Anda di halaman 1dari 17

Pendahuluan

Proses Scale-up dari High-Shear Wet Granulation (HSWG) merupakan salah topik
penelitian yang masih menjadi daya tarik selama bertahun-tahun untuk mencari proses scale
up terbaik untuk HSWG. Berbagai metodologi scale-up untuk HSWG secara luas dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori utama: (1) menerapkan aturan matematika tetap untuk
memproses parameter berdasarkan prinsip teknik dari satu skala ke skala lainnya dan (2)
menyesuaikan parameter proses sesuai kebutuhan untuk menjaga atribut granul yang sama di
seluruh skala. Tujuannya adalah memastikan partikel tersebut mengalami kondisi granulasi
yang serupa di seluruh skala. Kemiripan dapat dicapai dengan menjaga kesamaan geometris,
dinamis, dan kinematis di seluruh skala.
Kesamaan geometrik dapat dicapai jika desain peralatan yang digunakan diseluruh
skala sama/mirip. Kesamaan dinamik berdasarkan pada mempertahankan kekuatan atau
energi tumbukan yang sama yang dialami oleh granul, dan kesmaan kinematik berdasarkan
pada mempertahankan kecepatan partikel serupa di dalam granulator. Gaya yang dialami oleh
partikel dan kecepatan partikel sebagian besar ditentukan oleh kecepatan impeller sehingga
berbagai upaya telah dilakukan untuk menetapkan cara terbaik dalam meningkatkan
kecepatan impeller. Persamaan yang umum digunakan dalam scale-up terkait kecepatan
impeller yaitu :

Dimana ω adalah kecepatan impeller dalam putaran per menit, D adalah diameter impeller.
Nilai n = 1 berhubungan dalam mempertahankan kecepatan konstan dari tip impeler konstan
saat proses scale-up, sedangkan nilai n = 0,5 berhubungan dalam mempertahankan bilangan
Froude agar tetap konstan selama proses scale-up. Pada HSWG, bilangan Froude adalah rasio
percepatan sudut terhadap percepatan gravitasi. Nilai n = 0,8 adalah parameter eksponensial
yang diturunkan secara empiris yang ditunjukkan untuk memberikan shear stress serupa pada
skala yang berbeda.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kecepatan impeller yang umum
digunakan dan waktu pencampuran massa basah untuk formulasi dengan bahan dasar
microcrystalline cellulose (MCC)-laktosa pada formula yang mengandung obat yang tidak
larut dalam air. Evaluasi tersebut mencakup karakterisasi granul yaitu distribusi ukuran
partikel, porositas, sifat alir granul, kemampuan untuk di tablet dan kualitas produk obat
(disolusi tablet).

Material dan Metode


Berdasarkan formula pada tabel, rasio antara MCC : laktosa anhidrat sekitar 2:1.
Untuk mengevaluasi dampak dari proses scale-up terhadap disolusi obat yang tidak larut
dalam air (kelarutan dalam air yang buruk) ,maka senyawa A (kelarutan dalam air: 0,040 mg /
mL) ditambahkan ke dalam formulasi.

Desain Eksperimen
Pada penelitian ini, skala 1-L (200 g ukuran batch) digunakan sebagai titik awal dari
proses scale-up. Pada skala 10-L ukuran batch yang digunakan yaitu 2 kg dan skala 65-L
ukuran batch yang digunakan sebesar 10 kg.
Penelitian ini dibuat dalam 2 tahap, yaitu :
1. Tahap 1
Pada tahap 1, akan dibuat 3 batch skala 1-L dengan berbagai variasi jumlah air
yang digunakan (20%, 32% dan 40% w/w, dari berat total intagranular). Parameter
proses yang digunakan yaitu, kecepatan impeller 4,8 m/s (628 rpm) dan waktu
pencampuran massa basah selama 30 detik. Hasil evaluasi akan digunakan untuk
menentukan jumlah air yang akan digunakan dalam peneltian.
2. Tahap 2
Pada tahap 2, skala 10-L dan 65-L dibuat dengan beberapa variasi (Tabel 2 dan
Tabel 3). Tahap ini akan mengevaluasi pengaruh dari kecepatan impeller dan lama
waktu pencampuran massa basah terhadap proses scale-up.
 Aturan kecepatan impeller (impeller speed rules)
Pada aturan ini dilakukan variasi kecepatan impeller sesuai Tabel 2 dengan
lama waktu pencampuran massa basah akan dibuat konstan selama 30 detik.
Kecepatan impeller dihitung berdasarkan :
1. Aturan kecepatan tip impeller tetap konstan (n=1)
2. Aturan Froude number tetap konstan (n=0,5)
3. Aturan empirical shear stress tetap konstan (n=0,8)

 Aturan lama waktu pencampuran massa basah (wet massing time rules)
Pada aturan ini dilakukan variasi lama waktu pencampuran massa basah sesuai
Tabel 3 dengan kecepatan impeller akan dibuat konstan pada 4,8 m/s. Lama waktu
pencampuran dibuat variasi berdasarkan perhitungan :
t1 D1
= .........................................................(2)
t2 D2
dimana t merupakan lama waktu pencampuran massa basah (detik) dan D merupakan
diameter impeller.

Manufacturing Process
Pada penelitiaan ini, proses granulasi basah dilakukan pada tiga skala alat granulator
yang berbeda yaitu 1-L Diosna high-shear granulator, 10-L PMA high-shear granulator, dan
65-L PMA high-shear granulator. Kecepatan impeller selama proses dry mixing dibuat
konstan (5,0 m/s) untuk semua batch. Kecepatan chopper pada 1-L Diosna granulator dibuat
pada 2000 rpm dan untuk 10-L serta 65-L PMA granulator diatur pada kecepatan rendah
sekitar 1800 rpm. Air digunakan sebagai cairan granulasi dan ditambahkan ke dalam bowl
dengan periode 3 menit (konstan untuk semua batch) dengan melalui tabung yang terpasang
pada pompa. Setelah didapatkan massa basah, material dilewatkan pada ayakan nomor mesh
8. Granul dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C sampai di dapat nilai LOD (loss on
drying) ± 1%. Bahan kering kemudian diayak agar di dapat ukuran sampel yang sesuai.
Selanjutnya granul dilewatkan pada Quadro Comil pada kecepatan 2300 rpm untuk
didapatkan milled granul. Kemudian komponen ekstragranular ditambahkan dan
dicampurkan dengan milled granul di dalam bin blender dengan pengisian sekitar 50%-60%
dari kapasitas alat. Campuran akhir ini kemudian di evaluasi lebih lanjut seperti uji sifat alir
dan analisis kompaksibilitas. Campuran terakhir kemudian dikempa menjadi tablet dan
dilakukan uji disolusi dan kekerasan tablet.

Karakterisasi Granulasi dan Tablet

1. Ukuran Partikel
Distribusi ukuran partikel dari granul kering diukur dengan analisis pengayakan,
menggunakan alat Allen Bradley Sonic Sifter, yang memiliki 6 tipe pengayak (#US 30,
40, 60, 80, 140, 270) dan pan. Pengukuran dilakukan dengan menguji 5 gram sampel
dengan setting getaran 5, pengayak 5 buah dan dilakukan selama 5 menit.
2. Porositas
Distribusi volume pori-pori dari granulasi ditenukan dengan alat Mercury Intrusion
Potensiometri dengan menggunakan 400 mg sampel. Setiap fase dan kumulatif dari
volume pori ditentukan pada tekanan yang berbeda berkisar 1 – 60.000 psi. Yang
dianalisis adalah data yang memiliki ukuran pori antara 0.1 – 10 µm.
3. Aliran
Aliran diukur menggunakan Erweka tester dengan menempatkan 30 gram sampel pada
hopper 200 mL, dengan stirring level pada level 2. Ujung bawah hopper berdiameter 11.3
mm, dan hasilnya adalah rata-rata dari 3 replikasi.
4. Kompaktibilitas
Data kompaktibilitas didapatkan dengan menggunakan alat Stylcam compaction
simulator. Alat ini menggunakan sebuah tool piringan rata berdiamater 11.28 mm dengan
settingan alat putar langsung. Pengukuran dilakukan dengan mengompres 3 tablet 400 mg
pada 5 fraksi solid yang berbeda yang berkisar antara 0.75 – 0.95. Data yang dilaporkan
adalah rata-rata dari 3 replikasi. Untuk perhitungan fraksi solid, ketebalan tablet diukur
dengan alat Mitutoyo Digimatic. Untuk pengukuran disolusi, campuran akhir dari
masing-masing batch dikompres menjadi tablet 100 mg dengan kekerasan 7SCU dan
dikempa dengan bentuk round concave 15/64”
5. Disolusi
Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan 900 mL larutan natrium fosfat 0.05M pH
6.8, dengan 0.05% SDS pada suhu 37oC, dengan metode apparatus 2 (paddle), kecepatan
putar 75 rpm. Sampel diambil pada waktu ke-10, 20, 30, 45 dan 60 menit dan dianalisis
dengan HPLC dengan panjang gelombang 280 nm. Data adalah rata-rata ± SD dengan n =
3 sampel. Data dinormalkan ke 100% terdisolusi pada 60 menit.
6. Metode Statistik
Dalam studi sebelumnya, sebuah studi DoE factorial dilakukan pada skala 1-L
menggunakan tiga proses parameter – kecepatan impeller (4.0, 4.75 dan 5.5 m/s), waktu
pembahasan massa (30, 60 dan 90 s), dan jumlah air (20%, 30%, dan 40% w/w). Setiap
parameter, dalam DoE divariasi dalam 2 level yaitu rendah dan tinggi, dengan 4 replikasi
pada titik tengah. Pada penelitian ini, data dari jurnal acuan digunakan untuk membuat
model statistika dengan menggunakan software JMP 8.0 untuk memprediksi porositas dan
kisaran kompaksi pada proses skala 1-L.

HASIL
Stage 1 – Pemilihan Jumlah Air pada Skala 1-L
Stage 1 ini menguji 3 batch dari produksi skala 1-L, dengan variasi jumlah air yaitu 20%,
32% dan 40% w/w, dengan kecepatan impeller dan waktu pembasahan dibuat tetap yaitu
4.8 m/s dengan waktu 30 s. Hasil karakterisasi ditampilkan berdasarkan urutan: karakter
granul (ukuran partikel, dan porositas granul), campuran akhir (aliran dan kompatibilitas),
dan tablet (disolusi).
PSD (Particle Size Distribution) dari Granul yang Belum di-Milling
Ditunjukkan dari Figure 1a, di mana ditemukan adanya tren penurunan fines (partikel
dengan ukuran < 100 µm) dan peningkatan partikel besar dengan adanya penambahan
jumlah air. Sedangkan, diameter rata-rata geometris untuk granul yang di-milling
meningkat dari 123 menjadi 194 µm ketika jumlah air ditingkatkan dari 20% (w/w)
menjadi 40% (w/w).

Porositas dari Granul yang Belum di-Milling


Ditunjukkan dari Figure 1b, porositas granul menurun dengan adanya penambahan
jumlah air (20%, 32%, dan 40% w/w). Batch yang digranulasi menggunakan air dengan
jumlah terbanyak (40%, w/w) menunjukkan bahwa porositas granul menurun
dibandingkan dengan batch yang penambahan airnya rendah dan sedang (20% dan 32%,
w/w).
Aliran pada Campuran Akhir
Aliran pada campuran akhir memiliki nilai yang dapat diterima (> 7.0 g/min) untuk
semua batch, namun parameter ini kurang sensitif pada perubahan penambahan jumlah
air. Untuk alasan ini, parameter aliran tidak akan dievaluasi lagi sebagai respon pada studi
selanjutnya.

Kompaktibilitas pada Campuran Akhir


Kompaktibilitas campuran dievaluasi dengan penentuan nilai tensile strength vs kekuatan
pengompresan. Kompatibilitas merupakan parameter yang cukup sensitif terhadap adanya

perubahan jumlah penambahan air. Batch yang ditambahkan paling banyak air (40%,
w/w) memiliki tensile strength paling rendah dengan kekuatan pengompresan yang
diberikan, hal ini mengindikasikan kemampuan granul untuk ditablet berkurang jika
ditambahkan banyak air (range paling tinggi dalam studi ini). Profil kompaktibilitas
batch yang ditambahkan air dengan jumlah sedang (32%, w/w) memiliki perbandingan
yang tipis dengan profil batch yang ditambahkan air dengan jumlah sedikit (20%, w/w),
dan profil keduanya masih lebih tinggi dibandingkan profil batch yang ditambahkan air
dengan jumlah paling banyak. Maka dengan kata lain, kemampuan granul untuk ditablet
tetap dan tidak berubah selama jumlah penambahan air berkisar pada range 20% - 32%
(w/w), namun akan menurun signifikan dengan penambahan jumlah air pada range 32% -
40% (w/w).

DISOLUSI

Profil disolusi diperoleh untuk tablet yang dikompresi dengan kekerasan yang sama
dari campuran akhir granulasi diproduksi dengan jumlah air yang berbeda. Disolusi obat
menjadi lebih lambat dengan meningkatnya jumlah air selama granulasi (Gambar 2b).
Jumlah air telah diamati menjadi faktor yang terpenting untuk mengendalikan
pembentukan granul, air mengaktifkan pengikat dalam formulasi yang membasahi partikel
pengikat kering. Dengan sendirinya, air bertindak sebagai pengikat yang memfasilitasi
koalesensi pada kollisi atau tumbukan partikel dan sebuah pelumas yang mengurangi gesekan
antarpartikel. Dalam penelitian ini, pengaruh air sendiri dapat diamati dengan
membandingkan batch skala 1-L, dimana jumlah airnya bervariasi sekaligus menjaga
impeller speed dan waktu massa pembasahan.

Pada jumlah air meningkat, peningkatan ukuran partikel dan penurunan porositas
partikel kecil yang tidak terisi (Gambar 1) menunjukkan dampak jumlah air pada tingkat dari
pembentukan partikel dan densifikasi pada saat pergeseran yang sama ( impeller speed yang
sama, waktu granulasi, dan waktu pencampuran basah) telah diaplikasikan Dampak seperti
itu dibawa melalui Proses-batch digranulasi dengan jumlah air tertinggi (40%, w / w)
menunjukkan pencampuran tablet akhir terendah dan disolusi tablet paling lambat (Gambar .
Berdasarkan hasil batch skala 1-L, tingkat air 32% dan 40% (w / w) dipilih sebagai target
dan tingkatan air tertinggi untuk mengevaluasi aturan peningkatan skala / scale up. Air 32%
(w / w) dipilih untuk mewakili pengamatan scale up yang dioptimalkan dan proses granulasi
basah yang rebas, sedangkan air 40% (w / w) dipilih untuk mewakili suatu proses dengan
sensitivitas yang relatif tinggi untuk perubahan parameter proses.

Tahap 2-Evaluasi Aturan Scale-Up

Pada percobaan Tahap 2, proses granulasi yang dipilih adalah hingga skala 10-L skala.
Parameter proses dan Hasil karakterisasi batch skala 1-L dan 10-L adalah tercantum dalam
Tabel 4 dan 5 untuk masing-masing jumlah air 32% dan 40% (w / w). Hasil karakterisasi
(termasuk porositas dan ukuran partikel granul, kinerja pemadatan campuran akhir, dan
disolusi tablet).

Distribusi Ukuran Partikel Granul Unmilled

Persamaan (1), nilai rendah dari n sesuai dengan impeller speed yang tinggi pada
skala yang lebih besar. Pada 40% (w / w), batch 10-L menunjukkan Ukuran partikel sedikit
lebih kecil dari pada batch 1-L. Jumlah tip(partikel berukuran <100 µm) meningkat dengan
meningkatnya kecepatan impeller atau penurunan nilai n. Skala batch 10-L ditingkatkan
dengan mempertahankan bilangan bulat konstan (n = 0,5) menunjukkan jumlah tip tertinggi
(11%, w / w, lebih dari Batch 1-L). Batch 10-L diberi skala dengan aturan waktu pembasahan
menunjukkan ukuran partikel yang sama dengan aturan kecepatan konstan (n = 1).

Sebuah impeller kecepatan tinggi menyebabkan partikel bergerak lebih cepat di dalam
granulator, menunjukkan tabrakan partikel-partikel. Sebaliknya, impeller yang meningkat
kecepatannya juga dapat meningkatkan gesekan di antara partikel besar dan menghasilkan
lebih banyak partikel kecil. Dalam penelitian ini, persentase partikel kecil meningkat saat
bertambahnya Froude Number konstan, menunjukkan bahwa efek gesekan menjadi semakin
dominan ketika proses scalling up oleh aturan ini.
Perbedaan antara peraturan peningkatan menjadi lebih kecil lagi untuk batch dengan
jumlah air 32% (b / b) (Gambar 3a). Ukuran partikel untuk batch 32% (w / w) air jumlah
umumnya dapat dianggap comparable/sebanding.

Porositas Granul Unmilled

Untuk batch yang digranulasi dengan jumlah air 40% (w / w), granul porositas
meningkat bila diukur dari 1-L sampai 10-L dengan aturan konstan kecepatan tip impeller (n
= 1) (Gambar 4b). Saat konstan Aturan angka (n = 0,5, kecepatan impeller meningkat pada
10-L skala) diterapkan, porositas dari batch skala 10-L menurun dan menjadi lebih sebanding
dengan skala 1-L batch.

Dalam percobaan terpisah, batch skala 10-L dibuat dengan air 32% (w / w)
menggunakan campuran basah yang lebih lama dari biasanya waktu, dimana sampel butiran
diambil dalam ukuran kecil jumlah ( 20 g) pada titik waktu yang berbeda: 0, 30, 90, dan 270
s. Sampelnya adalah tray-dried dan diuji oleh MIP. Gambar 5 menunjukkan bahwa porositas
granul tetap tidak berubah dalam tahap pertama 30 s massa basah, periode pertumbuhan
granula utama terjadi seperti yang ditunjukkan oleh data ukuran partikel dari 10-L batch.

Percobaan ini menunjukkan pengaruh perubahan kecil pada waktu penggumpalan


basah pada struktur mikro butiran dan menegaskan hipotesis bahwa porositas granul yang
diinginkan (dan ukuran) dapat dicapai, tanpa mengubah kecepatan tip impeller, pemilihan
proses untuk waktu pembasahan yang tepat.
Compaction performance dari campuran akhir
Hasil pada batch dengan kadar air 40% (b/b) skala 1-L digunakan sebagai patokan
untuk batch dengan skala 10-L yang discalling up dengan aturan froude number maupun
aturan wet massing time. Hasilnya, tabletability (Gambar c) dan kompaktibilitas (Gambar d)
menunjukkan trend yang sangat konsisten.

Aturan kecepatan impeller tip yang konstan menghasilkan granul yang memiliki performa
kompaksi yang lebih tinggi pada 10-L, sesuai dengan porositas granul yang lebih tinggi pada
batch tersebut. Profil kompaksi pada skala yang berbeda menyimpang lebih banyak pada
kekuatan yang lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena porositas granul yang rendah
mencapai plateau (batas jenuh) dari kekuatan tensile strenght yang tertinggi dibandingkan
dengan porositas granul yang tinggi, dimana struktur yang lebih berpori membutuhkan
tensile strenght yang lebih tinggi. Pada skala 10-L kecepatan impeller tip yang digunakan
lebih tinggi (n = 0,8 atau 0,5) atau digunakan wet massing time yang lebih lama, hasilnya
tabletability rendah (membutuhkan energi rendah untuk di tablet) dan mendekati skala 1-L,
mengikuti tren yang sama seperti pada porositas granul. Pada batch dengan kadar air 32%
(b/b), performa kompaksi pada skala 10-L memiliki hasil yang hampir sama antara aturan
froude number maupun aturan wet massing time (Gambar 6a dan 6b).

Disolusi
Hasil disolusi dianggap tidak berbeda secara signifikan pada kedua skala. Profil
disolusi batch skala 1-L sedikit lebih rendah dibandingkan dengan batch skala 10-L pada
jumlah air yang sama (Gambar 7), sesuai dengan pengamatan porositas granul yang rendah
pada batch skala 1-L. Aturan froude number n=0,5 dihitung untuk memperlambat disolusi
pada skala 10-L dan mengurangi perbedaan antara batch 1-L dan 10-L. Perbedaan tersebut
lebih jelas terlihat pada batch dengan air 40% (b/b) daripada 32% (b/b), serupa dengan yang
hasil sifat granul lainnya seperti PSD, tabletability, dan porositas.

Korelasi antara porositas – tabletability – disolusi


Perbedaan porositas granul akan mempengaruhi CQA suatu batch dalam downstream
processes yang mengakibatkan batch dengan porositas granul yang rendah akan
membutuhkan energi yang rendah untuk ditablet (tabletability yang rendah) dan disolusi yang
lebih lambat. Korelasi antara porositas granul, kompaksi, dan disolusi pada skala 10-L
dengan perubahan impeller tip speed atau wet massing time ketika metode scale up yang
diterapkan berbeda memiliki hasil yang serupa dengan korelasi antara porositas granul,
kompaksi, dan disolusi yang diamati pada skala 1-L pada jumlah air yang sama.
Scale Up 65-L
Untuk memverifikasi pengamatan yang dilakukan pada skala 10-L, dua batch 40%
(b/b) diproduksi pada skala 65-L menggunakan froude number rule dan wet massing time
rule. Pada skala 65-L, kemampuan pentabletan yang serupa dicapai dengan waktu
pembasahan 100 detik menggunakan aturan impeller tip speed yang konstan (tabel 3),
dibandingkan dengan aturan wet massing time 60 detik pada 10-L (Gambar 8). Bila dengan
aturan froude number, impeller tip speed meningkat lebih jauh pada skala 65-L (sampai 8,9
m/s) ketika mempertahankan wet massing time yang konstan.

Tabletability dari batch skala 65-L lebih rendah dari pada batch 10-L yang juga di
scale up dengan aturan Froude number yang konstan, dan mendekati skala 1-L. Hasil
tabletability yang berbeda antara kedua kelompok pada skala 65-L menunjukkan perbedaan
kecil antara aturan froude number dan aturan the wet massing time rule dalam melihat shear
energy – dengan meningkatkan shear force (impeller tip speed meningkat) selama durasi
yang konstan dan dengan meningkatkan durasi di mana shear force yang konstan diterapkan.
Gambar di atas menunjukan seluruh parameter proses memberikan dampak pada porositas
(densifikasi granul) dengan arah yang sama, ditunjukkan dengan slope negatif dari garis tren
yang menghubungkan data dari skala yang sama (a-c). Oleh karena itu, dengan meningkatkan
ketiga parameter proses tersebut-kecepatan impeller tip, waktu pembasahan, atau jumlah air
(w/w%)-akan memberikan dampak yang sebanding pada granulasi. Ini berhubungan dengan
efek parameter proses terhadap kemampuan untuk ditablet (slope negatif pada gambar d-c).
Tren yang konsisten ini mengindikasikan korelasi prositas-kompaksi-disolusi yang telah
didiskusikan pada bagian Hasil, karena densifikasi granul (penurunan prositas) memiliki
dampak yang kuat terhadap performa downstream-nya. Hasil ini menunjukkan pentingnya
untuk memantau dan mengontrol porositas granul sebagai in-process material quality
attribute.
Gambar tersebut juga menunjukkan pada ketiga parameter proses, porositas granul dan
kemampuan untuk ditablet dari campuran akhir skala 10-L lebih tinggi daripada skala 1-L. ini
menunjukkan partikel kurang tergranulasi apabila seluruh parameter proses dijaga tetap
konstan selama scale-up. Pada gambar a dan b, panah vertikal dari data 1-L ke data 10-L
menunjukkan rute scale-up. Panah vertikal menunjukan seluruh parameter proses dijaga tetap
konstan pada seluruh skala, menghasilkan porositas granul dan kompaksi yang lebih tinggi.
Panah horisontal menunjukan kecepatan tip atau waktu pembasahan ditingkatkan pada skala
yang lebih besar untuk mencapai porositas granul dan performa kompaksi yang sebanding
pada seluruh skala. Kecepatan impeller tip yang konstan dapat mempertahankan kesamaan
kinematis pada skala yang berbeda dengan menghasilkan besar shear flow partikel internal
yang sebanding, tetapi tidak dapat menjaga kesamaan dinamis karena energi tabrakan partikel
kumulatif per unit waktu menurun secara signifikan seiring dengan meningkatnya skala.
Nakamura et.al. menyatakan kesamaan dinamis dapat dicapai dengan meningkatkan waktu
pembasahan ketika scale-up, untuk mencocokan energi tabrakan partikel kumulatif per unit
waktu pada seluruh skala.
Penelitan ini menunjukan kinetik dari densifikasi granul sangat cepat selama waktu
pembasahan, dapat dikarenakan adanya air di dalam sistem. Rekhi et.al. merekomendasikan
untuk menjaga kecepatan impeller tip tetap sama (dalam m/s) pada berbagai skala dan
mengubah waktu pembasahan berdasarkan rasio terbalik dari kecepatan impeller dalam rpm,
dengan tujuan untuk menjaga jumlah rotasi impeller tetap sama. Pada penelitian ini dapat
dilihat, porositas granul yang sebanding dapat dicapai ketika waktu pembasahan ditingkatkan
dari 30 detik untuk skala 1-L menjadi 60 detik untuk skala 10-L sambil menjaga kecepatan
impeller tip dan jumlah air tetap konstan (gambar b).
Penelitian ini mengevaluasi berbagai aturan scale-up dengan sebuah persamaan, antara lain
aturan bilangan Froude (n=0.5), aturan kecepatan tip konstan (n=1), dan aturan shear konstan
(n=0.8). Ketika seluruh parameter lain dijaga konstan, kecepatan impeller tip konstan
menghasilkan granul dengan ukuran yang sedikit lebih kecil dan porositas yang lebih tinggi
pada skala 10-L, membuat densifikasi dan pembentukan granul berkurang dibandingkan
dengan 1-L. Ketika digunakan kecepatan impeller yang lebih tinggi dengan menggunakan
aturan empirical stress atau aturan bilangan Froude konstan, sifat granul menjadi lebih
sebanding pada seluruh skala.
Kemiripin gambar a dan b menunjukkan bahwa keberhasilan scale-up, partikel perlu
mendapat shear stress yang sama dengan yang didapatkan pada skala kecil. Hal ini dapat
dicapai menggunakan kecepatan impeller yang lebih tinggi (aturan bilangan Froude) atau
dengan menggunakan kecepatan impeller yang sama, tetapi waktu pembasahan ditingkatkan
pada skala yang lebih besar. Salah satu kesulitan menggunakan aturan bilangan Froude
adalah aturan ini mungkin membutuhkan kecepatan impeller yang tidak dapat dicapai oleh
mesin granulator. Ketika hal ini terjadi, maka aturan waktu pembasahan dapat digunakan
sebagai alternatif untuk scale-up.

KESIMPULAN
Studi ini menyelidiki efek parameter proses granulasi terhadap atribut mutu produk obat.
Berbagai aturan scale-up diselidiki menggunakan formulasi obat dosis rendah pada produksi
skala lab dan pilot. Dalam studi ini ditemukan bahwa parameter proses yang disesuaikan
berdasarkan (1) bilangan Froude konstan pada waktu pembasahan yang sama dan (2)
penambahan waktu pembasahan pada kecepatan impeller tip yang konstan (n=1)
menghasilkan granul yang sebanding pada seluruh skala. Kedua pendekatan meningkatkan
jumlah energi yang diberikan pada serbuk di skala yang lebih besar, baik dengan mencampur
pada kecepatan tip yang lebih tinggi dibandingkan pada skala 1-L atau mencampur pada
kecepatan tip yang sama tetapi dengan durasi yang lebih lama.
Sebagai tambahan, porositas granul berhubungan baik dengan kompaksi campuran akhir dan
disolusi tablet. Oleh karena itu, sangat penting untuk memantau dan mengontrol porositas
granul sebagai tambahan untuk atribut granul yang biasa digunakan, seperti distribusi ukuran
partikel, sifat alir, densitas dan daya lekat.

Anda mungkin juga menyukai