Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA BRONKOGENIK

Oleh

RAHMI KUMALA
( 417510052 )

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KARSINOMA BRONKOGENIK

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru adalah tumor ganas paru primer
yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus.Terjadinya kanker ditandai
dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa
pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).

Kanker paru (karsinoma bronkhogenik) adalah salah satu jenis kanker


yang ganas dan paling sering ditemui, sebagian besar kanker paru-paru berasal
dari epitel bronkus. Gejala awal kanker paru-paru biasanya tidak terlalu jelas
sehingga sering diabaikan dan ditunda pengobatannya. Penyebab kanker paru
yang paling umum adalah merokok. Perokok berat mempunyai peluang sekitar
10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru dibanding bukan perokok. Asap
rokok mengandung beberapa karsinogen spesifik-organ, dan merokok telah
menunjukkan adanya kaitan penyebab dengan karsinogenesis pada beberapa
bagian tubuh, termasuk laring, rongga mulut, esofagus, dan kandung kemih.

2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor
lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok,
dan lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut
juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-
ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
ketika efek dari merokok dihilangkan.

3. Klasifikasi
Tipe dari kanker paru mencakup empat tipe histologis mayor yaitu :

a. Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan karsinoma bronkhogenik histologis yang


paling sering ditemukan. Kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel
bronkhus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat
kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan
menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cendrung menyebar secara langsung ke kelenjar
getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa
sering kali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi,
pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.
Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka
pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.

b. Karsinoma sel kecil

Karsinoma sel kecil seperti tipe sel skuamosa, biasanya terdapat di


tengah sekitar percabangan utama bronkhi. Tidak seperti kanker paru lain,
jenis tumor ini timbul pada sel-sel kulchitsky yang merupakan komponen
normalepitel bronkus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel
kecil (sekitar 2 kali ukuran limfosit) denagn inti hiperkromatik pekat dan
sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji oat sehingga diberi nama karsinoma
sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan
prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma
bronkhogenik. Metastasis awal dapat tercapai mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, sering pula dijumpai penyebaran hematogen ke organ-organ distal.

c. Karsinoma sel besar

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan


berdiferensiasi sangat cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma yang besar
dan bermacam-macam ukuran inti. Sel-sel ini cendrung tumbuh di jaringan
paru perifer. Sel ini juga memiliki daya tumbuh yang cepat dengan
penyebaran ekstensif ke tempat lainnya.

d. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular mirip bronkhus dan


sering kali mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkhus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan
parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronis. Lesi sering kali meluas
melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium awal dan secara klinis tetap
tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu sampai terjadi metastasis yang luas.

e. Karsinoma sel bronkhial-alveolar

Merupakan sebtipe adenokarsinoma yang jarang ditemukan dan yang


berasal dari epitel alveolar atau bronkhiolus terminalis. Awitan (onset) pada
umumnya tidak nyata dan sertai tanda-tanda yang menyerupai pneumonia.
Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa kasus mirip konsolidasi
uniform pneumonia. Secara mikroskopis, tampak kelompok-kelompok
alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus dan terdapat
banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk, kecuali dilakukan pembuangan
lobus yang terserang pada saat penyakit masih stadium awal. Adenokarsinoma
adalah satu-satunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum diketahui
secara jelas berkaitan dengan kebiasaan merokok.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

o.
4. Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis.Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadum lanjut.
Gejala – gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelectasis
2. Invasi local :
a. Nyeri dada
b. Dyspnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal.
b. Limfadenopati servikalis dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10 persen kanker paru, dengan gejala
:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertropi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, termor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter

5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
 Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
 Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
 Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
 Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi.
 Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
 Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
 Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
 Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
 Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
4. Pencitraan.
 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Sasaran penatalaksanaan medis adalah untuk memberikan
penyembuhan, jika memungkinkan. Pengobatan tergantung pada tipe sel,
tahap penyakit, dan status fisiologi (terutama status jantung dan paru) pasien.
Secara umum, pengobatan dapat mencakup pembedahan, terapi radiasi,
kemoterapi, dan imuno terapi, yang digunakan secara terpisah atau dalam
kombinasi

1. Pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan
tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang fungsi
jantung paru yang baik. Tiga tipe reseksi paru mungkin dilakukan : lobektomi
(satu lobus paru diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang mengalami kanker
diangkat dan segmen bronkus besar direseksi), dan pneumonektomi
(pengangkatan seluruh paru).
Reseksi bedah yang menghasilkan penyembuhan sempurna sangat
jarang terjadi. (Biasanya pembedahan untuk kanker sel kecil paru tidak
disarankan karena tipe kanker ini berkembang dengan cepat serta cepat
bermetastasis dan sangat luas). Sayangnya, pada banyak pasien dengan kanker
bronkogenik, lesi kanker tidak dapat dioperasi pada waktu didiagnosa.
Operasi yang lazim untuk tumor paru yang kecil yang tampaknya dapat
disembuhkan adalah labektomi (pengangkatan lobus paru). Keseluruhan paru
dapat diangkat (pneumonektomi) dalam kombinasi dengan prosedur bedah
lainnya, seperti reseksi yang mencakup nodus limfe mediastinal. Sebelum
pembedahan, status jantung paru pasien harus ditentukan

2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembuhkan pasien dalam persentasi yang
kecil. Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma
yang tidak dapat direseksi tetapi yang reponsif terhadap radiasi. Radiasi dapat
juga digunakan untuk mengurangi ukuran tumor untuk membuat tumor yang
tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi atau radiasi dapat digunakan
sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada struktur
vital. Terapi radiasi dapat mengendalikan metastasis medula spinalis dan
kompresi vena kava superior. Juga, iradiasi otak profilaktik digunakan pada
pasien tertentu untuk mengatasi metastasis mikroskopik ke otak. Radiasi dapat
membantu menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoptisis, dan nyeri
tulang, dan hepar.
Hilangnya gejala-gejala dapat berlangsung dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan penting dalam meningkatkan kualitas sisa hidup
yang masih tersisa
Terapi radiasi biasanya adalah toksik bagi jaringan normal di dalam
bidang radiasi. Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneumonitis, dan
radiasi fibrosis paru yang dapat merusak kapasitas ventilas dan difusi serta
secara signifikan mengurangi ketersediaan paru. Radiasi juga mempengaruhi
jantung.
Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau sepanjang
pengobatan, sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi

3. Kemoterapi
Kemuterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasis
luas, dan untuk melengkapi bedah atau terapii radiasi. Kombinasi dua atau
lebih pengobatan mungkin lebih menguntungkan dibanding pemberian dosis
tunggal. Sejumlah besar pengobatan bekerja terhadap kanker paru. Berbagai
agens kemoterapeutik, termasuk agens penfkelat (ifosfamid), platinum
analogus (cisplantin dan karboplantin), mitomisin C, vinka alkaloid
(vinblastin dan vindestin) dan eroposid (V-16) digunakan. Pilihan agens
tergantung pada pertumbuhan sel tumor dan fase spersifik siklus sel yang
dipengaruhi oleh obat. Agents ini toksik dan mempunyai batas keamanan yang
sempit.
Kemoterapi bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala tekanan dari
kanker paru dan dalam mengobati metastasis otak, medula spinalis dan
pericardium.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
 Penanganan airway, batuk
 Penanganan nyeri
 Penanganan terkait pemenuhan nutrisi

7. Komplikasi
 Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
 Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
 Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah
potensial efek samping dari kemoterapi.
 Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari
komplikasi yang diketahui.
8. WOC
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
 Identitas pasien

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan, pekerjaan klien, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor registrasi dan asuransi kesehatan.

 Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkhogenik biasanya bervariasi
seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.

 Riwayat penyakit saat ini


Biasanya keluhan hampir sama dengan jenis penyakit paru lainnya dan
tidak mempunyai awitan (onset) yang khas. Seringkali karsinoma ini
menyerupai pneumonitis yang tidak ditanggulangi. Batuk merupakan
gejala umum yang sering kali diabaikan oleh klien dengan bronkhitis
kronis, batuk akan timbul lebih sering dan volume sputum bertambah.

 Riwayat penyakit sebelumnya


Walaupun tidak terlalu spesifik, biasanya akan didapatkan adanya keluhan
batuk jangka panjang dan penurunan berat badan secara signifikan.
 Riwayat penyakit keluarga
Terdapat juga bukti bahawa anggota keluarga dari kliaen dengan kanker
paru beresiko lebih besar mengalami penyakit ini, walaupun masih belum
dapat dipastikan apakah hal ini benar-benar karena faktor herediter atau
karena faktor-faktor familial.

 Pengkajian Pola Fungsional Gordon


a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien mengeluh batuk yang berkepanjangan,dengan /tidak disertai sekret,nyeri
pada dada ,malaise dan keletihan fisik.

b) Pola aktivitas dan latihan


Klien memiliki kesulitan pada aktifitasnya karena klien merasa lemah dan
keletihan fisik.
c) Pola nutrisi dan metabolik
Pemenuhan nutrisi pada klien kanker paru-paru menurun dikarena biasanya
nafsu makan buruk dan intake nutrisi yang tidak adekuat.
d) Pola eliminasi
Eleminasi alvi: sukar BAB ,dikarnakan gerak peristaltik usus menurun.
Eliminasi urin: pengukuran volume output urin dilakukan dalam hubungan
intake cairan
e) Pola tidur dan istirahat
Kesukaran untuk istirahat karena batuk , penumpukan sputum serta nyeri dada
yang menyebabkan gangguan kenyamanan pada klien.
f) Pola kognitif dan perseptual
Klien dan keluarganya biasanya tidak terlalu mengerti tentang penyakit yang
diderita (kanker paru-paru) ini.
g) Pola konsep diri
Adanya perasaan takut dan cemas terhadap penyakit yang diderita.

h) Pola koping
Mekanisme koping biasanya mal adaptif yang diikuti perubahan mekanisme
peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta
prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan dan
ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
i) Pola seksual dan reproduksi
Pola seksualnya kurang terpenuhi karena kondisinya tersebut.

j) Pola peran hubungan


Hubungan klien dengan keluarganya terganggu karena klien tidak dapat
menjalankan aktifitasnya seperti biasa.

k) Pola nilai kepercayaan


Pemenuhan aspek spiritual seperti ibadah biasanya tidak dapat terpenuhi
secara lengkap karena nyeri dada, batuk dan kelemahan fisik yang dirasakan.

 Pemeriksaan Fisik
a) Pernafasan
Inspeksi
Secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk,
dengan/tanpa peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada biasanya
asimetris apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri
dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tapi biasanya sebagai rasa sakit
atau tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Selain
itu, dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada
pleura akibat penyebaran neoplastik atau pneumonia. Gejala-gejala umum
seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat badan merupakan gejala-
gejala lanjutan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
Auskultasi
Didapatkan bunyi stidor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila
karsinoma melibatkan penyempitan bronkun dan ini merupakan tanda khas
pada tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinum
dapat menimbulkan suara serak akibat terangsangnya saraf rekuren, terjadi
disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis hemidiafragma akibat
keterlibatan saraf frenikus.
(Muttaqin,A, 2008)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
bronkus
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake menurun
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun

3. Perumusan NANDA, NOC dan NIC


NANDA NOC NIC

Ketidakefektifan  Respiratory Airway Management


bersihan jalan nafas status : Ventilation  Posisikan pasien
bd obstruksi  Respiratory untuk memaksimalkan
bronkus status : Airway patency ventilasi
 Aspiration  Identifikasi pasien
Control perlunya pemasangan alat
Kriteria Hasil : jalan nafas buatan
1. Mendemonstrasikan batuk  Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi
bersih, tidak ada sianosis dada jika perlu
dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, dengan batuk atau suction
mampu bernafas dengan  Auskultasi suara nafas,
mudah, tidak ada pursed catat adanya suara
lips) tambahan
2. Menunjukkan
 Berikan bronkodilator
jalan nafas paten (klien tidak
bila perlu
merasa tercekik, irama nafas,
 Berikan pelembab udara
frekuensi nafas normal, tidak
Kassa basah NaCl Lembab
ada suara nafas abnormal)  Atur intake untuk cairan
3. Mampu mengoptimalkan
mencegah factor yang dapat keseimbangan.
menghambat jalan nafas  Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan  Respiratory Respiratory Monitoring


pertukaran Status : Gas exchange  Monitor rata – rata,
gas  Respiratory kedalaman, irama
Status : ventilation dan usaha respirasi
 Vital Sign  Catat pergerakan

Status dada,amati

Kriteria Hasil : kesimetrisan,

 Mendemonstrasikan penggunaan otot


tambahan, retraksi
peningkatan
otot supraclavicular
ventilasi dan
dan intercostal
oksigenasi yang
 Monitor suara nafas,
adekuat
 Memelihara seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
kebersihan paru
bradipena, takipenia,
paru dan bebas dari
kussmaul,
tanda tanda distress
hiperventilasi,
pernafasan
 Mendemonstrasikan cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
batuk efektif dan  Monitor kelelahan
suara nafas yang otot diagfragma
bersih, tidak ada (gerakan paradoksis)
sianosis dan  Auskultasi suara

dyspneu (mampu nafas, catat area

mengeluarkan penurunan / tidak

sputum, mampu adanya ventilasi dan


bernafas dengan suara tambahan
 auskultasi suara paru
mudah, tidak ada
setelah tindakan
pursed lips)
 Tanda tanda vital untuk mengetahui
dalam rentang hasilnya
normal

Nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Nutrition Management


kebutuhan tubuh bd Fluid Intake  Kaji adanya alergi
intake menurun Kriteria Hasil : makanan
 Kolaborasi dengan
 Adanya peningkatan
ahli gizi untuk
berat badan sesuai
menentukan jumlah
dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai kalori dan nutrisi
dengan tinggi badan yang dibutuhkan
 Mampu
pasien.
mengidentifikasi  Anjurkan pasien
kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
 Tidak ada tanda tanda
intake Fe
malnutrisi  Anjurkan pasien
 Tidak terjadi penurunan
untuk meningkatkan
berat badan yang berarti protein dan vitamin
C
 Berikan substansi
gula
 Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam
batas normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
 Monitor lingkungan
selama makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.

4.Evaluasi

Evaluasi diberikan terhadap tindakan yang diberikan kepada klien. Evaluasi


yang dilakukan terdiri dari evaluasi subjektif, objektif, analisa dan planning
selanjutnya yang akan dilakukan terhadap masalah klien.

Referensi :
Brunner & Suddarth.2009.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8
vol.1.Jakarta :Salemba Medika
Kumar V., Robbin, SL. 2007. Buku Ajar Patologi : Paru dan Saluran Nafas Atas.
7thed, vol. 2. Jakarta : EGC.
Muttaqin,A.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai