Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP PENYAKIT


2.1.1 Definisi
Gastritis adalah inflamasi dinding lambung terutama pada mukosa gaster.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar banyak orang yang mengeluh akan
rasa tidak enak pada bagian perut atas, misalnya rasa perut selalu penuh, mual-
mual, perasaan panas pada perut, rasa pedih sebelum atau sesudah makan dan
sebagainya.
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik,
karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan
histopatologi.
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersiat
akut, kronik, atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah
superfisial akut dan gastritis atrofik kronik. Gastritis adalah peradangan lokal atau
menyebar pada mukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (La Ode, 2012 : 29).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Gastritis dibagi menjadi 2 (La Ode, 2012 : 34) :
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek dengan konsumsi
agen kimia atau makanan yang mengganggu dan merusak mukosa gastrik.
Agen semacam itu mencakup bumbu, rempah-rempah, alkohol, obat-obatan,
radiasi, kemoterapi, dan mikroorganisme infektif.
b. Gastritis kronik
Gastritik ini umumnya terjadi antara lansia dan penderita anemia berat.
Gastritis kronik terbagi dalam tipe A dan tipe B. Gastritis tipe A mampu
menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar

1
lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik
mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang dengan
proses ini. Sedangkan gastritis tipe B lebih lazim, tipe ini dikaitkan dengan
infeksi bakteri Helocobacter pylori, yang menimbulkan ulkus pada dinding
lambung.

2.1.3 Etiologi
Etiologi Gastritis menurut TH Margareth (2012 : 212-213) :
1. Gastritis akut :
a. Pemakaian obat penghilang rasa nyeri (NSAID) secara terus
menerus
b. Pengkonsumsian alkohol yang berlebihan
c. Stress
d. Keracunan makanan
e. Infeksi
2. Gastritis kronik
a. Penderita dengan ulkus peptikum
b. Karsinoma lambung
c. Anemia pernisiosa
d. Gastrektomi
e. Usia lanjut

2.1.4 Patofisiologi
Lambung adalah sebuah kantong otot yang kosong, terletak di bagian kiri atas
perut, tepat di bawah tulang iga. Lambung orang dewasa memiliki panjang berkisar
antara 10 inchi dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman.
Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia dapat melipat. Lipatan tersebut akan
membuka secara bertahap ketika lambung mulai terisi (mengembang).
Lambung berisi cairan yang keluar ketika terdapat makanan di dalamnya.
Cairan tersebut digunakan untuk menghancurkan makanan. Cairan yang disebut
juga asam lambung ini besifat korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam
cairan ini.
Ketika terjadi gastritis prosesnya adalah sebagai berikut. Lambung terkena
paparan bakteri, obat NSAID, virus maupun pemicu yang lainnya, hal tersebut

2
menyebabkan epitel-epitel dinsing lambung rusak. Ketika asam berdifusi ke
mukosa, dengan keadaan epitel yang rusak maka akan merusak dinding mukosa.
Dinding mukosa yang hancur tidak dapat berfungsi dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan asam hidroklorida di lambung. Ketika asam tersebut mengenai dinding
lambung, maka akan timbul rasa nyeri (perih) akibat inflamasi. Masalah
keperawatan yang muncul adalah nyeri akut.
Penghancuran sel mukosa oleh asam hidroklorida juga mengakibatkan
peningkatan histamin. Sebagai akibat dari hal tersebut, permeabilitas terhadap
protein meningkat dan plasma mengalami kebocoran, sehingga dapat terjadi
pendarahan (hematemisis dan melena).
Selain itu, peningkatan asam hidroklorida akan merangsang kolinergik,
sehingga sekresi pepsinogen meningkat. Pepsinogen kemudian akan diubah
menjadi pepsin dan berakibat menurunnya fungsi sawar. Selanjutnya vena-vena
kecil hancur dan terjadi pendarahan. Masalah keperawatan yang muncul seperti
perfusi jaringan tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi, dan output cairan yang
belebih mengakibatkan masalah kekurangan volume cairan.
Perfusi mukosa lambung, penyebabnya yaitu konsumsi pengiritasi yang
berlebih, dapat menimbulkan erosi mukosa lambung dan setelah beberapa lama
dapat menimbulkan infark kecil (pendarahan). Sekresi asam lambung akan
terganggu, dan merusak mukosa. Sehingga nantinya mucul kembung, mual,
muntah, dan nyeri epigastrum pada penderita.

2.1.5 Manifestasi Klinis


2.1.5.1 Gastritis Akut
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi.
2. Rasa tak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan
anoreksia. Mungkin terjadi muntah dan cegukan.
3. Beberapa pasien menujukkan asimptomatik.
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan
tetapi malah mencapai usus.
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu makan mungkin
akan hilang selama 2 sampai 3 hari.
2.1.5.2 Gastritis Kronis

3
Pasien mengeluh anoreksia, nyeri ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa
asam dalam mulut atau mual dan muntah.

2.1.6 Penatalaksanaan
a. Mengurangi paparan obat-obat yang bersifat iritan.
b. Mengurangi produksi asam untuk melindungi mukosa lambung dengan
antagonis H2, inhibitor pompa proton, dan atau sukralfat.
c. Gastritis Helocobacter Pylori simtomatik diterapi dengan terapi tripel selama 2
minggu (misalnya omeprazole, chlarithromyein, dan amoksilin ; bismuth,
metronidazole, dan ampisilin/tetrasiklin).
d. Profilaksis antasid sebaiknya diberikan pada sebagian besar pasien yang sangat
kritis.
e. Pedarahan berat pada kasus gastritis stres dapat diterapi melalui endoskopi ;
pada kasus yang jarang, pedarahan yang refrakter kemungkinan memerlukan
tindakan gastrektomi.

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir
sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan
dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun
pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak
duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan
dengan endoskopi.
2.1.7.2 Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin
B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa,
penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis
Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritisakan dapat menyebabkan
ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.

4
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Anamnesa, meliputi :
- Identitas Pasien :
1. Nama
2. Usia
3. Jenis kelamin: tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
4. Jenis pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
5. Alamat
6. Suku/bangsa
7. Agama
- Riwayat sakit dan kesehatan :
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat penyakit dahulu
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea, hiperventilasi
2. Sirkulasi
Gejala : hipertensi, takikardia, disritmia (hipovolemia/hipoksemia), nadi
perifer lemah, pengisian kapiler lemah, warna kulit pucat, sianosis.
Tanda : kulit/membran mukosa lembab (menunjukkan status syok, nyeri akut)
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis, perasaan tidak berdaya
Tanda : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar
4. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena pendarahan GI
atau masalah yang berhubungan dengan GI misalnya luka peptik atau gaster,
gastritis.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi, bising usus meningkat, karakter feses
diare, darah warna gelap kecoklatan kadang berwarna merah cerah, berbusa,
bau busuk, konstipasi.
5. Makanan/Cairan

5
Gejala : anoreksia, mual, muntah, kecekukan, nyeri ulu hati, sendawa, bau
asam, tidak toleran terhadap makanan, penurunan berat badan.
Tanda : muntah (warna gelap/merah cerah dengan atau tanpa bekuan darah),
membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk.
6. Neurosensori
Gejala : rasa berdenyut pusing, kelemahan
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rasa mengantuk,
disorientasi/bingung, pingsan.

2.2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah.
Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan
bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa
pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk
memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
2. Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh ureaseH.
Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat
diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.
3. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya
pendarahan dalam lambung.
4. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian
atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan
masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan
akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk
memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam
saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit
sampel(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke

6
laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai
30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai,
tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu
atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering
terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum
dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas
ketika di rontgen.
6. Analisis Lambung

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iritasi lambung)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
masukan makan tidak adekuat dan rangsangan muntah.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa lambung
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, haematemisis,
melena

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iritasi
lambung)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
NOC : Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil :
1. Mengetahui faktor penyebab nyeri
2. Mengetahui permulaan terjadinya nyeri
3. Menggunakan tindakan pencegahan
4. Melaporkan gejala
5. Melaporkan kontrol nyeri

NIC : Manajemen Nyeri

7
1. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi,
durasi, kualitas, keparahan nyeri, dan faktor pencetus nyeri
2. Observas ketidaknyamanan non verbal
3. Ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi, terapi musik,
atau distraksi
4. Kendalikan faktor lingkuangan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan misal : suhu, lingkungan,
cahaya, kegaduhan
5. Kolaborasi : pemberian analgesik

2. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan masukan makan tidak adekuat dan rangsangan muntah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
NOC : Status Gizi
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan barat bedan dalam batas normal
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan untuk pasien
3. Melaporkan tingkat energi keadekuatan
4. Menyatakan keinginan utuk mengikuti diet
5. Nilai lab normal misal : albumin dan globulin dalam batas normal

NIC : Pengelolaan Nutrisi

1. Kaji tentang makanan yang membuat klien alergi


2. Tentukan makanan kesukaan klien
3. Dorong pasien untuk memilih makan yang lunak
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan asupan vitamin c
5. Hindari makanan pedas, asam atau berminyak
6. Monitor jumlah pemasukan nutrisi kalori
7. Kolaborasi :
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah
kebutuhan kalori dan protein
b. Diskusi dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makan lengkap

8
3. Dx : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa
lambung
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
NOC : Termoregulasi
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Menjelaskan tindakan untuk mengurangi peningkatan suhu tubuh
3. Tidak ada perubahan warna kulit
4. Denyut nadi normal
5. Respirasi normal
6. Cairan seimbang (intake dan output) dalam 24 jam
7. Tekanan darah dalam batas normal

NIC : Regulasi Tubuh

1. Observasi tanda-tanda vital


2. Beri makanan peroral
3. Kompres dengan air hangat
4. Kolaborasi pemberian antipiretik
5. Monitor masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam

4. Dx : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah,


haematemisis, melena
Tujuan : Tidak ada tanda-tanda kekurangan volume cairan
NOC : Fluid Balance
Kriteria Hasil :
1. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
2. Tidak terlihat mata cekung
3. Kelembaban kulit dalam batas normal
4. Membran mukosa lembab
5. Berat badan stabil

NIC : Fluid Management

9
1. Pertahankan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Dorong masukan oral
5. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
6. Kolaborasi :
a. Pemberian cairan IV
b. Pemberian transfusi darah jika perlu

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan
literature).

2.2.5 Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus
pada kriteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan
SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gastritis (dyspepsia/penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya
asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga
mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau
nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas. Gastritis
dibagi menjadi dua yaitu: gastritis akut dan kronis. Gatritis Akut (inflamasi mukosa
lambung) paling sering diakibatkan oleh kesalahan diit, mis. makan terlalu banyak,
terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang
terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi.
Inflamasi lambung yang berkepanjangan yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak
maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori.
Manifestasi klinis gastritis antara lain nyeri terbakar di epigastrium atau rasa tidak
enak yang bertambah berat dengan makan, dispepsia, anoreksia, nausea / muntah,
dapat terjadi pedarahan yang mengakibatkan hematemesis, melena. Penatalaksanaan
dari penyakit adalah Mengurangi paparan obat-obat yang bersifat iritan. Mengurangi
produksi asam untuk melindungi mukosa lambung dengan antagonis H2, inhibitor
pompa proton, dan atau sukralfat. Gastritis H. Pylori simtomatik diterapi dengan terapi
tripel selama 2 minggu (misalnya omeprazole, chlarithromyein, dan amoksilin;
bismuth, metronidazole, dan ampisilin/tetrasiklin). Profilaksis antasid sebaiknya
diberikan pada sebagian besar pasien yang sangat kritis. Pedarahan berat pada kasus
gastritis stres dapat diterapi melalui endoskopi ; pada kasus yang jarang, pedarahan
yang refrakter kemungkinan memerlukan tindakan gastrektomi.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para
pembaca mengenai penyakit gastritis. Dan kami penulismengharapkan kritik dan saran
untuk penulisan makalah agar lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Sudart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8.
Jakarta : EGC.

Diane C. Baughman, 2000, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyn E. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta :
Erlangga.

12

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    tiara ayu zulvany
    Belum ada peringkat
  • Presen Jurnal
    Presen Jurnal
    Dokumen9 halaman
    Presen Jurnal
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
    Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
    Dokumen39 halaman
    Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat
  • 1 Analisa Data
    1 Analisa Data
    Dokumen2 halaman
    1 Analisa Data
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat
  • Anosmia
    Anosmia
    Dokumen8 halaman
    Anosmia
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat
  • Presen Jurnal
    Presen Jurnal
    Dokumen9 halaman
    Presen Jurnal
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat
  • 1 Analisa Data
    1 Analisa Data
    Dokumen2 halaman
    1 Analisa Data
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat
  • Study Kasus Control
    Study Kasus Control
    Dokumen20 halaman
    Study Kasus Control
    Inf Khudrian
    Belum ada peringkat
  • Epidermis
    Epidermis
    Dokumen1 halaman
    Epidermis
    Ilham Khudriansyah Putra
    Belum ada peringkat