Anda di halaman 1dari 3

Zat Aditif Makanan

Kata Kunci: aditif, formalin, makanan, natrium, pengawet, pewarna, siklamat


Ditulis oleh Indri Puspita pada 20-10-2007

Sekitar bulan Oktober 2007 ini, penulis dengan beberapa


dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung telah melakukan suatu survei tentang
tingkat pengetahuan masyarakat mengenai zat aditif (bahan tambahan) yang dikhususkan
pada penggunaan zat aditif makanan/bahan tambahan pangan (BTP) di beberapa
penduduk desa di Lampung Timur, Provinsi Lampung. Sebelum menginformasikan lebih
lanjut beberapa hasil survei, penulis akan menginformasikan terlebih dahulu tentang apa
itu zat aditif makanan.

Zat Aditif Makanan

Pada dasarnya baik masyarakat desa maupun kota, pasti telah menggunakan zat aditif
makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Secara ilmiah, zat aditif makanan di
definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu. Disini zat aditif makanan sudah termasuk : pewarna,
penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat,
pengental, dan anti gumpal.

Istilah zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia setelah merebak
kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan, tahu, ikan dan daging
yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri digunakan sebagai zat
pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas busuk/terjauh dari mikroorganisme.
Penyalahgunaan formalin ini membuka kacamata masyarakat untuk bersifat proaktif
dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat dikonsumsi dan mana yang berbahaya.

Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu : (a) aditif sengaja, yaitu
aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk
meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan
bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. Dan kedua, (b) aditif tidak sengaja, yaitu aditif
yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses
pengolahan.

Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin,
asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat
serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat
metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan
sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun
demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga
mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen
yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia.

Beberapa Contoh Zat Aditif

Zat aditif makanan telah dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan,
berikut adalah beberapa contoh zat aditif :

Zat aditif Contoh Keterangan


Daun pandan (hijau), kunyit (kuning),
Pewarna alami
buah coklat (coklat), wortel (orange)
Pewarna Sunsetyellow FCF (orange), Carmoisine
(Merah), Brilliant Blue FCF (biru), Pewarna sintesis
Tartrazine (kuning), dll
Terlalu banyak mengkonsumsi
Natrium benzoat, Natrium Nitrat, Asam zat pengawet akan mengurangi
Pengawet
Sitrat, Asam Sorbat, Formalin daya tahan tubuh terhadap
penyakit
Pala, merica, cabai, laos, kunyit,
Penyedap alami
ketumbar
Penyedap Mono-natrium glutamat/vetsin
(ajinomoto/sasa), asam cuka, Penyedap sintesis
benzaldehida, amil asetat, dll
Butil hidroksi anisol (BHA), butil
Antioksidan Mencegah Ketengikan
hidroksi toluena (BHT), tokoferol
Hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil
Pemutih -
peroksida, natrium hipoklorit
Baik dikonsumsi penderita
Pemanis
Sakarin, Dulsin, Siklamat diabetes, Khusus siklamat bersifat
bukan gula
karsinogen
Pengatur Aluminium amonium/kalium/natrium Menjadi lebih asam, lebih basa,
keasaman sulfat, asam laktat atau menetralkan makanan
Aluminium silikat, kalsium silikat, Ditambahkan ke dalam pangan
Anti Gumpal
magnesium karbonat, magnesium oksida dalam bentuk bubuk

Penutup

Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwasanya telah dilakukan survei tentang tingkat
pengetahuan masyarakat desa di Lampung Timur mengenai zat aditif. Dari hasil
observasi yang penulis lakukan (diluar kesimpulan riset secara umum), diketahui bahwa
tingkat pengetahuan masyarakat mengenai zat aditif sangat rendah sekali, walaupun
terdapat kesadaran yang mumpuni dari masyarakat untuk menggunakan dosis zat aditif
secukupnya. Tetapi kabar gembiranya adalah terdapat kecenderungan dari masyarakat
desa (walaupun didominasi dengan latar pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD)) untuk
tidak masa bodoh terhadap informasi-informasi mengenai zat aditif. Kabar ini merupakan
peluang bagi para kimiawan untuk melakukan penyuluhan lebih intensif mengenai zat
aditif kepada masyarakat di daerahnya masing-masing.

Bentuk-bentuk penyuluhan yang tepat guna dalam penyebarluasan informasi zat aditif ini
dapatlah disesuaikan dengan sosio-kultural masyarakat setempat dan kemampuan dari
team penyuluh. Sosio-kultural yang dimaksud disini adalah dengan mempertimbangkan
latar pendidikan masyarakat, kehidupan sosial masyarakatnya, dan latar belakang dari
pekerjaan penduduk. Diharapkan masyarakat akan dapat lebih cerdas dalam penggunaan
dosis atau takaran dari penggunaan zat aditif dan dapat mengetahui zat-zat aditif mana
saja yang dapat dikonsumsi dan zat mana saja yang berbahaya bagi manusia.

Daftar Pustaka

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2006. Pemanfaatan Zat Aditif
Secara Tepat. Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM). Lampung

Yandri A. S. 2006. Zat Aditif. Makalah Seminar Kimia Expo X 2006. Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Lampung. Lampung

Anda mungkin juga menyukai