Filsafat Hukum
Filsafat Hukum
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, maka ia melakukan interaksi sebagai
tuntutan alam. Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam
suasana yang terisolasi. Dengan kata lain, manusia senantiasa membutuhkan
bantuan manusia lain.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalahnya yaitu;
1. Apakah hukum itu ?
2. Apakah etika itu ?
3. Bagaimanakah hubungan antara hukum dan etika ? s
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Untuk memperoleh gambaran mengenai defenisi hukum sangatlah
sulit, tetapi bukan berarti tidak perlu membuat suatu defenisi hukum. Menurut
Achmad Ali (2002:9-10) bahwa hukum merupakan sesuatu yang luas dan
abstrak, hukum terlalu luas aspeknya, meskipun dalam manifestasinya bisa
berwujud konkrit. Penggunaan defenisi hukum lebih banyak tergantung pada
aspek mana hukum itu dipandang. Sehubungan dengan hal tersebut, Rusli
Effendy dkk (1991:6) mengutip pendapat Immanuel Kant menyatakan bahwa
“noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht” artinya,
tidak ada seorang jurispun yang dapat memberikan defenisi hukum secara
tepat. Kedua pernyataan pakar tersebut, memberikan isyarat bahwa betapa
hukum itu sulit untuk diberikan defenisi. Akan tetapi, sebagai suatu pegangan
untuk kelengkapan berbagai defenisi hukum, maka dapat diambil pendapat
beberapa pakar.
Hans Kelsen mendefenisikan hukum sebagi suatu perintah memaksa
terhadap tingkah laku manusia, jadi hukum adalah kaidah primer yang
menetapkan sanksi-sanksi.Pandangan ini sangat mencerminkan ciri
positivisnya, Kelsen melihat hukum positif sebagai satu-satunya hukum,
karena memisahkan dari segala pengaruh anasir-anasir non hukum seperti
moral, politis, ekonomis, sosiologis, dan sebagainya. Pandangan semacam ini
tidak relevan lagi dalam masa modern ini. (Achmad Ali,2002:29)
Emmanuel Kant mendefenisikan hukum sebagai suatu keseluruhan
kondisi-kondisi di mana terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi
seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan
hukum umum mengenai kemerdekaan. Defenisi Kant tidak memisahan antara
hukum dan kaidah sosial lainnya. Jika hanya sekedar kondisi yang
menciptakan kombinasi keinginan pribadi seseorang dengan pribadi lainnya
maka kondisi seperti itu juga mampu diciptakan oleh kaedah sosial lainnya
seperti moral, kesopanan dan agama. (Ibid:27) Jadi defenisi tersebut, lebih
ditekankan pada aspek kepatuhan dan pembatasan terhadap kehendak
bebas dengan berdasar pada seperangkat peraturan. Dengan kata lain,
penekanannya terletak pada aspek ketaatan.
Artinya: “Kebiasaan jiwa yang terpatri dalam diri manusia yang dengannya
dapat menimbulkan berbagai tingkah laku (perbuatan), tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan”.
Dengan demikian itu, etika adalah studi tentang kebenaran dan ketidak
benaran yang didasarkan atas kodrat manusia, yang bermanifestasi di dalam
kehendak manusia. Nilai-nilai moral yang dikembangkan dengan maksud
untuk memungkinkan adanya kehendak bebas. Nilai-nilai tersebut juga
terwujud secara nyata di dalam setiap kontak antar individu dalam
pelaksanaan kewajiban dan kesadaran masing-masing individu sehingga
norma-norma moral yang berlaku selalu mendapatkan perhatian dan
pembahasan dalam segala situasi yang melingkari hidup manusia
.
Jadi ajaran etika paralel dengan ajaran moral, yang mengajarkan
orang supaya setiap berkomunikasi bersikap jujur, sopan dan berakhlak,
saling hormat-menghormati dan saling toleransi dalam arti yang positif.
Lebih jelas dapat dikatakan bahwa hukum itu dapat berkata “jangan
mencuri dan jangan membunuh”, tetapi tidak dapat berkata sesuatu tentang
kelanjutannya. Sedang etika bersamaan dengan hukum di dalam mencegah
pencurian dan pembunuhan, sehingga dapat menambahkan dengan kata
“jangan berpikir dalam keburukan atau jangan menghayalkan yang tidak
berguna”. Hukum dapat menjaga hak milik manusia, dan mencegah orang
yang akan melanggarnya, tetapi tidak dapat memerintahkan kepada si pemilik
agar mempergunakan miliknya untuk kebaikan. Adapun yang dapat
memerintahkan adalah etika.
Kedamaian di sini adalah suatu keadaan yang mencakup dua hal, yaitu
ketertiban atau keamanan dan ketentraman atau ketenangan. Ketertiban atau
keamanan menunjukkan pada hubungan atau komunikasi lahiriyah, jadi
melihat pada proses interaksi para pribadi dalam kelompok masyarakat.
Sedang Ketentraman atau ketenangan menunjuk pada keadaan bathiniyah,
jadi melihat pada kehidupan bathiniyah (internal life) masing-masing pribadi
dalam kelompok masyarakat. (Purnadi Purbacaraka dkk,1993:20)
Dengan demikian itu, dapat dipahami bahwa hubungan hukum dan etika
sangat erat. Ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.(Sudikno
Mertokusumo,1991:36). Pengertian-pengertian dasar hukum adalah
pengertian yang saling berhubungan antara nilai, etika, kaedah dan pola
perilaku. Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial.
Sebaliknya etika ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti
bahwa hati nuranilah yang memiliki peranan karena disitulah perasaan yang
berfungsi.
Kesadaran etis bukan hanya berarti sadar akan adanya kebaikan dan
keburukan, tetapi lebih dari itu, harus ada kesadaran untuk mewujudkannya
dalam perilaku. Karena pelanggaran etika bukan merupakan pelanggaran
kaedah hukum melainkan dirasakan sebagai pertentangan hati nurani.
Sementara kaedah hukum berisikan pedoman tingkah laku yang
mengarahkan tindakan manusia pada perilaku yang baik, dan menghindarkan
perbuatan buruk, serta mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa dengan
ancaman sanksi. Akan tetapi jangkauan hukum kadang terbatas, sehingga
hati nuranilah yang memiliki peran yang sangat penting dan luas terhadap
etika bagi setiap orang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. S a r a n
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim.
Abdulkadir Muhammad, 2001, Etika Profesi Hukum, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Abdul Wahid, 1997, Etika Profesi Hukum Dan Nuansa Tantangan
Profesi Hukum Di Indonesia, Tarsito, Bandung.
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan
Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta.
A.Gunawan Satiardja, 1990, Dialektika Hukum Dan Moral Dalam
Pembangunan Masyarakat Indonesia, Kanisius-BPK Gunung Mulia,
Yogya-Jakarta.
Ahmad Amin, 1995, Etika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta.
Al-Gazaly, tt., Ihya Ulumuddin, tp., Mesir.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
. E.Sumaryono,1995, Etika Profesi Hukum, Kanisius, Yogyakarta.
Hamzah Yakub, 1983, Etika Islam, Al-Ikhlas, Surabaya.
Inu Kencana Syafiie, 1994, Etika Pemerintah, Rineka Cipta, Jakarta.
L.B.Curzon, 1979, Jurisprudence, Macdonald and evans Ltd. Estover.
Moekijat, 1995, Asas-Asas Etika, Mandar Maju, Bandung.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1993, Perihal Kaedah
Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Rusli Effendy dkk, 1991, Teori Hukum, Hasanuddin University Press,
Ujungpandang.
Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sudarsono, 1993, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, Rineka Cipta,
Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta.
W.J.S.Poerwadarminta, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.