TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu
merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak
kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain
4
Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada
ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
renalis
kanker.
5
2.1.3 Patofisiologi
terjadi kuranglebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi
berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease
perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal
6
berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan
kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
seperti :4
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
uremik
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu,
atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi: 4
7
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi
obat, neoplasia)
Penyakit vascular
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
keracunan obat)
takrolimus)
Transplantasi glomerulopathy
dimana pada pasien dengan penyakit ginjal kronik kadar hemoglobin akan
8
berfungsi untuk merangsang pengeluaran sel darah merah oleh sumsun
tulang.4
filtrasi glomelurus.4
kerusakan
9
2.1.8 Diagnosa
Kriteria Kesan
15 didefinisikan sebagai
gagal ginjal
10
Penurunan GFR dapat
dikonfirmasi dengan
mengukur GFR,
jikadibutuhkan
(>3mg/mmol)
10mg/g
Microhematuria dengan
adanya kelainan
kelainan GBM
11
pada glomerulonephritis
poliferatif
interstisial nephritis
penyakit dengan
proteinuria
banyak penyakit
parenkim ginjal
Nephrogenic diabetes
incipidus
Fanconi syndrome
Non-albumin proteinuria
Cystinuria
12
Kelainan Patologis yang
lainnya
Penyakit glomerular
(diabetes, autoimun
disease, systemic
infections, drugs,
neoplasia)
Penyakit vaskular
(atherosclerosis,
hypertension, ischemia,
vasculitis, thrombotic
microangiopathy)
Penyakit tubule
interstitial(urinary tract
infections, stones,
obstruction, drugtoxicity)
diseases
13
dengan pencitraan
Polycystic kidney
Dyplastic kidney
Hydronephrosis karena
obstruksi
pyelonephritis, atau
vesicourethral reflux
penyakit infiltrative
hipoechoic
kategori GFR.4
14
Kategori GFR
Tanpa adanya bukti kerusakan ginjal, G1 dan G2 tidak memenuhi kriteria PGK
-Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan GFR
-Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan GFR antara (60-89
ml/menit/1,73m2)
-Stadium 5: kelainan ginjal dengan GFR (< 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal)
15
2.1.9 Penatalaksanaan
fungsi ginjal
A. Pembatasan protein:
16
- Pasien non dialisis 0,6 -0,75 gram /kg BB/hr sesuai CCT dan toleransi pasien
C. Pengaturan asupan lemak: 30 -40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
Terapi farmakologis:
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemi
harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
B. Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat –
17
C. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20 – 22 mEq/l. Kontrol
dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan satin.
2.1.10 Komplikasi
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
anorganik.
2.1.11 Pencegahan
18
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal
c. Penghentian merokok.
fungsi ginjal.
2.1.12 Prognosis
19
2.2 Diabetes Melitus Tipe 2
2.2.1 Definisi
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah.9
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Patogenesis
diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga
normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidak
20
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi
diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetik
tidak pernah normal. Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang
diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin
21
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Kadar Glukosa darah puasa, 2 jam post prandial dan sewaktu di periksa
keberhasilan terapi.
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
DM tipe 2.
Elektrokardiogram
22
2.2.6 Diagnosa Banding
Diabetes Gestasional
2.2.7 Diagnosis
darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap
23
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan
klasik.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang
Keterangan:
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO
24
Tabel 2.2.1 Kriteria diagnosis DM
Atau
2. Gejala klasik DM
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
*Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan
gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil
25
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu
(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan
menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring
Diabetes Meilitus
26
2.2.8 Penatalaksaan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
27
2. Terapi Nutrisi Medis
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
Karbohidrat
28
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
Lemak
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
Protein
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
29
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
Natrium
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama
dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
Serat
Pemanis alternatif
30
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
B. Kebutuhan kalori
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb:10
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
31
BB Normal : BB ideal ± 10 %
IMT = BB(kg)/
TB(m2)
Klasifikasi IMT
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0
Keterangan:
o Obes I 25,0-29,9
o ObesII > 30
3. Latihan jasmani
penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa
32
selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga
4. Terapi farmakologis
latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.10
E. DPP-IV inhibitor
1. Sulfonilurea
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan
33
2. Glinid
pertama. Golongan ini terdiri dari 2macam obat yaitu Repaglinid (derivat
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
Tiazolidindion
Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
diperifer. Tiazolidindion dikontra indikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas
I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal
hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta
34
pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada
tersebut.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
E. DPP-IV inhibitor
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus bila
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upayayang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe
asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk
35
golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang pelepasan
2. Suntikan
A.Insulin
• Ketoasidosis diabetik
perencanaan makan
36
Sediaan Insulin Onset Of Peak Action Effective
(Awalkerja) of Action
(Lama kerja)
rolated)
6 – 15
menit
Insulin Intermediate-acting
Insulin long-acting
37
Insulin detemir (Levenir") 2 – 4 jam No peak
Insulin campuran
acting)
30 – 60 Dual 10 – 16 jam
70%NPH/30%regular menit
Dual 15 – 18 jam
70% insulin 10 – 20
aspartprotamina/30% menit
injection (Humalog"Mip25)
Keterangan :
38
Efek samping terapi insulin
•Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
B. Agonis GLP-1
bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
39
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO
dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan
evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.
2.2.9 Komplikasi
ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan
· Hiperglikemia
· Hiperketonemia
· Asidosis metabolik
40
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat
mengalamikoma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini
potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini
mungkin.
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai
berikut:9
· Dehidrasi berat
· Uremia
41
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa
kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar
belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan
insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak
tubuhnya.11
Penyebab Hipoglikemia
4. Sesudah melahirkan
42
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi.
Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sederhana.
3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau
tangan, berdebar-debar.
4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang. Keempat stadium
hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral atau pun suntikan. Ada
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
A. Mikrovaskular / Neuropati.10
43
– Neuropati autonomik : hipertensi, gastroparesis
B. Makrovaskular.10
2.2.10 Prognosis
stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengan diabetes
ginjal. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko
komplikasi :12
Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),
Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid
44
Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori
prediabetes).
2.2.11 Pencegahan
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu
:10
hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada
populasi umum.
45
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC
VII. 6
2.3.2 Epidemiologi
usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun.
Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat dalam
dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar) dan
pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey
orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang
hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data tahun 2004-2008.
46
2.3.3 Kriteria
esensial. Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada
Tekanan Darah
47
sepanjang hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140
mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
2.3.4 Klasifikasi
Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi Sekunder
48
penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal
keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang
- Ras
merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan
- Usia
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia
yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah
dari penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah
menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung
49
- Jenis kelamin
wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh
faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
- Stress psikis
dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila
- Obesitas
untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh
darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat
turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi
50
berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko
- Asupan garam Na
- Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini
karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru – paru dan
- Konsumsi alcohol
semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi
pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang
agak lebih tinggi dari pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.
51
2.3.6 Manifestasi Klinis
walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual-muntah
Sesak napas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
2.3.7 Diagnosis
1. Anamnesis
meliputi:
52
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
(feokromositoma).
olahraga)
2. Pemeriksaan Fisik
hipertensi sekunder
53
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan
pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan
3. Pemeriksaan penunjang
Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL
Elektrolit (kalium)
Elektrokardiografi (EKG)
LVH
54
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.15
2.3.9 Tatalaksana
Terapi non farmakologi adalah terapi yang dilakukan dengan cara pola hidup
b) Membatasi atau mengurangi natrium menjadi 2,3 gram atau < 6 gram
NaCl sehari.
55
2. Terapi obat-obatan (farmakologi)
Selain tindakan umum seperti terapi diatas, pada hipertensi lebih berat
dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah harus diturunkan
serendah mungkin yang tidak menggangu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun
kualitas hidup. Terapi dengan hipertensi harus selalu dimulai dengan dosis
rendah agar darah jangan menurun terlalu drastis atau mendadak. Kemudian,
setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikan sampai tercapai efek yang
diinginkan (metode: starts low, go slow). Begitu pula penghentian terapi harus
hidup, tetapi setelah beberapa waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat
diturunkan.12
otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi dengan hanya sedikit penurunan
tekanan darah sistemik, penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi
56
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi digolongkan
yaitu:
a. Diuretik
e. Inhibitor (ACEi)
f. Angiotensin II Antagonists
g. Direct Vasodilator14
2.3.10 Komplikasi
a. Otak : Stroke
2.3.11 Prognosis
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
57
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis Pribadi
Nama : Sutrisno
Umur : 52 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Anamnesa Penyakit
58
Pasien juga mengeluh mual sejak 3 hari yang lalu, mual
kurang lebih 1/4 aqua gelas berisi apa yang dimakan dan
aktivitas.
disertai nyeri
kecoklatan
59
Anamnesa Umum
Anamnesa organ
1. Cor
2. Sirkulasi perifer
3. Traktus respiratorius
60
4. Traktus digestivus
a. Lambung
- Pyrosis : tidak
b. Usus
- Diare : tidak
61
sedikit-sedikit,
6. Sendi
7. Tulang
8. Otot
9. Darah
10. Endokrin
a. Pankreas
- Poliuri : tidak
62
b. Tiroid
c. Hipofisis
- Menopause :-
- Penciuman : normal
14. Psikis
- Gelisah : tidak
63
15. Keadaan sosial
- Pekerjaan : wiraswasta
- Hygiene : baik
Anamnesa Intoksikasi
Tidak ada
Anamnesa Makanan
- Ikan : ya - Daging : ya
Anamnesa Family
64
STATUS PRESENT
Keadaan Umum
- Temperatur : 36,5 C
- Pernafasan : 24 x/ menit
- Nadi : 84 x/ menit
Keadaan Penyakit
Keadaan Gizi
TB– 100
Kesan : Overweight
Kesan : Overweight
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
65
- Pertumbuhan rambut : normal
a. Muka
- Kuning : tidak
b. Mata
diameter 3 mm
c. Telinga
d. Hidung
- Bentuk : Normal
e. Bibir
f. Gigi
66
- Karies : tidak - Jumlah : tidak dihitung
g. Lidah
h. Tonsil
- Beslag : tidak
2. Leher
Inspeksi :
Palpasi
3. Thorax depan
Inspeksi
67
Palpasi
Perkusi
Midclavicula sinistra
Auskultasi
- Paru –paru
- Cor :
o Suara katup : (M1 > M2), (A2>A1), (P2 > P1), (A2>P2)
4. Thorax belakang
Inspeksi
68
- Simetris/tidak : simetris Ketinggalan bernafas: tidak
Palpasi
kesan : normal
Perkusi
- Gerakan bebas : 2 cm
Aukultasi
69
5. Abdomen
Inspeksi
- Bengkak : tidak
- Venektasi : tidak
- Gembung : tidak
- Pulsasi : tidak
Palpasi
Perkusi
- Pekak hati : ya
Auskultasi
6. Genitalia
70
7. Extremitas
- Tes Rumpelit :- -
- Refleks :
o Bisep : ++ ++
o Trisep : ++ ++
- Radio periost : ++ ++
b. Bawah
- Eodema : ya ya
- Refleks
o KPR : ++ ++
o APR : ++ ++
o Struple :+ +
71
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Tanggal : 07-07-2017
Nama : Sutrisno
Hematologi
Darah Rutin
Index Eritrosit
Eosinofil 2 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
N. Stab 0 % 2-6
N. Seg 77 % 53-75
Limfosit 16 % 20-45
Monosit 5 % 4-8
72
LED 45 Mm/jam 0-10
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Fungsi Ginjal
Elektrolit
URINE
Urin Rutin
Makroskopis
pH 6,0 4,6-8,0
Protein 1+ Negatif
73
Nitrit Negatif Negatif
RESUME
Anamnesis
hari ini
- Anoreksia
disertai nyeri
kuning kecoklatan
74
RPK : kakak pasien memiliki hipertensi
Status Present
Pemeriksaan Fisik
75
Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Urin :
Protein 1+
Diagnosa Banding
1. Chronic Kidney Disease stage V e.c diabetikum nefropati + anemia e.c penyakit
2. Chronic Kidney Disease stage V e.c hipertensi nefropati + anemia defisiensi besi
3. Chronic Kidney Disease stage V e.c penyakit ginjal obstruksi infeksi + anemia e.c
Diagnosis Sementara
Chronic Kidney Disease stage V e.c diabetikum nefropati + anemia e.c penyakit
76
Terapi
Medikamentosa
- Inj. Glukosa 40 %
- Amplodipin tablet 1 x 10 mg
- Curcuma 2x1
- Darah rutin
- Elektrolit
- Fungsi ginjal
- Fungsi hati
- KGD
- USG Ginjal
- Urin Rutin
77
DISKUSI KASUS CKD
Teori Kasus
Anamnesa Anamnesa
Anemia : ya Anemia : ya
Dyspnea : ya Dyspnea : ya
Edema : ya Edema : ya
78
Turgor : baik Turgor : baik
TB : cm TB : 170 cm
BB : kg BB : 80 kg
TB - 100 TB - 100
=90-110% = 114%
IMT = BB/ (TB/100)2 = 18,5-24,9 kg/ IMT = BB/ (TB/100)2 = 80/1,72 = 27,6
m2 kg/m2
79
Darah Rutin : Darah Rutin :
- LED = 45 mm/jam
- Ureum = 98 mg/dl
Elektrolit : Elektrolit :
3. Hipertensi 3. Hipertensi
Diagnosa Diagnosa
Penatalaksanaan Penatalaksanaan
80
Terapi Nonmedikamentosa Terapi Nonmedikamentosa
angiotensin II (Valsartan
Penghambat kalsium
(Amplodipin 10 mg)
Diuretik
produk sampah uremik dan dialisis dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan cairan dan natrium serta malfungsi
81
natrium serta malfungsi sistem sistem renin angiotensin aldosteron.
Prognosis Prognosis
- Prognosis gagal ginjal kronik pada - Pada pasien kasus ini prognosis gagal
82
usia lanjut kurang begitu baik jika ginjal kronik pada usia lanjut kurang
gagal ginjal kronik pada usia muda prognosis gagal ginjal kronik pada usia
muda
Pencegahan Pencegahan
rendah tekanan darah makin kecil hipertensi agar makin rendah tekanan
fungsi ginjal.
83
ginjal. ginjal.
Edukasi Edukasi
84
DISKUSI KASUS DM TIPE 2
Teori Kasus
Anamnesis Anamnesis
Anemia : ? Anemia : ya
85
Eritema : tidak Eritema : tidak
TB : cm TB : 170 cm
BB : kg BB : 80 kg
TB – 100 TB - 100
=90-100% = 114 %
IMT = BB/ (TB/100)2 =18,5-24,9 kg/ IMT = BB/ (TB/100)2 = 80/1,72 = 27,6
m2 kg/m2
86
- Peningkatan kadar gula darah puasa - Tidak dilakukan pemeriksaan
≥ 126 mg/ dl
(9,1)
Diagnosa Diagnosa
87
Tata Laksana Tata Laksana
- Edukasi tentang pola gaya hidup - Edukasi tentang pola gaya hidup
golongan sulfonylurea)
insulin (metformin)
3. Penghambat gluconeogenesis
4. Penghambat glukosidasealfa
Komplikasi Komplikasi
- Hipoglikemia
- Ketoasidosis diabetik
- Neuropati diabetic
Pencegahan Pencegahan
berat badan, diet sehat, latihan berat badan, diet sehat, latihan
merokok) merokok)
88
- Pencegahan sekunder - Pencegahan sekunder
pada pasien yang telah menderita pada pasien yang telah menderita
DM) DM)
( ditujukan untuk pasien yang telah (ditujukan untuk pasien yang telah
Prognosis Prognosis
komplikasi
Edukasi Edukasi
pada saat pola gaya hidup dan menerapkan pola gaya hidup sehat
89
perilaku telah terbentuk dengan dan prilaku yang baik.
mapan.
memerlukan partisipasi aktif pasien, aktif dari diri sendiri pasien, keluarga
90
Diskusi Kasus Hipertensi
Teori Kasus
Anamnesis Anamnesis
- Pusing - Pusing
- Jantung Berdebar
- Nyeri dada
- Sesak Nafas
- Penurunan Kesadaran
Dyspnea : ? Dyspnea : ya
91
Eritema : tidak Eritema : tidak
TB : cm TB : 170 cm
BB : kg BB : 80 kg
TB – 100 TB - 100
=90-100% = 114 %
IMT = BB/ (TB/100)2 =18,5-24,9 kg/ IMT = BB/ (TB/100)2 = 80/1,72 = 27,6
m2 kg/m2
92
PJK
Diagnosa Diagnosa
- Edukasi tentang pola gaya hidup - Edukasi tentang pola gaya hidup
93
4. Penyakit ginjal kronik
5. Penyakit arteri perifer atau
penyakit oklusi arteri perifer
Pencegahan Pencegahan
berat badan, diet sehat, latihan berat badan, diet sehat, latihan
merokok) merokok)
pada pasien yang telah menderita pada pasien yang telah menderita
Hipertensi) Hipertensi)
( ditujukan untuk pasien yang telah (ditujukan untuk pasien yang telah
Prognosis Prognosis
94
BAB IV
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya
dalam darah).
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%)
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang
melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan saluran cerna (nafsu makan
menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost dan gatal di
kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi
95
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.. Penyakit Diabetes Mellitus
merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan
medis dan keperawatan untuk mencegah komplikasi akut seperti ketoasidosis dan
kematian dan juga dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti penyakit
diabetes mellitus perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh dokter
serta petugas medis lainnya. Secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan
kadar gula darah, melakukan perawatan luka dan mengatur diet makanan yang harus
96
Selain itu dokter juga berperan secara preventif yaitu dengan cara
DM akut dan kronik frekuensinya masih sangat tinggi di Indonesia, karena kesadaran
/ kepatuhan penderita masih rendah, tenaga medis yang belum memadai dalam
pencegahan primer, sekunder, dan tersier, dan fasilitas RS belum memadai dan
merata.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan
ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on
criteria JNC VII, pasien dengan hipertensi dibagi menjadi normal, pre hipertensi,
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau
dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi
ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita
hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya
sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Deteksi dini penting dilakukan untuk
hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik mengenai pengaturan pola
97