Pembimbing:
Dr.Karyanto, Sp.Rad
Oleh:
Hanifah Hanum
1618012077
Sifat-sifat sinar X :
Mempunyai daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan
dengan daya tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses
radiografi.
Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang
gelombang yang kelihatan
Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film
setelah diproses di kamar gelap.
Mempunyai sifat berionisasi.Efek primer sinar X apabila mengenai suatu
bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan zat
tersebut.
Mempunyai efek biologi. Sinar X akan menimbulkan perubahan-
perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini digunakan dalam
pengobatan radioterapi.
1. Sinar-X Brehmsstrahlung
Electron dengan kecepatan tinggi (karena ada beda potensial 1000 Kvolt) yang
mengenai target anoda, electron tiba-tiba akan mengalami pelemahan yg sangat
darastis oleh target sehingga menimbulkan sinar-x, sinar-x yg terjadi dinamakan
“sinar-x brehmsstrahlung” or “braking radiation”. Pada waktu muatan
(electron) yang bergerak dengan kecepatan tinggi (mengalami percepatan), karena
adanya beda potensial, muatan (electron) akan memancarkan radiasi
elektromagnetik dan ketika energy electron cukup tinggi maka radiasi
elektromagnetik tersebut dalam range sinar-x.Sinar-x jenis ini tidak dipergunakan
untuk XRD (X-Ray Difraction)
2. Sinar-x karakteristik
Electron dari katoda yang bergerak dengan percepatan yg cukup tinggi, dapat
mengenai electron dari atom target (anoda) sehingga menyebabkan electron
tereksitasi dari atom, kemudian electron lain yang berada pada sub kulit yang
lebih tinggi akan mengisikekosongan yang ditinggalkan oleh electron tadi, dengan
memancarkan sinar-x yang memiliki energy sebanding dengan level energy
electron. Karena sinar-X karakteristik memiliki Panjang gelombang tertentu yang
dapat difilter, maka jenis ini banyak diaplikasikan untuk XRD (X-RAy
Diffraction) dalam menentukan struktur material
2. Sebutkan diagnosis banding gambaran putih pada foto thorax!
4. Klasifikasi tuberkulosis
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis,
yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif
ii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif
iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteriadiagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
i. Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
ii. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
iii. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT
iv. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk
berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya
proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
i. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
ii. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier,
perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang
atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di
dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh
dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan
10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian
pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
Pada anak, lesi pada paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer
dekat pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding bagian
lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan
tempat prediksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada
anak di banding orang dewasa.
- Pembesaran segmental/lobar
- Konsolidasi segmental/lobar
- Milier
- Atelektasis
- Kavitas
- Efusi pleura
- Tuberkuloma.
Pada TB paru anak, ciri radiografi adalah berukuran relatif lebih besar dan
pentingnya limfadenopati dibandingkan dengan ukuran yang kurang signifikan
pada fokus parenkim. Adenopati selalu hadir dengan tuberkulosis pada anak,
tetapi tidak dapat dilihat oleh radiograf polos ketika temuan paru lainnya muncul.
Kebanyakan kasus TB paru pada anak, infiltrat ringan parenkim dan
limfadenopati resolusi secara spontan, radiografi dada tetap normal, dan anak
tanpa gejala. Pada beberapa anak, kelenjar getah bening hilus dan mediastinum
terus membesar dan dapat segera terlihat pada rontgen dada. Sumbatan sebagian
bronkus yang disebabkan oleh kompresi eksternal dari node membesar dapat
menyebabkan terperangkapnya udara, hiperinflasi, dan bahkan emfisema. Nodus
yang menempel dan menyusup ke dinding bronkus, caseum mengisi lumen
menyebabkan obstruksi lengkap. Hal ini menyebabkan atelektasis yang biasanya
melibatkan distal segmen lobar ke lumen terhambat. Yang dihasilkan bayangan
radiografi biasanya disebut runtuhnya-konsolidasi atau lesi segmental. Temuan ini
mirip dengan yang disebabkan oleh aspirasi benda asing; pada dasarnya, kelenjar
getah bening bertindak sebagai benda asing. Beberapa lesi segmental di lobus
yang berbeda dapat terlihat pada 25% anak-anak.
Gambar 3. Gambaran fokus Ghon pada lobus superior pulmo sinistra dan
limfadenopati parahilar sinistra
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi
timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan
tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel
yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks
ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya
adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan
banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran
hialin
1) Foto toraks
Menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda-
(2)
tanda bendungan paru, akibat edema intertsisial atau alveolar.
1. Garis Kerley A : Garis-garis memanjang dari hilus kea rah
perifer
2. Garis Kerley B : Garis-garis sejajar dari perifer
3. Garis Kerley C : Garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada
bagian tengah paru
Hilus berkabut : batas hilus tak jelas
Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari sentral dan meluas
tersebar seperti kupu-kupu (butterfly pattern) disertai garis kerley A, B, dan C.
Gambaran radiologi seperti terlihat pada kedua tipe edema paru. Pada edema paru
(4)
non kardiogenik, gambaran radiologi kadang-kadang tampak normal.
Pada foto toraks edema paru non-kardiologik nampak infiltrat difus
bilateral yang ringan atau alveolar, bercak-bercak (patchy bilateral) atau
konflurens. Sulit untuk membedakan foto toraks antara ARDS dan edema paru
karena gagal jantung.
(11)
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
(11)
Gambar 1. Edema intertsisial
(11)
Gambar 4. Bat’s Wing
1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
memiliki kelainan sebelumnya, contoh : emfisema)
2. Osteoblastik ( sklerotik )
Pembentukan sel - sel tulang tak terkendali dan tidak diimbangi dengan
proses penghancuran oleh osteoklast. Sehingga tulang menjadi rapuh.
Metastase sklerotik gambarannya radioopak berbatas tidak tegas
(irreguler) yang mengalami peningkatan densitas dengan ukuran yang
berbeda – beda, jumlahnya multipel. Biasanya ditemukan pada metastase
dari tumor primer prostat, payudara dan jarang pada Ca kolon, paru dan
pankreas.
3. Osteolitik – Osteoblastik
Pada tipe ini tampak gambaran kedua – duanya
Persiapan IVP :
- Pemeriksaan ureum kreatinin (Kreatinin maksimum 2)
- Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal
- Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan
untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
- Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok
untuk menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan
- Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk
mendistensikan lambung dan gas
- Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement (klisma)
- Skin test subkutan untuk memastikan bahwa penderita tidak alergi
terhadap penggunaan kontras
Pelaksanaan IVP :
- Pasien diminta mengosongkan buli-buli
- Dilakukan foto BNO
- Injeksi kontras IV (setelah cek tensi dan cek alergi), beberapa saat dapat
terjadi kemerahan, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual dan
muntah.
- Diambil foto pada menit ke-5, 15, 30 dan 45
- Menit ke-5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelviokalises (SPC)
- Menit ke-15 : menilai sistem pelviokalises sampai dengan kedua ureter
- Menit ke-30 : Menilai ureter dengan buli-buli
- Menit ke-45 : menilai buli-buli
4. Foto terlambat, jika konsentrasi dan ekskresi sangat kurang pada 1-8 jam
Setelah masuk ke menit 60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset 30 x 40 cm.
Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada dokter ahli radiologi dan
dinyatakan normal maka pasien diharuskkan berkemih kemudian di foto
kembali. Jika dokter ahli radiologi menyatakan ada gangguan biasanya
dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen.
5. Foto terakhir biasanya film berdiri atau foto setelah berkemih / Post Void
Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect
untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah buli-buli.
Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (perpindahan
posisi ginjal yang tidak normal) pada kasus posthematuri.
b. Colon in loop
Colon in loop
Indikasi :
Gangguan pola buang air besar
Nyeri daerah kolon
Kecurigaan massa daerah kolon
Melena
Kecurigaan obstruksi kolon
Kontra indikasi :
Absolute
Toxic megakolon
Pseudo membranous colitis
Post biopsy kolon (sebaiknya menunggu setelah 7 hari)
Relatif
Persiapan kolon kurang baik
Baru saja mengalami pemeriksaan GI tract bagian atas dengan
kontras
Persiapan Pemeriksaan:
48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat
18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax
4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak
kapsul per anus selanjutnya dilavement
Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1
mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir
15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan
untuk mengurangi peristaltic usus.
Prosedur :
Catattanda-tanda vital pasien, tekanan darah, denyut nadi dan hasil
laboratorium bila ada.
Dilakukan plain foto Abdomen polos/ BNO Pendahuluan,
menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm, bila pasien berukuran
besar menggunakan kaset ukuran 43 x 35 cm. Teknik Foto Plain
Abdomen polos/ BNO Pendahuluan
Posisi Pasien Supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan
disamping tubuh, kaki lurus dengan lutul sedikit fleksi untuk
mobilisasi.
Posisi objek Mid Sagital Plane pada pertengahan meja, batas atas
processus xyphoideus dan batas bawah sympisis pubis. 6.2.3.
Central Ray: Vertical, Center point : umbilikus, FFD : 90 cm Kv :
70 , MAS. 6.2.4. Eksposi: sekspirasi dan tahan nafas supaya
abdomen lebih tipis, diafragma keatas sehingga abdomen terlihat
jelas.
Siapkan media kontras barium sulfat yang dicampur dengan air
dengan perbandingan 1:8.
Masukkan ke tabung irigator yang telah tersambung dengan selang
irigator. Letakkan pada ketinggian 1 meter dari tempat tidur pasien.
Masukkan kanula yang telah diolesi vaselin ke anus pasien, diklem
dengan gunting klem. 6.6. Buka gunting klem sehingga barium
masuk ke kolon sigmoid (±5 menit). Tutup gunting klem pada
selang irigator. Lakukan pemotretan dengan kaset 24 x 30 cm.
Buka kembali klem alirkan barium kira-kira sampai mengisi
rectum (± 10 menit). Lakukan pemotretan AP dengan
menggunakan kaset 30 x 40 cm. Kemudian dilanjutkan dengan
pemotretan posisi obliq kanan dan kiri dengan menggunakan kaset
30 x 40 cm.
Pasien dipersilahkan BAB.
Setelah itu dimasukkan media kontras negatif melalui anus pasien
dengan spuit (double kontras). Kemudian dilakukan pemotretan
dengan posisi AP.
Pemeriksaan Kolon in loop selesai. Pasien diantar keluar ruang
pemeriksaan.
Kelebihan dalam menegakan diagnosa pemeriksaan usus besar / kolon
in loop bahwa radiolog dapat memonitor secara real time. Pergerakan
peristaltic pada saat dilakukan pemeriksaan kolon in loop, dengan
catatan bahwa dalam pemeriksaan ini menggunakan flouroscopi.
Teknik Pemasukan Media Kontras:
Metode Kontras Tunggal
Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media
kontras.
Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum,
ascenden sampai daerah sekum.
Dilakukan pemotretan full fillng
Evakuasi, dibuat foto post evakuasi
Metode Kontras GandaSatu Tingkat
Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk
mendorong barium melapisi kolon
Selanjutnya dibuat foto full filling
Kontras Ganda Dua Tingkat
Kolon diisi BaSO4 sampai kira 2 fleksura lienalis atau
pertengahan kolon transversum
Pasien disuruh merubah posisi agar barium masuk ke seluruh
kolon
Menunggu 1 – 2 menit supaya barium melapisi mukosa kolon
Pasien disuruh BAB
Dipompakan udara ke dalam kolon = 1800 – 2000 ml, tidak
boleh berlebihan karena akan timbul komplikasi : reflex fagal
(wajah pucat, bradikardi, keringat dingin dan pusing )
Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon
mengembang semua
Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta
lokasinya.
o Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )
o Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk
fleksura)
o Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan
hepatica)
Setelah Pemeriksaan :
Jika X-ray lebih lanjut tidak dimintakan , maka penderita dapat
kembali makan secara normal.
Minum banyak cairan karena pemeriksaan dapat menyebabkan
dehydrasi.
Kotoran penderita akan berwarna keputihan hingga 24 – 72 jam ( 1
– 3 hari ).
Keuntungan:
Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65 –
95 %
Aman
Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi
Tidak memerlukan sedasi
Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.
Kelemahan:
Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid
dengan divertikulosis dan di sekum
Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar
Rendahnya sensitivitas (70–95 %) di dalam mendiagnosis polip
<1cm
Mendapat paparan radiasi.