Demam tifoid meruopakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi sistemik
Salmonella thypi. Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan
dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan
biakan kuman untuk konfirmasi.
Sembilan puluh enam persen (96 %) kasus demam tifoid disebabkan S.typhi, sisanya disebabkan
S.paratyphi. Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati lambung kuman mencapai
usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus
(plaque Peyeri). Kuman ikut aliran limfe mesenterial ke sirkulasi darah (bakteremia primer) mencapai
jaringan RES (hepar,lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia
sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal).
Masa inkubasi 10-14 hari.
Diagnosis
Anamnesis
- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama,
minggu kedua demam terus menerus tinggi.
- Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepalam nyeri perut, diare
atau konstipasi, muntah, perut kembung.
- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.
Pemeriksaan fisis
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran menurun,
delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu dibagian tengah kotor dan bagian pinggir
hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegaly. Kadang-kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
Pemeriksaan penunjang
Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defesiensi Fe, atau
perdarahan usus
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
Limfositosis relatif
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
- Pemeriksaan serologi:
Serologi Widal: kenaikan siter S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase
konvalesens
Kadar igM dan igG (Typhi-dot)
- Pemeriksaan radiologik:
Tatalaksana
- Antibiotik
Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis
selama 10-14 hari
Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral atau intravena, selama 10 hari
Kotrimoksasol 6 mg/kgbb.hari, oral, selama 10 hari
Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, intravena atau intramuskular, sekali sehari, selama 5 hari
Sefiksim 10mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari
Bedah
Suportif
- Tirah baring
- Isolasis memadai
Terutama pada demam tinggi, muuntah, atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori
diberikan melalui sonde lambung
Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan kadar
natrium rendah
Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan
Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2
Pelihara keadaan nutrisi
Pengobatan gangguan asam dan elektrolit
- Antipiretik, diberikan apabila demam >39°C, kecuali pada pasien dengan riwayat kejang demam
daoat diberikan lebih awal.
- Diet
- Transfusi darah: kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi usus
Pemantauan
Terapi
- Evaluasi demam dengan monitor suhu. Apabila pada hari ke-4-5 setelah pengobatan demam tidak
reda, maka harus segera kembali dievaluasi adalah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.typhi
terhadap antibiotikm atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis.
- Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.
Penyulit
- Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna: suhu menurun, nyeri abdomen
muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun sampai menghilang defance musculaire
positif, dan pekak hati menghilang