Anda di halaman 1dari 7

Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6


1. Apa hubungan usia dengan keluhan pada kasus?
3%-10% usia produktif mengalami kejadian endometriosis dimana usia rata-rata
menjalani diagnosa diantara 25-30 tahun.

2. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan luar ginekologi
pada kasus?
Abdomen was flat, simetrically, uterin fundal within normal limit : normal.
Mass (+) sized 5x6 c, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis,
inferior border was simfsis, right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left
inguinal region, free fluid sign (-) : abnormal
Terdapat empat teori yang berusaha untuk menjelaskan terjadinya lesi
endometriosis.
1. Teori regurgitasi dimana diperkirakan aliran darah menstruasi mengalir ke arah
berlawanan yaitu mengarah ke tuba falopi sehingga menghasilkan tumpahan dan
implantasi sel endometrium yang masih hidup ke dalam rongga abdomen atau pelvis.
Namun demikian, teori ini tidak bisa menjelaskan endometriosis yang tumbuh di
dalam kelenjar limfe, otot skeletal atau paru-paru.
2. Teori metaplasia dimana terjadi proses diferensiasi epitel coelomic (mesothel pada
pelvis atau abdomen) dimana pembentukan duktus mullerian dan endometrium
bermula pada saat perkembangan embrio. Teori ini juga tidak bisa menjelaskan
terjadinya proses endometriosis di organ seperti paru-paru dan kelenjar limfe.
3. Teori diseminasi vaskular atau limfatik yang dianggap bisa menjelaskan implantasi
ekstrapelvis atau implantasi intra nodal.
4. Teori metastasis dimana jaringan endometrium mengadakan implantasi di cavum
peritoneal akibat menstruasi retrograde ataupun pada mukosa serviks oleh karena
prosedur bedah. Dalam hal ini, penyebaran endometriosis ke tempat-tempat yang jauh
adalah melalui ‘metastasis’ hematogen dan limfogen. Istilah metastasis disini hanya
menunjukkan adanya jaringan endometrium yang menyebar ke tempat lain, namun
tidak menunjukkan mekanisme yang sama dengan metastasis keganasan

3. Diagnosis banding
Appendiksitis
Kehamilan etopik
PID

Kasus Endometriosis Kehamilan Appendiksitis Pelvic


Etopik Inflamatory
Disease

Nyeri kronik  akut akut  (saat


(pada saat koitus)
menstruasi)

Teraba massa   
kistik pada
abdomen
Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6


Adnexa kiri   
dan parametrial
tegang

Terdapat massa  
pada ovarium

4. Klasifikasi / staging
Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6

Pada stadium I (minimal), bobot : 1 – 5 ; stadium II (ringan), bobot : 6 – 15 ; stadium III


(sedang), bobot : 16 – 40 ; stadium IV (berat), bobot : > 40.
Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6


5. Pencegahan dan edukasi
Endometriosis tidak dapat dicegah namun, dapat dikurangi kesempatan utuk berkembang
menjadi endometriosis dengan cara menurunkan kadar hormone estrogen dalam tubuh.
1. Gunakan kontrasepsi hormonal, seperti pil kb, suntik atau susuk yang mengandung
estrogrn kadar rendah.
2. Berolahraga secara teratur (lebih dari 4 jam seminggu).
3. Hindari alkohol dalam jumlah besar.
4. Hindari jumlah konsumsi kafein.

6. Prognosis
Endometriosis sulit disembuhkan kecuali perempuan sudah menopause. Setelah diberikan
penanganan bedah konservatif, angka kesembuhan 10-20% per tahun. Endometrosis
sangat jarang menjadi ganas.
Ad vitam : dubia et bonam
Ad fungsionam : dubia et malam
Ad sanationam : dubia et malam

Endometriosis
DEFINISI
Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip
endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan
memicu reaksi peradangan menahun.

INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh
etnis dan kelompok masyarakat,2,4 walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya
kasus pada wanita perimenopause, menopause dan pascamenopause.
Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia reproduksi. Indonesia,
insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.

ETIOPATOGENESIS
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti dan sangat
kompleks, berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui:
• Regurgitasi haid
• Gangguan imunitas
• Luteinized unruptured follicle (LUF)
• Spektrum disfungsi ovarium

Gambar 1. Patofosiologi Nyeri dan Infertilitas berhubungan dengan Endometriosis


Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6

Mekanisme Perkembangan Endometriosis :


• Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik (Sampson)
• Metaplasia epitel selomik (Meyer-iwanoff)
• Penyebaran limfatik (Halban-Javert) dan Vaskuler (Navatril)
• Sisa sel epitel Muller embrionik (von recklinghausen-Russel)
• Perubahan sel genitoblas (De-Snoo)
• Penyebaran iatrogenik atau pencangkokan mekanik (Dewhurst)
• Imunodefisiensi lokal
• Cacat enzim aromatase
Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu
berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum,
kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis
sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.
Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran
dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya
menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.
Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput
peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan terdapat
protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan
endometriosis. Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya
ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis.
Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima
untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki
endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita dengan
tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa
Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6


haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan
ketika dilakukan laparoskopi. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada
irisan serial jaringan pelvik pada wanita 40 tahunan dengan tuba falopi paten dan
siklus haid normal. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami
retrograde menstruasi akan menderita endometriosis. Baliknya darah haid ke
peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel sehingga memajankan matriks
extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi jaringan endometrium. Jumlah haid
dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan kelenjar dan stroma serta sifat-sifat
biologis bawaan dari endometrium sangat memegang peranan penting pada
kecenderungan perkembangan endometriosis. Setelah perekatan matriks ekstraseluler,
metaloperoksidasenya sendiri secara aktif memulai pembentukan ulang matriks
ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi endometrium ke dalam rongga submesotel
peritoneum.
Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel
adalah endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan
endometrium ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi darah
haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel mesotel,
terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang tersisip, serum
haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan hebat sel-sel
mesotel, kemungkinan berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis.
Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen
akibat P450 aromatase dan defisiensi beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase.
Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan
testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa beta-
hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi
estrogen lemah (estron).
Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung
aromatase kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain
berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP beta-
hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi
estrogen lemah (estron) yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase luteal
jaringan endometriosis. Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen sasaran
tertentu terhadap kerja progesteron. Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya
endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin.
Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex
dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di
dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara invitro
telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium eutopik
menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi metaplasia siklik
aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas atau sebaliknya.
Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial
oleh pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan
basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik.
Febryana Ramadhani Machyar – Tutorial scenario G blok 24

04011181320028 – PSPD B 2013 – B6


Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya
perekatan sel-sel endometrium yang viable ke peritoneum, yang kemudian dapat
berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor
imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa
limfosit B,T, dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan makrofag namun
tidak dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktitas sel NK
menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas
seluler.

Anda mungkin juga menyukai