Anda di halaman 1dari 53

MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
mengamanatkan Pembagian tugas dan kewenangan Kementerian Keuangan
sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan Kementerian/Lembaga sebagai Chief
Operational Officer (COO). Kementerian Lembaga selain melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya juga diwajibkan untuk melakukan penatausahaan PNBP yang
dikelola. Satuan Kerja kementerian/lembaga berkewajiban untuk menatausahakan
PNBP dan mempertanggungjawabkan dalam penyusunan Laporan Keuangan.
Kewajiban Satuan Kerja tersebut dimulai dari mencantumkan estimasi PNBP dalam
DIPA, menatausahakan realisasi PNBP dan hal-hal administrasi seperti Surat
Keterangan Lunas, Surat Ketetapan Pengembalian dan Surat Koreksi Pembukuan.
Dengan demikian kewenangan administrasi penatausahaan PNBP telah menjadi
bagian tugas Kementerian/Lembaga.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
a. Memahami Penatausahaan Penerimaan Bukan Pajak sebagai bagian
penerimaan negara dalam rangka palaksanaan APBN
b. Memberikan bimbingan dan pembelajaran kepada instansi/satker kementerian/
lembaga dalam penatausahaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

2. Tujuan Instruksional Khusus


a. Peserta memahami jenis-jenis PNBP
b. Peserta memahami tata cara penyetoran PNBP ke kas negara
c. Peserta memahami penatausahaan PNBP pada satuan kerja
d. Peserta memahami ketentuan tentang penggunaan PNBP
e. Peserta memahami tata cara pertanggungjawaban PNBP
f. Setelah memahami sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 5 di atas,
peserta diharapkan memiliki pedoman dan kesatuan penafsiran dalam rangka
penatausahaan penerimaan negara bagi Satker, menyusun dan menyajikan
laporan pertanggungjawaban.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 1


MODUL PENGELOLAAN PNBP

C. RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup Modul Petunjuk Teknis meliputi Definisi, Jenis dan Tarif PNBP, dan
penatausahaan PNBP pada Kementerian Lembaga mulai dari porses perencanaan,
penagihan dan pemungutan, penyetoran ke kas negara, pencatatan, penggunaan
kembali dana PNBP serta Akuntansi dan pelaporan PNBP.

D. SISTEMATIKA
Untuk memudahkan dalam memahami maksud dari penyusunan buku ini, maka
Modul Petunjuk Teknis diuraikan dalam 7 (tujuh) bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Memberikan gambaran latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan
sistematika penyusunan Modul Petunjuk Teknis secara singkat.
BAB II DEFINISI DAN JENIS-JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
(PNBP)
Menguraikan definisi, jenis-jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak umum dan
fungsional tiap Kementerian/Lembaga.
BAB III TATA CARA PENYETORAN/PEMBAYARAN PNBP KE KAS NEGARA
Nenjelaskan mekanisme penyetoran PNBP ke Kas Negara dan dokumen
penyetoran dan tata cara pengisian surat setoran PNBP.
BAB IV PENATAUSAHAAN PNBP PADA SATUAN KERJA
memuat kewajiban Satker dalam menatausahakan PNBP mulai pemungutan,
dan pencatatan, pelaporan dan rekonsiliasi dengan BUN. Disamping itu
dijelaskan tata cara pengembalian PNBP dan koreksi/perbaikan PNBP.
BAB V PENATAUSAHAAN PIUTANG PNBP
Menjelaskan penatausahaan piutang PNBP, tugas-tugas unit penatausaha
piutang PNBP, penerbitan surat penagihan, penyerahan pengurusan piutang
PNBP, pemindahan penagihan piutang PNBP, piutang PNBP bagi pensiunan,
penerbitan SKTL, konfirmasi setoran piutang PNBP, penatasauahaan oleh
petugas pada kementerian/lembaga.
BAB VI PENGGUNAAN KEMBALI PNBP
Memuat mekanisme penggunaan kembali PNBP oleh Kementerian/Lembaga
meliputi proses penganggaran pada DIPA dan pengajuan pencairan dana pada
KPPN.
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN PNBP
Menjelaskan penyusunan laporan keuangan PNBP dan pertanggungjawaban.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 2


MODUL PENGELOLAAN PNBP

REFERENSI
Memuat ketentuan umum yang berlaku dan ketentuan pelaksanaan lainnya
dalam penatausahaan PNBP.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 3


MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB II
DEFINISI, JENIS DAN TARIF
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

A. DEFINISI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)


Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat
yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, antara lain sumber daya alam,
bagian pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Berdasarkan sumber penerimaannya dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah;
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah;
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan berasal dari pengenaan
denda administrasi;
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah; dan
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

B. SEJARAH SINGKAT PNBP


Sebelum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 ditetapkan, kondisi ekonomi
Indonesia sedang membutuhkan sumber pembiayaan selain penerimaan dari
sektor perpajakan. Potensi penerimaan Negara yang dapat diharapkan dan paling
menjanjikan dapat menutup sumber pembiayaan tersebut adalah PNBP. PNBP
mempunyai potensi penerimaan yang cukup besar, karena jenis dan besarannya
yang cukup menjanjikan, seperti yang tersebut di atas.
Namun pada waktu itu pengelolaan PNBP tersebut belum ada Undang-Undang
yang mengaturnya, sehingga menimbulkan moral hazard pada instansi pemerintah
yang melaksanakan pemungutan PNBP. Banyak instansi pemerintah yang enggan
untuk melaporkan dan menyetor PNBP ke Kas Negara, artinya adanya
ketidakpatuhan instansi pemerintah tersebut dalam menyelenggarakan
pengelolaan PNBP yang baik.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997, penertiban dan
penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP dapat dilaksanakan, karena di dalam
undang-undang tersebut diatur konsep hukuman (punishment) yang cukup tegas
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh wajib bayar dan pejabat pengelola

MODUL PENGELOLAAN PNBP 4


MODUL PENGELOLAAN PNBP

PNBP. Hukuman tersebut dapat berupa hukuman administrasi berupa pengenaan


denda dan juga sanksi pidana penjara.
Pengaruh hukuman dalam pengelolaan PNBP ini membawa pengaruh yang cukup
signifikan terhadap ketertiban dan kepatuhan instansi pemerintah dalam
melaporkan dan menyetorkan PNBP.
Penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP yang diusung dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1997 tidak serta merta diterima oleh semua instansi pemerintah.
Beberapa instansi pemerintah resisten dan berusaha bertahan dengan pola lama
yang sarat dengan moral hazard. Kondisi ini menghasilkan bentuk ‘kompromi’
dalam pengelolaan PNBP yang dinamakan earmarked. Dalam konsep Earmarked
PNBP, instansi pemerintah diberikan kewenangan untuk dapat menggunakan
PNBP yang dipungut/dihasilkannya, untuk membiayai kegiatan tertentu dengan
persetujuan Menteri Keuangan.

C. JENIS-JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)


Secara umum PNBP dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu:
1. Penerimaan sumber daya alam, Terdiri atas pendapatan sumber daya alam
(SDA) migas yang diperoleh dari bagian bersih pemerintah atas kerjasama
pengelolaan sektor hulu migas dan SDA non-migas yang diperoleh dari hasil
pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
2. Pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pendapatan ini
Merupakan imbalan kepada pemerintah pusat selaku pemegang saham BUMN
(return on equity) yang dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap laba
bersih (pay-out ratio). Pendapatan ini diklasifikasikan ke dalam kelompok
perbankan dan nonperbankan.
3. PNBP lainnya, meliputi berbagai jenis pendapatan yang dipungut oleh
Kementerian Negara/Lembaga atas produk layanan yang diberikan kepada
masyarakat. Pungutan dilakukan oleh instansi pemerintah atas dasar Peraturan
Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada
Kementerian/Lembaga tertentu. Dalam modul ini akaun lebih fukus pada PNBP
jenis ini.
4. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU), Pendapatan BLU diperoleh atas
produk layanan instansi pemerintah yang diberikan kepada masyarakat.
Bedanya, pendapatan yang diperoleh melalui mekanisme BLU ini dapat
langsung digunakan oleh instansi yang bersangkutan. Selain itu, jenis dan tarif
PNBP BLU tidak ditetapkan melalui PP melainkan Peraturan Menteri
Keuangan.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 5


MODUL PENGELOLAAN PNBP

PNBP yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga (tidak termasuk pendapatan


Badan Layanan Umum) dapat dikelompok menjadi 2 (dua), yaitu:
1. PNBP Umum
Setiap kementerian negara/lembaga pada dasarnya mempunyai penerimaan
Negara bukan pajak (PNBP) yang bersifat umum yaitu PNBP yang tidak
berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. PNBP umum merupakan
PNBP yang berlaku umum di semua kementerian negara/lembaga. PNBP
umum sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran PNBP antaralain:
a. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara.
b. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara.
c. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).
d. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan
tuntutan perbendaharaan).
e. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
f. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
g. Penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran lalu.

2. PNBP Fungsional
Selain PNBP Umum terdapat PNBP di kementerian/lembaga yaitu PNBP yang
bersifat fungsional. PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang
berasal dari hasil pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang
diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan
fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan fungsional tersebut terdapat
pada sebagian besar kementerian negara/lembaga, namun macam dan
ragamnya berbeda antara satu kementerian negara/lembaga dengan
kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada jasa pelayanan yang
diberikan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan
Pajak disebutkan bahwa kelompok PNBP, meliputi jenis - jenis penerimaan
sebagai berikut :
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
c. Penerimaan dari hasil-hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
pemerintah.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 6


MODUL PENGELOLAAN PNBP

d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.


e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan
f. denda administrasi.
g. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
h. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang - undang tersendiri.

Jenis PNBP yang berlaku pada setiap Kementerian/Lembaga antara lain


sebagai berikut :
1. PNBP pada Kementerian Luar Negeri :
a. Penerimaan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia.
b. Penerimaan dari jasa pengurusan dokumen konsuler.
2. PNBP pada Kementerian Pertahanan dan Keamanan.
a. Penerimaan dari pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM).
b. Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK).
c. Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK).
d. Penerimaan dari pemberian Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
baru.
e. Penerimaan dari pelayanan kesehatan.
3. PNBP pada Kementerian Kehakiman
a. Penerimaan denda administrasi.
b. Penerimaan dari pelayanan jasa hukum.
c. Penerimaan dari penggunaan jasa tenaga narapidana dan hasil penjualan
barang keterampilannya.
d. Penerimaan dari pendaftaran ciptaan.
e. Penerimaan dari permintaan hak paten.
f. Penerimaan dari pemberian merek.
g. Penerimaan dari keimigrasian.
h. Penerimaan balai harta peninggalan.
i. Penerimaan pengadilan.
4. PNBP pada Kementerian Penerangan
a. Penerimaan dari siaran iklan.
b. Penerimaan dari siaran iklan spot Radio Republik Indonesia (RRI).
c. Penerimaan dari penyelenggaraan sensor film, video tape, kaset, film
reklame komersial dan non komersial.
d. Penerimaan dari pembuatan film untuk instansi pemerintah dan
penyewaan peralatan perfilman.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 7


MODUL PENGELOLAAN PNBP

5. PNBP pada Kementerian Keuangan


a. Penerimaan denda administrasi atas keterlambatan penyampaian laporan
perusahaan di bidang pasar modal.
b. Penerimaan denda administrasi yang dikenakan pada pihak yang
melanggar peraturan perundang undangan di bidang pasar modal.
c. Penerimaan Bea Lelang.
d. Penerimaan dari biaya administrasi lelang swasta.
e. Penerimaan dari Bea Lelang Batal.
f. Penerimaan dari biaya administrasi Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara (BUPLN).
g. Penerimaan dari penjualan saham bagian Pemerintah.
h. Penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara.
i. Penerimaan dari selisih lebih karena perubahan harga jual yang ditetapkan
Pemerintah atas persediaan gula pasir di gudang-gudang Bulog dan
gudang dari pabrik gula, dan persediaan pupuk di semua gudang Pusri.
j. Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan oleh
Perusahaan Pembiayaan.
k. Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan
dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca
dan perhitungan laba rugi bagi perusahaan asuransi atau perusahaan
reasuransi sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
l. Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan
dan laporan operasional tahunan bagi perusahaan pialang asuransi atau
perusahaan pialang reasuransi sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.
m. Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan bagi Dana
Pensiun.
n. Penerimaan kembali pinjaman yang disalurkan oleh Pemerintah.
o. Penerimaan dari laba bersih minyak.
p. Penerimaan bagian Pemerintah dari annual fee PT. Inalum.
6. PNBP pada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
a. Penerimaan dari biaya pengujian mutu barang dan sertifikasi mutu
barang.
b. Penerimaan dari biaya jasa pelatihan.
c. Penerimaan dari pendaftaran perusahaan
d. Penerimaan dari penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA).
e. Penerimaan dari jasa pengujian/pemeriksaan tembakau.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 8


MODUL PENGELOLAAN PNBP

f. Penerimaan dari jasa pembinaan petani tembakau oleh pabrikan rokok.


g. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
h. Penerimaan dari jasa pembinaan industri kecil.
i. Penerimaan dari jasa pelayanan teknis.
j. Penerimaan dari pengaturan tata niaga cengkeh.
k. Penerimaan dari jasa tera/tera ulang.
7. PNBP pada Kementerian Pertanian
a. Penerimaan dari pungutan pengusahaan perikanan.
b. Penerimaan dari pungutan hasil perikanan.
c. Penerimaan dari pungutan perikanan atas penggunaan kapal perikanan
berbendera asing dengan cara sewa untuk menangkap ikan di zona
ekonomi eksklusif Indonesia.
d. Penerimaan dari pungutan perikanan yang berasal dari hasil
penangkapanatau pembudidayaan.
e. Penerimaan dari hasil pembibitan ternak dan hijauan makanan ternak.
f. Penerimaan dari penetapan pendaftaran dan pengujian mutu obat hewan.
g. Penerimaan dari pendapatan perubahan harga hasil produksi pusat
veterinaria.
h. Penerimaan dari penjualan hasil pendidikan dan pelatihan, balai benih
ikan dan udang.
i. Penerimaan dari penjualan embrio ternak untuk bibit.
j. Penerimaan dari penjualan obat hewan, vaksin dan semen beku.
k. Penerimaan dari jasa tambah labuh.
l. Penerimaan dari jasa pengadaan es.
m. Penerimaan dari jasa pengadaan air sumur dan air minum.
n. Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas.
o. Penerimaan dari jasa karantina tumbuhan, ikan dan hewan.
p. Penerimaan dari jasa pelayanan diagnosa penyakit hewan.
q. Penerimaan dari jasa pemeriksaan lapangan dan pengujian benih
tanaman pangan.
r. Penerimaan dari jasa pelayanan teknologi, penelitian dan pengembangan.
s. Penerimaan dari redistribusi ternak Pemerintah.
t. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pertanian.
8. PNBP pada Kementerian Pertambangan dan Energi
a. Penerimaan dari jasa teknologi di bidang pertambangan umum.
b. Penerimaan dari jasa penelitian/pengembangan dan jasa penerapan
teknologi pada puslitbang teknologi minyak dan gas bumi.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 9


MODUL PENGELOLAAN PNBP

c. Penerimaan dari iuran tetap/landrent.


d. Penerimaan dari iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti.
e. Penerimaan dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
f. Penerimaan dari jasa teknologi geologi tata lingkungan.
9. PNBP pada Kementerian Kehutanan
a. Penerimaan dari Provisi Sumber Daya Hutan.
b. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH).
c. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(IHPHTI).
d. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusaha Hutan (IHPH) Bambu.
e. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Tanaman Rotan.
f. Penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam.
g. Penerimaan dari pungutan masuk hutan wisata, taman nasional, tanam
hutan raya dan taman wisata laut.
h. Penerimaan dari Iuran menangkap/mengambil dan mengangkut satwa liar
dan tumbuhan alam yang tidak dilindungi Undang-undang serta jarahan
satwa baru.
i. Penerimaan dari Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan (DPEH).
j. Penerimaan dari Denda post audit dan tata usaha iuran hasil hutan.
k. Penerimaan dari pengambilan jenis tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi Undang-undang dari alam maupun dari hasil penangkaran
10. PNBP pada Kementerian Pekerjaan Umum
a. Penerimaan dari jasa penyewaan peralatan dan jasa perbengkelan.
b. Penerimaan dari jasa laboratorium.
c. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan.
d. Penerimaan dari jasa pembuatan peta citra dari data media satelit.
e. Penerimaan dari jasa penyelidikan geoteknik.
f. Penerimaan dari jasa saran teknis dan pemeriksaan laboratorium.
g. Penerimaan dari jasa pengkajian mutu komponen.
11. PNBP pada Kementerian Perhubungan
a. Penerimaan dari pemberian surat izin mengemudi.
b. Penerimaan dari jasa pelabuhan penyeberangan laut, selat dan teluk.
c. Penerimaan dari jasa terminal dan fasilitas sandar kapal penyeberangan
sungai dan danau.
d. Penerimaan dari jasa kepelabuhan untuk kapal pelayaran dalam negeri
dan luar negeri pada pelabuhan unit pelaksana teknis (UPT) kantor
pelabuhan.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 10


MODUL PENGELOLAAN PNBP

e. Penerimaan dari jasa dermaga dan penumpukan di pelabuhan unit


pelaksana teknis (UPT) kantor pelabuhan.
f. Penerimaan dari penyewaan tanah pelabuhan di pelabuhan unit
pelaksana teknis (UPT) kantor pelabuhan.
g. Penerimaan dari jasa pelayanan penerbangan (JP2) untuk penerbangan
internasional.
h. Penerimaan dari jasa pelayanan penumpang pesawat udara (JP3U) pada
bandar udara untuk angkutan udara luar negeri.
i. Penerimaan dari jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan
pesawat udara (JP4U) penerbangan internasional.
j. Penerimaan dari jasa pemeriksaan kesehatan.
k. Penerimaan dari pemberian dokumen penerbangan.
l. Penerimaan dari jasa pelayanan meteorologi dan geofisika dan
penyewaan peralatan.
m. Penerimaan dari sumbangan pembinaan pendidikan dan latihan (SPPL).
12. PNBP pada Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pariwisata.
b. Penerimaan dari uang ujian perwira radio elektronika dan operator radio.
c. Penerimaan dari pemberian izin usaha jasa titipan.
d. Penerimaan dari pemberian izin amatir radio.
e. Penerimaan dari pemberian izin antene parabola penerima siaran
televisi.
f. Penerimaan dari pemberian izin komunikasi radio antar penduduk
(KRAP).
g. Penerimaan dari pemberian hak penyelenggaraan (BHP) frekuensi radio
konsesi.
h. Penerimaan dari pemberian izin hak penyelenggaraan (BHP) jasa
telekomunikasi.
i. Penerimaan dari jasa penyelenggaraan/pengawasan ujian amatir
13. PNBP pada Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
a. Penerimaan dari pembinaan tenaga kerja Indonesia dalam rangka
pengembangan program Antar Kerja Antar Negara (AKAN).
b. Penerimaan dari jasa latihan kerja dan kursus latihan kerja (BLK/KLK).
c. Penerimaan dari pungutan Tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang
(TKWNAP).
d. Penerimaan dari pendayagunaan fasilitas hiperkes dan keselamatan
kerja.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 11


MODUL PENGELOLAAN PNBP

14. PNBP pada Kementerian Pendidikan Nasional


a. Penerimaan dari penyelenggaraan pendidikan.
b. Penerimaan karcis tanda masuk museum.
c. Penerimaan dari kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi
perguruan tinggi.
d. Penerimaan dari hasil penjualan produk yang diperoleh dari
penyelenggaraan pendidikan tinggi.
e. Penerimaan dari sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga
pemerintahan, atau lembaga non pemerintah.
15. PNBP pada Kementerian Kesehatan
a. Penerimaan dari pemberian izin peredaran makanan dan minuman.
b. Penerimaan dari pemberian izin peredaran minuman keras.
c. Penerimaan dari pemberian izin pelayanan kesehatan oleh swasta.
d. Penerimaan dari pemberian izin mendirikan rumah sakit oleh swasta.
e. Penerimaan dari jasa pendidikan tenaga kesehatan.
f. Penerimaan dari jasa pemeriksaan laboratorium.
g. Penerimaan dari jasa pemeriksaan air secara kimia lengkap.
h. Penerimaan dari jasa Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4).
i. Penerimaan dari jasa Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).
j. Penerimaan dari jasa pemeriksaan obat, minuman, makanan, kosmetika,
dan alat-alat kesehatan.
k. Penerimaan dari uji pemeriksaan spesimen.
l. Penerimaan dari jasa pelayanan rumah sakit.
16. PNBP pada Kementerian Agama
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
b. Penerimaan dari peradilan agama.
c. Penerimaan dari pencatatan nikah dan rujuk.
17. PNBP pada Kementerian Sosial
a. Penerimaan Pendidikan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Bandung.
b. Penerimaan dari izin pengumpulan uang dan barang.
c. Penerimaan dari izin penyelenggaraan undian.
d. Penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah.
18. PNBP pada Kejaksaan Agung
a. Penerimaan dari penjualan barang rampasan.
b. Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan.
c. Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 12


MODUL PENGELOLAAN PNBP

d. Penerimaan biaya perkara.


e. Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan
dan hasil penjualan barang bukti yang tidak diambil oleh yang berhak.
f. Penerimaan denda.
19. PNBP pada Lembaga Administrasi Negara
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
20. PNBP pada Badan Pusat Statistik
a. Penerimaan dari penjualan publikasi statistik.
21. PNBP pada Badan Tenaga Atom Nasional
a. Penerimaan dari hak dan perizinan penggunaan (kalibrasi).
b. Penerimaan dari jasa analisa (tenaga/pekerjaan).
c. Penerimaan dari penerbitan Sertifikat Bekas Radiasi Komoditi
Ekspor/Impor.
22. PNBP pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
a. Penerimaan dari pelayanan jasa pemotretan jarak jauh.
23. PNBP pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan.
b. Penerimaan dari penjualan hasil penelitian.
c. Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas.
d. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa analisa, penelitian dan
pengembangan jasa konsultasi,pelayanan informasi, jasa rekayasa, jasa
kalibrasi dan metrologi, dan jasa tenaga ahli.
24. PNBP pada Arsip Nasional
a. Penerimaan dari pelayanan jasa kearsipan.
25. PNBP pada Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
a. Penerimaan dari penjualan hasil survey dan pemetaan.
26. PNBP pada Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pengkajian, penelitian dan
pengembangan, dan pelayanan jasa teknologi.
27. PNBP pada Badan Pertanahan Nasional
a. Penerimaan dari pengukuran dan pemetaan.
b. Penerimaan dari pemeriksaan tanah.
c. Penerimaan dari konsolidasi tanah secara swadaya.
d. Penerimaan dari redistribusi tanah
e. Penerimaan dari ijin lokasi

C. Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak

MODUL PENGELOLAAN PNBP 13


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan


Pemerintah yang menetapkan jensi PNBP yang bersangkutan. Tarif atas jenis
PNBP ditetapkan dengan memperhatikan :

1. Dampak Pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya

2. Biaya Penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis PNBP


bersangkutan

3. Aspek keadilandalam pengenaan beban kepada masyarakat

Setiap Kementerian/Lembaga yang mempunyai PNBP harus memiliki peraturan


perundangan (minimal PP) tentang jenis dan tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada
masing/masing Kementerian/Lembaga. Peraturan Pemerintah tersebut digunakan
sebagai dasar pemungutan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Proses Penetapan Peraturan Pemerintah Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP
yang Berlaku pada Kementerian/Lembaga

• Pimpinan kementerian/lembaga (Instansi Pemerintah) menyampaikan usulan


tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga yang
bersangkutan kepada Menteri Keuangan.

• Selanjutnya usulan besaran tarif tersebut dibahas oleh Kementerian


Keuangan bersama dengan kementerian/lembaga yang bersangkutan,
Kementerian Hukum dan HAM, serta Sekretariat Negara untuk mendapatkan
justifikasi atas tarif yang diusulkan. Selain itu, pembahasan juga bertujuan
untuk mempelajari dampak atas pengenaan tarif tersebut terhadap
MODUL PENGELOLAAN PNBP 14
MODUL PENGELOLAAN PNBP

kementerian/lembaga dan masyarakat serta memastikan pelayanan (jenis


PNBP) yang diberikan merupakan kewenangan kementerian/lembaga yang
bersangkutan

• Jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga hasil
pembahasan, disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui surat
Menteri Keuangan

• Kementerian Hukum dan HAM melakukan harmonisasi dan pembulatan


terhadap RPP dimaksud, untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri
Keuangan untuk diproses lebih lanjut.

• Menteri Keuangan menyampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan menjadi


PP

• Setelah PP ditetapkan dan diundangkan, Kementerian/Lembaga wajib


memungut dan menyetorkan PNBP yang diperolehnya ke Kas Negara sesuai
dengan tarif dalam PP.

Berdasarkan jenis penetapannya Tarif PNBP ditetapkan berdasarkan :

• Tarif Spesifik

Tarif ditetapkan dalam bentuk satuan mata uang tertentu

Contoh :

Biaya legalisasi dokumen di perwakilan RI : US$ 20 per dokumen

• Tarif Advolarem

Tarif ditetapkan dalam bentuk persentase

Contoh :

Pungutan Biaya Hal Penyelenggaraan Telekomunikasi : 0.50 % dari pendaparan


kotor penyelenggaraan telekomuniaksi per tahun buku

Tarif royalti pertambangan umum untuk emas sebesar 3.75% dari harga jual per
kg.

Berdasarkan pendekatan biaya dalam penetapannya, sesuai dengan karakteristik jenis


layanan dan kondisi masyarakat (wajib bayar) yang akan menggunakan layanan
pemerintah tersebut. Tarif PNBP dapat dikategorikan sebagai berikut :

MODUL PENGELOLAAN PNBP 15


MODUL PENGELOLAAN PNBP

• Tarif Cost Minus

Tarif PNBP yang dikenakan kepada masyarakat adalah nol (gratis) atau lebih
rendah dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan layanan (baik layanan
dalam bentuk barang, jasa atau administratif) yang disediakan Pemerintah.
Pengenaan tarif dengan pendekatan ini umumnya diberikan pada pelayanan
publik yang merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat, antara lain
pendidikan dan kesehatan

• Tarif Cost Recovery

Penentuan tarif PNBP dengan menyamakan antara tarif dengan biaya


penyelenggaraan layanan (baik layanan dalam bentuk barang, jasa atau
administratif) yang disediakan Pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini
umumnya dikenakan atas layanan publik yang bukan merupakan kebutuhan
dasar masyarakat, antara lain laboratorium uji mutu dan gedung/balai
pertemuan.

• Tarif Cost Plus

Tarif PNBP ditetapkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya


penyelenggaraan layanan (baik layanan dalam bentuk barang, jasa atau
administratif) yang disediakan Pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini
umumnya dikenakan atas jasa pengaturan dan pelayanan publik tertentu
dimana masyarakat memperoleh manfaat yang besar dari layanan yang
diberikan dan/atau untuk melindungi kelestarian lingkungan/alam, contoh di
bidang pertambangan umum dan kehutanan.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 16


MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB III
TATA CARA PENYETORAN/PEMBAYARAN PNBP
KE KAS NEGARA

A. Dokumen Sumber dan Tata Cara Pengisian

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajakdan


peraturan pelaksanaannya menyatakan bahwa seluruh Penerimaan Negara Bukan
Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. Selain itu seluruh PNBP
dikelola dalam Sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan demikian
seluruh PNBP pada prinsipnya tidak dapat digunakan secara langsung.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) disetorkan ke rekening kas negara pada
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). SSBP
merupakan dokumen sumber dalam penyetoran dan pencatatan penerimaan PNBP.

B. Tata Cara Penyetoran

Pada prinsipnya Penerimaan Negara Bukan Pajak dilakukan oleh Wajib Bayar melalui
Bank Umum/Pos yang telah ditunjuk Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi mitra kerja Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Dalam hal di suatu tempat tertentu tidak
tersedia layanan Bank/Pos Perepsi, penyetoran ke kas negara dapat dilakukan melalui
Bandahara Penerimaan, dimana Bendahara Penerimaan berkewajiban melakukan
penyetoran secepatnya ke kas negara.

Penyetoran/pembayaran PNBP dalam mata uang rupiah dilakukan setiap saat dan
yang telah yang terhubung dengan MPN. Setoran tersebut dikreditkan ke Rekening
Penerimaan KPPN pada Bank/Pos Persepsi tersebut. Penyetoran PNBP juga dapat
dilakukan melalui potongan Surat Perintah Membayar (SPM) dari Satuan Kerja.

Dengan telah ditetapkannya peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.05/2010


tentang Penatausahaan Penerimaan Negara Dalam Mata Uang Asing penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam USD yang sebelumnya dilakukan oleh Wajib

MODUL PENGELOLAAN PNBP 17


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Bayar/Wajib Setor ke Bank Umum untuk ditransfer ke Rekening Kas Umum Negara
dalam Valuta USD pada Bank Indonesia dapat dilakukan melalui Bank Persepsi Mata
Uang Asing yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat.

Contoh SSBP dan petunjuk pengisiannya :

MODUL PENGELOLAAN PNBP 18


MODUL PENGELOLAAN PNBP

PETUNJUK PENGISIAN SURAT SETORAN BUKAN PAJAK (SSBP)


Nomor Uraian Isian
Catatan :
- Diisi dengan huruf kapital atau diketik
- Satu formulir SSBP hanya berlaku untuk setoran satuAkun(Mata Anggaran
Penerimaan)
• Diisi dengan Kode KPPN (3) tiga digit dan uraian KPPN PenerimaSetoran
• Diisi dengan nomor SSBP dengan metode penomoran Nomor/KodeSatker/
Bulan/Tahun (9999/999999/99/9999)
• Diisi dengan Tanggal SSBP dibuat
• Diisi Kode Rekening Kas Negara (KPPN bersangkutan ……diisi
petugas Bank)
• Diisi NPWP Wajib Bayar/Setor atau Bendahara Satker
• Diisi dengan Nama/Jabatan Wajib Setor/Wajib Bayar
• Diisi dengan Alamat Jelas Wajib Setor/Wajib Bayar
• Diisi Kode diikuti dengan uraian Kementerian/Lembaga penerimaPNBP sesuai
dengan yang tercantum pada pagu anggaran
• Diisi dengan Kode Unit Organisasi Eselon I dan Uraian Satker
Penerima PNBP
• Diisi dengan Kode Satker (6) enam digit dan uraian Satker
penerima PNBP
• Diisi dengan Kode Fungsi (2) dua digit, Kode Subfungsi (2) dua digit, dan
Kode Program (4) empat digit Satker penerima PNBP
• Diisi ( 4) digit kode kegiatan dan (4) digit kode Sub kegiatan apabilapenyetoran
untuk Satker PenggunaPNBP
• Diisi Kode Kabupaten/Kota (2)digit dan Kode Lokasi Privinsi (2) digit
• Diisi dengan Kode Akun (MAP) sebanyak (6) enam digit disertaidengan Uraian
Penerimaan sesuai dengan format
• Diisi dengan Jumlah Rupiah Setoran Penerimaan
• Diisi dengan Jumlah Rupiah yang dibayarkan dengan huruf
• Diisi dengan Nomor SPN dan SP3N kalau ada Surat Penetapannya
• Diisi dengan tanggal SPN dan SP3N
• Diisi Kode (3) tiga digit dan Nama KPPN Penerbit SPN atauPenerima SP3N

• Diisi keperluan pembayaran


• Diisi tempat dibuatnya SSBP

MODUL PENGELOLAAN PNBP 19


MODUL PENGELOLAAN PNBP

• Diisi tanggal dibuatnya SSBP


• Diisi sesuai nama Wajib Setor
• Diisi sesuyai NIP wajib Setor, stempel Satker
• Diisi dengan tanggal diterimanya setoran tersebut oleh BankPersepsi atau
Kantor Pos dan Giro
• Diisi dengan Nama Penerima di Bank/Pos persepsi
• Diisi Tanda Tangan Penerima di Bank Persepsi atau Kantor Pos

Diagram Prosedur MPN

• Wajib Pajak/Wajib Setor/Wajib Bayar mengisi formulir penyetoran,


menyerahkan bukti setor kepada petugas Bank/Pos,
• Petugas Bank/Pos mengecek Formulir Bukti setor dimaksud dan mengentri
data serta mengirimkannya ke kantor pusat bank/pos untuk mendapatkan
NTB/NTP,
• Kantor Pusat Bank/Pos meneruskan ke Kantor Pusat DJPBN untuk
mendapatkan NTPN,
• Kantor Pusat DJPBN memberikan NTPN kepada Kantor Pusat Bank/Pos
selanjutnya Kantor Pusat Bank/Pos mengirimkan NTPN kepada Bank/Pos
Persepsi

MODUL PENGELOLAAN PNBP 20


MODUL PENGELOLAAN PNBP

• Bank/Pos Persepsi menerbitkan Bukti Penerimaan Negara setelah


mendapatkan NTPN dan menyerahkan BPN tersebut kepada wajib
Pajak/Setor/Bayar lembar ke 1 dan 3, dan melaporkan penerimaan tersebutke
KPPN
• Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib
Setor/Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai
dengan tanggal pembayaran.

Setoran penerimaan negara (PNBP) diakui setelah diterima/masuk ke Kas Negara dan
telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor
Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Transaksi Penerimaan
Potongan (NTPP) sedangkan untuk PNBP melalui potongan SPM disahkan dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan NomorTransaksi Penerimaan
Potongan (NTPP).

C. Tata Cara Penyetoran PNBP

Penyetoran PNBP baik dalam mata uang rupiah maupun USD dapat dilakukan dengan
sistem MPN melalui bank/pos persepsi atau bank persepsi mata uang asing. Dan
penerimaan negara bukan pajak atas potongan SPM ditatausahakan oleh KPPN.

1. Tata Cara Penyetoran PNBP Melalui Loket/Teller

a. Wajib Bayar/Wajib Setor mengisi formulir Surat Setoran Bukan Pajak(SSBP)


dengan data yang lengkap, benar, dan jelas dalam rangkap 4 (empat);
b. Wajib Bayar/Wajib Setor menyerahkan formulir SSBP kepada petugasBank/Pos
Persepsi dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai yangtersebut dalam
formulir SSBP yang bersangkutan;
c. Wajib Bayar/Wajib Setor menerima kembali formulir SSBP lembar ke-1
danlembar ke-3, yang telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta dibubuhi
tandatangan/ paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi, cap Bank/Pos
Persepsi,tanggal, dan waktu/jam setor sebagai bukti setor atau Bukti
PenerimaanNegara (BPN);

MODUL PENGELOLAAN PNBP 21


MODUL PENGELOLAAN PNBP

d. Wajib Bayar/Wajib Setor menyampaikan bukti setoran (SSBP)/buktipenerimaan


negara (BPN) kepada unit terkait antara lain SatuanKerja/Satker penerima
PNBP.

2. Pemotongan PNBP melalui Potongan Surat Perintah Membayar (SPM)

1. Satuan Kerja mengajukan Surat Perintah Membayar (SPM) ke KPPN


dalamrangka pengeluaran/belanja negara;
2. Satuan Kerja melakukan pemotongan PNBP dalam SPM apabila terdapat
3. PNBP yang harus dipungut.
4. Apabila memenuhi syarat, KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan
Dana(SPPD).
5. PNBP atas potongan SPM yang telah diterbitkan SP2D disahkan dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor
TransaksiPenerimaan Potongan (NTPP) oleh KPPN.

3. Tata Cara Penyetoran secara Elektronik

Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak melalaui sarana elektronik


dilaksanakan melalui MPN Generasi Ke-2 yang didasarkan kepada penatausahaan
penerimaan negara secara terpusat menggunakan Surat Setoran Elektronik. Dalam
prsoses pembayaran ini Wajib Bayar/Bendahara Penerimaan terlebih dahuli
melakukan perekaman data pembayaran melalaui portal setoran PNBP untuk
mendapatkan kode billing. Setelah itu wajib bayar/bendahara pengeluaran
melakukan penyetoran melalui sarana pembayaran yang disediakan oleh Bank/Pos
Persepsi (teller, ATM maupun internet banking). Detail pembayaran melalui sarana
elektronik sebagai berikut :
a. Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan pendaftaran pada sistem
registrasipembayaran via internet pada website terkait.
b. Wajib Bayar/Wajib Setor mengisi data setoran dengan lengkap dan benaruntuk
mendapatkan kode billing;
c. Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah, pendaftaran dilakukan oleh
instansi terkait dan kode billing tercantum pada surat tagihan dimaksud;
d. Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan pembayaran dengan menggunakan kode
billing baik melalui loket bank/pos persepsi maupun lewat elektronik banking;

MODUL PENGELOLAAN PNBP 22


MODUL PENGELOLAAN PNBP

e. Wajib Bayar/Wajib Setor menerima NTPN melalui/dalam bentuk surat elektronik


sebagai bukti pengesahansetelah pembayaran dilakukan;
f. Wajib Bayar/Wajib Setor mencetak Bukti Penerimaan Negara (BPN)
melaluisistem registrasi pembayaran atau di Bank/Pos Persepsi
denganmenunjukkan NTPN/NTB;
g. Wajib Bayar/Wajib Setor menyampaikan BPN kepada unit terkait antaralain
Satuan Kerja/Satker penerima PNBP;
Mekanisme penyetoran penerimaan negara melalui surat setoran elektronik :

MODUL PENGELOLAAN PNBP 23


MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB IV
PENATAUSAHAAN PNBP PADA SATUAN KERJA

A. KEWAJIBAN SATUAN KERJA DALAM PENATAUSAHAAN PNBP


Setiap satuan kerja kementerian negara/lembaga yang mempunyai PNBP baik
PNBP umum maupun PNBP fungsional wajib melaksanakan penatausahaan PNBP
yang menjadi tanggung jawabnya. Penatausahaan tersebut meliputi tata cara
pemungutan dan pencatatan, pengembalian, koreksi/perbaikan pembukuan, dan
rekonsiliasi. Penatausahaan yang baik merupakan wujud pelaksanaan kinerja dan
akuntabilitas satuan kerja berkenaan.

B. PENYUSUNAN TARGET, TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENCATATAN


PNBP
1. Penyusunan Target PNBP
Target PNBP merupakan hasil penghitungan atau penetapan PNBP yang
diperkirakan akan diterima dalam 1 (satu) tahun yang akan datang. Penyusunan
target dilakukan secara berjenjang sesuai klasifikasi menurut organisasi dari
tingkat Satker/UPT, Unit Eselon I sampai dengan Kementerian/Lembaga dengan
dikoordinsaikan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan masing masing
Kementerian/Lembaga. Target harus disususn secara realistis dengan
menggunakan formula volume x tarif per jenis PNBP sesuai dengan PP Tarif
PNBP yang ditetapkan ileh menteri Keuangan. Dalam penyusunan target,
masing-masing jenis PNBP dikelompikkan sesuai dengan Akun PNBP mengacu
kepada Peraturan Menteri Keuangan tentang Bagan Akun Standar.

2. Tata Cara Pemungutan


Pemungutan PNBP dilakukan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan oleh
Menteri/Pimpinan yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
Sistem pemungutan PNBP mempunyai ciri dan corak tersendiri dan dapat dibagi
dalam 2 (dua) kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah PNBP yang
terhutang, yaitu ditetapkan oleh instansi pemerintah (official assesment) atau
dihitung sendiri oleh wajib bayar (self assesment). Untuk jenis PNBP yang
menjadi terhutang sebelum wajib bayar menerima manfaat atas kegiatan

MODUL PENGELOLAAN PNBP 24


MODUL PENGELOLAAN PNBP

pemerintah, seperti pemberian hak paten, pelayanan pendidikan, maka


penentuan jumlah PNBP yang terhutang dalam hal ini ditetapkan oleh instansi
pemerintah. Namun, dalam hal wajib bayar menjadi terhutang setelah menerima
manfaat, seperti pemanfaatan sumber daya alam, maka penentuan jumlah PNBP
yang terhutang dapat dipercayakan kepada wajib bayar yang bersangkutan untuk
menghitung sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri ( self
assessment).
Pemungutan PNBP pada Satuan Kerja kementerian lembaga/negara dapat
dilakukan oleh Bendahara Penerimaan yang diangkat oleh Kepala Satuan Kerja
selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Bendahara Penerimaan mempunyai fungsi
menagih/memungut, menerima, menyimpan, menyetorkan, membukukan dan
melaporkan/ mempertanggungjawabkan PNBP. Wewenang bendahara
penerimaan adalah menagih/memungut PNBP yang harus dibayar oleh wajib
bayar, yang tarif jumlahnya telah ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Penunjukan Bendahara Penerimaan dan PNBP dapat disetorkan ke Rekening
Bendahara Penerimaan dalam hal didaerah tersebut tidak terdapat Bank/Pos
Persepsi. Dalam hal pemungutan PNBP berada di beberapa tempat yang tidak
satu kota dengan Bendahara Penerimaan PA/KPA dapat menunjuk Bendahara
Penerimaan Pembantu.
Bendahara Penerimaan dapat membuka rekening penerimaan pada Bank Umum
setelah mendapat persetujuan Bendahara Umum Negara dan berkewajiban
untuk melakukan penyetoran ke Rekening Kas Negara setiap akhir hari kerja saat
PNBP diterima kecuali dalam hal PNBP diterima pada hari libu/hari yang
diliburkan atau tidak terdapat Bank/Pos Persepsi yang tidak sekota dengan
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu, penyetoran ke PNBP
ke Kas Negara dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam kondisi gerografis satuan kerja yang tidak memungkinkan melakukan
penyetoran setiap hari dan/atau Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi
dengan tempat/kedudukan Bendahara Penerimaan melampaui waktu 2 jam
dan/atau Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran PNBP lebih besar
daripada PNBP yang diperoleh maka penyetoran ke Kas Negara dapat dilakukan
secara berkala. Penyetoran secara berkala atas PNBP yang diterima oleh
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu harus mendapatkan
izin dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Izin
penyetoran secara berkala dapat diberikan oleh Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan diberikan dengan ketentuan paling sedikit dilakukan
penyetoran satu kali dalam satu minggu.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 25


MODUL PENGELOLAAN PNBP

3. Tata Cara Pencatatan


Satuan Kerja penerima PNBP menerima Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) baik
yang berasal dari Wajib Pajak atau melalui potongan SPM maupun dari setoran
Bendahara Penerimaan. Satuan Kerja melakukan pencatatan melalui Sistem
Akuntansi Instansi (SAI). Pencatatan dilakukan sesuai petunjuk yang ada pada
aplikasi SAI.
Untuk pencatatan setoran PNBP yang dipotong melalui SPM LS kepada Bendahara
Pengeluaran, pencatatan adalah sebesar nilai bruto SPM LS pada sisi penerimaan
(debet) dan sebesar nilai PNBP pada sisi pengeluaran (kredit).
Apabila PNBP dikelola oleh Bendahara Pengeluaran, pencatatan PNBP tersebut
dilakukan sebagai berikut:
• Secara prinsip Bendahara Penerima dilarang menerima uang tunai secara
langsung dari wajib bayar.
• Dalam hal Bendahara Penerima menerima secara langsung dari wajib bayar,
maka Bendahara Penerima memberikan surat bukti. Selanjutnya Bendahara
Penerima menyetorkan ke Rekening Kas Negara pada akhir hari kerja.

C. TATA CARA PENGEMBALIAN PNBP


PNBP yang telah disetor ke Kas Negara oleh Wajib Bayar/Wajib Setor dapat
dikembalikan kepada Wajib Bayar/Wajib Setor apabila terdapat kelebihan setor
dan/atau kesalahan penyetoran maupun kelebihan/kesalahan pemotongan dalam
Surat Perintah Membayar. Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran PNBP kepada Pimpinan Instansi Pemerintah
dengan menyertakan dokuen pendukung yang sah dan lengkap.
Tata Cara Pengembalian PNBP berpedoman kepada Surat Edaran Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-53/PB/2012 dan petunjuk pelaksanaannya
sebagai berikut :
1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran penerima PNBP mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan melampirkan:
a. Fotokopi Bukti setor penerimaan negara yang telah dikonfirmasi oleh
BUN/Kuasa BUN.
b. Fotokopi Bukti kepemilikan rekening tujuan.
c. Surat Ketetapan Pengembalian
d. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari Kepala Satker
tentang jumlah yang dimintakan pengembaliannya.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 26


MODUL PENGELOLAAN PNBP

2. KPPN cq. Seksi Bank Giro Pos melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen
permintaan pengembalian penerimaan negara dan meneruskan pengembalian
kepada Seksi Verifikasi dan Akuntansi.
3. Seksi Verifikasi dan Akuntansi melakukan pengujian terhadap kebenaran tagihan.
Dalam hal setoran telah diterima dan dibukukan pada kas negara dan/atau
SUBRKUN KPPN Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN menerbitkan SKTB
dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 disampaikan kepada Kepala KPPN
b. Lembar ke-2 disampaikan kepada PA/KPA/Satker Terkait
c. Lembar ke-3 sebagai pertinggal
4. Dalam hal setoran diterima dan dibukukan oleh KPPN lain, maka KPPN mitra
kerja memintakan penerbitan SKTB kepada KPPN Penerima Setoran.
5. Atas dasar SKTB Kepala KPPN menerbitkan Surat Persetujuan Pembayaran
Pengembalian dalam rangkap 3 (tiga)dengan peruntukan:
a. Lembar ke-1 dan ke-2 untuk penerbit SPP/SPM-PP.
b. Lembar ke-3 sebagai pertinggal KPPN.
6. Penerbit SPP/SPM-PP adalah pejabat perbendaharaan pada satuan kerja yang
memiliki dana dalam DIPA ayau Kepala Subbagian Umum KPPN untuk satuan
kerja/entitas yang tidak memiliki alokasi dana dalam DIPA.
7. Pengajuan SPM-PP beserta kelengkapannya kepada KPPN dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang mengatur pengajuan SPM ke KPPN.
8. Dalam hal PNBP yang dimintakan pengembalian merupakan PNBP yang disetor
dalam tahun anggaran berjalan, KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan
Dana (SP2D) sesuai ketentuan.
8. Apabila PNBP yang dimintakan pengembalian merupakan PNBP yang disetor
tahun anggaran lalu, KPPN meneruskan Surat Permintaan Pembayaran
Pengembalian, KTB dan Surat Persetujuan Pembayaran Pengembalian ke
Kantor Pusat cq.Direktorat Pengelolaan Kas Negara. Selanjutnya Direktorat
Pengelolaan Kas Negara menerbitkan SPM dan SP2D sesuai ketentuan.

D. TATA CARA KOREKSI/PERBAIKAN PNBP


1. Terhadap PNBP yang telah disetor ke Kas Negara dapat dilakukan
perbaikan/koreksi. Koreksi/perbaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
tersebut dilakukan atas:
a. Kesalahan kode Akun (Mata Anggaran Penerimaan);
b. Kesalahan kode unit organisasi;
c. Kesalahan fungsi, subfungsi, dan program;

MODUL PENGELOLAAN PNBP 27


MODUL PENGELOLAAN PNBP

d. Kesalahan lain yang tidak mempengaruhi kas.


2. Permintaan koreksi/perbaikan terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) diajukan oleh Satuan Kerja/Kementerian Negara/Lembaga penerima
PNBP, Bank/Pos Persepsi, Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Perbendaharaan/KPPN atau Direktorat Jenderal Anggaran kepada KPPN.
3. Berdasarkan permintaan koreksi/perbaikan tersebut, Kepala Seksi
Persepsi/Bendahara Umum KPPN menerbitkan Nota Penyesuaian untuk
mendapatkan persetujuan Kepala KPPN.
4. Nota Penyesuaian yang telah mendapat persetujuan Kepala KPPN berfungsi
sebagai dokumen sumber transaksi koreksi/perbaikan. Selanjutnya petugas
Supervisor/Operator Seksi Persepsi/Bendahara Umum melakukan perbaikan
data.
5. KPPN mengirim hasil perbaikan kepada Satuan Kerja penerima PNBP.
6. Permintaan perbaikan/koreksi PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar/Wajib Setor
wajib dilakukan melalui Satker penerima PNBP, untuk selanjutnya Satker
mengajukan permintaan perbaikan/koreksi ke KPPN.

E. TATA REKONSILIASI DENGAN BUN


Dokumen yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Penerima pada
penatausahaan pendapatan negara pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementerian/lembaga adalah dokumen sumber penerimaan. Sesuai Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006, yang dimaksud dengan
dokumen sumber penerimaan yang selanjutnya disebut dokumen sumber adalah
dokumen yang digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaan negara.
Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat
Nomor transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank
(NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP). NTPN
adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui
MPN.
NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan
oleh Bank. NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang
diterbitkan oleh Kantor Pos. NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara
yang berasal dari potongan SPM yang diterbitkan oleh KPPN.
KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari potongan SPM yang sudah
diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN paling lambat setiap akhir hari kerja.
Ketentuan tentang tatacara penyampaian laporan realisasi PNBP diatur dalam pasal
8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 yang menyebutkan bahwa

MODUL PENGELOLAAN PNBP 28


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan


pertanggungjawaban penerimaan negara dalam bentuk Laporan Realisasi
Anggaran yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi. Dengan demikian
Satuan Kerja PNBP harus melakukan rekonsiliasi PNBP dengan Bendahara Umum
Negara/KPPN.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 29


MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB V
PENATAUSAHAAN PIUTANG PNBP

Setiap kementerian negara/lembaga wajib melaksanakan penatausahaan piutang


PNBP yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga pelunasan piutang PNBP dapat
dilaksanakan tepat waktu dan dapat disajikan dalam laporan keuangan.
Pengadminsitrasian Piutang PNBP, seperti penerbitan surat penagihan, pencatatan
dalam kartu piutang, pembuatan saldo piutang, dan surat keterangan tanda lunas
untuk sewa beli rumah dinas, dapat dilakukan dengan baik dan tertib.

A. Penatausahaan Piutang PNBP


Dalam rangka melaksanakan penatausahaan piutang PNBP, satuan kerja
kementerian/lembaga harus membentuk unit penatausahaan piutang PNBP dengan
tujuan untuk:
a. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai piutang.
b. Mengamankan transaksi piutang PNBP melalui pencatatan, pemrosesan dan
pelaporan transaksi keuangan.
Unit yang menatausahakan PNBP dalam satuan kerja meliputi unit operasional, unit
administrasi dan unit pembukuan. Masing-masing unit dimaksud dapat dilaksanakan
oleh satu atau beberapa petugas sesuai dengan besar kecilnya organisasinya dan
transaksi penerimaan PNBP yang menjadi tanggungjawabnya.
Pembentukan unit-unit dimaksud ditetapkan dalam surat ketetapan kepala satuan
kerja bersangkutan.
Secara garis besar, Piutang PNBP digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
a. Piutang dari Penerimaan Sumber Daya Alam;
b. Piutang dari Pendapatan Bagian Laba BUMN;
c. Piutang dari Pendapatan PNBP Lainnya.
Selanjutnya, dari masing-masing golongan tersebut dirinci lebih lanjut ke dalam
masing-masing jenis PNBP sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar.

B. Tugas unit-unit penatausaha piutang PNBP pada satuan kerja


Unit Penatausahaan Piutang dapat berupa unit struktural atau petugas non
struktural sesuai dengan besar kecilnya organisasi dan transaksi yang ditangani.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 30


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Unit tersebut ditetapkan oleh kepala satuan kerja dengan tugastugasnya sebagai
berikut:
1. Unit Operasional:
- menyelesaikan surat pernyataan piutang
- membuat surat penagihan piutang
- melakukan pengawasan pembayaran penagihan piutang
- membuat surat peringatan
- membuat surat pemindahan penagihan piutang terhadap pihak yang pindah
satuan kerja
- membuat SKTL atas piutang yang telah dilunasi
- mengirimkan surat tagihan kepada petugas administrasi dan pembukuan
- membuat surat penyerahan pengurusan piutang yang tidak tertagih kepada
DJKN
- membuat usulan penghapusan piutang
- mengarsipkan dokumen piutang
2. Unit Administrasi
- menerima dokumen/surat penagihan piutang
- mengagendakan srurat/dokumen masuk dan keluar
- membuat surat pengantar
- meneruskan dokumen tanggapan ke petugas operasional
- mengirimkan bukti setor ke unit pembukuan
3. Unit Pembukuan
- menerbitkan dan melakukan pencatatan piutang ke dalam kartu piutang
- melakukan pencatatan piutang sewa rumah negara
- membuat daftar rekapitulasi piutang
- membuat daftar umur piutang dan rekalsifikasi piutang
- membuat daftar saldo piutang setiap triwulan berdasarkan kartu piutang
- membuat penyisihan piutang tak tertagih dalam kartu penyisihan piutang tak
tertagih semesteran dan tahunan
- melakukan pengarsipan dokumen
- membuat dan mengirimkan laporan-laporan PNBP

C. Penerbitan Surat Penagihan


Surat Penagihan wajib diterbitkan untuk setiap timbulnya PNBP. Piutang PNBP
timbul dalam hal penyetoran PNBP ditetapkan secara angsuran dan wajib bayar
belum melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo pembayaran PNBP.
Penerbitan surat penagihan didasarkan pada dokumen-dokumen sebagai berikut:

MODUL PENGELOLAAN PNBP 31


MODUL PENGELOLAAN PNBP

- SK Pembebanan Penggantian Kerugian Negara kepada Bendahara dan pegawai


bukan bendahara
- SK Menteri Pekerjaan Umum tentang sewa beli rumah negara
- SK BPK tentang pembebanan kerugian negara kepada bendahara
- SK Penghunian rumah dinas
- SKPP yang memuat adanya utang kepada negara
- SPM/SP2D persekot gaji
- SK pengembalian belanja
- Dokumen lain yang mengakibatkan terjadinya piutang PNBP
Surat penagihan diterbitkan paling lama 3 hari kerja sejak timbulnya piutang dan
diterbitkan dalam rangkap 3. Masing-masing disampaikan kepada pihak terutang,
unit administrasi, dan unit pembukuan. Format surat piutang dapat dilihat dalam
lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011 tentang
Penatausahaan Piutang PNBP pada Kementerian/Lembaga.
Piutang PNBP yang telah diterbitkan surat penagihannya harus dicatat dalam kartu
piutang. Format kartu piutang dapat dilihat dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011.
Dalam hal sampai dengan jatuh tempo, piutang belum dibayarkan oleh wajib bayar,
maka wajib diberikan surat penagihan kedua. Dan dalam hal surat penagihan kedua
tidak diindahkan, maka wajib diterbitkan surat penagihan ketiga. Format surat
penagihan kedua dan ketiga dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011.

D. Penyerahan Pengurusan Piutang PNBP


Apabila sampai dengan penerbitan surat penagihan ketiga wajib bayar belum
melunasi kewajibannya, maka selanjutnya dilakukan penyerahan pengurusan
piutang PNBP kepada Panitia Urusan Piutang Negara DJKN sesuai ketentuan
perundang-undangan. Langkah-langkah penyerahan piutang dilakukan sebagai
berikut:
- Mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan tagihan piutang
- Membuat surat penyerahan piutang yang ditandatangani oleh kepala satuan kerja
- Surat penyerahan piutang disampaikan kepada Biro Keuangan
Kementerian/Lembaga masing-masing untuk selanjutnya diteruskan kepada
Panitia Urusan Piutang Negara DJKN.
- Tembusan surat penyerahan piutang disampaikan kepada BPK, BPKP, Itjen
kementerian/Lembaga, Dit. PNBP DJA.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 32


MODUL PENGELOLAAN PNBP

E. Pemindahan Penagihan Piutang PNBP


Apabila ada pegawai negeri yang masih memiliki tunggakan/kewajiban membayar
utang kepada negara pindah ke satuan kerja lain, maka dengan demikian
penagihan piutang kepada pegawai tersebut dialihkan kepada satuan kerja baru.
Pengalihan penagihan piutang dilaksanakan dengan menerbitkan surat pemindahan
penagihan piutang PNBP oleh unit operasional satuan kerja lama. Surat
pemindahan tagihan piutang PNBP digunakan sebagai dasar untuk melakukan
penagihan di satuan kerja baru. Satuan kerja baru tidak perlu menerbitkan surat
penagihan apabila sudah ada surat pemindahan penagihan piutang dari satuan
kerja lama. Surat pemindahan penagihan piutang PNBP merupakan satu kesatuan
proses dari dokumen penagihan piutang PNBP. Surat Pemindahan penagihan
dibuat rangkap tiga dengan peruntukan pihat terutang, satuan kerja baru, dan
satuan kerja lama. Dengan adanya pemindahan tagihan kepada satuan kerja baru
maka penagihan piutang PNBP menjadi kewenangan dan tanggungjawab
sepenuhya satuan kerja baru. Guna memberikan keyakinan atas kebenaran piutang
PNBP, maka sebelum surat pemindahan penagihan piutang PNBP diterbitkan, perlu
dilakukan konfirmasi kebenarannya kepada KPPN mitra kerja. Bentuk surat
pemindahan penagihan piutang PNBP dapat dilihat di Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011.

F. Piutang PNBP bagi pensiunan


Bagi Pegawai Negeri yang akan memasuki masa pensiun, maka pelunasan atas
tunggakan dan kewajiban membayar utang kepada negara diselesaikan sebelum
pembayaran gaji terakhirnya. Dalam hal pegawai tersebut tidak dapat memenuhi
kewajibannya maka pelunasan piutang dilakukan dengan cara:
a. Melalui pemotongan pembayaran pensiun pegawai bersangkutan
b. Dilakukan penyetoran sendiri ke kas negara
Penyelesaian piutang PNBP melalui pemotongan pembayaran pensiun dilakukan
dengan menyampaikan surat pemberitahuan kepada PT Taspen/PT Asabri dimana
pensiun pegawai tersebut dibayar. Pemberitahuan harus dilampiri dengan SKPP
pensiunan dan surat penagihan terakhir. Surat pemberitahuan dan lampirannya
tersebut merupakan dasar bagi PT Taspen/PT Asabri untuk melakukan pemotongan
uang pensiun untuk kemudian disetorkan ke kas negara.
Paling lama 7 hari kerja setelah penyetoran, PT Taspen/PT Asabri menyampaikan
pemberitahuan kepada satuan kerja penerbit SKPP Pensiun dilampiri dengan bukti
setorannya. Petugas unit pembukuan menatausahakan setoran piutang pada kartu
piutang.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 33


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Penyetoran piutang yang dilakukan sendiri oleh wajib setor ke kas Negara harus
dilaporkan kepada unit penatausaha piutang PNBP satuan kerja terkait, agar
dilakukan pencatatan ke dalam kartu piutang dan menatausahakan bukti
setorannya.

G. Penerbitan Surat Keterangan Lunas/SKTL


Setiap pelunasan piutang PNBP yang dilakukan dengan angsuran, satuan kerja
wajib menerbitkan SKTL. Dalam hal piutang dibayar secara sekaligus, maka SSBP
dapat dijadikan sebagai bukti pelunasan. Sebelum menerbitkan SKTL, petugas unit
pembukuan wajib melakukan konfirmasi kebenaran setoran PNBP kepada KPPN.
Untuk piutang PNBP yang jangka waktu pelunasannya kurang dari satu tahun,
kebenaran setoran dilakukan sebelum penerbitan SKTL. Untuk pelunasan yang
jangka waktunya melebihi satu tahun maka konfirmasi SKTL dilakukan setiap tahun.
Tata cara penerbitan SKTL dilaksanakan sebagai berikut:
1. Petugas pada unit pembukan melakukan konfirmasi kebenaran setoran piutang
PNBP kepada KPPN
2. Petugas unit pembukuan memberitahukan kepada petugas unit operasional atas
piutang PNBP yang telah lunas dilampiri dengan asli dokumen transaksi, hasil
konfirmasi, dan kartu piutang
3. Petugas pada unit operasional melakukan pengujian dengan cara
membandingkan dokumen-dokumen tersebut denga catatan pada kartu piutang.
4. Termasuk di dalam pengujian adalah denda atas keterlambatan pembayaran
sesuai dengan ketentuan
5. Dalam hal terjadi perbedaan pencatatan antara kartu piutang dengan hasil
konfirmasi, data yang digunakan adalah data hasil konfirmasi
6. SKTL diterbitkan oleh unit operasional dan ditandatangani oleh kepala satuan
kerja
SKTL yang telah diterbitkan dapat digunakan sebagai dasar pemindahan hak
oleh pihak terutang. SKTL diterbitkan minimal dalam rangkap dua dengan format
sesuai dengan lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-85/PB/2011.

H. Konfirmasi Setoran Piutang PNBP


Konfirmasi setoran diperlukan untuk memastikan bahwa setoran piutang PNBP
benar-benar telah disetorkan dan diterima di kas negara. Permintaan konfirmasi
dilakukan oleh petugas unit pembukuan kepada KPPN. KPPN meneliti permintaan
konfirmasi dengan membandingkan pembukuan KPPN. Dalam hal diperlukan

MODUL PENGELOLAAN PNBP 34


MODUL PENGELOLAAN PNBP

KPPN dapat meminta konfimasi kepada bank persepsi tempat pembayaran setoran
PNBP. Apabila telah diyakini setoran telah diterima di kas negara maka KPPN
memberikan konfirmasi kepada Satuan kerja bersangkutan.
Tata cara konfirmasi sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang
pelaksanaan pemberian konfirmasi. Setoran piutang PNBP sebelum tahun 2011
yang belum dimintakan konfirmasi kebenarannya, agar dimintakan konfirmasi
kepada KPPN mitra kerjanya paling lambat tanggal 30 Juni 2012.
Khusus untuk piutang PNBP sewa beli rumah negara golongan III, penerbitan
SKTL dilaksanakan oleh Direktorat Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum.

i. Penatausahaan Piutang PNBP oleh unit/petugas penatausahaan Piutang pada


Kementerian Negara/Lembaga
Penatausahaan piutang PNBP adalah proses pencatatan dan pelaporan jumlah
uang yang menjadi hak pemerintah atau kewajiban pihak lain kepada pemerintah
sebagai akibat penyerahan uang, barang dan jasa oleh pemerintah atau akibat lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Formulir/daftar yang digunakan dalam pencatatan piutang adalah:
1. Kartu Piutang
Merupakan kartu yang menunjukkan jumlah piutang, mutasi dan saldo piutang
masing-masing debitur. Pencatatan piutang dilakukan pada saat timbulnya hak
pemerintah atau adanya kewajiban pihak lain kepada pemerintah.
Pencatatan didasarkan atas dokumen sumber yang berasal dari surat ketetapan
piutang, bukti setor dan surat penghapusan piutang. Kartu Piutang diisi setiap
terjadi transaksi.
2. Daftar Rekapitulasi Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan total mutasi dan saldo piutang menurut
jenis piutangnya. Pencatatan ke dalam Daftar Rekapitulasi Piutang dilakukan
setiap semester berdasarkan mutasi dalam kartu piutang.
3. Daftar Saldo Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan saldo piutang berdasarkan rekapitulasi
masing-masing jenis piutang dan disajikan setiap semester.
4. Daftar Umur Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan pengelompokkan piutang yang menunggak
(sudah melebihi jangka waktu kredit) berdasarkan lamanya waktu tunggakannya
dan disajikan setiap akhir tahun.
5. Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang

MODUL PENGELOLAAN PNBP 35


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Untuk memudahkan reklasifikasi piutang dapat dibutakan Daftar Reklasifikasi


Saldo Piutang yang menunjukkan jumlah bagian lancar dan jumlah bagian tidak
lancar. Reklasifikasi asset non lancar ke dalam asset lancar dikarenakan jumlah
yang direklasifikasi tersebut akan jatuh tempo dalam kurun waktu 1 (dua belas)
bulan dari tanggal neraca.
6. Formulir Jurnal Aset (FJA)
Merupakan formulir yang digunakan untuk mencatat penambahan, pengurangan,
dan penghapusan nilai asset pada neraca. Dalam hal ini adalah nilai asset
piutang pada neraca.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 36


MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB VI
PENGGUNAAN KEMBALI PNBP

Pada prinsipnya seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) wajib disetor
langsung secepatnya ke Kas Negara. Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagian dana dari suatu Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan oleh
Instansi yang bersangkutan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut. Besarnya bagian dana PNBP yang dapat
digunakan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Kegiatan tertentu tersebut meliputi bidang-bidang kegiatan :
• penelitian dan pengembangan teknologi;
• pelayanan kesehatan;
• pendidikan dan pelatihan;
• penegakan hukum;
• pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;
• pelestarian sumber daya alam.

A. Ijin Penggunaan PNBP


Instansi/Satuan Kerja dapat menggunakan sebagian dana Penerimaan Negara
Bukan Pajak setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.

Mekanisme permohonan ijin penggunaan PNBP diatur sebagai berikut :


1. Permohonan penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak diajukan oleh
PimpinanKementerian/Lembaga yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.
2. Permohonan menggunakan format yang antara lain memuat:
a. Latar belakang
b. Tujuan Penggunaan dana PNBP
c. Tugas dan Fungsi
d. Rincian Anggaran Biaya (RAB)
e. Kesesuaian RAB dengan tugas dan fungsi
f. Target dan realisasi PNBP
g. Perkiraan penerimaan 3 tahun mendatang
h. Output dan outcome

MODUL PENGELOLAAN PNBP 37


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Selanjutnya rencana penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak diteliti dan


dibahas oleh Kementerian Keuangan bersama-sama Kementerian
Negara/Lembaga dan dilakukan analisis atas kelayakan penggunaan PNBP yang
bersangkutan sebelum ditetapkan Menteri Keuangan. Dana Penerimaan Negara
Bukan Pajak dapat digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada
Satuan Kerja bersangkutan dalam rangka pembiayaan :
1. operasional dana pemeliharaan; dan atau
2. investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.

B. Penganggaran Dana yang Berasal Dari PNBP


Dana penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak disediakan dalam DIPA dan
saldo lebih dari sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak pada akhir tahun
anggaran wajib disetor seluruhnya ke Kas Negara. Pembiayaan yang telah
disediakan dalam DIPA dan belum dilaksanakan atau belum diselesaikan dalam
tahun anggaran yang bersangkutan dapat dicantumkan pada DIPA tahun
berikutnya melalui revisi anggaran.

Dalam rangka penyusunan RAPBN Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna


Anggaran/Pengguna Barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Lembaga (RKA-KL) Pengajuan alokasi anggaran untuk pengguanaan dana yang
bersunber dari PNBP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Dalam penyusunan RKA-K/L untuk kegiatan yang alokasi dananya bersumber dari
PNBP (bukan satker BLU) diatur sebagai berikut:
1. Nomenklatur kegiatan yang anggarannya bersumber dari PNBP menggunakan
nomenklatur kegiatan sesuai dengan tabel referensi pada Aplikasi RKA-K/L;

2. Penuangan kegiatan dan besaran anggarannya dalam RKA-K/L mengacu


pada:

a. Peraturan Pemerintah tentang tata cara penggunaan PNBP yang


bersumber dari kegiatan tertentu;

b. Keputusan Menteri Keuangan/Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan


Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP; dan

c. Angka Pagu penggunaan PNBP dari Direktorat PNBP.


MODUL PENGELOLAAN PNBP 38
MODUL PENGELOLAAN PNBP

3. Penggunaan dana yang bersumber dari PNBP difokuskan untuk kegiatan dalam
rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan/atau sesuai ketentuan
tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP;

4. Pembayaran honor pengelola kegiatan PNBP (honor atasan langsung


bendahara, bendahara dan anggota sekretariat) menggunakan akun belanja
barang operasional yaitu honor yang terkait dengan operasional satker (akun
521115), sedangkan honor kegiatan non-operasional yang bersumber dari
PNBP masuk dalam akun honor yang terkait dengan output kegiatan (akun
521213).

Prinsip-Prinsip Penggunaan PNBP


a. Satker pengguna PNBP dapat menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP
dan batas tertinggi penggunaan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. Batas tertinggi PNBP tersebut merupakan maksimum pencairan dana yang dapat
dilakukan oleh satker berkenaan.
c. Penggunaan PNBP dapat dilakukan setelah PNBP disetor ke kas negara
berdasarkan konfirmasi dari KPPN.
d. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran
dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
e. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu
PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA.
f. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam
DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur
Jenderal Anggaran.

C. Prosedur Pencairan Dana yang Berasal Dari PNBP

1. Perhitungan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan kelengkapannya:

a. Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh


persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP
dalam DIPA maksimum sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
b. Realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk sisa
Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 39


MODUL PENGELOLAAN PNBP

c. Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan


riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas Maksimum Pencairan (MP).
d. Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari
UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.

Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula
sebagai berikut:

MP = (PPP x JS) – JPS

MP : Maksimum Pencairan
PPP: proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
JS = jumlah setoran
JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir
yang diterbitkan

e. Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya


dari Satker pengguna, dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan dan berlaku
efektif.

2. Tata cara penerbitan dan pengujian SPP dan SPM-UP/ TUP/PTUP/GUP/GUP


Nihil/LS dari dana yang bersumber dari PNBP
a. PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS beserta
ADK SPM kepada KPPN dengan dilampiri:
i. Penyampaian SPM-UP dilampiri dengan surat pernyataan dari KPA.
ii. Penyampaian SPM-TUP dilampiri dengan surat persetujuan pemberian
TUP dari Kepala KPPN;
iii. Penyampaian SPM-LS dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP)
dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar nominatif untuk yang lebih
dari 1 (satu) penerima.
iv. bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN; dan
v. Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP)
vi. Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka pembayaran
jaminan uang muka atas perjanjian/kontrak, juga dilampiri dengan:
• Asli surat jaminan uang muka;

MODUL PENGELOLAAN PNBP 40


MODUL PENGELOLAAN PNBP

• Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN
untuk mencairkan jaminan uang muka;
• Asli konfirmasi tertulis dari pimpinan penerbit jaminan uang muka
sesuai Peraturan Presiden mengenai pengadaan barang/jasa
pemerintah.
b. KPPN melakukan penelitian terhadap kebenaran perhitungan dalam Daftar
Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP)

D. Revisi Anggaran penggunaan PNBP

1. Revisi yang Disebabkan Perubahan Target PNBP


Berdasarkan perkembangan realisasi tahun berjalan dan adanya kebijakan
tertentu dapat berakibat pada peningkatan terhadap potensi realisasi PNBP
sehingga sampai dengan akhir tahun diperkirakan melampaui target yang telah
ditetapkan. Untuk dapat melakukan revisi atas perubahan target PNBP
tersebut, Satuan Kerja mengusulkan perubahan target PNBP untuk ditampung
dalam RAPBN-P tahun berjalan secara berjenjang kepada Sakjen Kementerian
Lembaga. Susulan tersebut disampaikan oleh Sekjen Kementarian Lembaga
kepada Kementerian Keuangan diduking dengan Proposal perubahan target,
justifikasi perubahan target beserta perhitungannya.

2. Revisi yang disebabkan Kelebihan Realisasi PNBP


Realisasi PNBP yang telah disetorkan ke Kas Negara mungkin untuk
melampaui target yang telah ditetapkan dalam APBN, untuk penggunaan
kelebihan realisasi tersebut dapat dilakukan revisi anggaran. Perubahan ini
dapat digunakan sesuai ketentuan izin penggunaan yang berlaku termasuk
jenis PNBP baru yang ditetapkan dalam PP, Keputusan menteri Keuangan
tentang izin penggunaan baru atau tambahan prosentase penggunaan. Untuk
revisi ini satuan kerja mengusulkan perubahan target PNBP untuk ditampung
pada RAPBN-P tahun berjalan melalui Sekjen Kementerian Lembaga. Setelah
melakukan verifikasi atas kelebihan realisasi PNBP Sekjen
Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan revisi anggaran kepada
Kementerian Keuangan dengan melampirkan RKA-Satker yang memuan
usulan peribahan PNBP, fotokopi SSBP dan NTPN yang telah divalidasi oleh
KPPN.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 41


MODUL PENGELOLAAN PNBP

SURAT PERNYATAAN
Nomor : XXXXXX

Sehubungan dengan pengajuan Uang Persediaan (UP) sebesar Rp.999.999.999,00


(dengan huruf ), yang bertanda tangan di bawah ini:
• Nama : ..............................................
• Jabatan : Kuasa Pengguna Anggaran
• Satuan Kerja : ………………………………… (xxxxxx)
• Kementerian Negara/Lembaga :…………………………………. (xxx)
• Unit Organisasi :…………………………………. (xx)

dengan ini menyatakan bahwa:


• Uang Persediaan (UP) tersebut akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan
operasional sehari-hari satuan kerja dan tidak untuk membiayai pengeluaran yang
menurut peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan pembayaran
langsung (LS);
• Apabila dalam 3 (tiga) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum dilakukan
penggantian (revolving) UP, maka bersedia memotong atau menyetorkan sebesar
25% (dua puluh lima persen) dari UP yang diterima.
• Apabila dalam 1 (satu) bulan setelah surat pemberitahuan Kepala KPPN untuk
memotong atau menyetorkan UP sebesar 25% (dua puluh lima persen) belum
dilaksanakan, maka bersedia memotong atau menyetorkan 50% (lima puluh
persen) dari UP yang diterima.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

…………, ………… 20XX


Kuasa Pengguna Anggaran,

..............................
NIP ........................................

MODUL PENGELOLAAN PNBP 42


MODUL PENGELOLAAN PNBP

DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP)
SATKER PENGGUNA PNBP

• Nama dan kode Kantor/Satker :……………………………………


• Nama dan kode Kegiatan :.......................................
• Nomor dan tanggal DIPA :.......................................
• Target Pendapatan :…………………………………….
• Pagu Pengeluaran :……………………………………
• Perhitungan Maksimum Pencairan Dana :
• Jumlah Setoran PNBP TA yang lalu 1) Rp ...............
• Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu (….% x 6.a) Rp ...............
• Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu 2) Rp
............... _
• Sisa Dana Tahun Anggaran yang lalu (b – c) Rp
...............
• Sisa UP dan TUP TA yang lalu Rp ............... _
• Sisa MP TA yang lalu yang dapat digunakan sebelum diperoleh
realisasi PNBP TA berjalan (d – e) Rp
...............
• SP2D TA berjalan yang dicairkan dari 6.f Rp
...............
• Perhitungan Maksimum Pencairan Dana Berikutnya :
• Setoran PNBP TA berjalan 1) Rp ...............
• Maksimum Pencairan Dana TA berjalan (….% x 7.a) Rp
...............
• Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk
jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
• SP2D-UP Rp........................
• SP2D-TUP Rp........................
• SP2D-GUP Rp........................
• SP2D-LS Rp........................ +
• Jumlah Rp ................ _
• SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya
(7.b –7.c.5) Rp................

…………………..,………….2
0XX
Kuasa Pengguna Anggaran
………………………

..............................
NIP
........................................
Keterangan:
1) Foto copy SSBP lembar 4 terlampir
2) berdasarkan hasil rekonsiliasi realisasi dengan KPPN

MODUL PENGELOLAAN PNBP 43


MODUL PENGELOLAAN PNBP

BAB VII
AKUNTANSI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PNBP

Setiap kementerian negara/lembaga wajib melaksanakan penatausahaan dan


akuntansi piutang PNBP yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga piutang PNBP
dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan andal dan tepat waktu. Tujuan
penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP adalah:
1. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai piutang;
2. Mengamankan transaksi piutang PNBP melalui pencatatan, pemrosesan dan
pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
3. Mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan informasi piutang PNBP
sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
Untuk tercapainya keseragaman, penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP
dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor PER-02/PB/2007 tentang pedoman Penatausahaan dan Akuntasi Piutang
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pedoman penatausahaan dan akuntasi piutang PNBP ini berlaku untuk seluruh piutang
yang berasal dari PNBP yang dikelola oleh kementerian Negara/lembaga. Pedoman ini
tidak mengatur penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang dikelola oleh:
1. Pemerintah Daerah;
2. BUMN/BUMD:
3. Bank Pemerintah dan lembaga Keuangan Milik Pemerintah.

A. Kebijakan Akuntansi
Akuntansi Piutang adalah serangkaian kegiatan yang meliputi proses pencatatan
pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan,
penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian piutang dalam neraca.
1. Pengakuan Piutang PNBP
Pada dasarnya piutang PNBP diakui pada saat terjadinya hak untuk menagih
piutang PNBP, atau pada saat terbit surat keputusan tentang Piutang PNBP.
Misalnya Piutang Bukan Pajak yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar
oleh wajib bayar harus dicatat sebagai piutang PNBP dalam neraca. Contohnya
tagihan atas sewa gedung pemerintah oleh pihak ketiga dan pada saat terbitnya
Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM) yang merupakan dokumen
untuk mengakui TGR untuk pegawai negeri sipil (PNS).

MODUL PENGELOLAAN PNBP 44


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Pengakuan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Piutang Bukan
Pajak Lainnya, dan Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah
Daerah, dan lembaga asing adalah sebagai berikut:
a. Bagian Lancar TPA diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan
reklasifikasi TPA yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah
tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TPA di neraca;
b. Bagian Lancar TGR diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan
reklasifikasi TGR jangka panjang yang akan jatuh tempo pada satu tahun
berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi
akan TGR di neraca;
c. Piutang Bukan Pajak Lainnya diakui pada saat terbitnya surat pernyataan
Piutang PNBP;
d. Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan
lembaga asing diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan
reklasifikasi piutang pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah,
dan lembaga asing yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya
setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun
Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga
asing di neraca.

2. Pengukuran Piutang PNBP


Dasarnya Piutang PNBP dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah
yang belum dilunasi. Misalnya Piutang Bukan Pajak dicatat sebesar nilai
nominal seluruh tagihan yang belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal
neraca. Contohnya adalah tagihan sewa gedung pemerintah yang belum
dibayar oleh pihak ketiga.
Sedangkan pencatatan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Bagian
Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah dan lembaga asing,
dan Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah sebagai berikut:
a. Bagian Lancar TPA dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupia TPA
yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
b. Bagian Lancar TGR dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah
TGR yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
c. Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan
lembaga asing dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah
umlah bagian lancar piutang;

MODUL PENGELOLAAN PNBP 45


MODUL PENGELOLAAN PNBP

d. Piutang Bukan Pajak Lainnya dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar
nilai rupiah yang belum dilunasi.

3. Pengungkapan Piutang PNBP


Piutang PNBP disajikan di neraca sebagai Aset Lancar dan diungkapkan dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), berupa:
a. Perincian jenis-jenis piutang;
b. Penjelasan atas penyelesaian piutang, masih di kementerian
Negara/lembaga atau sudah diserahkan pengurusannya kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara;
c. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi TPA dan/atau
TGR;
d. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi Piutang
Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Derah, dan lembaga asing;
e. Penjelasan atas Piutang Bukan Pajak Lainnya;
f. Daftar Umur Piutang PNBP.

B. Akuntansi Piutang
Pencatatan piutang dilakukan oleh petugas Akuntansi Piutang pada tingkat Kuasa
Pengguna Anggara. Petugas Akuntansi Piutang menyelenggarakan pencatatan
piutang PNBP yang dimiliki oleh Kuasa Pengguna Anggaran secara periodic dengan
menggunakan Kartu Piutang. Berdasarkan kartu Piutang, Petugas Akuntansi
Piutang menyusun Daftar Umur Piutang dan kemudian menyusun Daftar
Reklasifikasi saldo Piutang.
Setiap akhir semester, berdasarkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar
Saldo Piutang, Petugas Akuntansi Piutang mencatat jurnal asset melalui Formulir
Jurnal Aset selanjutnya direkam dengan menggunakan Aplikasi Sistem Akuntansi
Kuasa Pengguna Anggaran.
Pencatatan piutang hanya dilakukan pada saat pencatatan saldo awal piutang
pertama kali dan penambahan atau pengurangan nilai piutang pada akhir semester.
Pada akhir tahun dilakukan reklasifikasi Piutang PNBP. Reklasifikasi piutang PNBP
dicatat pada akhir tahun serta pada awal tahun berikutnya dibuatkan jurnal balik.
Pencatatan piutang dilakukan sesuai dengan kelompok piutang, yaitu:
1. Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
adalah:

MODUL PENGELOLAAN PNBP 46


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Dr 113211 Piutang PNBP XXXXXX


Cr 311311 Cadangan XXXXXX
Piutang

Jurnal untuk penambahan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak


adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
Cr Cadangan XXXXXX
311311 Piutang

Jurnal untuk pengurangan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak


adalah:
Dr 311311 Cadangan XXXXXX
Piutang
Cr 113211 Piutang PNBP XXXXXX

2. Piutang Bukan Pajak Lainnya


Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan XXXXXX
Piutang

Jurnal untuk penambahan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:


Dr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan XXXXXX
Piutang

Jurnal untuk pengurangan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:


Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113811 Piutang PNBP XXXXXX

C. Pelaporan Piutang
Piutang disajikan dalam kelompok Aset Lancar. Jika terdapat asset lainnya berupa
tagihan kepada pihak ketiga seperti TGR yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan,
maka perlu dilakukan reklasifikasi atas bagian lancar yang akan jatuh tempo.
Dengan reklasifikasi tersebut akan dipisahkan:

MODUL PENGELOLAAN PNBP 47


MODUL PENGELOLAAN PNBP

a. Aset Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
b. Aset Non Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
Sebagai contoh Tuntutan Ganti Rugi yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12
bulan mendatang harus direklasifikasi ke dalam Aset lancar pada perkiraan Bagian
Lancar Tuntutan Ganti Rugi, sedangkan sisanya yang jatuh tempo lebih dari 12
bulan tetap disajikan dalam Aset Lainnya pada perkiraan Tuntutan Ganti Rugi.
Jurnal untuk mencatat saldo Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 151211 Tagihan Tuntuan Ganti XXXXXX
Rugi
Cr 321311 Diinvestasikan dalam XXXXXX
Aset Lainnya

Jurnal untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar XXXXXX
Tuntutan Ganti Rugi
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX

Jurnal untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar XXXXXX
Tuntutan Ganti Rugi
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX

Kedua Jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun. Pada awal tahun berikutnya, dibuat
jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 321311 Diinvestasikan XXXXXX
dalam Aset Lainnya
Cr 151211 Tagihan Tuntuan XXXXXX
Ganti Rugi
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113411 Bagian Lancar XXXXXX
Tuntutan Ganti Rugi
Tagihan Penjualan Angsuran berasal dari penjualan rumah dinas atau kendaraan
dinas secara angsuran. Tagihan yang akan dilunasi dalam satu periode akuntansi
dimasukan dalam Aset Lancar dengan perkiraan Bagian Lancar Tagihan Penjualan

MODUL PENGELOLAAN PNBP 48


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Angsuran. Sedangkan sisanya ke Aset Lainnya dengan akun Tagihan Penjualan


Angsuran.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 151111 Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset XXXXXX
Lainnya

Jurnal untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
adalah:
Dr 113311 Bagian Lancar Tagihan XXXXXX
Penjualan Angsuran
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX

Jurnal untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 113311 Bagian Lancar Tagihan XXXXXX
Penjualan Angsuran
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX

Kedua Jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun. Pada awal tahun berikutnya, dibuat
jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam XXXXXX
Aset Lainnya
Cr 151111 Tagihan Penjualan XXXXXX
Angsuran
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113311 Bagian Lancar Tagihan XXXXXX
Penjualan Angsuran

1. Penyajian Akun Piutang dalam Neraca


Setelah mencatat piutang berdasarkan Daftar Saldo Piutang dan Daftar
Reklasifikasi Saldo Piutang per Semester, UAKPA melakukan posting sehingga
terbentuk akun piutang di dalam neraca.
ASET LANCAR KEWAJIBAN LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran Uang Muka dari KPPN
Kas di Bendahara Penerimaan Pendapatan yang ditangguhkan
Bagian Lancar TPA

MODUL PENGELOLAAN PNBP 49


MODUL PENGELOLAAN PNBP

Bagian Lancar TGR


Piutang PNBP
Piutang Bukan Pajak Lainnya
ASET LAINNYA EKUITAS LANCAR
TGR Cadangan Piutang
TPA EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya

2. Penjelasan Piutang dalam CALK


Selain disajikan di dalam neraca, informasi mengenai akun piutang harus
diungkapkan di dalam CALK per jenis piutang sesuai Daftar Saldo Piutang dan
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang, termasuk:
• Kebijakan yang diguakan dalam penilaian piutang;
• Perincian Saldo Piutang per umum piutang;
• Reklasifikasi Piutang untuk menentukan Bagian Lancar Piutang;
• Informasi piutang yang penagihannya diserahkan kepada direktorat Jenderal
Kekayaan Negara.

3. Jenjang Pelaporan Piutang


Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/PMk.06/2005 tentang
Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, maka pelaporan
piutang didasarkan pada mekanisme pelaksanaan Sistem Akuntansi Instansi.
Akuntansi Piutang dilaksanakan oleh organisasi terkait, yaitu:
a. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran;
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Esselon 1 (UAPPA-E1);
d. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
Dasar yang digunakan dalam pelaksanaan akuntansi piutang adalah sebagai
berikut:
a. Daftar Saldo Piutang
b. Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang setiap semester
dilaporkan oleh UAKPA kepada unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran
Wilayah (UAPPA-W) untuk disusun menjadi Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan
Daftar Saldo Piutang tingkat UAPPA-W/Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran
Eselon 1 (UAPPA-E1), dan sampai dengan tingkat Unit Akuntansi Pengguna Anggaran
(UAPA).

MODUL PENGELOLAAN PNBP 50


MODUL PENGELOLAAN PNBP

D. Pelaporan Realisasi PNBP


Sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 2004
Pejabat pada instansi pemerintah berkewajiban untuk menyusun Rencana dan
Laporan Realisasi PNBP dalam lingkungan instansi pemerintah bersangkutan
yang sekurang kurangnya memuat jenis, tarif dan jumlah PNBP. Dalam hal tarif
PNBP ditetapkan dalam US$ atau mata uang asing, Rencana PNBP tetap
disampaikan dalam Rupiah, namun Rencana PNBP dalam mata uang asing juga
disampaikan dan asumsi nilai tukarnya. Demikian pula halnya dengan Laporan
Realisasi PNBP, juga disampaikan dalam mata uang asing dan realisasi nilai tukar
pada saat disetor ke Kas Negara. Laporan tersebut disampaikan secara
berjenjang kepada Menteri Keuangan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan
yang bersangkutan berakhir. Pejabat Instansi Pemerintah yang tidak atau
terlambat menyampaikan Rencana dan Laporan Realisasi PNBP dapat
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku antara lain peraturan terkait disiplin Pegawai Negeri Sipil.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 51


MODUL PENGELOLAAN PNBP

REFERENSI
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
• Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
• Peraturan pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Penggunaan
PNBP yang Bersumber Dari Kegiatan Tertentu.
• Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Penyampaian
Rencana dan Laporan Realisasi PNBP
• Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah.
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan
Negara.
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun
Standar.
• Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.
• Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang
Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
• Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-53/PB/2012 tentang
Petunjuk Teknis Pengembalian Penerimaan Negara Pada Tahun Anggaran
Berjalan Melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
• Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-02/PB/2007 tentang
Pedoman Penatausahaan dan Akuntansi Piutang Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
• Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-69/PB/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Penerimaan Negara Atas Beban Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran.

MODUL PENGELOLAAN PNBP 52


MODUL PENGELOLAAN PNBP

• Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-85/PB/2011 tentang


Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja
Kementerian Negara/lembaga

MODUL PENGELOLAAN PNBP 53

Anda mungkin juga menyukai