Anda di halaman 1dari 29

Spektrofotometri UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan dengan

pangjang gelombang 100-400 nm atau 595–299 kJ/mol. Sinar ultraviolet atau sinar
ungu terbagi menjadi dua jenis yaitu

· Ultraviolet jauh

· Ultaviolet dekat

Ultraviolet jauh memiliki rentang panjang gelombang ± 10 – 200 nm, sedangkan


ultraviolet dekat memiliki rentang panjang gelombang ± 200-400 nm. Cahaya UV
tidak bisa dilihat oleh manusia, namun beberapa hewan, termasuk burung, reptil
dan serangga seperti lebah dapat melihat sinar pada panjang gelombang UV.
Pada spektrofotometer UV biasanya menggunakan lampu deuterium atau disebut
juga heavi hidrogen sebagai sumber cahaya. Deuterium merupakan salah satu
isotop hidrogen yang memiliki 1 proton dan 1 neutron pada intinya. Deuterium
berbeda dengan hidrogen yang hanya memiliki 1 neutron tanpa proton. Air yang
atom hidrogennya merupakan isotop deuterium dinamakan air berat (D2O).

Air berat digunakan sebagai moderator neutron dan pendingin pada reaktor nuklir.
Deuterium juga berpotensi sebagai bahan bakar fusi nuklir komersial. Perlu
diketahui air berat yang dibekukan (es) dapat tenggelam dalam air karena massa
jenisnya lebih besar dari massa jenis air. Hal ini, tentu berbeda dengan es yang
dibuat dari air (H2O) yang mengapung bila dimasukan dalam air karena massa
jenisnya lebih kecil dari air.
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV adalah zat dalam
bentuk larutan dan zat tersebut tidak tampak berwarna. Jika zat tersebut berwarna
maka perlu direaksikan dengan reagen tertentu sehingga dihasilkan suatu larutan
tidak berwarna. Namun biasanya zat yang berwarna lebih banyak dianalisis
menggunakan spektrofotometri sinar tampak.
Senyawa-senyawa organik sebagian besar tidak tidak berwarna sehingga
spektrofotometer UV lebih banyak digunakan dalam analisis senyawa organik
khususnya dalam penentuan struktur senyawa organik.

Larutan-larutan tidak berwarna yang dianalisis menggunakan spektrofotometer UV


tidak boleh ada partikel koloid ataupun suspensi. Karena adanya partikel-partikel
koloid ataupun suspensi akan memperbesar absorbansi, akibatnya bila
dihubungkan dengan rumus yang diturunkan dari hukum Lambaert-
Beer konsentrasi zat yang dianalisis makin besar dan apabila digunakan untuk
penentuan struktur suatu senyawa maka pita pada spektrum akan melebar dari yang
sesungguhnya.
Analisis menggunakan sinar ultraviolet biasanya dilakukan menggunakan
ultraviolet dekat, sedangkan analisis menggunakan ultraviolet jauh maka instrumen
yang digunakan harus dalam keadaan vakum.
Hal ini disebabkan jika digunakan ultraviolet jauh maka udara akan ikut menyerap
panjang gelombang yang digunakan. Akbatnya kesalahan yang dilakukan makin
fatal, karena jika udara ikut menyerap maka absorbansi yang dihasilkan akan
makin besar, jika hal ini dihubungkan dengan hukum Lamber-Beer maka
konsentrasi zat yang dianalisis lebih tinggi dari yang seharusnya.
Perhitungan konsentrasi suatu spesi yang ada dalam suatu larutan dapat dilakukan
dengan cara kurva kalibarasi seperti yang telah dijelaskan di Spektrofotometri
sinar tampak (Visible).

Penggunaan UV Untuk Penentuan Struktur Molekul

Penggunaan UV untuk analisis senyawa organik (penentuan struktur senyawa


organik) terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan yaitu:

1) Kromofor. Kromofor berasal dari bahasa latin yang artinya “chromophorus”


yang berarti pembawa warna. Pada mulanya pengertian kromofor digunakan untuk
sistem yang menyebabkan terjadinya warna pada suatu senyawa. Kemudian
diperluas menjadi suatu gugus fungsi yang mengabsorbsi radiasi elektromagnetik,
termasuk yang tidak memberikan warna. Jadi kromofor adalah gugus fungsi yang
menyerap atau mengabsorbsi radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang
ultraviolet dan daerah cahaya tampak. Contoh kromofor: C=O, C=C, N=N dan
NO2.
2) Auksokrom (Auxochrom = auxiliary chromophores), yakni gugus yang
berpengaruh (namun sedikit) terhadap absorpsi UV, tetapi berdampak cukup
signifikan pada absorbansinya (lmaks dan e ). Contoh gugus auksokrom adalah : –
OH, –OR, dan –NHR. Secara umum gugus-gugus auksokrom dicirikan oleh
adanya pasangan elektron bebas yang terdapat pada gugus yang bersangkutan.

3) Geseran batokromat atau geseran batokromik (Bathochromic shift) atau


geseran merah, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih
besar. Penyebab terjadinya peristiwa ini adalah adanya perubahan struktur,
misalnya adanya auksokrom atau adanya pergantian pelarut.
4) Geseran hipsokromat (Hypsochromic shift) atau pergeseran hipokromik atau
pergeseran biru, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih kecil.
Munculnya gejala ini juga sering disebabkan oleh adanya penghilangan auksokrom
atau oleh adanya pergantian pelarut.

dari penjelasan-penjelasan dapat disimpulkan, suatu


auksokrom dan pergantian pelarut dapat menimbulkan
geseran batokromat dan hipsokromat
Transisi Elektronik

Energi yang dimiliki sinar UV mampu menyebabkan perpindahan elektron


(promosi elektron) atau yang disebut transisi elektronik. Transisi elektronik dapat
diartikan sebagai perpindahan elektron dari satu orbital ke orbital yang lain.

Disebut transisi elektronik karena elektron yang menempati satu orbital dengan
energi terendah dapat berpindah ke orbital lain yang memiliki energi lebih tinggi
jika menyerap energi, begitupun sebaliknya elektron dapatberpindah dari orbital
yang memiliki energi lebih rendah jika melepaskan energi. Energi yang diterima
atau diserap berupa radiasi elektromagnetik.
Berdasarkan mekanika kuantum transisi elektronik yang dibolehkan atau tidak
dibolehkan (terlarang) disebut kaidah seleksi. Berdasarkan kaidah seleksi, suatu
transisi elektronik termasuk:

1. Transisi diperbolehkan bila nilai ε sebesar 103 sampai 106.

2. Transisi terlarang bila nilai ε sebesar 10-3 sampai 103.

Selain dengan melihat harga ε kaidah seleksi dapat dapat dinyatakan dengan
simetri dan spin. Berdasarkan simetri dan spin suatu transisi elektronik
diperbolehkan bila:

1. Berlangsung antara orbital-orbital dalam bidang yang sama.

2. Selama transisi orientasi spin harus tetap.

Dalam satu molekul terdapat dua jenis orbital yakni Orbital Ikatan (bonding
orbital) dan Orbital Anti-ikatan (antibonding orbital). Orbital ikatan di bagi
menjadi beberapa jenis yakni orbital ikatan sigma (σ, = ikatan tunggal) dan orbital
phi (π, = ikatan rangkap), sedangkan orbital nonikatan berupa elektron bebas yang
biasanya dilambangkan dengan n. Orbital nonikatan umumnya terdapat pada
molekul-molekul yang mengandung atom nitrogen, oksigen, sulfur dan halogen.
Orbital ikatan sigam (σ) dan orbital phi (π) terbentuk karena terjadinya tumpang
tindih dua orbital atom atau orbital-orbital hibrida. Dari dua orbital atom dapat
dibentuk dua orbital molekul yakni orbital ikatan dan orbital anti ikatan.

Dengan demikian jika suatu molekul mempunyai orbital ikatan maka molekul
tersebut mempunyai orbital anti ikatan. Orbital anti-ikatan biasanya diberi notasi
atau tanda asterisk atau bintang (*) pada setiap orbital yang sesuai. Orbital ikatan α
orbital anti-ikatannya adalah α*, sedangkan orbital ikatan π orbital anti-ikatannya
adalah π*.
Transisi elektronik atau perpindahan elektron dapat terjadi dari orbital ikatan ke
orbital anti-ikatan atau dari orbital non-ikatan (nonbonding orbital) ke orbital anti-
ikatan. Terjadinya transisi elektronik atau promosi elektron dari orbital ikatan ke
orbital antiikatan tidak menyebabkan terjadinya disosiasi atau pemutusan ikatan,
karena transisi elektronik terjadi dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dari pada
vibrasi inti.

Pada transisi elektronik inti-inti atom dapat dianggap berada pada posisi yang
tepat. Hal ini dikenal dengan prinsip Franck-Condon. Disamping itu dalam proses
transisi ini tidak semua elektron ikatan terpromosikan ke orbital antiikatan.

Berdasarkan jenis orbital tersebut maka, jenis-jenis transisi elektronik dibedakan


menjadi empat macam, yakni:

1) Transisi σ → σ*

2) Transisi π → π*

3) Transisi n → π*

4) Transisi n → σ*

Keterangan

· σ : senyawa-senyawa yang memiliki ikatan tunggal

· π : senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap

· n menyatakan orbital non-ikatan: untuk senyawa-senyawa yang memiliki elektron


bebas.

· σ* dan π* merupakan orbital yang kosong (tanpa elektron), orbital ini akan terisi
elektron ketika telah atau bila terjadi eksitasi elektron atau perpindahan elektron
atau promosi elektron dari orbital ikatan.

Energi yang diperlukan untuk menyebabkan terjadinya transisi berbeda antara


transisi satu dengan transisi yang lain. Transisi σ ke σ* memerlukan energi paling
besar, sedangkan energi terkecil diperlukan untuk transisi dari n ke π.

Untuk memberikan gambaran dan memudahkan pemahaman tentang jenis transisi


beserta perbandingan energi yang diperlukan dapat dilihat pada gambar berikut:
Pada gambar di atas transisi dari σ ke π* sebenarnya tidak ada. Transisi demikian
dapat pula terjadi tapi sangat kecil sehingga tidak dapat diamati pada spektrum
atau spektra. Karena bertolak belakang dengan kaidah seleksi.

Pada setiap jenis transisi elektronik yang terjadi, terdapat karakter dan melibatkan
energi yang berbeda. Suatu kromofor dengan pasangan elektron bebas (n) dapat
menjalani transisi dari orbital non-ikatan (n) ke orbital anti-ikatan, baik pada obital
sigma bintang (α*) maupun phi bintang(π*). Sedangkan, kromofor dengan elektron
ikatan rangap (menghuni orbital phi) akan menjalani transisi dari orbital π ke
orbital π*. Demikian seterusnya untuk jenis transisi yang lain.
Dalam penentuan struktur molekul, tansisi σ → σ* tidak begitu penting karena
puncak absorbsi berada pada daerah ultraviolet vakum yang berarti tidak terukur
oleh peralatan atau instrumen pada umumnya.

Walaupun transisi π→π* pada ikatan ganda terisolasi mempunyai puncak absorbsi
di daerah UV vakum tetapi transisi π→π* tergantung pada konjugasi ikatan ganda
dengan suatu gugus fungsi substituen. Akibatnya transisi π→π* pada ikatan ganda
terkonjugasi mempunyai puncak absorbsi pada daerah ultraviolet dekat, dengan
panjang gelombang lebih besar dari 200 nm. Dengan demikian transisi yang
penting dalam penentuan struktur molekul adalah transisi π→π* serta beberapa
transisi n→π* dan n→σ*.
Anaslisis menggunakan spektrofotometer UV, senyawa-senyawa dengan kromofor
yang sama, misalnya sama-sama ada ikatan rangkap atau ada elektron bebas, maka
akan memberikan spektrum yang sama atau hampir sama walaupun strkturnya
molekulnya berbeda. Contoh dapat di lihat pada Gambar berikut.
Pola pita absorpsi UV untuk dua senyawa dengan kromofor yang sama

Pengaruh ikatan konjugasi pada lmaks

Sesuai dengan uraian tentang transisi π→π* pengaruh adanya ikatan konjugasi
pada suatu struktur yang mempunyai ikatan π adalah menggesar lmaks ke nilai yang
lebih besar atau pergeseran batokromat.

Hal ini dapat dilihat pada lmaks etana dan beberapa poliena pada tabel:

senyawa lmaks (nm)

Etena 165

1,3-butadiena 217

1,3,5-heksatriena 251

1,3,5,7-oktatriena 304

Perpanjangan ikatan rangkap tekonjugasi menggeser λmaks ke arah makin besar


karena makin mudah menjalani terjadinya transisi π→π* sehingga transisi ini
hanya memerlukan energi yang kecil (panjang gelombang besar). Terjadinya
pergeseran lmakskarena orbital π masing-masing ikatan π berinteraksi membentuk
seperangkat orbital ikatan dan anti ikatan yang baru. Orbital-orbital baru tersebut
mempunyai tingkat energi yang berbeda dengan orbital dalam ikatan ganda yang
terisolasi.
Diagram skematik perbedaan pola transisi π→ π*pada satu ikatan rangkap C=C
dan ikatan rangkap C=C terkonjugasi ditunjukan pada Gambar berikut.

Gambar Pola transisi elektronik suatu diena dan diena terkonjugasi

Bila sistem konjugasi semakin panjang atau jumlah ikatan rangkap terkonjugasi
semakin banyak maka perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan
tereksitasi yang melibatkan transisi π→π* akan semakin kecil. Dengan demikian
sistem konjugasi bertambah panjang maka energi yang diperlukan untuk transisi
π→π* semakin kecil, sehingga puncak absorbsi akan terjadi pada panjang
gelombang yang semakin besar.
Konjugasi yang cukup panjang dapat menggeser puncak absorbsi sampai ke
panjang gelombang pada daerah sinar tampak sehingga suatu senyawa menjadi
berwarna. Sebagai contoh likopena yang menyebabkan tomat berwarna
merah. Dalam struktur likopena mempunyai sebelas ikatan rangkap terkonjugasi
dengan lmaks 505 nm. Struktur likopena dapar dilihat pada Gambar.

Gambar Struktur Likopena, zat pemberi warna merah pada beberapa sayuran dan
buah-buahan seperti tomat

Perlu ditekankan, makin panjang konjugasi makin tidak “aktif” daerah UV, tetapi
makin aktif pada daerah Visible. Misalnya, untuk delapan atau lebih ikatan
rangkap terkonjugasi, maka absorpsi maksimum pada poliena yang demikian
mengabsorpsi secara kuat di daerah spektrum visible.

Selain dengan perpanjangan sistem ikatan π, adanya substituen tertentu yang juga
dapat menggeser lmaks ke panjang gelombang yang lebih besar atau menyebabkan
geseran batokromat. Substituen tersebut dapat berupa gugus atau atom, misalnya
gugus metil atau atom halogen. Khusus untuk konjugasi oleh metil dikenal
sebagai hiperkonjugasi.

Pengaruh pelarut pada lmaks

Suatu senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya biasanya dalam
bentuk encer. Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer UV adalah
pelarut yang tidak mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV.
Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah etanol karena sifatnya
yang transparan terhadap UV di atas 210 nm. Selain itu heksana (transparan di atas
210 nm), air (transparan di atas 205) dan dioksana juga sering digunakan sebagai
pelarut pada spektrofotometer UV.

Air dan etanol termasuk pelarut polar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa
yang bersifat polar sedangkan heksana termasuk pelarut nonpolar sehingga dapat
melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, sesuai prinsip “Like
Dissolve Like“.
Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak
absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh
pada lmaks suatu senyawa.

Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya


berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh
pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa
karbonil.

Pada umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar
dari keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan
tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat
energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun.

Akibatnya transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi
yang lebih kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian
pelarut heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang lebih
besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.

Untuk membantu memahami bagaimana suatu pelarut polar dapat menstabilkan


suatu keadaan tereksitasi, dapat diambil contoh di sini adalah transisi π→π* dalam
alkena. Pernyataan spesies pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dengan
konsep sederhana melalui struktur resonansinya sehingga membentuk spesies
dipolar (lihat Gambar). Kondisi struktur sebenarnya pada Gambar bukan sebagai
keadaan tereksitasi tetapi memberikan kontribusi untuk suatu struktur keadaan
tereksitasi.

Kondisi struktur sebenarnya pada Gambar bukan sebagai keadaan tereksitasi tetapi
memberikan kontribusi untuk suatu struktur keadaan tereksitasi.

Gambar Struktur resonansi keadaan dasar dan eksitasi untuk alkena

Transisi n→π*, pada keton menunjukan pengaruh yang berlawanan. Molekul-


molekul pelarut yang mampu mengadakan ikatan hidrogen berinteraksi lebih kuat
dengan molekul pada keadaan dasar daripada dengan molekul pada keadaan
tereksitasi.

Transisi n→π* molekul keton dalam pelarut air atau etanol (dalam pelarut polar)
terjadi geseran biru (geseran hipsokromat) atau transisi dalan kedua pelarut polar
tersebut memerlukan energi yang lebih besar (panjang gelombang lebih kecil)
daripada transisi n→π* molekul keton dalam pelarut heksana.

Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara molekul air atau etanol
dengan molekul keton pada keadaan dasar. Akibatnya transisi n→π* molekul
keton dalam pelarut air atau etanol memerlukan energi yang lebih besar (lmaks yang
lebih kecil).

https://wanibesak.wordpress.com/2011/07/07/spektrofotometri-uv-
ultraviolet/
Sesuai dengan namanya spektrofotometer UV-Vis merupakan gabungan antara
spektrofotometer UV dan Visible. Pada spektrofotometer UV-Vis menggunakan
dua buah sumber cahaya berbeda yakni sumber cahaya UV dan sumber cahaya
visible.
Spektrofotometer UV-Vis merupakan spektrofotometer berkas ganda sedangkan
pada spektrofotometer VIS ataupun UV termasuk spektrofotometer berkas tunggal.
Pada spektrofotometer berkas ganda blanko dan sampel dimasukan atau disinari
secara bersamaan, sedangkan spektrofotometer berkas tunggal blanko dimasukan
atau disinari secara terpisah.
Spektrofotometer UV-VIS seperti yang tertera pada gambar.

Kini spektrofotometer yang digunakan hanya menggunakan satu lampu sebagai


sumber cahaya. Lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya yaitu photodiode
yang telah dilengkapi monokromator. Monokromator disini berfungsi untuk
mengubah cahaya yang berasal dari sumber cahaya sehingga diperoleh cahaya
hanya dengan satu jenis panjang gelombang.
Zat yang dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu zat dalam bentuk
larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna. Jenis spektroskopi
UV-Vis terutama berguna untuk analisis kuantitatif langsung misalnya kromofor,
nitrat, nitrit dan kromat sedangkan secara tak langsung misalnya ion logam transisi.
Langkah-langkah utama dalam analisa dengan sinar UV/Vis

 Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV/Vis

 Harus dilakukan jika senyawa yang dianalisa tidak melakukan penyerapan


didaerah UV/Vis

 Senyawa harus diubah menjadi bentuk lain yang dapat melakukan penyerapan
pada daerah yang dimaksud. Misalnya mengubah menjadi berwarna atau tidak
berwarna.

 Pemilihan panjang gelombang agar diperoleh panjang gelombang maksimum.


 Pembuatan kurva kalibrasi. Untuk keperluan ini dibuat sejumlah larutan standar
dengan berbagai konsentrasi.

 Absorbans larutan standart ini diukur kemudian dibuat grafik A versus C.

 Hukum Lambert Beer terpenuhi, jika grafik berbentuk garis lurus yang melalui
titik nol.
 Pengukuran sampel dilakukan pada kondisi yang sama seperti pada larutan
standart.

Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang


digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan
yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang
dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron
valensi.
Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai
radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari adalah cahaya matahari.
Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi
elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan
sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun
spektroskopi emisi.

Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di


dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun
pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena
ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun
tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya
maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai sifat
dualistik cahaya yaitu:

1) Sebagai gelombang

2) Sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton.

Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui misalnya


panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Panjang gelombang (l)
didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak.
Hubungan dari ketiga parameter di atas dirumuskan oleh Planck yang
dikenal dengan persamaan Planck. Hubungan antara panjang gelombang frekuensi
dirumuskan sebagai

c = λ . v atau λ = c/v atau v = c/λ

Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi

E=h.v

E = h . c/ λ

dimana

E = energi tiap foton

h = tetapan Planck (6,626 x 10-34 J.s),

v = frekuensi sinar

c = kecepatan cahaya (3 x 108 m.s-1).

Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa energi dan frekuensi suatu foton
akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang tetapi energi yang
dimiliki suatu foton akan berbanding lurus dengan frekuensinya.
Misalnya: energi yang dihasilkan cahaya UV lebih besar dari pada energi
yang dihasilkan sinar tampak. Hal ini disebabkan UV memiliki panjang gelombang
(λ) yang lebih pendek (100–400 nm) dibanding panjang gelombang yang dimiliki
sinar tampak (400–800 nm).
Berbagai satuan energi beserta faktor konversinya dapat dilihat pada tabel:

Erg Joule Kalori l.atm E.volt

1 erg = 1 10-7 2,3901×10-8 9,8687×1010 6,2418×1011

J joule = 107 1 2,3901×10-1 9,8687×10-3 6,2418×1018

1 kalori 4,1849×107 4,1840 1 4,1291×10-2 2,6116×1019

1 atm = 1,0133×109 1,0133×102 24,218 1 16,6248×1020

1 E.volt = 1,6021×10- 1,6021x-19 3,8291×10- 1,5611×10-20 1


12
20

Interaksi antara materi dengan cahaya disini adalah terjadi penyerapan


cahaya, baik cahaya Uv, Vis maupun Ir oleh materi sehingga spektrofotometri
disebut juga sebagai spektroskopi absorbsi.

Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki prinsip
kerja yang sama yaitu “adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang
memiliki panjang gelombang tertentu”. Perbedaannya terletak pada panjang
gelombang yang digunakan.

Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri


dari :

sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out


(pembaca).
Fungsi masing-masing bagian:

1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan


berbagai macam rentang panjang gelombang. Untuk sepktrofotometer

 UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen

 VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram

 UV-VIS menggunan photodiode yang telah dilengkapi monokromator.

 Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR.

2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu


mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan
gratting atau lensa prisma dan filter optik.

Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya.
Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan
sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam
satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.

Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. dengan adanya
pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang
mengenai sel sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu
keluar. Proses dispersi atau penyebaran cahaya seperti yang tertera pada gambar.

3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel

– UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet
biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari
silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca
dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada
spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet biasanya berbentuk persegi panjang
dengan lebar 1 cm.

– IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada
dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke
dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali
larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal.

4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan


mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :

 Kepekaan yang tinggi

 Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

 Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

 Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

 Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

Macam-macam detektor :
 Detektor foto (Photo detector)

 Photocell, misalnya CdS.

 Phototube

 Hantaran foto

 Dioda foto

 Detektor panas

5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detektor.

Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometri

Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya


polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang
tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan
penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu
materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah
(eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.

Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan
elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron
ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya
inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu
molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron
terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.

Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi


suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel
disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya
mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian
lagi akan diteruskan.

Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang
mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang
dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya
setelah melewati materi (sampel)). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar Proses penyerapan cahaya oleh zat dalam sel sampel. dari gambar terlihat
bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih terang atau lebih banyak di banding
cahaya setelah melewati sel sampel

Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-
beer atau Hukum Beer, berbunyi:

“jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang


diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.

Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk


menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:

dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:


dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas
cahaya setelah melewati sampel.

Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:

A= a . b . c atau A = ε . b . c

dimana:

A = absorbansi

b atau terkadang digunakan l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga


umumnya 1 cm)

c = konsentrasi larutan yang diukur

ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)

a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan


yang digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:

1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar dengan
dengan panjang gelombang tunggal (monokromatis).
2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak
dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan.
3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal kuvet)
yang sama.

4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan


yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh
partikel-partikel koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.
5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu
kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi.

Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan


spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:

1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).

Spektrum UV, VIS, UV-VIS dan IR

Data-data yang dikeluarkan oleh UV atau VIS dapat berupa absorbansi atau
transmitansi yang langsung dibaca pada spektrofotometer. Namun untuk UV, VIS,
UV-VIS dan IR data yang dikeluarkan dapat berupa spektrum jika telah
dihubungkan dengan komputer.

Spektrum yang dikeluarkan oleh UV, VIS dan UV-VIS berupa pita yang
lebar sedangkan pada pita yang dikeluarkan oleh IR berupa garis atau puncak
tajam.

Pita melebar dari UV-VIS disebabkan karena energi yang dimiliki selain
menyebabkan transisi elektronik terjadi pula rotasi dan vibrasi elektron dalam
molekul. Sedangkan pada IR hanya terjadi vibrasi elektron maka spektrum yang
dihasilkan berupa garis atau puncak tajam. Selain pada IR, spektrum berupa garis
dapat terjadi pula pada spektroskopi NMR karena hanya terjadi rotasi elektron.
Spektrum yang dihasilkan dari setiap spektroskopi berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Para kimiawan spektrum UV, VIS maupun IR dapat
dibedakan dengan mudah. Spektrum yang dihasilkan oleh UV, VIS dan UV-VIS
tidak berbeda jauh namun sangat sangat berbeda bila dibanding spektrum IR.
Untuk membedakannya dapat dilihat pada gambar:
Gambar spektrum UV. Namun spektrum dari spektrofotometer VIS dan UV-VIS
menyerupai spektrum UV

Gambar spektrum IR. Pita tertinggi mengarah ke bawah sedangkan pada UV pita
yang paling tinggi mengarah ke atas hal ini disebabkan spektrofotometer IR ditulis
dalam bentung bilangan gelombang

https://wanibesak.wordpress.com/tag/spektrofotometer-uv-vis/
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang
dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya
yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang
400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.

Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi
terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak
mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap
oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam
kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan
berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu
zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum
sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.
Panjang Warna warna yang Warna
gelombang diserap komplementer
(nm) (warna yang terlihat)

400 – 435 Ungu Hijau kekuningan

435 – 480 Biru Kuning

480 – 490 Biru kehijauan Jingga

490 – 500 Hijau kebiruan Merah

500 – 560 Hijau Ungu kemerahan

560 – 580 Hijau kekuningan Ungu

580 – 595 Kuning Biru

595 – 610 Jingga Biru kehijauan

610 – 800 Merah Hijau kebiruan

Pada spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan


lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram. Wolfram merupakan salah
satu unsur kimia, dalam tabel periodik unsur wolfram termasuk golongan unsur
transisi tepatnya golongan VIB atau golongan 6 dengan simbol W dan nomor atom
74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada spektrofotometri tidak terlepas dari
sifatnya yang memiliki titik didih yang sangat tinggi yakni 5930 °C.

Gambar 2 jenis spektronic-20 yang bekerja pada rentang panjang gelombang sinar
tanpak. Gambar atas merupakan spectronic-20 lama yang sudah jarang bahkan
mungkin tidak diproduksi lagi. Sedangkan gambar kedua adalah spectronic-20
terbaru.

Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang


gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut
λmaks. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang
sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin
kecil.

Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan


konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu
tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin
tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan
makin rendah. (Hukum Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar
terpenuhi hukum Lambert-Beer Baca Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis,
UV, UV-Vis)
Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila
nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai
daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar
maka hubungan absorbansi tidak linear lagi. Kurva kalibarasi hubungan antara
absorbansi versus konsentrasi dapat dilihat pada Gambar.
Gambar Kurva hubungan absorbansi vs konsentrasi

Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs konsentrasi tidak linear:

1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.

2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat


rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).

Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak


adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga
analisis yang didasarkan pada pembentukan larutan berwarna disebut juga metode
kolorimetri.

Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan
cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya
bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis. Reagen ini disebut reagen pembentuk
warna (chromogenik reagent). Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
reagen pembentuk warna:

1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam


waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila
disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru
harus dibuat saat setiap kali analisis.

2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.


3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara
stoikiometrik.

4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan


pengukuran.

5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa,
sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen
tersebut saja.

6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam


larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang
dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga
pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna.

7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.

Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan


tersebut harus memiliki lima sifat di bawah ini:

1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran


absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya
warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara
fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang
dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.

2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi
(warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya (ε) besar.
Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan
memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.

3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi


kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.

4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.

5. Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.

Menentukan konsentrasi sampel dengan cara kurva kalibrasi


Konsentrasi sampel dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus
yang diturunkan dari hukum lambert beer (A= a . b . c atau A = ε . b . c). Namun
ada cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu spesi
yang ada dalam suatu larutan yakni dengan cara kurva kalibarasi. Cara ini
sebenarnya masih tetap bertumpu pada hukum Lambert-Beer yakni absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan konsentrasi zat


dengan kurva kalibarasi:

1. Maching kuvet : mencari dua buah kuvet yang memiliki absorbansi atau
transmitansi sama atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan
digunakan untuk analisis, satu untuk blanko, satu untuk sampel. Dalam
melakukan analisis Maching kuvet harus dilakukan agar kesalahannya makin
kecil.

2. Membuat larutan standar pada berbagai konsentrasi. Larutan standar yaitu


larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan
standar dibuat dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi analit
yang diperkirakan.

3. Ambilah salah satu larutan standar, kemudian ukur pada berbagai panjang
gelombang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada panjang gelombang
berapa, absorbansi yang dihasilkan paling besar. Panjang gelombang yang
menghasilkan absorbansi paling besar atau paling tinggi disebut panjang
gelombang maksimum (lmaks).

4. Ukurlah absorbansi semua larutan standar yang telah dibuat pada panjang
gelombang maksimum.

5. Catat absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar, kemudian alurkan
pada grafik absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh suatu kurva yang
disebutkurva kalibarasi. Dari hukum Lambart-Beer jika absorbansi yang
dihasilkan berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik akan berbentuk garis lurus,
namun hal ini tidak dapat dipastikan.

Misalkan absorbansi yang dihasilkan dari larutan standar yang telah dibuat adalah

Absorbansi 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

konsentrasi 2 4 6 8 10 12 14 16
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
Grafiknya adalah

6. Ukurlah absorbansi larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Setelah


diperoleh absorbansinya, masukan nilai tersebut pada grafik yang diperoleh pada
langkah 5. Misalkan absorbansi yang diperoleh 0,6. Maka jika ditarik garis lurus
konsentrasi sampel akan sama dengan konsentrasi larutan standar 10 ppm. Maka
grafiknya sebagai berikut:

Selain dengan cara diatas konsentrasi sampel dapat dihitung dengan persamaan
regresi linear:

persamaan di atas dapat dihitung dengan bantuan kalkulator. Setelah diperoleh


persamaan di atas, absorbansi sampel yang diperoleh dimasukan sebagai nila y
sehingga diperoleh nila x. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi sampel
yang dianalisis.

Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia
pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang
antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm.
Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik
yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer
(Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan
analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada
beberapa pembatasan, yaitu :
– Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
– Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama
– Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan
tersebut
– Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
– Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb :

A = e.b.c
dimana :
A = absorban
e = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi

TAHAPAN PENENTUAN KADAR SAMPEL SECARA SPEKTROFOTOMETRI


1. Penentuan panjang gelombang maksium (?max)
Definisi: panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan dengan membuat
kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu

Alasan mengapa dipergunakan panjang gelombang maksimum dalam pemeriksaan spektrofotometri,


sbb :
– panjang gelombang max memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang
paling besar
– Pada panjang gelombang max bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer

Hal yang perlu diperhatikan pada penentuan ?max sbb :


Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai
70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam
pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik). (Rohman, A. 2007)

2. Penentuan Operating Time (OT)


TUJUAN : untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil yaitu saat sampel bereaksi sempurna
dengan reagen warna . Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbansi larutan

3. Pembuatan Kurva Larutan Baku Linier


TUJUAN : untuk memperoleh persamaan larutan baku dalam penentuan kadar sampel
Tahapan yang diperlukan sbb :
a. Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
b. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur pada ?max (berdasarkan
hasil ?max yang diperoleh dari tahap 1) dan Operating Time (berdasarkan waktu yang diperoleh pada
tahap 2)
c. Membuat Kurva Larutan Baku yang merupakan hubungan antara konsentrasi (sumbu y) dan
absorbansi (sumbu x).
d. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus.
e. Paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan
serapan linier
f. Kemiringan atau slope adalah nilai e (absorptivitas molar).
g. Nilai R antara 0,70 – 1,00 (pertanda terbentuk garis lurus linear pada rentang konsentrasi yang
dibuat)
Apabila persyaratan pembuatan kurva baku di atas tidak terpenuhi maka penyimpangan dari garis
lurus biasanya dapat disebabkan oleh: (i) kekuatan ion yang tinggi, (ii) perubahan suhu, dan (iii)
reaksi ikutan terjadi.

4. Penentuan Kadar Sampel

Penentuan kadar sampel metode regresi linier yaitu metode parametrik dengan variabel bebas
(konsentrasi sampel) dan variabel terikat (absorbansi sampel) menggunakan persamaan garis regresi
Kurva Larutan Baku. Konsentrasi sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan kurava baku
tersebut (Rohman, 2007).

PENENTUAN KETELITIAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

Melalui Perhitungan Standar Deviation (SD) dan Relative Standar Deviation (RSD)
harga SD < 2 dan harga RSD < 2 % dapat dikatakan mempunyai harga ketelitian yang baik
(Harminta, 2004)
Tabel 2. Data Hasil Ketelitian Eksperimen

PENENTUAN KETEPATAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

Metode Penambahan Baku (standard addition method)

Dilakukan dengan menambahkan analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu
dianalisis lagi metode tersebut (WHO, 1992). Nilai rentang recovery dianggap baik 80 – 120%

Uji Perolehan Kembali / Recovery (%) = (Co-C1)/C


Co = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
C1 = konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku
C = Konsentrasi larutan baku yang ditambahkan

https://aaknasional.wordpress.com/2012/06/08/spektrofotometer-uv-vis/

Anda mungkin juga menyukai