Anda di halaman 1dari 21

Asuham Keperawatan Post Operasi Apendiksitis

Ny.A di RSU Mitra Delima

Oleh :

Edi Prasetiyo

Progam Khusus STIKES Insan Cendekia Medika

Jombang
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia

hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah

sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen

dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di

Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes, 2008).

Penyakit appendisitis adalah kedaruratan bedah yang paling sering ditemukan dan dapat terjadi pada

usia berapapun. Insidennya 120/100.000 pertahun, dengan pasien yang terbanyak adalah rentang usia 17-64

tahun yaitu sebesar 82,18% dengan kejadian yang paling banyak terjadi adalah appendisitis akut tanpa

penyulit (simple appendicitis) 54,46%. Rasio insiden appendisitis antara laki-laki dan perempuan 1:1.

Kasus appendisitis akut sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, jarang terjadi

pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja awal usia 20 tahun,

sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasionya menjadi 3:2 (Siswono, 2006).

Appendisitis salah satu kasus kegawatdaruratan dibidang abdomen dengan keluhan utama nyeri

perut kanan bawah. Peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering. Hasil survai insiden apendiksitis di Negara maju lebih tinggi dari pada

Negara berkembang, fakta telah membuktikan bahwa Amerika menangani 11 kasus/ 10.000 kasus

apendiksitis setiap tahun, diantara 60.000 kasus appendiksitis akut setiap tahunnya terdapat 20.000 kasus

sudah menjadi appendisitis perforasi dan 100 kasus diantaranya meninggal ( Managema, 2009 ).
Apendiks sering disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang di kenal di masyarakat awam

adalah sekum. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)

dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal

(Sjamsuhidayat, 2004). Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir ini secara normal dicurahkan

secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya di alirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam

pengaliran tersebut, meupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis (Sander, 2011). Diagnosa

apendisitis telah ditegakkan maka indikasi tindakan pembedahan dilakukan. Apendiktomi atau operasi

pengangkatan usus buntu merupakan kedaruratan bedah abdomen yang biasa dilakukan, pasien dengan

pasca oprasi apendictomy lebih sering berbaring di tempat tidur karena pasien takut untuk bergerak, pasien

post appendectomy akan merasakan ketidaknyamanan seperti nyeri.

Nyeri biasanya terjadi karena adanya rangsangan mekanik dan kimia pada daerah kulit di ujung-

ujung syaraf bebas yang disebut nosireseptor. Pada kehidupan nyeri dapat bersifat lama da nada yang

singkat, berdasarkan lama waktu terjadinya inilah maka nyeri dibagi menjadi dua yaitu nyeri kronis dan

nteri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu mulai terjadinya nyeri atau masalah nyeri

(dapat bebebrapa detik sampai jam), sampai masalah nyeri teratasi tetapi tidak lebih dari enam bulan, nyeri

akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Sedangkan nyeri kronik adalah

pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan

actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, nyeri yang jangka waktu

terjadi sudah lebih dari enam bulan semenjak munculnya nyeri untuk pertama kali (Nanda 2009-2011).

Berdasarkan revelensi pasien post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis di RSU Mitra

Delima bululawang krebet malang sebagian besar pasien dengan tindakan pembedahan mengakibatkan

munculnya masalah keperawatan nyeri, penulis menjumpai Ny. A dengan post operasi apendiktomi atas

indikasi apendisitis akut dengan keluhan nyeri akut di dukung oleh data subyektif “ Ny. A mengatakan
nyeri di perut kanan bawah didaerah luka post operasi, dan data obyektif “ pasien tampak meringis

kesakitan”. Nyeri akut merupakan menifestasi yang harus diatasi baik biologis, psikologis, social, kultural,

spiritual maupun dampak dari penyakit yang dialami Ny. A karena nyeri mengganggu hubungan dan

kemampuan individu untuk mempertahankan perawatan dirinya (Nurcahyani, 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik melakukan asuhan keperawatan dengan judul “

Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada Ny.A dengan Post Operasi Apendiktomi Atas Indikasi Apendisitis

Akut di Ruang IRNA 1 RSU Mitra Delima “

1.2 Tujuan Kasus

1.2.1 Tujuan Umum

Melaporkan kasus nyeri pada Ny. A dengan post operasi apendiktomi atas indikasi appendisitis di

ruang IRNA 1 RSU Mitra Delima

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. A dengan nyeripost operasi apendiktomi atas

indikasi appendisitis di ruang IRNA 1 RSU Mitra Delima.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan nyeri post operasi

apendiktomi atas indikasi appendisitis di ruang IRNA 1 RSU Mitra Delima.

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan nyeri post operasi

apendiktomi atas indikasi appendicitis di ruang IRNA 1 RSU Mitra Delima.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Appendiks sering disebut dengan umbai cacing. Kebanyakan masyarakat menyebutnya usus buntu hal

tersebut kurang tepat karena sebenarnya usus yang buntu adalah sekum. (Sjamsuhidayat ,2004 ). Appenditits

merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Sehingga merupakan penyakit yang paling sering

memerlukan pembedahan kedaruratan. Apabila tidak ditangani dengan segera maka akan berakibat fatal (

Kowalak, 2011). Apendiktomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat (Smeltzer,2002).

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik

(Sjamsuhidayat, 2005).

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai

cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum

lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral

didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.

Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindahketitik mcBurney.

Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknyasehingga merupakan nyeri somatik

setempat.
2. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut

kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama

dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

2.2 Anatomi

a. Anatomi Usus Besar

Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter,adalah sambungan dari

usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka,yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana

normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan
menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang

sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang

memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada

pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler

dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir. Usus besar terdiri dari

1. Sekum

Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup ileosekal. Apendiks

vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari

ujung sekum.

2. Kolon

Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga bagian,

yaitu :

a. Kolon asenden

Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan membalik secara horizontal

pada fleksura hepatika.

b. Kolon transversum

Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri,

tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik. Kolon desenden Merentang ke bawah pada

sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum

Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm. Rektum

berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

b. Anatomi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm

dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu :

taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu

daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat.

Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi,

apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan

parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika

superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X.

Oleh karena itu, nyeri viseral padA apendisitis bermula disekitar umbilicu.
c. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan

selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang

terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.Immunoglobulin tersebut sangat

efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak

mempengaruhisistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan

dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan

diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung

kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (

Sjamsuhidayat, 2005).

2.3 Etiologi

Sjamsuhidajat (2011) mengatakan penyebab apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai

hal berperan sebagai factor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.

Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan

limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya

sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia

jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi

2.4 Tinjauan Keperawatan

a. Pemeriksaan fisik

Pada pasaien appendisitis keadaan umum penderita benar-benar terlihat sakit. Suhu tubuh naik ringan pada

appendisitis sederhana dan suhu tubuh meninggi atau menetap sekitar 37,5ºC atau lebih jika terjadiperforasi.

Abdomen didapatkan tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis perforasi
lebih jelas seperti nyeri tekan. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses

peritonitis lokal atau pun umum (Reksoprodjo, 2009).

b. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah dan ultrasonograf

1) Pemeriksaan laboratorium

Hasil leukosit ringan umumnya pada appendisitis sederhana. Apabila jumlah leukosit lebih dari 13.000

mm³ umumnya terjadi pada appendisitis perforasi. (Resokprojo, 2009).

2) Pemeriksaan ultrasonografi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai inflamasi dari appendiks (Muttaqin, 2011).

3) Diagnosa keperawatan (muttaqin, 2011)

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cedera fisik

2. Pola nafas in efektif berhubungan dengan kondisi pasca anastesi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

4. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual muntah

5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau mobolitas


BAB 3

WOC (Web Of Causation)

kebiasaan diit rendah serat dan pengaruh konstipasi

hiperplasia limfoid mukosa, parasite

Obstruksi pada lumen appendiks

Meningkatkan tekanan intralumen


dan peningkatanperkembangan bakteri

peningkatan kongesti dan penurunan dunding appendiks

merangsang tunika serosa dan radang meluas menuju


peritoneum visceral peritoneum parietalis

nyeri samar-samar di epigastrium sekitar umbilikus Apendisitis akut

nyeri tekan perut


intervensi bedah apendiktomi perut kanan bawah

pasca operatif kerusakan jaringan bedah


Intoleransi
pasca bedah Pengaruh anastesi
aktivitas
Nyeri Akut
Resiko Infeksi menekan menekan
resperitory peristaltic

Pola nafas in Mual


efektif
muntah

Resiko kekurangan

Volume cairan
BAB 4

STUDI KASUS

4.1 Studi Kasus Non Fiktif

Berdasarkan pengkajian didapatkan identitas pasien sebagai berikut nama Ny. A umur 38 tahun,

jenis kelamin perempuan, alamat di bululawang, pekerjaan ibu rumah tangga , pendidikan Sekolah

Menengah Atas, dengan diagnose medis post operasi apendiktomi, penanggung jawab Tn. D alamat

bululawang hubungan dengan pasien adalah suami.

Hasil pengkajian didapatkan Ny.A mengeluh nyeri luka post operasi apendiktomi di perut kanan

bagian bawah. Riwayat penyakit sekarang didapatkan data bahwa kurang lebih 1 minggu yang lalu pasien

mengeluh nyeri perut kanan bagian bawah disertai mual dan muntah. Lama kelamaan nyeri semakin

memberat. Pada saat itu pasien dilarikan ke RSU Mitra Delima melalui IGD. Hasil pemeriksaan pada saat

di IGD bahwa pasien terkena apendiksitis, saat itulah klien disuruh dokter untuk rawat inap dan dilakukan

operasi apendiktomi.

Berdasarkan pengkajian pada riwayat kesehatan dahulu didapat data, bahwa pasien mengatakan

tidak pernah mempunyai riwayat sakit seperti ini sebelumnya, namun pasien mengatakan bahwa pasien

memiliki riwayat hipertensi dan vertigo. Riwayat kesehatan keluarga didapatkan bahwa pasienpun menurun

penyakit tersebut dari ayahnya. Sedangkan riwayat kesehatan lingkungan didapatkan data bahwa pasien

mengatakan tinggal didaerah yang bersih, jauh dari polusi.

Hasil pengkajian pola kesehatan fungsional pada pola kognitif dan perceptual, sebelum sakit pasien

mengatakan dapat berkomunikasi dengan lancer, mampu berorientasi penuh pada lingkungan,

mengidentifikasi keadaan orang dan situasi dengan kesadaran penuh. Pada luka post operasi terasa nyeri,

nyeri dirasa saat bergerak, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada perut kanan bawah kuadran 4,

nyeri sedang dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul, Ny. A tampak meringis kesakitan.
Pada pola nutrisi dan metabolisme didapatkan hasil, sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari nasi,

lauk, sayur kadang buah. Minum air putih kurang lebih 7 gelas sehari, selama sakit pasien mengatakan

nafsu makan berkurang, pasien mengeluh mual, muntah setiap habis makan. Dalam sekali makan habis

kurang lebih 3 sendok makan porsi bubur nasi dari rumah sakit, minum kurang lebih 3 gelas perhari pasien

mengatakan sebelum sakit dapat beraktivitas secara mandiri, selama sakit aktivitas pasien seperti makan,

minum, berpakaian dan ambulasi memerlukan bantuan orang lain. Sedangkan untuk toileting pasien di

bantu orang lain dan alat. Pasien mengatakan sebelum sakit dapat tidur nyenyak dan jarang tidur siang.

Selama sakit pasien mengatakan bisa tidur meskipun masih sering terbangun dikarenakan rasa nyeri yang

dirasakan

Keadaan umum pasien mengeluh nyeri luka post operasi , terdapat kemerahan pada luka post

operasi, gatal pada area luka, kesadaran composmetis. Tekanan darah 135/80 mmHg, nadi 82 kali per

menit, pernafasan 24 kali per menit, suhuya 38’ derajat celcius. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan

hasil inspeksi pengembangan dada kanan kiri sama, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, palpasi

vocal fremitussama antara kanan dan kiri, perkusi sonor, auskultasi vesikuler disemua lapang paru,

pemeriksaan fisik jantung dengan cara inspeksi didapatkan data yaitu ictus cordis tidak tampak, palpasi

ictus cordis teraba di ICS V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II murni tidak ada bising. Pada

pemeriksaan abdomen didapatkan hasil inspeksi bentuk perut datar, terdapat luka post operasi apendictomi

dalam kondisi tertutupp kassa, auskultasi bising usus 8 kali permenit.

Pada genetalia tidak ada kelainan, terpasang kateter dengan kondisi bersih. Pada ekstremitas atas

pada tangan kanan dan kiri kekuatan otot penuh, pada tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm, capillary

refill kurang dai 3 detik, tidak terdapat oedema, akral teraba hangat.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 3 Januari 2018 didapatkan hasil eritrosit yaitu 4.39 ,

trombosit 306, leukosit 13.000, hemoglobin 13.1. hasil dari pemeriksaan USG Mc Burney adalah tidak

tampak massa hypoechoik, batas dan bentuk tidak jelas, nyeri tekan (+), kesan adanya appendicitis akut.
BAB 5

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Data Subyektif :

Pasien mengatakan mengeluh nyeri luka post operasi apendiktomi di perut kanan bagian

bawah. Riwayat penyakit sekarang didapatkan data bahwa kurang lebih 1 minggu yang lalu

pasien mengeluh nyeri perut kanan bagian bawah disertai mual dan muntah setiap habis

makan. Lama kelamaan nyeri semakin memberat Keadaan umum pasien mengeluh nyeri luka

post operasi , terdapat kemerahan pada luka post operasi, gatal pada area luka, , pasien

mengatakan sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari nasi, lauk, sayur kadang buah. Minum

air putih kurang lebih 7 gelas sehari, selama sakit pasien mengatakan nafsu makan

berkurang, dalam sekali makan habis kurang lebih 3 sendok makan porsi bubur nasi dari

rumah sakit, minum kurang lebih 3 gelas perhari. pasien mengatakan sebelum sakit dapat

beraktivitas secara mandiri, selama sakit aktivitas pasien seperti makan, minum, berpakaian

dan ambulasi memerlukan bantuan orang lain. Sedangkan untuk toileting pasien di bantu

orang lain dan alat. Pasien mengatakan sebelum sakit dapat tidur nyenyak dan jarang tidur

siang. Selama sakit pasien mengatakan bisa tidur meskipun masih sering terbangun

dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan

2. Data Obyektif

Tekanan darah 135/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit,

suhuya 38’ derajat celcius. Pada luka post operasi terasa nyeri, nyeri dirasa saat bergerak,

kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada perut kanan bawah kuadran 4, nyeri sedang

dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul, Ny. A tampak meringis kesakitan, leukosit 13.000
2. DIAGNOSA

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cedera fisik.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau mobilitas

3. INTERVENSI

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi,  pain control, secara komprehensif termasuk
kimia,  comfort level lokasi karakteristik, durasi,
fisik, psikologis), Setelah dilakukan tinfakan frekuensi, kualitas dan faktor
kerusakan keperawatan Pasien tidak presipitasi
jaringan mengalami 2. Observasi reaksi nonverbal dari
DS: nyeri, dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal 1. Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan keluarga
DO: nyeri (tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan menemukan
- Posisi untuk menahan mampu menggunakan tehnik dukungan
nyeri nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat
- Tingkah laku berhati- mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti
hati bantuan) suhu ruangan, pencahayaan dan
- Gangguan tidur (mata 2. Melaporkan bahwa kebisingan
sayu, nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi
tampak capek, sulit atau berkurang dengan nyeri
gerakan kacau, menggunakan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
menyeringai) manajemen nyeri untuk menentukan intervensi
- Terfokus pada diri 3. Mampu mengenali nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non
sendiri (skala, intensitas, frekuensi farmakologi: napas dala,
- Fokus menyempit dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
(penurunan persepsi 4. Menyatakan rasa hangat/ dingin
waktu, nyaman setelah nyeri 8. Berikan analgetik untuk
kerusakan proses berkurang mengurangi nyeri
berpikir, 5. Tanda vital dalam 9. Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi rentang Normal 10. Berikan informasi tentang
dengan 6. Tidak mengalami nyeri seperti penyebab nyeri,
orang dan lingkungan) gangguan tidur berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi, berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko :  Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
- Prosedur Infasif  Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu
- Kerusakan jaringan dan control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
peningkatan paparan  Risk control sesudah tindakan keperawatan
lingkungan Setelah dilakukan tindakan 4. Gunakan baju, sarung tangan
- Malnutrisi keperawatan pasien tidak sebagai alat pelindung
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan 5. Monitor tanda dan gejala
lingkungan patogen kriteria hasil: infeksi sistemik dan lokal
- Imonusupresi 1. Klien bebas dari tanda dan 6. Monitor adanya luka
- Tidak adekuat gejala infeksi 7. Dorong istirahat
pertahanan 2. Menunjukkan kemampuan 8. Ajarkan pasien dan keluarga
sekunder (penurunan untuk mencegah timbulnya tanda dan gejala infeksi
Hb, infeksi 9. Kaji suhu badan pada pasien
Leukopenia, penekanan 3. Jumlah leukosit dalam batas neutropenia setiap 4 jam
respon inflamasi) normal
- Penyakit kronik 4. Menunjukkan perilaku
- Imunosupresi hidup sehat
- Malnutrisi 5. Status imun,
- Pertahan primer tidak gastrointestinal,
adekuat (kerusakan kulit, genitourinaria dalam batas
trauma jaringan, normal
gangguan
peristaltik)

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
- Tirah Baring atau  Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
imobilisasi  Konservasi eneergi melakukan aktivitas
- Kelemahan Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji adanya faktor yang
menyeluruh Keperawatan Pasien menyebabkan kelelahan
- Ketidakseimbangan bertoleransi terhadap 3. Monitor nutrisi dan sumber
antara suplei oksigen aktivitas dengan Kriteria energi yang adekuat
dengan kebutuhan Hasil : 4. Monitor pasien akan
Gaya hidup yang 1. Berpartisipasi dalam adanya
dipertahankan. aktivitas fisik tanpa disertai 5. kelelahan fisik dan emosi
DS: peningkatan tekanan darah, secara berlebihan
- Melaporkan secara nadi dan RR 6. Monitor pola tidur dan
verbal adanya 2. Mampu melakukan aktivitas lamanya tidur/istirahat pasien
kelelahan atau sehari hari (ADLs) 7. Kolaborasikan dengan
kelemahan. secaramandiri Tenaga Rehabilitasi Medik
- Adanya dyspnea atau 3. Keseimbangan aktivitas dan dalam merencanakan progran
ketidaknyamanan saat istirahat terapi yang tepat.
beraktivitas. 8. Bantu klien untuk
DO : mengidentifikasi aktivitas yang
- Respon abnormal dari mampu dilakukan
tekanan darah atau 9. Bantu untuk memilih
nadi terhadap aktifitas aktivitas konsisten yang sesuai
- Perubahan ECG : dengan kemampuan fisik,
aritmia, iskemia psikologi dan social
10. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukanuntuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disuka

4. IMPLEMENTASI

Diagnosa Keperawatan Implementasi


Nyeri akut 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
4. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Risiko infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptif
2. Membatasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Menggunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5. Memonitor adanya luka
6. Mengajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Intoleransi aktivitas 1. Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
2. Memonitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
3. Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
4. Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
5. Membantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukanuntuk aktivitas yang diinginkan

5. EVALUASI

Diagnosa Keperawatan Evaluasi


Nyeri akut S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : Pasien tampak terlihat tenang, skala nyeri 4
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Risiko infeksi S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : Kondisi luka bersih, tidak berbau, tidak ada pus, kemeran
berkurang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Intoleransi aktivitas S : pasien mengatakan bisa makan sendiri dan tidak perlu bantuan
O: pasien dapat melakukan mobilisasi miring kiri kanan dan dapat
berdiri sendiri
A : Masalah teratsi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

6. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

a. Kelebihan :

Kelebihan dari askep di atas sangat lengkap dan detail apabila di aplikasikan di rumah sakit tempat saya

bekerja..

b. Kekurangan :

Jika di aplikasi di rumah sakit tempat saya bekerja dapat membebankan petugas melakukan dokumentasi dan

melakukan pengkajian terkait asuhan keperawatan di atas


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Pengkajian masalah nyeri Ny. A telah dilakukan secara komprehensif dan di peroleh hasil : nyeri

dirasakan saat pasien bergerak, seperti tertusuk-tusuk nyeri pada perut bagian kanan bawah kuadran 4

skala 6 dan nyeri hilang timbul. Diagnosa yang muncul :

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cedera fisik.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau mobilitas

5. Saran

a. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit khususnya RSU Mitra Delima memberikan pe;ayanan kesehatan dan

mempertahankan hubungan kerjasanma yang baik antara tim kesehatan maupun pasien sehingga

dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal.

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Khusunya perawat diharapkan selalu berkordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan

asuhan keperawatan agar lebih maksimal, perawat diharapkan dapat memberikan secara profesional

dan komprehensi

Anda mungkin juga menyukai