Anda di halaman 1dari 16

STRUMA

A. Definisi

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam

jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat,

gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun, mata membesar, penyakit

ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease)

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara

klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.

Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma

Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh

sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah

sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar. Struma endemik

adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang

kurang dalam waktu yang lama

B. Anatomi Dan Fisiologi Struma

Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri

atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik

jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan

tiga.Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium

membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.


Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara

kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior

hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis

dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid. Apabila terjadi

penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH

dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid:

Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan

Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.

1. Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid:

a. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3)

berikatan dengan reseptornya di inti sel.

b. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan

ATP (adenosin trifosfat) meningkat.

c. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.

d. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa

janin.

2. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:

a. A. thyroidea superior (arteri utama)

b. A. thyroidea inferior (arteri utama)

c. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta

atau A. anonyma.

3. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:

a. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).

b. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).

c. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).


Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: Jalinan kelenjar getah bening

intraglandularis dan Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis. Kedua

jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju

ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini

diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.

4. Persarafan kelenjar tiroid:

a. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

b. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang

N.vagus). N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi,

akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).

Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:

a. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi

suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk

kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus

dilatih).

b. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang

berjauhan.

C. Etiologi

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan

faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

a) Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang

kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah

pegunungan.
b) Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

c) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,

kacang kedelai).

d) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

e) Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi,

kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan

nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan

dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut

D. Klasifikasi Struma

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi

sebagai berikut :

1. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma

nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan

bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan

lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan

benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler

toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme

karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam

darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok

eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak

ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari


oleh pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang

berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor

tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon

tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan

turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini

cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.

Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa

penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir

yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma

dan dapat meninggal.

2. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi

struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik

disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai

simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di

daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang

menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar

tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma

nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut

struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda

dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita

tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,

penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan

keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu

penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non

toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai

dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium

yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan

prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan

endemik berat di atas 30 %.

E. Manifestasi Klinis

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.

Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup

besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi

dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.

Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan

meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-

debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya

kenyal.

2. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)

3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3

(triyodotironin) dalam batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11

4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya

nodul.

5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang

hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman

6. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :

a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

H. Penatalaksanaan

1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah

endemik sedang dan berat.

2. Edukasi

Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan

memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.


3. Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik

diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak

di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

4. Tindakan operasi (strumektomi)

Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi

bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ

sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.

5. L-tiroksin selama 4-5 bulan

Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan

pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila

tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.

6. Biopsy aspirasi jarum halus

Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm.


ASUHAN KEPERAWATAN STRUMA

A. Pengumpulan Data

a. Identifikasi klien.

b. Keluhan utama klien

Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan

menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan

pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.

c. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin

membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan

trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.

d. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit

gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

f. Riwayat psikososial

Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga

ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis

dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang

berubah.
b. Kepala dan leher

Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post

operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup

dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu

diobservasi dalam dua sampai tiga hari.

c. Sistim pernafasan

Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari

anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.

d. Sistim Neurologi

Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan

ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.

e. Sistim gastrointestinal

Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung

akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi

yang hilang.

f. Aktivitas/istirahat

Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.

g. Eliminasi

Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

h. Integritas ego

Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.

i. Makanan/cairan

Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,

makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.


j. Rasa nyeri/kenyamanan

Nyeri orbital, fotofobia.

k. Keamanan

Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium,

suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan,

rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan

berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat

parah.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik

2. Hambatan komunikasi verbal b.d defek orovaring

3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif

4. Gangguan citra tubuh b.d penyakit

5. Ansietas b.d stresor

6. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi

D. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik

 Tujuan : Rasa nyeri berkurang

 Kriteria hasil : Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku

yang menunjukkan adanya nyeri.


 Rencana tindakan

a. Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil

b. Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.

c. Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada

saat alih posisi .

d. Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.

e. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

2. Hambatan komunikasi verbal b.d defek orovaring

 Tujuan : Anxiety self control, Sensory function: hearing, vision, Fear

sef control

 Kriteria hasil :

 Komunikasi: penerimaan, intrepretasi dan ekspresi pesan lisan, tulisan, dan

non verbal meningkat

 Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan atau

non verbal yang bermakna

 Pengolahan informasi : klien mampu untuk memperoleh, mengatur, dan

menggunakan informasi

 Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap

ketidakmampuan berbicara

 Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial

 Rencana tindakan:

a. Kaji pembicaraan klien secara periodik

b. Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak

c. Kunjungi klien sesering mungkin

d. Ciptakan lingkungan yang tenang.


e. Dengarkan dengan penuh perhatian

f. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar, daftar kosakata

bahasa asing, computer, dan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dua

arah yang optimal

g. Berikan pujian positive jika diperlukan

h. Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi

(bahasa isyarat)

3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif

 Tujuan : Immune Status, Knowledge : Infection control, Risk control

 Kriteria hasil :

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi

penularan serta penatalaksanaannya,

 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal

 Menunjukkan perilaku hidup sehat

 Rencana tindakan

a. Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu, denut jantung, drainase, penampilan

luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)

b. Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

c. Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolute,

hitung jenis, protein serum, albumin)

d. Amati penampilan praktek hygiene personal untuk perlindungan terhadap

infeksi
e. Jelaskan pada ppasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan

resiko terhadap infeksi

f. Instruksikan untuk menjaga personal hygiene

g. Jelaskan manfaat dan rasional serta efek samping imunisasi

h. Berikan pasien dan keluarga metode untuk mencatat imunisasi

i. Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar

j. Berikan terapi antibiotic, bila diperlukan


DAFTAR PUSTAKA

Guyton, C. Arthur. 2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen

of Physiology and Biophysis. Jakarta: EGC

Carpenito L Y. 2009. Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Junadi, Purnawan. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III. Jakarta: FKUI

Long, Barbara C. 2008. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC Price

Anda mungkin juga menyukai