Pada masa itu perbudakan merupakan
suatu budaya yang telah berjalan selama berabad-abad dan menjadi kebiasaan yang sudah
mendarah-daging. Meskipun tokoh sentral novel ini adalah Paman Tom, seorang budak
kulit hitam, namun terkadang pengarang membawa kita mengikuti perjuangan melarikan
diri Eliza, budak wanita dari perkebunan yang sama. Novel ini menjadi titik awal
dihapuskannya perbudakan di Amerika Serikat. Ada yang memujinya namun adapula yang
mengkritiknya dengan keras.

Tema dari novel ini adalah kemanusiaan, penindasan, dan pelanggaran hak-hak
asasi manusia. Disini telah terbaca jelas dimana pada masa itu terjadi penindasan terhadap
orang-orang kulit hitam. Oleh orang kulit putih, mereka dijadikan budak, dan tidak
diperbolehkan menerima hak-hak sebagai manusia.

Apa yang membuat novel ini lebih menarik dibanding novel tentang kemanusiaan
yang lain adalah karena Stowe mampu dengan baik membawa pembaca melalui sudut
pandang para budak yang diperlakukan tidak manusiawi. Penulis juga mampu
menuangkan kisah dari sudut pandang si penjual budak yang memandang jual-beli
manusia ini sebagai bisnis belaka dan ia ‘hanyalah bertahan hidup’ seperti yang diinginkan
oleh semua orang. Di samping itu, dalam buku aslinya yang berbahasa Inggris, penulis
menuturkan percakapan antar orang kulit hitam dengan aksennya dengan sedemikian rupa
sehingga mampu membuat pembaca terkagum.

Diceritakan awalnya Paman Tom dimiliki oleh keluarga Arthur Selby dari Kentucky.
Tuan Shelby adalah seorang tuan tanah yang cukup berhasil sekaligus baik hati sehingga
para budaknya menyukai serta menghormati beliau beserta istri dan anaknya. Namun
karena terlibat hutang dan harus meminjam dari Tuan Haley, orang yang pandai
memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, beliau harus
menjual budaknya. Yang dipilih oleh Tuan Haley adalah Paman Tom, budaknya yang paling
setia, jujur, dan pemeluk Kristen yang taat, yang telah mengasuhnya sejak dirinya masih
kanak-kanak. Selain itu Tuan Haley mengincar Harry, bocah 5 tahun putra Eliza, budak
kesayangan Nyonya Shelby. Eliza yang mendengar pembicaraan tuannya pun berniat
melarikan diri untuk menyelamatkan putranya. Apalagi setelah mengetahui bahwa
suaminya, George, seorang budak milik tetangga Tuan Shelby, berencana melarikan diri ke
Kanada dimana perlindungan dan kebebasan untuk menjalani hidup diberikan bagi para
budak. Akhirnya Eliza melarikan diri setelah gagal mengajak Tom yang memilih tinggal
karena tidak bisa menghianati kepercayaan Tuannya.

Struktur dalam novel ini sudah lengkap mulai dari abstrak sampai koda. Abstraksi
ditunjukkan dengan percakapan antara Tuan Shelby dan Tuan Haley yang membicarakan
tentang pelunasan hutang Tuan Shelby dengan cara menjual budaknya kepada Tuan Haley.
Pengenalan tokoh, tempat, dan suasana (orientasi) dalam novel ini sudah diceritakan oleh
pengarang baik secara tersurat maupun tersirat. Tahap komplikasi dimulai ketika Tom
sudah resmi terjual kepada Tuan Haley dan Eliza yang membawa lari Harry kecil dari
penjualan tersebut. Kemudian mencapai klimaks ketika Tom yang dibeli Simon Legree,
pemilik budak yang kejam di Selatan, disiksa habis-habisan karena menolak memberitahu
kemana dua orang budak Legree melarikan diri. Tahap evaluasi diceritakan ketika tubuh
Tom sudah tidak kuat lagi menahan seluruh siksa tuannya dan akhirnya meninggal dunia
dengan tetap memaafkan orang-orang yang telah beruat kejam kepadanya. Untuk tahap
resolusinya, pengarang menceritakan bahwa anak Tuan Shelby, Tuan George, yang kini
mampu membeli lagi Tom telah menemukan dimana Tom dijual. Namun ketika sampai,
yang bisa ia bawa pulang hanya jasad Paman Tomnya itu. Sedangkan Eliza dan suaminya
telah mencapai pusat pelarian budak di Kanada dan lalu tinggal di sana. Tahap koda
ditunjukkan ketika ibadah mantan budak-budak Tuan George, beliau mengingatkan
kepada mereka bahwa kebebasan mereka saat ini tidak luput berkat Paman Tom dan agar
mereka senantiasa mengikuti jejaknya menjadi seorang Kristen yang taat.

Tokoh sentral di dalam novel ini adalah Tom, seorang budak kulit hitam di rumah
keluarga Shelby, seorang yang taat dan tetap setiap kepada imannya bahkan di tengah
kondisi yang paling hina dan menderita. Ia menjadi lambang kerendahan hati dan kebaikan
serta kesetiaan yang luar biasa. Eliza adalah seorang wanita yang ceerdas, pemberani
walau agak nekat, dan mau melakukan apa saja demi anaknya. Tuan Shelby dan
keluarganya adalah seorang tuan yang baik bagi para budaknya, sayangnya kebaikan hati
Tuan Shelby tidak disertai dengan keahlian dalam menangani masalah keuangan. Tuan
Haley seorang penjual budak yang kejam, dia orang yang pandai memanfaatkan situasi
untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Tokoh lain yang juga berpengaruh
adalah keluarga St. Claire, terutama nona kecil bernama Evangeline. Eva adalah gadis yang
cantik dan cerdas, dia bisa membuat semua orang menyukainya bila melihatnya. Ia juga
tidak membedakan manusia berdasarkan warna kulit, sebagai majikan Eva bahkan
berteman akrab dengan Paman Tom. Tuan St. Claire membeli Tom setelah ia
menyelamatkan Eva yang terjatuh ke sungai. Tokoh selanjutnya adalah majikan terakhir
Tom, Simon Legree, pemilik budak yang kejam dan tidak ragu menyiksa budak-budaknya.

Penggunaan alur dalam novel ini menggunakan alur maju. Ini karena urutan
peristiwanya runtut dimulai dari perkenalan para tokoh, kemudian inti cerita, dan yang
terakhir adalah penyelesaian dari masalah yang dibahas dalam novel Pondok Paman Tom
tersebut.

Latar tempat dalam novel ini digambarkan secara jelas oleh pengarang, yaitu di
rumah perkebunan keluarga Shelby, pasar budak, di kapal uap di Sungai Mississipi, rumah
mewah keluarga St. Claire, dan di perkebunan kapas Simon Legree. Latar waktu dijelaskan
secara tersurat seperti pagi hari, siang hari, maupun malam hari. Sedangkan untuk latar
suasana digambarkan secara tidak langsung. Contoh suasana yang dominan dalam novel
seperti menegangkan, sedih, dan suasana miris.

Sudut pandang yang digunakan dalam novel adalah sudut pandang orang ketiga
serba tahu. Hal ini dapat diketahui dari cara pengarang bercerita dengan menyebutkan
nama tokoh seperti Tom dengan disertai apa yang Tom rasakan dalam pikiran maupun
hatinya.

Dalam penulisannya, novel ini menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah


dipahami. Namun dapat dirasakan gaya sentimental dan melodramatis yang umum pada
novel dan fiksi klasik pada masa itu. Disini pengarang jarang menggunakan majas. Hanya
beberapa kali saja majas digunakan, seperti simile yang dibuktikan dengan adanya
ungkapan menggunakan kata “seperti”.

Amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat novel ini adalah bahwa para
budak kulit hitam pun juga pantas diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hati
yang tidak pantas disiksa dan dipisahkan dari keluarganya. Jangan menilai dan
membedakan orang berdasarkan warna kulit, setiap orang berhak untuk merdeka.

Nilai pembangun dari luar yang mendasari pengarang menulis novel ini adalah
keprihatinannya terhadap perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat menjelang abad ke-
19. Sang pengarang, Stowe, mengungkapkan kekecewaan dan dukanya yang paling dalam
terhadap kondisi kehidupan Amerika melalui novel ini.

Membaca kisah Pondok Paman Tom, seperti menyaksikan sebuah proses panjang
sebuah kehidupan yang didalamnya seseorang benar-benar akan bertumbuh, bergantung
pada pilihan yang diambilnya. Novel ini dirangkai dengan sangat teratur dan tajam oleh
Stowe sehingga memicu kesadaran dan goncangan luar biasa pada masyarakat Amerika di
masa itu. Pengarang dapat membuat pembaca ikut merasa geram kepada praktik
perbudakan di masa lalu.

Disusun oleh :

Cut Nur Aisyah A.T

XII MIA 2 (06)

Anda mungkin juga menyukai