Anda di halaman 1dari 26

TUGAS RADIOLOGI

Pembimbing:
Dr.Karyanto, Sp.Rad

Oleh:
Hanifah Hanum
1618012077

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
1. Prinsip dasar terjadinya sinar X sampai menjadi foto rontgen (ceritakan
dan gambar)

Sinar X :adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan


gelombang radio, panas, cahaya sinar ultraviolet, tetapi mempunyai panjang
gelombang yang sangat pendek sehingga dapat menembus benda-benda.
Sinar X ditemukan oleh sarjana fisika berkebangsaan Jerman yaitu
W. C. Rontgen tahun 1895

Sifat-sifat sinar X :
 Mempunyai daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan
dengan daya tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses
radiografi.
 Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang
gelombang yang kelihatan
 Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film
setelah diproses di kamar gelap.
 Mempunyai sifat berionisasi.Efek primer sinar X apabila mengenai suatu
bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan zat
tersebut.
 Mempunyai efek biologi. Sinar X akan menimbulkan perubahan-
perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini digunakan dalam
pengobatan radioterapi.

Proses Terjadinya sinar X


1) Di dalam tabung roentgen ada katoda dan anoda dan bila katoda (filament)
dipanaskan lebih dari 20.000 derajat C sampai menyala dengan
mengantarkan listrik dari transformator,
2) Karena panas maka electron-electron dari katoda (filament) terlepas,
3) Dengan memberikan tegangan tinggi maka electron-elektron dipercepat
gerakannya menuju anoda (target),
4) Elektron-elektron mendadak dihentikan pada anoda (target) sehingga
terbentuk panas (99%) dan sinar X (1%),
5) Sinar X akan keluar dan diarahkan dari tabung melelui jendela yang
disebut diafragma,
6) Panas yang ditimbulkan ditiadakan oleh radiator pendingin.

Sinar-X dari proces kejadiannya, dikelompokan menjadi 2 yaitu :

1. Sinar-X Brehmsstrahlung
Electron dengan kecepatan tinggi (karena ada beda potensial 1000 Kvolt) yang
mengenai target anoda, electron tiba-tiba akan mengalami pelemahan yg sangat
darastis oleh target sehingga menimbulkan sinar-x, sinar-x yg terjadi dinamakan
“sinar-x brehmsstrahlung” or “braking radiation”. Pada waktu muatan
(electron) yang bergerak dengan kecepatan tinggi (mengalami percepatan), karena
adanya beda potensial, muatan (electron) akan memancarkan radiasi
elektromagnetik dan ketika energy electron cukup tinggi maka radiasi
elektromagnetik tersebut dalam range sinar-x.Sinar-x jenis ini tidak dipergunakan
untuk XRD (X-Ray Difraction)
2. Sinar-x karakteristik
Electron dari katoda yang bergerak dengan percepatan yg cukup tinggi, dapat
mengenai electron dari atom target (anoda) sehingga menyebabkan electron
tereksitasi dari atom, kemudian electron lain yang berada pada sub kulit yang
lebih tinggi akan mengisikekosongan yang ditinggalkan oleh electron tadi, dengan
memancarkan sinar-x yang memiliki energy sebanding dengan level energy
electron. Karena sinar-X karakteristik memiliki Panjang gelombang tertentu yang
dapat difilter, maka jenis ini banyak diaplikasikan untuk XRD (X-RAy
Diffraction) dalam menentukan struktur material
2. Sebutkan diagnosis banding gambaran putih pada foto thorax!

No Diagnosis Banding Gambaran radiologis


1 Pneumonia Peningkatan corakan bronkovaskular, infiltrat kecil dan
halus yang difus, konsolidasi lobar atau segmental,
hiperareasi, peribronchial cuffings, air bronchogram
2 Tuberkulosis Fokus Gohn, kompleks primer, kalsifikasi, konsolidasi,
kavitasi, penebalan pleura, infiltrat, milier
3 Efusi pleura Lesi opak homogen yang mengikuti gravitasi, sinus
costophrenicus menumpul, pergeseran mediastinum ke
kontralateral, pelebaran ICS
4 Bronkitis Peningkatan corakan bronkovaskular, trains line, air
bronchogram, jantung tear drop, infiltrat peribronkial,
hiperlusensi bilateral, ICS melebar, diafragma letak
rendah dan mendatar
5 Tumor pulmo Lesi opak homogen (jinak) atau inhomogen (ganas),
ireguler, pembesaran lymphonodi perihiler atau
paratrakeal, pergeseran mediastinum ke kontralateral
6 Edema pulmo Bat’s wing appearance, peningkatan corakan
bronkovaskular, pelebaran atau penebalan hilus, fibrosis
intersitisial
7 Atelektasis Tenting diafragma, pergeseran mediastinum ke
ipsilateral, ICS menyempit, berkurangnya volume areasi
8 Abses pulmo Kavitasi tunggal atau multipel dengan konsolidasi di
sekitarnya, air fluid level
9 Empiema Sudut kostofrenikus tumpul, lesi opak homogen konveks,
air fluid level, kavitasi, mediastinum terdorong ke
kontralateral
10 Sindrom Loffler 8enunjukkan bayangan kurang opak, dapat satu atau
ganda, unilateral atau bilateral.
11 Siderosis Bayangan noduler dengan densitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jaringan fibrotik dan mempunyai
batas tegas, tidak ada pembesaran kelenjar hilus
12 Asbetosis Penebalan pleura disertai fibrosis paru, biasanya di
lapangan paru batas, terutama paru kiri sekitar
parakardial yang menutupi batas jantung kiri kadang
ditemukan pembesaran kelenjar hilus.
13 Karsinoma bronkus Masa berlobulasi namun kadang dengan tepi rata
pembesaran kelenjar hilus, efusi pleura, daerah yang
kolaps/konsolidasi kavitas ditemukan 1/3 kasus dengan
lusensi udara di bagian sentral, adanya batas
udara/cairan, dan suatu dinding dengan ketebalan
bervariasi.
14 Tumor pleura Tumor primer yang jinak jarang, dapat berupa lipoma,
fibroma, hemangioma, neurofibroma, memberikan
bayangan massa dinding thoraks. tumor primer ganas,
mesotelioma, cepat membesar sering disertai dengan
pembentukan cairan rongga
15 Metastasis pulmonal Paru : Lesi opak bulat, berbatas jelas, multipel dengan
berbagai ukuran pada lapangan paru. kavitas kadang
terlihat. Pleura : tampak sebagai lesi massa kelenjar

3. Sebutkan diagnosis dan diagnosis banding gambaran lusen sebanyak 10


beserta dengan gambaran radiologisnya

No Diagnosis Banding Gambaran radiologis


1 Pneumothoraks Hiperlusensi unilateral, mediastinum terdorong ke arah
kontralateral, ICS melebar, corakan bronkovaskular
menghilang
2 PPOK Hiperlusensi bilateral, ICS melebar, diafragma letak
rendah dan lebih datar, thoraks berbentuk silindris
3 Emfisema Hiperlusensi, Barrel chest, diafragma letak rendah dan
mendatar, corakan bronkovaskular berkurang, bayangan
jantung kecil
4 Bronkiektasis Honey comb appearance, peningkatan corakan
bronkovaskular, infiltrat multipel pada paru bagian basal
5 Flail chest Kontusio paru, fraktur costae multipel
6 Stenosis pulmonal Pengurangan corakan bronkovaskular, tidak ada
kardiomegali, apeks jantung terangkat (boot-shaped)
7 Idiopatic Emfisema dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan
hiperluscent gambaran bronkiektasis tanpa penambahan ukuran paru.
8 Bula emfisematosa Terdapat area fokal dengan gambaran radioluscent yang
dapat dilihat dengan jelas karena dilapisi oleh sebuah
dinding tipis. fluid level memungkinkan adanya infeksi di
dalam bula. karakteristik dalam foto thoraks lain ialah
paru yang hiperekspansi dengan pendataran kedua
hemidiafragma
9 Kista pulmo Lesi opak bulat dengan bagian dalam lusen tampak
berdinding tipis dengan ukuran yang bervariasi baik
tunggal maupun multipel/polikistik
10 Tension Pada foto Inspirasi, paru kanan semuanya kolaps, tetapi
pneumothoraks mediastinum berada di tengah. Pada foto ekspirasi, udara
terjebak di hemithoraks kanan di bawah tekanan positif,
jantung dan paru kiri tertekan kearah kiri

4. Klasifikasi tuberkulosis
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis,
yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif
ii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif
iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteriadiagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
i. Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
ii. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
iii. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT
iv. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk
berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya
proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
i. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
ii. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier,
perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik.

5. patofisiologi dan gambaran radiologis pada TB anak

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis.


Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat
menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan
tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan
makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang
atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di
dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh
dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan
10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian
pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

Gambaran Rontgen TB Primer Pada Anak


Foto thoraks yang khas adalah :
- Fokus primer
- Limfadenitis pada trakhea
- Limfangitis
Foto thoraks yang jelas :
- TB milier
- Bronkhogenic Spread
Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik
tunggal

Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis.


Gambaran radiologis paru yang biasanya di jumpai pada tuberkulosis paru:
1.Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2.Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3.Penyebaran milier.
4.Penyebaran bronkogen
5.Atelektasis
6.Pleuritis dengan efusi.

Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat di


agnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.
Gambar 1. terbentuk bayangan cavitas, yaitu bayangan berbentuk cincin tipis.
Bentukan itu seperti rongga dalam jaringan paru yang disebut cavitas.

Pada anak, lesi pada paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer
dekat pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding bagian
lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan
tempat prediksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada
anak di banding orang dewasa.

Gambaran foto thoraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologis


pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto thoraks
yang normal (tidak terdeteksi secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan
diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung. Dengan
demikian, pemeriksaan foto thoraks saja tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier.

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai


berikut.

- Pembesaran segmental/lobar
- Konsolidasi segmental/lobar
- Milier
- Atelektasis
- Kavitas
- Efusi pleura
- Tuberkuloma.

Gambar 2. Komplikasi dan skuele infeksi TB paru Primer

Pada TB paru anak, ciri radiografi adalah berukuran relatif lebih besar dan
pentingnya limfadenopati dibandingkan dengan ukuran yang kurang signifikan
pada fokus parenkim. Adenopati selalu hadir dengan tuberkulosis pada anak,
tetapi tidak dapat dilihat oleh radiograf polos ketika temuan paru lainnya muncul.
Kebanyakan kasus TB paru pada anak, infiltrat ringan parenkim dan
limfadenopati resolusi secara spontan, radiografi dada tetap normal, dan anak
tanpa gejala. Pada beberapa anak, kelenjar getah bening hilus dan mediastinum
terus membesar dan dapat segera terlihat pada rontgen dada. Sumbatan sebagian
bronkus yang disebabkan oleh kompresi eksternal dari node membesar dapat
menyebabkan terperangkapnya udara, hiperinflasi, dan bahkan emfisema. Nodus
yang menempel dan menyusup ke dinding bronkus, caseum mengisi lumen
menyebabkan obstruksi lengkap. Hal ini menyebabkan atelektasis yang biasanya
melibatkan distal segmen lobar ke lumen terhambat. Yang dihasilkan bayangan
radiografi biasanya disebut runtuhnya-konsolidasi atau lesi segmental. Temuan ini
mirip dengan yang disebabkan oleh aspirasi benda asing; pada dasarnya, kelenjar
getah bening bertindak sebagai benda asing. Beberapa lesi segmental di lobus
yang berbeda dapat terlihat pada 25% anak-anak.

Gambar 3. Gambaran fokus Ghon pada lobus superior pulmo sinistra dan
limfadenopati parahilar sinistra

Temuan radiografi lainnya terjadi pada beberapa pasien. Kadang-


kadang, anak-anak memiliki gambaran lobar pneumonia tanpa muncul gambaran
limfadenopati. Jika infeksi semakin destruktif, pencairan parenkim paru
menyebabkan pembentukan rongga tuberkulosis berdinding tipis primer. Jarang
lesi bulosa terjadi di paru-paru yang mengarah ke pneumothoraks. Pembesaran
kelenjar getah bening subcarinal menyebabkan kompresi esofagus, dan jarang
fistula bronchoesophageal. Sebuah tanda tuberkulosis subcarinal adalah splaying
horizontal bronkus mainstem.
Gambar 4. Gambaran tuberkulosis yang khas

6. Patofisiologi dan gambaran radiologis pada oedem pulmo

Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi
timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan
tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel
yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks
ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya
adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan
banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran
hialin

1) Foto toraks
Menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda-
(2)
tanda bendungan paru, akibat edema intertsisial atau alveolar.
1. Garis Kerley A : Garis-garis memanjang dari hilus kea rah
perifer
2. Garis Kerley B : Garis-garis sejajar dari perifer
3. Garis Kerley C : Garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada
bagian tengah paru
Hilus berkabut : batas hilus tak jelas
Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari sentral dan meluas
tersebar seperti kupu-kupu (butterfly pattern) disertai garis kerley A, B, dan C.
Gambaran radiologi seperti terlihat pada kedua tipe edema paru. Pada edema paru
(4)
non kardiogenik, gambaran radiologi kadang-kadang tampak normal.
Pada foto toraks edema paru non-kardiologik nampak infiltrat difus
bilateral yang ringan atau alveolar, bercak-bercak (patchy bilateral) atau
konflurens. Sulit untuk membedakan foto toraks antara ARDS dan edema paru
karena gagal jantung.

(11)
Gambaran Radiologi yang ditemukan :

1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)


2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

(11)
Gambar 1. Edema intertsisial

Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma


kanan letak tinggi)
(11)
Gambar 2. Kardiomegali dan edema paru
1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema “Butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

(11)
Gambar 4. Bat’s Wing

1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
memiliki kelainan sebelumnya, contoh : emfisema)

7. Sebutkan macam-macam lesi metastase pada thoraks


a) Lesi Metastase pada Paru
Gambaran bayangan bulat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa
centimeter, tunggal (soliter) atau ganda (multiple), batas tegas yang sering
disebut coin lesion pada kedua lapangan paru. Bayangan tersebut dapat
mengandung bercak kalsifikasi. Dapat juga terdapat pembesaran kelenjar
mediastinum, penekanan trakea, bronkovaskular kasar unilateral atau
bilateral atau gambaran garis-garis berdensitas tinggi halus seperti rambut.
b) Lesi Metastase pada Tulang
Gambaran radiologik dari metastase tulang ada tiga yaitu
1. Osteolitik
Dimana terjadi penghancuran yang tak terkendali, dan osteoblast tidak
mampu mengimbangi dengan pembentukan jaringan baru, sehingga
menyebabkan tulang tidak padat dan rapuh. Metastase litik memberikan
gambaran destruksi tulang dengan radiolusensi yang berbatas tegas tanpa
pinggir yang sklerotik, bentuk bervariasi, ukuran beberapa mm sampai
beberapa cm, jumlah bervariasi. Pada tulang panjang, metastase biasanya
timbul pada medula dan pada saat membesar adan menghancurkan
korteks. Gambaran litik ini memberikan bayangan radiolusen pada tulang.

2. Osteoblastik ( sklerotik )
Pembentukan sel - sel tulang tak terkendali dan tidak diimbangi dengan
proses penghancuran oleh osteoklast. Sehingga tulang menjadi rapuh.
Metastase sklerotik gambarannya radioopak berbatas tidak tegas
(irreguler) yang mengalami peningkatan densitas dengan ukuran yang
berbeda – beda, jumlahnya multipel. Biasanya ditemukan pada metastase
dari tumor primer prostat, payudara dan jarang pada Ca kolon, paru dan
pankreas.

3. Osteolitik – Osteoblastik
Pada tipe ini tampak gambaran kedua – duanya

8. Sebutkan indikasi, kontraindikasi, persiapan, dan pelaksanaan


a. BNO-IVP
Indikasi pemeriksaan IVP :
- batu ginjal
- batu saluran kemih
- radang ginjal
- radang pada saluran kemih
- batu ureter
- tumor
- hipertrofi prostat

Kontraindikasi pemeriksaan IVP:


- Alergi terhadap media kontras
- Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
- Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
- Multi myeloma
- Neonatus
- Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
- Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
- Hasil laboratorium ureum <60mg% dan creatinin <2mg%

Persiapan IVP :
- Pemeriksaan ureum kreatinin (Kreatinin maksimum 2)
- Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal
- Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan
untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
- Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok
untuk menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan
- Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk
mendistensikan lambung dan gas
- Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement (klisma)
- Skin test subkutan untuk memastikan bahwa penderita tidak alergi
terhadap penggunaan kontras

Pelaksanaan IVP :
- Pasien diminta mengosongkan buli-buli
- Dilakukan foto BNO
- Injeksi kontras IV (setelah cek tensi dan cek alergi), beberapa saat dapat
terjadi kemerahan, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual dan
muntah.
- Diambil foto pada menit ke-5, 15, 30 dan 45
- Menit ke-5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelviokalises (SPC)
- Menit ke-15 : menilai sistem pelviokalises sampai dengan kedua ureter
- Menit ke-30 : Menilai ureter dengan buli-buli
- Menit ke-45 : menilai buli-buli

Setiap pemeriksaan saluran kemih sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto


polos abdomen.Yang harus diperhatikan pada foto polos abdomen ini adalah
bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal.Dapat pula dilihat
kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam
ginjal.Harus diperhatikan batas otot Psoas kanan dan kiri.

Gambar 3. Foto BNO-IVP polos


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior abdomen setelah


penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-posterior abdomen dengan jarak
waktu setelah disuntik kontras intravena,masing-masing adalah :
1. Empat sampai 5 menit :
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada
pertengahan proccecus xyphoideus dan pusat.Foto ini untuk melihat
perjalanan kontras mengisi sistem kalises pada ginjal. Memakai ukuran
kaset 24 x 30 cm dengan posisi antero-posterior sama seperti foto abdomen.
Penekanan ureter dilakukan dengan tujuan untuk menahan kontras media
tetap berada pada sistem pelvikalises dan bagian ureter
proksimal.Penekanan ureter diketatkan setelah dilakukan pengambilan foto
menit kelima.

Gambar 4. Foto menit ke-5


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

2. Delapan sampai 15 menit


Bila pengambilan gambar pada pelvikalises di menit ke lima kurang baik,
maka foto diambil kembali pada menit ke 10 dengan tomografiuntuk
memperjelas bayangan. Menggunakan kaset 24 x 30 cm mencakup
gambaran pelviokaliseal, ureter dan buli-buli mulai terisi media kontras
dengan posisi antero-posterior sama seperti foto abdomen, pertengahan di
antara proccesus xyphoideus dengan umbilicus.
Gambar 5. Foto menit ke-15
Sumber : radiologi Diagnostik FK UI

3. Duapuluh lima sampai 30 menit


Setelah menit ke- 30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan
menggunakkan kaset ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa Rumah Sakit setelah
menit ke -30 diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini digunakan
untuk mengevaluasi kemampuan ginjal mensekresikan bahan kontras, tapi
di beberapa Rumah Sakit tidak dengan posisi antero-posterior sama seperti
foto abdomen.

Gambar 6. Foto menit ke-30


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

4. Foto terlambat, jika konsentrasi dan ekskresi sangat kurang pada 1-8 jam
Setelah masuk ke menit 60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset 30 x 40 cm.
Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada dokter ahli radiologi dan
dinyatakan normal maka pasien diharuskkan berkemih kemudian di foto
kembali. Jika dokter ahli radiologi menyatakan ada gangguan biasanya
dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen.

Gambar 7. Foto menit ke 60 atau lebih


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

Pada pemotretan menit ke 30 atau 45 IVP telah memasuki fase


sistogram.Pada saat ini kontras telah mengisi Vesica Urinaria sehingga VU
Nampak putih. VU kita nilai dindingnya apakah permukaannya rata
(Normal) atau bergelombang (Sistitis/ Radang VU), adakah filling defect
yang Nampak sebagai area radioluscent saat VU terisi kontras
(menunjukkan adanya batu radioluscent jika filling defect permukaan nya
licin dan ikut bergerak saat berpindah posisi, atau adanya tumor atau massa
pada dinding VU jika filling defect permukaannya tidak rata dan tidak ikut
bergerak jika berpindah posisi), indentasi, additional shadow (menunjukkan
adanya batu/ massa), dan ekstravasasi kontras yang menunjukkan adanya
ruptur VU (ruptur VU intraperitoneal : kontras masuk ke cavum peritoneum
dan mengalir mengikuti kontur usus, menyebar ke sulcus paracolica,
mengumpul di daerah subfrenik dextra, subhepatika, inframesokolika
dextra-sinistra. Karena urin mengikuti kontur usus maka akan nampak
gambaran berbentuk seperti lengkung2 usus halus, sedangkan pada ruptur
VU ekstraperitoneal akan terjadi ekstravasasi kontras ke jaringan lunak
sekitar shg nampak seperti bulu di daerah retropubicum kemudian menyebar
ke dinding anterior abdomen dan mengalir ke arah paha, dapat juga
mengumpul di jaringan lemak anterior m.psoas dan naik secara retrograd ke
sampai setinggi ginjal.

5. Foto terakhir biasanya film berdiri atau foto setelah berkemih / Post Void
Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect
untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah buli-buli.
Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (perpindahan
posisi ginjal yang tidak normal) pada kasus posthematuri.

Gambar 8. Foto Post Void


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI
Fase Post miksi yakni pemotretan yang dilakukan setelah pasien disuruh
berkemih (kencing).Hal ini dilakukan untuk menilai fungsi pengosongan
VU.Apakah terdapat kelainan dalam fungsi pengosongan VU yang
menunjukkan adanya batu, BPH dll. Pada kasus injury diaphragma UG
kontras akan masuk ke scrotum.

b. Colon in loop
Colon in loop
Indikasi :
 Gangguan pola buang air besar
 Nyeri daerah kolon
 Kecurigaan massa daerah kolon
 Melena
 Kecurigaan obstruksi kolon
Kontra indikasi :
 Absolute
 Toxic megakolon
 Pseudo membranous colitis
 Post biopsy kolon (sebaiknya menunggu setelah 7 hari)
 Relatif
 Persiapan kolon kurang baik
 Baru saja mengalami pemeriksaan GI tract bagian atas dengan
kontras
Persiapan Pemeriksaan:
 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat
 18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax
 4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak
kapsul per anus selanjutnya dilavement
 Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1
mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir
 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan
untuk mengurangi peristaltic usus.
Prosedur :
 Catattanda-tanda vital pasien, tekanan darah, denyut nadi dan hasil
laboratorium bila ada.
 Dilakukan plain foto Abdomen polos/ BNO Pendahuluan,
menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm, bila pasien berukuran
besar menggunakan kaset ukuran 43 x 35 cm. Teknik Foto Plain
Abdomen polos/ BNO Pendahuluan
 Posisi Pasien Supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan
disamping tubuh, kaki lurus dengan lutul sedikit fleksi untuk
mobilisasi.
 Posisi objek Mid Sagital Plane pada pertengahan meja, batas atas
processus xyphoideus dan batas bawah sympisis pubis. 6.2.3.
Central Ray: Vertical, Center point : umbilikus, FFD : 90 cm Kv :
70 , MAS. 6.2.4. Eksposi: sekspirasi dan tahan nafas supaya
abdomen lebih tipis, diafragma keatas sehingga abdomen terlihat
jelas.
 Siapkan media kontras barium sulfat yang dicampur dengan air
dengan perbandingan 1:8.
 Masukkan ke tabung irigator yang telah tersambung dengan selang
irigator. Letakkan pada ketinggian 1 meter dari tempat tidur pasien.
 Masukkan kanula yang telah diolesi vaselin ke anus pasien, diklem
dengan gunting klem. 6.6. Buka gunting klem sehingga barium
masuk ke kolon sigmoid (±5 menit). Tutup gunting klem pada
selang irigator. Lakukan pemotretan dengan kaset 24 x 30 cm.
 Buka kembali klem alirkan barium kira-kira sampai mengisi
rectum (± 10 menit). Lakukan pemotretan AP dengan
menggunakan kaset 30 x 40 cm. Kemudian dilanjutkan dengan
pemotretan posisi obliq kanan dan kiri dengan menggunakan kaset
30 x 40 cm.
 Pasien dipersilahkan BAB.
 Setelah itu dimasukkan media kontras negatif melalui anus pasien
dengan spuit (double kontras). Kemudian dilakukan pemotretan
dengan posisi AP.
 Pemeriksaan Kolon in loop selesai. Pasien diantar keluar ruang
pemeriksaan.
Kelebihan dalam menegakan diagnosa pemeriksaan usus besar / kolon
in loop bahwa radiolog dapat memonitor secara real time. Pergerakan
peristaltic pada saat dilakukan pemeriksaan kolon in loop, dengan
catatan bahwa dalam pemeriksaan ini menggunakan flouroscopi.
Teknik Pemasukan Media Kontras:
 Metode Kontras Tunggal
 Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media
kontras.
 Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum,
ascenden sampai daerah sekum.
 Dilakukan pemotretan full fillng
 Evakuasi, dibuat foto post evakuasi
 Metode Kontras GandaSatu Tingkat
 Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk
mendorong barium melapisi kolon
 Selanjutnya dibuat foto full filling
 Kontras Ganda Dua Tingkat
 Kolon diisi BaSO4 sampai kira 2 fleksura lienalis atau
pertengahan kolon transversum
 Pasien disuruh merubah posisi agar barium masuk ke seluruh
kolon
 Menunggu 1 – 2 menit supaya barium melapisi mukosa kolon
 Pasien disuruh BAB
 Dipompakan udara ke dalam kolon = 1800 – 2000 ml, tidak
boleh berlebihan karena akan timbul komplikasi : reflex fagal
(wajah pucat, bradikardi, keringat dingin dan pusing )
 Tahap pemotretan
 Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon
mengembang semua
 Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta
lokasinya.
o Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )
o Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk
fleksura)
o Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan
hepatica)
Setelah Pemeriksaan :
 Jika X-ray lebih lanjut tidak dimintakan , maka penderita dapat
kembali makan secara normal.
 Minum banyak cairan karena pemeriksaan dapat menyebabkan
dehydrasi.
 Kotoran penderita akan berwarna keputihan hingga 24 – 72 jam ( 1
– 3 hari ).
Keuntungan:
 Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65 –
95 %
 Aman
 Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi
 Tidak memerlukan sedasi
 Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.
Kelemahan:
 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid
dengan divertikulosis dan di sekum
 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar
 Rendahnya sensitivitas (70–95 %) di dalam mendiagnosis polip
<1cm
 Mendapat paparan radiasi.

Anda mungkin juga menyukai