Anda di halaman 1dari 32

BAB 68

MANAJEMEN DAN PENCEGAHAN : TROMBOSIS VENA


DALAM

Trombosis Vena Dalam (DVT) adalah gangguan yang serius dan berpotensi
mengancam nyawa. Besarnya masalah ditunjukkan oleh fakta bahwa diperkirakan
180.000 - 250.000 pasien per tahun didiagnosa secara klinis mengalami thrombosis
vena dalam, sementara dua kali jumlah ini mungkin menderita ulkus vena stasis dan
sebanyak 7 juta mungkin mengalami perubahan stasis ekstremitas bawah dan edema
kronis. Selain kecacatan yang terkait dengan sindrom post trombosis, angka kematian
dari komplikasi yang paling serius trombosis vena dalam, tromboemboli paru, telah
diperkirakan berada di kisaran 200.000 kematian per tahun sebagai satu-satunya
penyebab atau faktor yang berkontribusi utama.[1,2]
Frekuensi trombosis vena dalam sendiri masih sulit untuk ditentukan karena
bisa tidak menimbulkan gejala klinis atau mungkin salah didiagnosis ketika tanda dan
gejala yang muncul pada ekstremitas bawah tidak spesifik. Dengan menggunakan
serangkaian tes scan fibrinogen berlabel I125 yang sangat sensitif pada pasien umum
bedah yang dipilih acak, Kakkar et al.[3] menemukan bahwa 30% dari mereka
memiliki hasil scan positif di betis dalam periode pasca operasi. Diagnosis tersebut
dikonfirmasi oleh venografi, dan 35% dari mereka kelainannya menghilang dalam
kurun waktu 72 jam. Dari 23% pasien didapat perambatan trombus menuju vena yang
lebih proksimal, dan setengahnya mengalami thromboemboli paru. Konsekuensi dari
trombosis vena dalam yang tidak diobati, cukup serius untuk menjamin diagnosis dan
manajemen yang agresif nantinya.

1
PERSPEKTIF SEJARAH
Kami menyajikan pengetahuan tentang penyebab trombosis vena dalam yang
berhubungan dengan tromboemboli paru dapat ditelusuri dari studi yang dilakukan
Virchow,[4] yang pada tahun 1856 memperkenalkan istilah trombosis dan
menyarankan tiga kemungkinan mekanisme yang tetap mendasari pendekatan kami
untuk etiologi mengenai gangguan: stasis, hiperkoagulabilitas, dan kerusakan endotel.
Meskipun telah dilakukan penyelidikan selama bertahun-tahun, upaya untuk
mengidentifikasi kelainan faktor koagulasi umum pada pasien dengan trombosis tidak
berhasil.[5] Namun, pada tahun 1962, Seeger dan Marciniak[6] mengidentifikasi
inhibitor alami faktor X terkativasi yang kemudian dinamakan antitrombin III.
Temuan berikutnya berupa defisiensi kongenital dari zat ini dalam sekelompok kecil
pasien berkorelasi dengan kecenderungan yang pada pembentukan trombosis vena.[7]
Penelitian baru-baru ini menunjukkan hubungan antara mutasi yang diturunkan faktor
V (faktor V Leiden) dan resistensi protein C teraktivasi menyebabkan peningkatan
risiko awal dan rekurensi DVT.[8,9] Selain faktor-faktor risiko diwariskan, beberapa
kondisi penyakit tertentu telah dikaitkan dengan peningkatan bukti kejadian DVT,
termasuk keganasan, beberapa jenis trauma tertentu, dan sepsis.[10-12] Selain faktor
tersebut, yang memiliki validitas biologis yang kuat, beberapa faktor risiko lain
[13,14]
ditunjukkan dari studi epidemiologi dini oleh Coon . Namun, banyak yang tidak
diketahui tentang ini faktor, dan studi prospektif sangat dibutuhkan.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Pada pasien bedah, stasis mungkin faktor predisposisi merupakan paling penting,
karena ada penurunan yang signifikan aliran vena ekstremitas bawah yang mengikuti
induksi umum anestesi, yang berlangsung sepanjang prosedur. Terdapat juga
hubungan antara bed rest dan kejadian trombosis vena, yang menyebabkan stimulus
untuk ambulasi dini. Cedera pada dinding pembuluh darah juga dapat terjadi pada
pembuluh darah yang kempis ketika dinding lapisan intima berada dalam kontak, dan
beberapa cedera lapisan intima dapat ditunjukkan setelah hipoksemia. Penelitian

2
terbaru dari Wakefield et al. menunjukkan peran inflamasi dalam perkembangan dan
penyembuhan tromboemboli, menghasilkan efek menguntungkan dari penetralan
antibodi terhadap sitokin lokal dan adhesi molekul.[15] Studi ultrastruktural
menunjukkan perlekatan leukosit antara persimpangan endotel interselular di daerah
stasis vena mengubah trauma pada tempat yang jauh. Perubahan ini dapat menjadi
nidus pada pembentukan trombus yang menyebar. Setelah nidus trombus dimulai
dengan adanya stasis, zat yang mendukung agregasi platelet, termasuk faktor X
teraktivasi, trombin, fibrin, dan katekolamin, tetap pada konsentrasi tinggi di daerah
itu. Yang menghambat proses ini adalah sistem fibrinolitik dari darah dan dinding
vena. Endotel dinding vena mengandung aktivator yang mengubah plasminogen
menjadi plasmin, yang melisiskan fibrin. Seperti yang diharapkan, namun, sistem
fibrinolitik dihambat setelah pembedahan dan trauma, dan ada juga kegiatan yang
sedikit pada vena ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas.

Ketika media kontras disuntikkan pada posisi telentang dan pasien tidak boleh
bergerak, media kontras tetap berada di katup vena sinus selama 1 jam,
mengkonfirmasi stasis yang terjadi di vena soleus. Ini merupakan lokasi yang disukai
untuk pembentukan nidus trombus seperti yang dijelaskan. Berturut-turut lapisan
trombosit, fibrin, eritrosit, dan leukosit menghasilkan trombus putih terorganisir,
yang lebih melekat ke dinding vena daripada penyebaran trombus merah, yang
meluas ke dalam aliran vena (Gambar 68-1: Trombosis vena dimulai ketika aliran
stagnan menyebabkan trombosit berada di sinus katup, membentuk nidus trombus.
Siklus retraksi fibrin dan pelepasan trombin mengumpulkan lebih banyak trombosit
sebagai trombus baik menuju ke atas tanpa oklusi atau mengoklusi vena retrograd
dengan trombosis). Trombus yang bebas mengapung terakhir ini lebih cenderung
menyebabkan gejala dan memiliki kecenderungan terjadinya emboli. Jika trombus
asli menjadi terikat secara melingkar, maka menyebabkan gangguan aliran, trombosis
retrograd, dan tanda-tanda dari stasis vena pada ekstremitas. Pembentukan edema
selanjutnya dalam batas-batas fasia profunda menghasilkan nyeri dan karakteristik

3
tanda Homans' yang ditimbulkan oleh dorsofleksi kaki secara paksa, meskipun yang
terakhir bersifat tidak spesifik dan indikator yang tidak dapat diandalkan dari kelainan
tersebut.
Tempat obstruksi vena menentukan pada tingkat mana pembengkakan dapat
diamati secara klinis. Bengkak di tingkat paha selalu menyiratkan obstruksi pada
tingkat sistem iliofemoral, sementara pembengkakan pada betis atau kaki
menunjukkan obstruksi pada tingkat sistem iliofemoral, sedangkan pembengkakan
pada betis atau kaki menunjukkan obstruksi pada tingkat femoropopliteal. Otopsi
menunjukkan bahwa lebih umum untuk trombi berasal di vena soleus dan kemudian
merambat proksimal, tetapi ada juga bukti tentang trombosis primer vena femoralis
dan percabangan vena iliaka. Penyembuhan trombosis vena dalam dengan
rekanalisasi akan mempengaruhi kompetensi katup dalam vena dan dapat
mengakibatkan sindroma posttrombosis, seperti yang dibahas dalam Bab 69. Lisis
spontan lengkap pada trombi besar relatif jarang, dan bahkan ketika pasien dirawat
dengan baik menggunakan heparin untuk mencegah trombosis lebih lanjut, lisis
lengkap terjadi kurang dari 20% kasus. Hal ini tampaknya menunjukkan bahwa
pembubaran lengkap pada trombi kecil asimtomatik di vena betis lebih sering terjadi,
tetapi frekuensi yang sebenarnya tidak diketahui.

DIAGNOSIS
Trombosis vena besar yang terlibat dalam sistem vena dalam dari paha dan panggul
menghasilkan karakteristik gambaran klinis nyeri, pitting edema luas, dan pucat maka
disebut juga phlegmasia alba dolens, atau "kaki susu." Asosiasi dengan kehamilan
mungkin berhubungan dengan efek hormonal pada darah, relaksasi dinding pembuluh
darah, atau kompresi mekanik dari vena iliaka kiri di pinggir panggul, sehingga
disebut juga "kaki susu pada kehamilan." Ini awalnya diyakini bahwa pemucatan
disebabkan oleh spasme dan aliran arteri yang tidak adekuat, tetapi arteriogram gagal
untuk mengkonfirmasinya, dan upaya untuk mencapai simpatolisis untuk mengatasi

4
"vasospasme" merupakan saran yang kurang baik, karena biasanya edema subkutan
bertanggung jawab terjadinya pemucatan tersebut. Selain kehamilan, faktor-faktor
mekanis lain yang dapat mempengaruhi vena iliaka kiri termasuk kompresi dari arteri
iliaka atau kandung kemih terlalu berdistensi dan jaring kongenital dalam vena.
Faktor-faktor ini bertanggung jawab atas keterlibatan dominan 4:1 vena iliaka kiri
dibandingkan vena iliaka kanan.
Dengan perkembangan lebih lanjut dari trombosis vena dalam menghambat
sebagian besar aliran balik vena dari ekstremitas, ada bahaya kehilangan ekstremitas
akibat dari terhentinya aliran arteri. Gambaran klinis karakteristik, dengan kongesti
yang cukup untuk menghasilkan phlegmasia cerulea dolens, atau kaki biru
menyakitkan. Dengan kehilangan fungsi sensorik atau motor, diagnosis dapat dibuat
dari dasar klinis dan pengobatan dimulai. Vena gangren mungkin pengeceualian
pendekatan agresif yang digunakan untuk menghilangkan trombus oleh trombektomi
terbuka dan untuk memulihkan aliran darah. Variasi dari gangguan ini berhubungan
dengan penyakit ganas yang terjadi secara perifer di kaki dan memiliki tingkat
kematian yang tinggi.
Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, komplikasi utama mewakili kurang dari
10% dari pasien dengan trombosis vena. Bahkan, hanya 40% dari pasien dengan
trombosis vena memiliki tanda-tanda klinis dari gangguan tersebut. Selain itu, tanda-
tanda klinis positif palsu terjadi pada sampai 50% dari pasien yang diteliti.[16] Karena
itu, ada banyak kepentingan dalam pengembangan tes skrining yang bisa
mengungkapkan trombi sebelum mereka menjadi nyata secara klinis. Tentu saja,
kontras venografi memberikan bukti langsung baik pada trombi oklusif dan
nonoklusif, tetapi bersifat invasif dan pasien perlu dipindahkan ke ruang radiografi.
Venografi juga tidak mungkin dikerjakan pada 10% dari pasien, dan hasilnya bisa
menjadi subjek ketidaksepakatan yang tinggi antar pengamat. Idealnya, tes skrining
akan akurat, noninvasif, dan dilakukan di samping tempat tidur. Meskipun yang ideal
belum tercapai, sejumlah tes telah terbukti berguna, sebagaimana telah
didokumentasikan lebih lengkap pada Bab 9.

5
ULTRASOUND
Sebagian besar pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, USG telah menggantikan
venografi sebagai metode pilihan untuk mendiagnosis trombosis vena dalam.
Sementara itu USG diketahui sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis DVT
simptomatik, bukti-bukti sekarang dikumpulkan untuk menunjukkan bahwa dengan
penambahan aliran warna Doppler, dapat mengidentifikasi asimtomatik trombosis
vena dalam proksimal. Gruen et al. menunjukkan bahwa nilai prediksi negatif duplex
lebih besar dari venography.[17] Cronan dan Dorfman menemukan sensitivitas 93%
dan spesifisitas 99% di sebuah studi terkontrol menggunakan venografi.[18] Teknologi
warna aliran memberikan gambar dua dimensi yang meningkatkan perbaikan
visualisasi, membedakan arteri dari vena, dan membantu dalam identifikasi trombus
nonoklusif[19]. Baxter et al. melaporkan sensitivitas dan spesifisitas menjadi 90%
bahkan pada pasien asimptomatis.[20] Tabel 68-1 menunjukkan sensitivitas dan
spesifitas seperti yang dilaporkan dalam literatur. Kriteria untuk menentukan scan
positif adalah kurangnya kompresibilitas vena dan munculnya trombus yang terlihat.
Jika salah satu dari kondisi ini muncul, scan menjadi positif. Sinyal Doppler
abnormal, tidak adanya fasisitas aliran, atau bukti trombus echogenik memberikan
data pendukung namun tidak cukup dianggap sebagai scan positif. Mereka dianggap
samar-samar dan memerlukan scan ulang dalam 3 hari. Ketiadaan dari semua kriteria
dianggap scan negatif. Dengan menerapkan kriteria ini, teknologis terlatih yang
sering melakukan studi seharusnya bisa memperoleh tingkat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi. Kemampuan untuk mengulang tes di samping tempat tidur
merupakan salah satu keuntungan utama.

Tabel 68-1. Tinjauan literatur Aliran Warna Duplex pada pasien asimptomatik
Tahun Tempat Sensitivitas Spesifitas (%) Ref.
(%)
1994 Distal 79 97 21

6
1994 Proksimal 100 100 21
1993 Distal 80 97 22
1992 Ekstremitas 79 97 23
1992 Ekstremitas 38 92 24
1995 Ekstremitas 100 100 17
1995 Proksimal 100 98,8 25
Distal 87,5 98,7
1995 Distal 67 93 26

Impedansi Pletismografi
Metode Impedansi Pletismografi (IPG) mengukur respon volume dari ekstremitas
pada oklusi sementara sistem vena. Diagnosis trombosis vena tergantung pada
perubahan kapasitansi vena dan tingkat pengosongan setelah pelepasan oklusi.
Sebuah manset paha proksimal dikembangkan menjadi tekanan 40 - 50 mmHg
selama 50 - 120 detik atau sampai pengisian maksimum terjadi dengan puncak dari
sinyal elektrik. Manset diinflasi kemudian dengan cepat dikempeskan, menyebabkan
pengaliran cepat dan mengurangi volume dari ekstremitas yang normal. Perpanjangan
gelombang aliran vena utama menunjukkan trombosis dengan akurasi 95% dan jauh
lebih dapat diandalkan daripada teknik fakultatif oklusi vena. Kekurangan dengan
teknik ini, karena semua metode noninvasifnya, adalah dalam deteksi trombosis vena
betis atau definisi baru patologi pada pasien dengan gejala sisa trombosis terdahulu.
Pengukur regangan pletismograf dapat digunakan dengan cara yang sama. Sebuah tes
IPG positif dapat digunakan untuk membuat keputusan terapeutik dengan tidak
adanya kondisi klinis yang dapat menghasilkan tes positif palsu seperti gagal jantung,
perikarditis konstriktif, hipotensi, insufisiensi arteri, atau kompresi vena eksternal.
Tes ini sebagian besar telah digantikan oleh pemeriksaan dupleks yang dijelaskan di
atas.

7
Fibrinogen Berlabel Radioaktif
Pengetesan fibrinogen berlabel radioaktif sering digunakan sebagai metode skrining
untuk DVT, terutama dalam studi klinis, tetapi merupakan subyek dengan angka
positif palsu yang tinggi. Keprihatinan baru-baru ini mengenai transmisi penyakit
melalui darah menyebabkan dilarangnya metode ini di Amerika Serikat.

Venografi
Injeksi bahan kontras untuk visualisasi langsung dari sistem vena ekstremitas adalah
metode yang paling akurat dalam mengkonfirmasi diagnosis trombosis vena dan
tingkat keterlibatannya. Injeksi biasanya dibuat di dalam kaki sedangkan vena
superfisial tersumbat oleh tourniquet. Suntikan tambahan ke dalam vena femoralis
mungkin diperlukan untuk memvisualisasikan sistem iliofemoral. Baik defek
pengisian maupun nonvisualisasi dapat ditemukan dan memberikan penilaian
ancaman trombus seperti yang terlihat mengapung bebas dan meluas ke dalam sistem
iliofemoral (Gambar 68-2: Kontras venogram menunjukkan trombus berasal dari
percabangan vena femoralis (sekrup) dan meluas sampai tingkat ujung paha
(panah). Trombus yang demikian mungkin lebih bersifat asimptomatik). Potensi
pemeriksaan positif palsu mungkin dihasilkan dari kompresi eksternal vena atau
penghanyutan bahan kontras dari vena kolateral. Prosedur ini juga dapat dilakukan
dengan injeksi isotop menggunakan kilau gamma yang berlawanan untuk merekam
aliran isotopnya. Penundaan pencitraan persisten "titik panas" juga mungkin
mencerminkan retensi isotop di tempat pembentukan trombus. Scan perfusi paru juga
dapat diperoleh untuk perbandingan dasar dan untuk menemukanemboli yang tidak
terdeteksi. Ada definisi yang kurang dari trombi vena dalam dengan teknik ini
dibandingkan dengan kontras venografi, tetapi merupakan teknik yang berharga
untuk studi berurutan pada pasien dan menghindari thrombogenesis potensial dari
injeksi kontras menengah.

8
Uji Produk Fibrin dan Fibrinogen
Degradasi fibrin intravaskuler dapat dideteksi dengan mengukur produk plasma dari
fibrin atau fibrinogen yang lisis. Kedua fibrinopeptide A dan fragmen fibrin 1 + 2
dapat dideteksi oleh radioimmunoassay tetapi tidak spesifik untuk trombosis vena
akut. Sebuah tes negatif bisa dibayangkan memiliki beberapa nilai dalam
mengeksklusi diagnosis, tetapi tes ini sulit dan akan memerlukan penyelidikan lebih
dan penyederhanaan. Penggunaan tes ELISA untuk d-dimer lebih menjanjikan dalam
mengesampingkan keadaan tromboemboli.[27-29] Buktinya adalah d-dimer negatif
dapat mengeksklusi diagnosis tromboemboli dengan aman, tetapi tes positif
membutuhkan studi diagnostik lebih lanjut.

PROFILAKSIS
Pentingnya profilaksis tromboemboli tidak dapat dibesar-besarkan. Karena lamanya
rawat inap sedang berkurang, setiap peristiwa yang memperlambat pemulangan
mengasumsikan signifikansi. Langkah pertama adalah untuk menilai risiko pasien.
Pedoman umum telah didefinisikan oleh Konferensi Konsensus[30] dan American
College of Chest Physicians (ACCP).[31] Mereka menyediakan kategori risiko
berdasarkan kondisi medis, bedah intervensi, lamanya waktu operasi, dan usia. Selain
faktor-faktor ini, karakteristik individu pasien perlu menjadi dijadikan faktor lainnya,
seperti penyakit yang berdampingan, mobilitas, defek koagulasi yang diwariskan, dan
riwayat DVT sebelumnya. Tingkat intervensi berkisar dari ambulasi dini dan stoking
elastis berada di antara mereka yang berisiko rendah untuk terapi kombinasi di akhir.
Intervensi dapat berupa metode mekanis dan farmakologis. Perangkat kompresi
intermiten efektif dalam mencegah DVT pada pasien yang menjalani besar operasi
atau dengan cedera saraf.[32-36] Namun, keefektivitasan terhadap embolisme paru (PE)
belum ditunjukkan. Pompa kaki telah dipelajari pada pasien yang menjalani prosedur
ortopedi dan menunjukkan penurunan terjadinya DVT.[37] Keuntungan utama dari

9
perangkat ini adalah kemampuannya untuk digunakan pada pasien dengan risiko
tinggi perdarahan. Heparin menjadi andalan dalam profilaksis baik pada DVT dan
PE. Heparin standar tak terpecah yang diberikan pra-dan pasca-bedah atau untuk
mengurangi risiko tromboemboli pasien medis secara signifikan. Heparin berat
molekul rendah yang lebih baru (LMWH) juga telah terbukti efektif dalam
pencegahan DVT dan PE. Mereka yang disetujui untuk digunakan dalam kasus-kasus
abdominal dan ortopedi.[38-41] Penggunaan warfarin sebagai suatu profilaksis masih
menjadi kontroversi. Potensi komplikasi perdarahan dan ketersediaan agen efektif
lainnya telah[42-44] membatasi penggunaannya; namun, bukti baru berdasarkan data
percobaan klinis telah membawa ACCP untuk dievaluasi kembali posisinya.

PENGOBATAN
Pendekatan untuk pengelolaan pasien dengan DVT berdasarkan pada meminimalkan
risiko emboli paru, membatasi trombosis lebih lanjut, dan memfasilitasi
penyembuhan trombi yang ada untuk menghindari sindrom post-trombosis.
Secara rutin, pasien ditempatkan beristirahat di tempat tidur dengan kaki tempat
tidur ditinggikan 8 - 10 inci. Umumnya, mengatasi rasa sakit, bengkak, dan nyeri
selama periode 5 - 7 hari, pada saat itu ambulasi dapat diizinkan dengan dukungan
stoking elastis secara terus-menerus. Berdiri diam dan duduk harus dilarang untuk
menghindari peningkatan tekanan vena dan stasis. Saat ini, beberapa pasien sedang
dirawat dengan dasar rawat jalan. Stoking kompresi dikenakan saat keluar dari tempat
tidur. Pasien-pasien tersebut dapat diobati dengan menggunakan LMWH.[45-48]

Antikoagulasi
Dasar terapi untuk DVT adalah antikoagulasi yang memadai, awalnya dengan heparin dan
kemudian dengan turunan warfarin untuk perlindungan jangka panjang melawan trombosis
berulang. Kecuali ada kontraindikasi tertentu, heparin harus diberikan dalam dosis awal 100
- 150 unit per kilogram secara intravena. Heparin adalah mukopolisakarida perjalanan yang
menetralkan trombin, menghambat tromboplastin, dan mengurangi reaksi pelepasan

10
trombosit. Ini harus diberikan melalui infus intravena terus-menerus diatur oleh darah
keseluruhan atau waktu pembekuan tromboplastin parsial. Komplikasi perdarahan dapat
diminimalkan dengan dosis heparin yang memperpanjang pembekuan hasil laboratorium di
kisaran dua kali normal tanpa kehilangan efektivitas. Infus intravena terus-menerus diatur
oleh pompa infuse tampaknya untuk meminimalkan dosis total yang diperlukan untuk
kontrol dan berhubungan dengan kejadian komplikasi yang lebih rendah. Penggunaan
LMWH memberikan keuntungan dari injeksi subkutan dibandingkan intravena infus terus-
menerus dan menawarkan prediksi dosis farmakokinetik, yang meniadakan kebutuhan
untuk pemantauan laboratorium secara terus menerus.
Efek samping yang terkait dengan pengobatan heparin termasuk perdarahan,
trombositopenia, hipersensitivitas, tromboemboli arteri, dan osteoporosis. Pendarahan
lebih mungkin terjadi pada wanita lansia, pada pasien dengan pengobatan aspirin,
atau pasien yang belum lama menjalani operasi atau trauma. Ini telah juga
menunjukkan bahwa perdarahan dapat terjadi ketika pemantauan hasil tes
laboratorium berada dalam rentang terapeutik, yang mungkin disebabkan oleh
efeknya pada trombosit. Profil kejadian merugikan dari LMWH mirip dengan UFH.
Beberapa kasus risiko perdarahan telah berkurang dengan menggunakan LMWH,
tetapi laporan ini belum didukung oleh uji klinis yang kuat. Bukti-bukti masih
dikumpulkan tentang asosiasi antara LMWH dan osteoporosis. Pada sebagian besar
kasus, pasien yang telah mengalami trombositopenia dengan heparin tidak terpecah
akan terjadi reaksi silang dengan LMWH. Untuk pasien tersebut, suatu antikoagulan
kelas baru, heparinoid, telah terbukti berguna.[49,50]
Tromboemboli arteri dapat mempersulit penggunaan heparin dengan rute
apapun dan lebih umum terjadi pada orang tua. Hal ini cenderung terjadi setelah 7 -
10 hari terapi dan berhubungan dengan trombositopenia. Komplikasi ini membawa
tingginya angka morbiditas dan mortalitas serta memerlukan penghentian segera dari
pengobatan heparin. Trombositopenia sebagai komplikasi disebabkan oleh reaksi
imun tetapi cepat dibatalkan ketika heparin dihentikan, biasanya dalam waktu 2 hari.
Hipersensitivitas terhadap heparin dapat mengambil bentuk ruam kulit atau, mungkin

11
jarang menyebabkan anafilaksis. Suntikan subkutan yang menunjukkan urtikaria
dapat menjadi nekrotik sebagai bentuk yang tidak biasa dari sensitivitas. Osteoporosis
terlihatpada pasien dengan terapi heparin jangka panjang lebih dari 6 bulan. Hal ini
mungkin disebabkan oleh efek langsung pada resorpsi tulang dan dapat dihindari oleh
pengobatan jangka pendek serta pengurangan dosis kurang dari 15.000 unit per hari.
Antikoagulan oral dimulai segera setelah inisiasi terapi heparin, sejak beberapa
hari biasanya diperlukan untuk membawa tingkat normalisasi international (INR)
dalam kisaran teraupetik 2,0-3,0 kali nilai kontrol dan untuk memberikan efek
antitrombotik maksimal. Derivat warfarin menghalangi sintesis pembekuan beberapa
faktor, dan perpanjangan waktu protrombin di luar kisaran yang disarankan berkaitan
dengan peningkatan insidensi komplikasi perdarahan. Efek samping nonhemoragik
jarang terjadi tetapi mencakup nekrosis kulit, dermatitis, dan sindrom jari kaki biru
menyakitkan. Nekrosis kulit ditunjukkan dengan eritema menyakitkan di daerah yang
memiliki sejumlah besar lemak subkutan dan reversibel jika obat dihentikan.
Untungnya, penggunaan plasma biasanya dapat mengembalikan waktu pembekuan
protrombin dengan cepat.
Setelah episode DVT akut, antikoagulan harus dipertahankan selama minimal 3
bulan; beberapa peneliti mendukung 6 bulan untuk trombi di pembuluh darah besar.
Ada banyak obat, seperti barbiturat, yang berinteraksi dengan derivate warfarin, dan
pemantauan teratur yang rutin waktu protrombin sangat penting setelah pasien
meninggalkan rumah sakit. Antikoagulan oral bersifat teratogenik dan tidak boleh
digunakan selama terbukti hamil atau dalam perencanaan kehamilan. Pada pasien
yang sedang hamil, heparin merupakan obat pilihan pertama, dan untuk manajemen
jangka panjang, penggunaan secara subkutan diri harus diajarkan. Regimen ini
memungkinkan persalinan normal dan dapat diteruskan selama postpartum.

Fibrinolisis
Meskipun minat yang besar dalam penggunaan agen fibrinolitik untuk mengaktifkan
sistem plasmin intrinsik, hasil penelitian secara acak telah mengecewakan. Kedua

12
streptokinase dan urokinase telah digunakan dan ditemukan efektif, meskipun mereka
berhubungan dengan kejadian 25 - 30% dari komplikasi hemoragik dan demam.[51]
Pada 10% pasien, streptokinase juga berhubungan dengan reaksi alergi, yang
bervariasi dari urtikaria sampai anafilaksis dan dapat menghasilkan sindrom distres
pernapasan dewasa.[52] Selain itu, agen fibrinolitik tidak memiliki keuntungan lebih
daripada heparin padapengobatan trombosis vena trombosis berulang atau ketika
masih didapat selama lebih dari 72 jam, dan agen lisis dikontraindikasikan pada
pasien pasca operasi atau pasca trauma.
Kateter trombolisis terarah telah digunakan untuk memberikan urokinase
langsung ke trombus dan menurunkan risiko perdarahan sistemik. Hasil untuk pasien
dirawat di ini cara yang sedang dikumpulkan melalui jalur vena. Temuan tersebut
seharusnya member pencerahan terhadap efektivitas biaya dari intervensi ini.

Pendekatan Pembedahan
Operasi Trombektomi
Pendekatan pembedahan untuk menghilangkan trombus langsung dari
pembuluh darah dalam kaki melalui vena femoralis telah dikerjakan dan difasilitasi
dengan menggunakan balon kateter vena Fogarty dan pembungkus elastis untuk
memerah menuju ekstremitas distal. Meskipun hasil operasi yang mengesankan,
venogram diperoleh sebelum pulang dari rumah sakit menunjukkan rethrombosis
pada sebagian besar pasien, dan tampaknya tetap tidak mengurangi kejadian dari
sindrom post-trombosis. Prosedur ini biasanya diperuntukkan bagi penyelamatan
ekstremitas dari kemunculan phlegmasia cerulea dolens dan yang nantinya dapat
menjadi gangren vena.
Sebuah modifikasi dari teknik ini melibatkan penambahan fistula arteriovenosa
telah meningkatkan patensi jangka panjang dari vena proksimal.[53] Einarsson et al.
melaporkan hasil yang baik dengan 61% dari paten segmen pada venogram dan
tekanan vena normal dalam 82% kasus meskipun terjadi beberapa proksimal

13
stenosis.[54] Terapi kombinasi yang melibatkan trombolisis dan trombektomi telah
diupayakan pada pasien dengan jumlah terbatas.[55]

Interupsi Vena Cava


Antikoagulasi yang memadai biasanya efektif dalam mengelola DVT, tetapi
jika emboli paru berulang terjadi selama terapi antikoagulan atau jika ada
kontraindikasi terhadap antikoagulan, maka pendekatan mekanis diperlukan.
Perlindungan mekanis juga diindikasikan sebagai profilaksis terhadap kekambuhan
emboli pada pasien yang memerlukan embolektomi paru dan pada beberapa pasien
yang berisiko tinggi tidak bisa mentoleransi terjadinya kekambuhan (Tabel 68-2).

Tabel 68-2. Indikasi pemasangan filter vena cava


1. Tromboemboli berulang walaupun telah diberi antikoagulan yang memadai
2. Tromboemboli pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap
antikoagulan
3. Komplikasi antikoagulan yang memaksa terapi diberhentikan
4. Emboli paru kronis yang terkait dengan hipertensi pulmonal dan cor pulmonal
(Pasien kelas V)
5. Segera diikuti dengan embolektomi paru
6. Indikasi relative: Pasien dengan lebih dari 50% parunya mengalami gangguan
peredaran darah akibat oklusi (kelas III) yang tidak dapat mentoleransi
embolisme tambahan; pasien dengan thrombus iliofemoral besar meskipun
dengan antikoagulan; emboli septik meskipun fokus infeksi dikontrol dan
diberikan antibiotik

Upaya awal pembedahan untuk mencegah berulangnya emboli paru diarahkan


ke vena femoralis, yang diligasi secara bilateral. Hal ini mengakibatkan angka
kejadian yang tinggi gejala sisa akibat stasis di ekstremitas bawah dan angka kejadian
emboli paru berulang yang tidak dapat diterima. Pendekatan berikutnya ligasi vena
cava inferior di bawah vena ginjal, yang menambah dampak buruk dari penurunan

14
cardiac output tiba-tiba. Efek ini, ditambah dengan sisa stasis dan emboli berulang
melalui pelebaran vena kolateral, menyebabkan upaya untuk mengkompartemenisasi
vena cava dengan maksud jahitan, staples, dan klip eksternal dalam rangka
menyediakan filtrasi tanpa oklusi.
Karena prosedur yang diperlukan anestesi umum dan laparotomi, langkah logis
selanjutnya adalah untuk merancang pendekatan transvena yang dapat dilakukan di
bawah anestesi lokal. Unit Mobin-Uddin "payung" adalah yang pertama dimasukkan
dari vena jugular dan diposisikan di bawah fluoroskopi bawah vena ginjal, di mana
[56]
biasanya diproduksi trombosis vena cava (70% dari kasus ) dan tidak lagi
digunakan.
Filter Greenfield berbentuk kerucut dikembangkan untuk mempertahankan
patensi aplikasi setelah menjebak emboli dan mengizinkan aliran terus-menerus untuk
menghindari stasis dan memfasilitasi lisis dari embolus (Gambar 68-3: Filter
Greenfield dibuat dari baja dan berbentuk kerucut untuk memelihara aliran setelah
embolus dijebak. Pemeliharaan aliran memberika filtrasi terus-menerus,
meminimalkan sisa stasis dan memfasilitasi lisis dari trombus yang dijebak). Ini
dapat dimasukkan baik dari vena jugular atau vena femoralis, yang akhirnya disimpan
untuk contoh di mana ada ukuran yang tidak memadai dari vena jugularis atau luka
terbuka pada leher.[57] Angka kejadian emboli berulang dengan perangkat ini adalah 2
- 4%, dan tingkat patensi jangka panjangnya 98% memungkinkan untuk ditempatkan
di atas vena ginjal saat diperlukan untuk kontrol emboli seperti ketika ada trombus
dalam vena ginjal atau vena kava (Gambar 68-4: Studi kontras dari vena cava
menunjukkan trombus besar dalam vena cava inferior. Pengontrolan dari trombus
“pembuat-janda” ini memerlukan penggantian filter Greenfield pada tingkat di atas
vertebra lumbal pertama).[58]
Kemajuan dalam teknik radiografi telah perkutan menyebabkan banyak
perangkat filter baru dirancang untuk dapat dimasukkan melalui sistem pembawa
yang lebih kecil. Perangkat-perangkat tersebut adalah filter Simon Nitinol, filter
VenaTech, dan filter Bird’s Nest. Masing-masing perangkat telah dikaitkan dengan

15
masalah-masalah khusus. Semua berfungsi dengan baik sebagai filter. Desain Nitinol
memiliki tingkat tinggi dalam menjebak, yang menghasilkan oklusi cava lebih sering
dibandingkan dengan perangkat yang lain. Ini juga berkaitan dengan beberapa patah
tulang ekstremitas.[59] Perangkat VenaTech telah dikaitkan dengan stenosis kava atau
obstruksi. Penyebab kejadian ini masih dalam penelitian.[60] Filter Bird’s Nest adalah
satu-satunya perangkat disetujui untuk digunakan dalam vena cava yang lebih besar
dari 28 mm. Namun, ada masalah dengan prolaps kawat, sulit untuk menempatkan
relatif terhadap perangkat lain, dan ini membutuhkan segmen vena yang lebih besar
untuk melakukan penyebaran yang memadai.[61]
Komplikasi berbagai penyisipan filter dari yang parah hingga yang ringan
berupa luka hematom yang disebabkan oleh penerusan awal antikoagulan sampai
migrasi berpotensi mematikan dari perangkat ke dalam arteri pulmonalis seperti yang
didokumentasikan dengan payung Mobin-Uddin. Komplikasi yang paling umum
dengan filter Greenfield adalah terjadi salah penempatan pada 7% kasus.[58] Ketika
salah penempatan terjadi di bawah diafragma, pasien tidak memiliki perlindungan
yang memadai, tapi bila lokasinya di vena ginjal atau iliaka tidak menimbulkan
masalah sirkulasi. Filter kedua yang ditempatkan di lokasi yang sesuai atau di tempat
yang salah, dapat diambil menggunakan kawat panduan.[62] Ini selalu dianjurkan
untuk salah penempatan ke dalam katup trikuspid atau jika gangguan irama terjadi.
Emboli udara dapat terjadi selama penyisipan jugularis, tetapi risiko diminimalkan
dengan menyuruh pasien menahan napasnya sementara vena terbuka. Pada beberapa
pasien vena mungkin terlalu kecil atau rapuh untuk memungkinkan penyisipan
pembawa kateter, dan jarang pasien yang terlalu gemuk untuk dilakukan fluoroskopi.
Emboli berulang setelah penempatan filter terlihat pada 2 – 4 % kasus dan
mungkin disebabkan oleh sumber trombus di luar daerah aliran yang difilter seperti
ekstremitas atas atau atrium kanan. Infeksi sekunder dari trombus yang tertangkap
dengan filter Greenfield telah diproduksi secara eksperimental, tetapi ini mungkin
untuk mensterilisasi filter dan trombus dengan terapi antibiotik.[6] Penangkapan
emboli yang sangat besar dengan filter memiliki potensi untuk terjadinya oklusi tiba-

16
tiba pada vena cava dengan penurunan curam dari tekanan darah. Pada pasien yang
diketahui memiliki riwayat emboli paru sebelumnya, kejadian ini bisa disalahartikan
akibat emboli paru berulang, dengan hasil buruk dari terapi vasopresor. Perbedaan
dasar antara hipovolemia fungsional dan overload ventrikel kanan dapat dibuat
dengan mengukur tekanan vena sentral dan PaO2. Respon dari resusitasi volume untuk
pasien dengan oklusi vena cava tiba-tiba seharusnya perlahan.
Ada satu keadaan di mana migrasi filter Greenfield mungkin setelah
dikeluarkan. Ini terjadi ketika ada kegagalan untuk membilas saline heparin melalui
karier silindris dan trombus terbentuk di dalamnya sewaktu menempatkan
fluoroskopi. Trombus kemudian dapat menambatkan filter dari ekstremitas,
mencegah ekspansinya dan melakukan fiksasi pada dinding vena cava. Hanya satu
peristiwa seperti demikan yang telah dilaporkan oleh penulis, dan ini masih tetap
komplikasi yang dapat dicegah seluruhnya, biasanya jarang terjadi dengan
penggunaan kabel pemandu untuk memfasilitasi penyisipan dan meminimalkan
waktu yang karier gunakan.[57] Untuk perlindungan optimal, drip kontinyu dari saline
heparin dapat diberikan melalui tabung intravena secara langsung di insersi kateter.

GANGGUAN TROMBOSIS LAINNYA


Istilah tromboplebitis seharusnya dibatasi untuk gangguan pada vena superfisial yang
dicirikan dengan proses inflamasi lokal, yang biasanya aseptik. Penyebab pada
tungkai atas biasanya dari infus cairan yang asam atau kanulasi yang diperpanjang.
Pada ekstremitas bawah biasanya terkait dengan varises vena dan yang berdampingan
dengan DVT. Hubungannya dengan injeksi bahan kontras dapat diminimalkan
dengan cara membilas bahan kontras tersebut dengan salin heparin.

Tromboplebitis Migrans

17
Kondisi ini berasal dari episode berulang tromboplebitis superfisial yang
berhubungan dengan keganasan viseral, penyakit kolagen vaskular sistemik, dan
diskrasia darah. Keterlibatan dari vena dalam dan vena viseral juga telah dijelaskan.

Trombosis Vena Subklavia


Gangguan ini bersifat sekunder pada kateter indwelling dan dapat terjadi pada
kelompok usia anak. Hal ini juga dapat terjadi terutama pada orang muda atletis
("upaya trombosis"), sebagai akibat dari cedera atau penyempitan bawaan pada
cerukan dada. Ketika diagnosis dibuat lebih awal, agen trombolitik dan Venogram
harus diperoleh untuk menentukan apakah operasi dekompresi vena ini diindikasikan.
Reseksi tulang rusuk pertama dengan pendekatan anterior atau aksila telah berhasil
dalam mencegah rethrombosis. Ketika Diagnosis dibuat 3 atau lebih hari setelah
kejadian, biasanya terdapat respon yang baik untuk elevasi dan antikoagulasi,
meskipun beberapa insufisiensi vena dan ketidaknyamanan dengan berolahraga dapat
bertahan. Pada beberapa kasus, stent telah ditempatkan, tetapi hasilnya dapat
berubah-ubah. Stent dapat hancur jika tidak ditempatkan dalam hubungan dengan
reseksi tulang rusuk.

Trombosis Vena Abdominal


Trombosis vena cava inferior dapat berasal dari invansi tumor atau menyebarkan
trombus dari vena iliaca. Pada umumnya, bagaimanapun juga, ini berasal dari ligasi,
lipatan, atau penyisipan perangkat pengoklusi cava. Trombosis dari vena ginjal yang
mungkin terjadi berhubungan dengan sindroma nefrotik. Hal ini dapat menjadi
sumber tromboemboli dan telah berhasil diobati oleh penempatan filter Greenfield di
suprarenal.[64]
Trombosis vena porta dapat terjadi pada neonatus, biasanya sekunder untuk
menyebarkan septik thrombophlebitis dari vena umbilikal. Perkembangan kolateral
menyebabkan terjadinya varises esofagus. Trombosis vena porta, hati, limpa, atau
mesenterika superior pada orang dewasa dapat terjadi secara spontan tetapi biasanya

18
dikaitkan dengan sirosis hepatis. Trombosis vena mesenterika atau omentum dapat
berpura-pura seperti abdomen akut tetapi biasanya lebih sering menyebabkan ileus
yang berkepanjangan daripada infark usus.
Trombosis vena hepatik (sindromvBudd-Chiari) biasanya menghasilkan
hepatomegali masif, dan gagal hati. Ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan
endoplebitis, jarring kongenital, atau polisitemia vera. Meskipun beberapa
keberhasilan telah dilaporkan menggunakan pendekatan langsung ke jaring
kongenital, pengobatan yang biasa dilakukan adalah shunt portacaval sisi ke sisi
untuk memungkinkan dekompresi hati. Perkembangan sepsis panggul setelah aborsi,
infeksi tuba, atau sepsis nifas dapat menyebabkan thrombophlebitis septik dari vena
pelvis dan septik tromboemboli. Ligasi vena ovarium dan kava telah digunakan
secara tradisional, namun seharusnya ditekankan pada drainase atau eksisi abses dan
terapi antibiotik yang tepat. Kami juga telah menggunakan filter Greenfield dalam
situasi ini, karena ini merupakan baja yang tidak bereaksi dan menghindari
perkembangan dari abses intraluminal, yang dapat terjadi setelah pendekatan
tradisional ligasi vena cava.[63]

TROMBOEMBOLI PARU
Tinjauan
Signifikansi klinis dari emboli paru mayor perlu mendapat perhatian dengan mengacu
pada kematian tahunan yang berkaitan dengannya, yang diperkirakan terjadi 90.000
kematian di Amerika Serikat saja. Diperkirakan bahwa 5 dari setiap 1000 orang
dewasa menjalani operasi besar akan meninggal akibat paru emboli masif. Karena
emboli paru mewakili komplikasi yang paling penting dari DVT, ini perlu menjadi
perhatian khusus untuk para ahli bedah yang pasiennya rentan mengalami trombosis
vena dalam segera setelah periode pasca operasi. Spektrum penuh gangguan berkisar
dari emboli kecil asimtomatik hingga kematian tiba-tiba dari emboli besar.

19
Diagnosis
Tanda dan gejala episode emboli dengan jelas tergantung terutama pada jumlah
embolus terlibat dan sebaik apa status kardiopulmoner pasien. Dalam presentasi
klasik, pasien tiba-tiba menngalami nyeri dada, batuk, dispnea, takipnea, dan ditandai
kecemasan. Meskipun hemoptisis secara tradisional berkaitan dengan emboli paru, ini
sebenarnya merupakan tanda yang jarang terjadi; ketika hemoptisis muncul, biasanya
terjadi pada stadium akhir dan mungkin menandakan infark paru. Secara obyektif,
pasien dengan emboli besar biasanya menunjukkan takikardia, peningkatan suara
paru kedua, sianosis, vena jugularis yang menonjol, dan berbagai tingkat hipotensi.
Yang kurang umum terjadi, mungkin ada mengi, suara gesekan pleura, splint pada
dinding dada, rales, demam ringan, gallop ventrikel, dan pemisahan lebar dari suara
paru kedua . Insidensi temuan ini ditunjukkan pada Tabel 68-3.

Tabel 68-3 Manifestasi klinis dari emboli paru yang besar


Gejala Insidensi (%) Tanda Insidensi (%)
Dispnea 80 Takipnea 88
Kecemasan 60 Takikardi 63
Nyeri pleura 60 Penonjolan P2 60
Batuk 50 Rales 51
Hemoptisis 27 S3 atau S4 47
Sinkope 22 Gesekan pleura 17
Diagnosis diferensial meliputi perforasi esofagus, pneumonia, syok septik, dan
infark miokard. Karena semua kumpulan penyakit tersebut dapat mengancam nyawa,
diwajibkan bahwa pendekatan teratur dirumuskan untuk mengkonfirmasi atau
menolak diagnosis kerja. Penelitian laboratorium pada umumnya tidak terlalu
membantu dalam diagnosis diferensial, meskipun hitung jumlah sel darah putih
kurang dari 15.000 / mL bersifat sugestif ketika infiltrat paru muncul untuk

20
membantu menyingkirkan diagnosis pneumonitis. Penentuan berikut sangat berguna
dalam evaluasi suspek emboli besar.

Elektrokardiografi
Perubahan elektrokardiografi paling umum terjadi yang berhubungan dengan
emboli paru adalah ST nonspesifik dan perubahan gelombang T (66% dari pasien).
Tanda-tanda yang lebih spesifik dari overload ventrikel kanan seperti sering dikutip
pada pola S1, T3, T3 jarang terlihat. Akibatnya, nilai utama elektrokardiogram adalah
untuk mengeksklusi kehadiran infark miokard. Sayangnya, temuan berupa infark
miokard tidak mengeksklusi diagnosis emboli paru, dan dalam beberapa kasus scan
paru atau angiogram paru mungkin diperlukan untuk memperjelas masalah yang
diperoleh.

Radiografi Dada
Meskipun radiografi dada mungkin bisa menunjukkan diagnosis emboli paru
karena pembesaran pembuluh darah pusat, tanda asimetri vaskular dengan iskemia
segmental atau lobar (tanda Westermark), atau efusi pleura, tetapi tanda-tanda ini
tidak spesifik. Radiografi dada kemudian berfungsi untuk mengeksklusi
kemungkinan diagnostik lainnya seperti pneumonia, pneumotoraks, perforasi
esofagus, atau gagal jantung kongestif. Hal ini juga sangat penting dalam penafsiran
scan paru, karena setiap densitas radiografi atau bukti penyakit paru kronis membuat
defek perfusi di daerah tersebut jarang menunjukkan emboli paru. Penyakit paru
kronis juga mengurangi pengaplikasian scan paru menuju diagnosis.

Gas Darah Arteri


Penentuan gas darah dan pH dapat memberikan dukungan dalam mendiagnosis
emboli paru. Hipoksemia dengan PaO2 kurang dari 60 mmHg ditemukan pada
mayoritas pasien dan dirasakan terjadi karena shunting akibat perfusi berlebih dari
paru-paru yang tidak terdapat emboli dan gradien oksigen alveolar-arteri melebar

21
karena mengurangi curah jantung. Pengurangan PCO2 arteri yang mengikuti emboli
besar adalah temuan yang paling membedakan karena hipoksemia bisa didapat dari
beberapa gangguan yang cenderung salah didiagnosa sebagai emboli masif, misalnya
syok septik.[66] Dengan tidak adanya hipoksemia dan hipokarbi, diagnosis emboli
besar pada pasien yang terlihat sakit berat dapat dieksklusi dengan keyakinan yang
cukup, dan diagnosis alternatif lainnya harus dicari.

Tekanan Vena Sentral


Pada pasien dengan hipotensi sistemik, tekanan vena sentral dapat memberikan
informasi berharga serta akses untuk pemberian obat dan cairan. Tekanan vena
sentral yang rendah sebenarnya mengeksklusi emboli paru sebagai penyebab utama
hipotensi, karena emboli massif hampir selalu disertai oleh overload ventrikel kanan
dan peningkatan tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan pada pengisian ventrikel
kanan bisa bersifat sementara, namun, ketika akomodasi hemodinamik terjadi, dan
pada emboli subakut atau kronis, tekanan vena sentral bisa normal.

Scan Paru
Ketersediaan dan penggunaan luas scan foto paru telah menyebabkan
penekanan yang berlebihan dari tes ini dan kecenderungan untuk overdiagnosis
emboli paru. Dengan munculnya radiografi dada normal pada pasien nonhipotensif,
scan paru merupakan tes skrining berharga yang telah meningkatkan validitas sebagai
ukuran defek perfusi dengan pendekatan distribusi lobar. Defek perfusi perifer kecil
jauh lebih sulit untuk ditafsirkan, karena pneumonitis, atelektasis, atau kelainan
ventilasi lainnya mengubah paru perfusi. Scan paru yang normal, di sisi lain, pada
dasarnya mengeksklusi diagnosis emboli paru. Menambahkan scan ventilasi untuk
menggabungkan pencitraan ventilasi-perfusi meningkatkan keakuratan diagnosis
tromboemboli, asalkan terdapat daerah besar dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, tetapi defek yang cocok tidak menyingkirkan emboli[67]. Asumsi bahwa
daerah yang perfusi paru-parunya di bawah rata-rata setelah emboli akan tetap

22
berventilasi normal, memproduksi ketidakcocokan pada scan yang diselimuti oleh
efek fisiologis yang diketahui berupa bronkokonstriksi diproduksi oleh emboli.
Menambahkan variabel tambahan pada varian yang luas dalam penafsiran scan di
kalangan pengamat membuat diagnosis jauh lebih dapat diandalkan apabila
didasarkan pada arteriografi (Gambar 68-5: Arteriogram paru selektif dengan injeksi
media kontras ke dalam arteri paru-paru kanan utama. Sebuah trombus melingkar
dapat dilihat mengobstruksi aliran pada lobus atas dan bawah).[2] Sebuah
pendekatan alternatif untuk pasien dengan dugaan emboli dan scan perfusi abnormal
adalah dengan melakukan venografi dan memulai antikoagulasi jika hasilnya
positif.[67] Jika negatif, angiografi paru akan diperlukan untuk mengeksklusi diagnosis
emboli (Gambar 68-6: Skema pendekatan untuk mempercepat diagnosis
tromboemboli paru berdasarkan status klinis. Sebagai alternatif untuk arteriografi
paru pada pasien dengan scan paru positif, studi vena noninvasif dapat diperoleh
untuk menunjukkan DVT dan membenarkan antikoagulasi).
Ekokardiografi transesofageal adalah teknik noninvasif yang berguna untuk
mendiagnosis emboli paru.[68,69] Selama fase simptomatis akut, temuan berupa arteri
paru yang melebar, ventrikel kiri yang kecil, dan gerak paradoks dari septum
interventricular adalah tanda-tanda emboli utama.[70]

Arteriografi Paru
Arteriografi paru selektif adalah metode yang paling akurat untuk
mengkonfirmasi keberadaan, ukuran, dan distribusi emboli paru. Prosedur ini invasif,
memerlukan perjalanan kateter ke dalam arteri pulmonalis utama untuk injeksi bolus
media kontras. Sebuah pengubah film cepat menghasilkan serangkaian radiografi
yang menguraikan bidang yang mengalami penurunan perfusi dan biasanya
menunjukkan defek pengisian atau jejak bertepi bulat yang diakibatkan emboli
(Gambar 68-5). Perpotongan lurus dari arteri-arteri paru yang lebih kecil lebih sulit
untuk ditafsirkan, terutama jika ada yang terkait dengan penyakit paru-paru kronis
yang cenderung melenyapkan pembuluh darah paru. Prosedur tersebut dapat

23
dilakukan pada risiko rendah, meskipun ini kelompok pasien paling berbahaya untuk
studi jenis ini, yang biasanya membawa tingkat kematian 0,5%.[71] Menghindari
injeksi medium kontras pada arteri paru utama meminimalkan tingkat komplikasi.
Informasi tambahan yang berguna diperoleh sebelum injeksi media kontras dengan
pengukuran tekanan arteri paru (PA). Angiogram paru yang normal mengeksklusi
diagnosis emboli paru pada pasien yang sakitnya akut. Meskipun tingkat
penyembuhan untuk emboli paru tidak dapat diprediksi, tidak realistis untuk
menganggap bahwa arteriogram yang negatif dalam seminggu dari peristiwa klinis
menyebabkan diagnosis terlewatkan karena fibrinolisis yang cepat. Dalam laporan
Percobaan Emboli Paru Urokinase, penyembuahan awal yang lengkap tidak terlihat
sebelum 14 hari.[65]

Patofisiologi
Meskipun DVT mendahului emboli paru, kurang dari 33% pasien yang tercatat
dengan emboli paru menunjukkan tanda-tanda klinis dari trombosis vena. Meskipun
demikian, diperkirakan bahwa 85 - 90% dari semua emboli paru berasal dari vena
dari ekstremitas bawah, sementara sisanya muncul dari jantung sisi kanan atau
pembuluh darah lainnya. Pada kenyataannya, insidensi DVT lebih rendah setelah
emboli mungkin mencerminkan evakuasi dari trombus dari ekstremitas bawah. Selain
itu, emboli cenderung menjadi banyak, terpecah-belah baik di sisi kanan jantung atau
selama impaksi ke aliran vaskular paru. Trombi yang lama, bagaimanapun juga,
mengandung lapisan fibrin yang berlamina sehingga membuat mereka lebih solid dan
lebih sulit untuk melisiskan.
Setelah embolus tersangkut dan mengganggu aliran darah paru, rasio ventilasi
regional untuk perfusi meningkat, dan paru merespon dengan bronkokonstriksi untuk
mengurangi terbuangnya ventilasi. Respon ini dimediasi oleh penurunan lokal output
CO2, karena ini dapat dicegah oleh ventilasi dengan peningkatan konsentrasi CO2.
Beberapa penelitian eksperimental juga menunjukkan refleks neural umum berupa
vasokonstriksi, tetapi bahkan jika hal ini terjadi pada manusia, tidak mungkin sebagai

24
faktor yang signifikan dalam kelangsungan hidup sebagai efek mekanik oklusi
vaskuler utama. Demikian pula, efek dari agen humoral vasoaktif dapat ditunjukkan
pada hewan, dan terdapat dokumentasi yang baik bahwa serotonin diuraikan dari
trombosit yang menempel pada embolus, dan juga berkontribusi pada
bronkokonstriksi yang diamati. Kemampuan heparin dalam menghambat pelepasan
serotonin menambahkan lebih lanjut pembenaran untuk penggunaan awal obat ini.
Agen vasoaktif lain seperti histamin dan prostaglandin memiliki peran pada manusia,
tetapi efek utamanya adalah pengurangan ukuran perifer saluran napas, berkurangnya
volume paru-paru, dan mengurangi statis kompliansi dari paru.
Hipoksemia yang mencirikan emboli besar diduga disebabkan oleh kurangnya
curah jantung yang juga mengurangi oksigenasi vena, meskipun temuan pada
beberapa pasien menyerupai shunting arteriovenosa yang nyata. Yang terakhir ini
secara anatomis mungkin terjadi jika ada foramen ovale yang tidak lenyap di mana
membuat munculnya peningkatan tekanan atrium kanan. Lubang tersebut juga
memungkinkan lewatnya emboli vena ke dalam sirkulasi sistemik, yang kemudian
disebut emboli paradoksikal. Meskipun mungkin ada beberapa perbaikan dalam PaO2
setelah penambahan oksigen dilakukan, pengaruhnya tersbut biasanya minimal.
Kembalinya aliran darah paru dipengaruhi oleh embolektomi mengembalikan
pertukaran gas pernapasan, tetapi iskemia yang muncul dari beberapa kapiler yang
kehilangan integritas, menyebabkan edema paru interstisial atau perdarahan paru
terbuka.
Infark paru sebagai akibat emboli relatif langka terjadi dan berasosiasi klinis
dengan masalah perfusi sistemik yang buruk seperti syok atau gagal jantung
kongestif. Pada pasien tersebut, gejalanya termasuk nyeri dada pleuritik, dispnea,
batuk, dan hemoptisis. Tanda meliputi demam, takikardia, splinting, dan kadang-
kadang gesekan. Selain itu, biasanya terdapat leukositosis yang menonjol, level laktat
dehidrogenase tinggi, dan bilirubinemia. Sebuah densitas berbentuk baji biasanya
terlihat pada foto rontgen dada.

25
Pengaruh pembuluh darah paru dan jantung akibat emboli merupakan
konsekuensi langsung dari derajat obstruksi aliran pembuluh darah paru. Oklusi lebih
dari 30% dari pembuluh darah pokok diperlukan untuk mulai meningkatkan rerata
tekanan PA, dan biasanya lebih dari 50% oklusi diperlukan untuk mengurangi
tekanan sistemik. Tingkat hipertensi pulmonal yang dihasilkan sebanding dengan
tingkat angiografik dari oklusi pembuluh darah, tetapi pada pasien yang sebelumnya
normal, batas rerata tekanan yang dihasilkan oleh ventrikel kanan sekitar 40 mmHg.
Nasib emboli paru pada pasien tidak mudah untuk diprediksi, meskipun banyak
penelitian eksperimental pada hewan telah dilaporkan. Injeksi trombi autologo ke
dalam sirkulasi paru anjing diikuti dengan pemulihan yang relatif cepat fungsi paru
dan bukti obyektif dari lisis selama periode beberapa minggu. Aktivasi plasminogen
menjadi plasmin, yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam sirkulasi paru,
meyebabkan efek fibrinolitik. Sayangnya, hasil penyembuhan trombi yang lama lebih
lambat dan terhambat lebih lanjut oleh impaksi dari embolus dan isolasi dari aliran
darah paru. Akibatnya, penyembuhan akibat emboli masif pada pasien tidak dapat
diprediksi dan sering tidak sempurna. Hal ini tidak jarang ditemukan untaian fibrin
residu atau jaring di dalam arteri paru sewaktu dilakukan otopsi sebagai sisa-sisa
emboli sebelumnya.

Klasifikasi Dan Manajemen


Variabel hemodinamik yang disebutkan di atas memberikan klasifikasi yang berarti
untuk pasien yang mengalami empat nilai keparahan dan merupakan panduan yang
berguna untuk terapi dan prognosis (Tabel 68-4). Derajat ringan emboli biasanya
dapat dikelola oleh hanya dengan antikoagulan saja dengan hasil yang memuaskan.
Heparin dipilih untuk pengobatan awal dalam rentang dosis dirancang untuk
memperpanjang waktu tromboplastin parsial sampai setidaknya dua kali normal. Pada
dosis sekitar 150 unit per kilogram ada perlindungan memadai terhadap perlekatan
lanjut dari trombus dan trombosit pada embolus tersebut. Banyak dokter juga
memulai terapi antikoagulan oral dengan warfarin pada saat yang sama dengan

26
pemberian heparin supaya memungkinkan terjadinya tumpang tindih obat selama
beberapa hari sehingga INR diperpanjang ke dalam jangkauan terapeutik.
Pada beberapa pasien, bagaimanapun juga, antikoagulan tidak dapat digunakan
karena masalah yang tertentu (misalnya, penyakit ulkus peptik), dan manajemen
harus diarahkan ke sarana perlindungan mekanis terhadap emboli berulang seperti
diuraikan sebelumnya. Pasien lain, dimana antikoagulasi tampaknya memadai,
menderita emboli berulang dan menjadi kandidat untuk perlindungan mekanis.
Indikasi ketiga untuk perlindungan mekanis adalah untuk melindungi terhadap
emboli berulang pada pasien yang menderita emboli paru masif dan membutuhkan
embolektomi terbuka atau kateter. Pada pasien ini, meskipun embolektomi
memuaskan dari sirkulasi paru telah dilakukan, fokus asli dari trombosis vena tetap
tidak terobati dan sangat mungkin menyebabkan emboli berulang, biasanya
berukuran besar.
Ada indikasi relatif tambahan untuk perangkat vena cava dalam mencegah
emboli. Salah satunya pada pasien berisiko tinggi yang berumur lebih dari 40 tahun
yang menderita obesitas, memiliki penyakit medis serius yang terkait (misalnya,
penyakit jantung) atau keganasan, memiliki riwayat DVT baru-baru ini, dan akan
menjalani prosedur bedah besar atau memerlukan penghentian antikoagulan. Indikasi
relatif lainnya ada pada pasien dengan trombus yang panjang, mengambang bebas
pada tingkat paha. Baru-baru ini, penempatan filter profilaksis telah disarankan untuk
pasien yang menderita trauma multipel utama dengan ISS ≥ 9 dan yang beresiko
tinggi terhadap PE[72,73]. Indikasi relatif yang terakhir adalah pada pasien yang 40 -
50% dari aliran pembuluh darahnya telah tersumbat oleh emboli dan yang
kemungkinan besar tidak akan mampu untuk mentolerir embolus tambahan, terutama
jika ada penyakit jantung atau paru yang terkait.
Emboli paru mungkin terakumulasi secara bertahap selama periode yang
berkepanjangan jika mereka cukup kecil untuk menghasilkan mikroemboli daripada
makroemboli. Gambaran klinis dalam kasus ini kemudian salah satu dari cor
pulmonal kronis karena hipertensi paru signifikan berasal dari obliterasi aliran

27
pembuluh darah paru. Presentasinya mungkin ringan dengan dispnea saja atau eksersi
sinkop satu, tetapi ada suara P2 yang keras dan strain ventrikel kanan pada EKG.
Urutannya dapat juga tidak disertai dengan gejala pernafasan yang signifikan dan
mungkin menjelaskan etiologi dalam beberapa dari pasien dianggap memiliki
hipertensi pulmonal primer. Ketika diagnosis dibuat, terdapat harapan hidup yang
sangat terbatas, dan pasien dapat mengambil manfaat dari filter vena kava untuk
mencegah emboli lebih lanjut bahkan jika gangguannya berupa hipertensi paru
primer.[74] Rasionalisasinya adalah bahwa pasien tersebut menderita gagal jantung
kanan akibat faktor predisposisi berupa DVT dan emboli paru, yang mematikan
bahkan jika ukurannya kecil. Ketika terjadi dekompensasi kardiopulmoner akut pada
pasien setelah emboli, mereka bukan kandidat yang baik untuk embolektomi karena
fiksasi dari trombi terdahulu pada dinding arteri paru. Mereka harus diklasifikasikan
secara terpisah dan dikelola dengan antikoagulan jangka panjang serta melakukan
penempatan filter (Gambar 68-7: Studi vena cava menunjukkan aliran bebas dari
media kontras melalui filter Greenfield (panah) yang ditempatkan di lokasi infrarenal
pada L3).
Dalam kasus di mana emboli berasal dari fokus septik, biasanya pada panggul
wanita, pengobatan klasiknya berupa ligasi vena cava dengan ligasi vena ovarium
atau spermatika. Ini harus diakui, bagaimanapun juga, bahwa vena kolateral besar
berkembang sebagai konsekuensi dari oklusi vena kava dan kemudian dapat menjadi
tempat emboli berulang. Dengan alasan yang demikian, kita telah menggunakan filter
Greenfield baik pada tingkat suprarenal ataupun infrarenal dalam hubungannya
dengan terapi antibiotik.

Tabel 68-4 Stratifikasi Tromboemboli Paru


Kategori Tanda dan gejala Gas-gas Oklusi PA (%) Hemodinamik
Minor Kecemasan PaO2 < 80 mmHg 20-30 Taikkardi
Hiperventilasi PaCO2 <35 mmHg
Mayor Dispnea PaO2 < 65 mmHg 30-50 Peningkatan CVP,

28
Kolaps PaCO2 <30 mmHg PA > 20mmHg,
respon terhadap
resusitasi
Masif Dispnea PaO2 < 50mmHg > 50 Peningkatan CVP,
Syok PaCO2 <30 mmHg PA > 25mmHg,
membutuhkan presor
dan inotropik
Kronis Dispnea PaO2 < 70 mmHg > 50 Peningkatan CVP,
Sinkop PaCO2 = 30-40 mmHg PA > 40mmHg, curah
jantung yang tetap
rendah

Embolektomi Paru
Bagi pasien yang menderita emboli masif, manajemen harus terkoordinasi dan
menjadi upaya yang cepat tanggap, karena kelangsungan hidup mungkin hanya
hitungan menit. Sebagaimana diindikasikan sebelumnya, sangat penting untuk
mendokumentasikan munculnya emboli masif paru dengan arteriografi sejak
diagnosis klinis dibuat, terlepas dari penampilan "klasik", yang sering menyebabkan
terjadinya kesalahan. Pendekatan awal untuk pasien yang mengalami kolaps transien
atau hipotensi sistemik persisten, harus menggunakan heparin seluruhnya dan
pemberian obat inotropik jika diperlukan untuk mendukung sirkulasi sementara
dilakukan konfirmasi diagnosis. Isoproterenol (4 mg dalam 1000 mL 5% dextrose
dalam air) awalnya berguna karena efek bronkodilator dan vasodilator serta efek
inotropik jantung positif. Ini dapat menimbulkan aritmia, bagaimanapun juga, dan
memerlukan penggunaan dopamin. Untuk pasien dengan PE ringan yang merespon
dengan heparin dan tidak memerlukan vasopresor untuk tekanan sistemik atau output

29
urin, pemantauan hati-hati penting dilakukan untuk menentukan apakah antikoagulasi
saja akan dapat mengontrol gangguan tersebut.
Angka kematian yang sangat tinggi yang terkait dengan Prosedur
Trendelenburg[75] mendorong penggunaan sirkulasi ekstrakorporeal untuk melakukan
bypass sirkulasi paru-paru yang terkena dampak. Embolektomi selama bypass
kardiopulmoner dilaporkan pertama kali oleh Sharp pada tahun 1962.[76] Sejak itu
dukungan bypass parsial juga telah digunakan (Gambar 68-8: Pasien yang
mengalami syok setelah menderita emboli paru dan gagal merespon resusitasi harus
didukung dengan bypass venoarterial parsial menggunakan pembuluh darah
femoralis, yang dapat dikanulasi menggunakan anestesi lokal. Kemudian, setelah
anestesi umum dan sternotomi, kanul kedua di vena cava superior memungkinkan
bypass total untuk embolektomi terbuka melalui arteri paru-paru utama). Lokal
anestesi digunakan, dan arteri dan vena femoral dikanulasi untuk bypass venoarterial.
Setelah sternotomi dilakukan, bypass parsial dapat dikonversi menjadi bypass total
dengan memasukkan kateter ke vena cava superior; kemudian emboli paru
disingkirkan melalui arteriotomi paru.
Embolektomi paru terbuka masih membawa angka kematian yang tinggi,
bagaimanapun juga, dan komplikasi yang paling serius adalah perdarahan paru tidak
terkendali, yang mungkin mengikuti restorasi perfusi paru[77]. Akibatnya, sebuah
pendekatan alternatif menggunakan anestesi lokal telah disarankan oleh Greenfield et
al.[78] untuk menghilangkan emboli paru secara tranvenosus. Perangkat berbentuk cup
melekat pada kateter steerable (Boston Scientific Corp, Natick, MA 02172)
dimasukkan ke dalam vena femoralis atau leher, dan cup diposisikan berdekatan
dengan embolus yang terlihat pada arteriografi (Gambar 68-9: Untuk pasien dengan
PE masif yang merespon resusitasi tetapi tetap hipotensi, kateter embolektomi dapat
dilakukan dengan anestesi lokal melalui vena jugularis atau femoralis. Kateter
steerable cup diposisikan dengan fluoroskopi berdekatan dengan embolus dan jarum
suntik penghisap diaplikasikan untuk menangkap trombus dalam cup, di mana ia
dipegang oleh penghisap bersamaan dengan ditariknya kateter. Ulangi perjalanan

30
dan injeksi media kontrol yang digunakan untuk menghapus semua emboli tidak
menempel dari cabang-cabang arteri paru). Posisi diverifikasi dengan suntikan
media kontras melalui kateter. Lalu jarum suntik penghisap diaplikasikan untuk
aspirasi embolus ke dalam cup, di mana ia dipegang oleh penghisap yang pada saat
bersamaan kateter dan embolus yang tertangkap ditarik. Pengalaman klinis dengan
teknik ini pada 46 pasien menunjukkan bahwa emboli bisa diambil di 35 (76%),
dengan keseluruhan tingkat kelangsungan hidup 70%. Dalam kasus PE akut, tingkat
keberhasilan 84%. Kelangsungan hidup jangka panjang ditingkatkan signifikan secara
statistik untuk mereka yang berhasil diembolektomi.[79] Emboli tidak bisa
disingkirkan ketika mereka telah terkena dampak selama lebih dari 72 jam atau jika
pasien tertahan waktu angiografi, dalam hal diperlukannya embolectomi terbuka.
Penempatan dari filter vena kava Greenfield setelah penyingkiran emboli yang
memadai untuk menghasilkan hemodinamik yang mendekati normal agar bisa
melindungi pasien dari emboli berulang.

Emboli Paru Kronik dan Hipertensi Pulmonal


Tromboemboli berulang dapat menyebabkan obliterasi progresif dari aliran pembuluh
darah paru jika trombi gagal untuk mengalami lisis. Hipertensi pulmonal yang
dihasilkan menyebabkan dispnea eksersional dan tanda regangan jantung kanan
dengan cor pulmonal. Dengan perkembangan lebih lanjut dari overload jantung
kanan, bisa terjadi insufisiensi trikuspid. Gangguan ini mungkin sulit untuk
dibedakan dengan hipertensi pulmonal primer, meskipun yang terakhir ini lebih
mungkin ditemukan pada perempuan yang berusia di bawah 20 tahun tanpa riwayat
trombosis vena dalam.
Trombektomi terbuka untuk oklusi kronis pertama kali dilakukan oleh Allison
et al.[80] pada tahun 1958 dan tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan aliran
darah paru. Sayangnya, untuk memenuhi persyaratan prosedur ini oklusi harus
melibatkan bagian proksimal arteri paru utama dan aliran pembuluh darah distal harus
paten. Fisiologis dasar untuk berlanjutnya patensi distal setelah terjadi oklusi

31
proksimal adalah melalui aliran kolateral arteri bronkial. Prosedur ini juga memiliki
angka kematian yang signifikan, dilaporkan sekitar 17% oleh Moser dkk[81] dalam
serangkaian 42 pasien. Komplikasi prosedur yang dilaporkan oleh penulis termasuk
pneumonitis hemoragik, gagal jantung, hipertensi pulmonal resisten, edema paru,
hemothorax, empiema, dan infark paru. Hasil jangka panjang dari pasien yang
bertahan hidup telah terbantu dengan perbaikan fungsi pernapasan dan peringanan
hipertensi pulmonal. Untuk sebagian besar pasien dengan hipertensi pulmonal yang
parah, bagaimanapun juga, prospeknya buruk kecuali mereka menerima perlindungan
maksimum dari emboli berulang, yang dalam pengalaman kami diperlukan
antikoagulasi vena kava dan penempatan filter.[74]

32

Anda mungkin juga menyukai