KARSINOMA BRONKOGENIK
Oleh
RAHMI KUMALA
( 417510052 )
2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor
lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok,
dan lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut
juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-
ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
ketika efek dari merokok dihilangkan.
3. Klasifikasi
Tipe dari kanker paru mencakup empat tipe histologis mayor yaitu :
d. Adenokarsinoma
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
4. Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis.Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadum lanjut.
Gejala – gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelectasis
2. Invasi local :
a. Nyeri dada
b. Dyspnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal.
b. Limfadenopati servikalis dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10 persen kanker paru, dengan gejala
:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertropi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, termor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter
5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
4. Pencitraan.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Sasaran penatalaksanaan medis adalah untuk memberikan
penyembuhan, jika memungkinkan. Pengobatan tergantung pada tipe sel,
tahap penyakit, dan status fisiologi (terutama status jantung dan paru) pasien.
Secara umum, pengobatan dapat mencakup pembedahan, terapi radiasi,
kemoterapi, dan imuno terapi, yang digunakan secara terpisah atau dalam
kombinasi
1. Pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan
tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang fungsi
jantung paru yang baik. Tiga tipe reseksi paru mungkin dilakukan : lobektomi
(satu lobus paru diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang mengalami kanker
diangkat dan segmen bronkus besar direseksi), dan pneumonektomi
(pengangkatan seluruh paru).
Reseksi bedah yang menghasilkan penyembuhan sempurna sangat
jarang terjadi. (Biasanya pembedahan untuk kanker sel kecil paru tidak
disarankan karena tipe kanker ini berkembang dengan cepat serta cepat
bermetastasis dan sangat luas). Sayangnya, pada banyak pasien dengan kanker
bronkogenik, lesi kanker tidak dapat dioperasi pada waktu didiagnosa.
Operasi yang lazim untuk tumor paru yang kecil yang tampaknya dapat
disembuhkan adalah labektomi (pengangkatan lobus paru). Keseluruhan paru
dapat diangkat (pneumonektomi) dalam kombinasi dengan prosedur bedah
lainnya, seperti reseksi yang mencakup nodus limfe mediastinal. Sebelum
pembedahan, status jantung paru pasien harus ditentukan
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembuhkan pasien dalam persentasi yang
kecil. Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma
yang tidak dapat direseksi tetapi yang reponsif terhadap radiasi. Radiasi dapat
juga digunakan untuk mengurangi ukuran tumor untuk membuat tumor yang
tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi atau radiasi dapat digunakan
sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada struktur
vital. Terapi radiasi dapat mengendalikan metastasis medula spinalis dan
kompresi vena kava superior. Juga, iradiasi otak profilaktik digunakan pada
pasien tertentu untuk mengatasi metastasis mikroskopik ke otak. Radiasi dapat
membantu menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoptisis, dan nyeri
tulang, dan hepar.
Hilangnya gejala-gejala dapat berlangsung dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan penting dalam meningkatkan kualitas sisa hidup
yang masih tersisa
Terapi radiasi biasanya adalah toksik bagi jaringan normal di dalam
bidang radiasi. Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneumonitis, dan
radiasi fibrosis paru yang dapat merusak kapasitas ventilas dan difusi serta
secara signifikan mengurangi ketersediaan paru. Radiasi juga mempengaruhi
jantung.
Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau sepanjang
pengobatan, sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi
3. Kemoterapi
Kemuterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasis
luas, dan untuk melengkapi bedah atau terapii radiasi. Kombinasi dua atau
lebih pengobatan mungkin lebih menguntungkan dibanding pemberian dosis
tunggal. Sejumlah besar pengobatan bekerja terhadap kanker paru. Berbagai
agens kemoterapeutik, termasuk agens penfkelat (ifosfamid), platinum
analogus (cisplantin dan karboplantin), mitomisin C, vinka alkaloid
(vinblastin dan vindestin) dan eroposid (V-16) digunakan. Pilihan agens
tergantung pada pertumbuhan sel tumor dan fase spersifik siklus sel yang
dipengaruhi oleh obat. Agents ini toksik dan mempunyai batas keamanan yang
sempit.
Kemoterapi bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala tekanan dari
kanker paru dan dalam mengobati metastasis otak, medula spinalis dan
pericardium.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penanganan airway, batuk
Penanganan nyeri
Penanganan terkait pemenuhan nutrisi
7. Komplikasi
Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah
potensial efek samping dari kemoterapi.
Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari
komplikasi yang diketahui.
8. WOC
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Identitas pasien
Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkhogenik biasanya bervariasi
seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.
h) Pola koping
Mekanisme koping biasanya mal adaptif yang diikuti perubahan mekanisme
peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta
prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan dan
ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
i) Pola seksual dan reproduksi
Pola seksualnya kurang terpenuhi karena kondisinya tersebut.
Pemeriksaan Fisik
a) Pernafasan
Inspeksi
Secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk,
dengan/tanpa peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada biasanya
asimetris apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri
dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tapi biasanya sebagai rasa sakit
atau tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Selain
itu, dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada
pleura akibat penyebaran neoplastik atau pneumonia. Gejala-gejala umum
seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat badan merupakan gejala-
gejala lanjutan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
Auskultasi
Didapatkan bunyi stidor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila
karsinoma melibatkan penyempitan bronkun dan ini merupakan tanda khas
pada tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinum
dapat menimbulkan suara serak akibat terangsangnya saraf rekuren, terjadi
disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis hemidiafragma akibat
keterlibatan saraf frenikus.
(Muttaqin,A, 2008)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
bronkus
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake menurun
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
Status dada,amati
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam
batas normal
Monitor adanya
penurunan berat
badan
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
Monitor lingkungan
selama makan
Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan
muntah
Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan
intake nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
4.Evaluasi
Referensi :
Brunner & Suddarth.2009.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8
vol.1.Jakarta :Salemba Medika
Kumar V., Robbin, SL. 2007. Buku Ajar Patologi : Paru dan Saluran Nafas Atas.
7thed, vol. 2. Jakarta : EGC.
Muttaqin,A.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.