Tinjauan Pustaka
2.1 Sefalgia
2.1.1 Definisi
Sefalgia atau sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (daerah
oksipital dan sebahagian daerah tengkuk).1
Sefalgia juga diartikan sebagai nyeri yang timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri atau bisa dikatakan nyeri
atau diskomfortasi antara orbital dan oksiput yang berawalan dari pain-sensitive structure.2
Sefalgia dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya yaitu sefalgia akut,
subakut dan kronik. Sefalgia akut ini bisanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage,
penyakit-penyakit serebrovaskuler, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease.
Selain itu, sefalgia ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbal punksi. Bagi sefalgia
subakut, nyerinya biasa timbul karena peradangan pembuluh arteri kepala, massa
intracranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringea. Nyeri kronik timbul karena
migren, sefalgia klaster, sefalgia tipe tegang, cervical spine disease, sinusitis dan dental
disease.3
Dalam buku Disease of the Nervous System, dinyatakan bahwa sefalgia juga
disebabkan oleh penyakit pada tulang cranium, neuritis dan neuralgia, iritasi meningeal, lesi
di intracranial, trauma dan penurunan tekanan intracranial.
Selain itu, cough headache dan psychogenic headache juga dapat menimbulkan
sefalgia. Sefalgia lebih sering terjadi pada gangguan tidur OSA (Obstructive Sleep Apnea).4
2.1.3. Epidemiologi
Menurut WHO (2016) secara global, diperkirakan prevalensi orang dewasa yang
mengalami sefalgia saat ini (gejala setidaknya satu kali dalam setahun terakhir) sekitar 50%.
Setengah sampai tiga perempat orang dewasa berusia 18-65 tahun di dunia mengalami
sefalgia pada tahun lalu dan, di antara orang-orang tersebut, 30% atau lebih telah
mengeluhkan sefalgia tipe migrain. Sefalgia pada 15 hari atau lebih setiap bulan
mempengaruhi 1,7-4% populasi orang dewasa di dunia. Meskipun ada variasi regional,
gangguan sefalgia adalah masalah di seluruh dunia, yang mempengaruhi orang dari segala
umur, ras, tingkat pendapatan dan wilayah geografis.5
2.1.4 Patofisiologi
Pada sefalgia, sensitisasi terdapat di saraf aferen primer meningeal dan neuron
trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneous allodynia
didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan sefalgia kronik lain yang
disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral.7
Innervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari ganglion
terminal dan di dalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptida dimana jumlah
dan peranannya yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide),
kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase
activating peptide (PACAP), nitric oxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGE2),
bradikinin, serotonin (5-TH) dan edenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau
mensensitisasi nosiseptor. Khusus untuk sefalgia klaster dan chronic paroxysmal headache
ada lagi pelepasan VIP(vasoactive intestine peptide) yang berperanan dalam timbulnya gejala
nasal congestion dan rhinorrhea.7
Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opiod
dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel, purinergic reseptors (P2X3), isolectin
B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor.7
Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan
modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting
sebagai pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi
transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey
matter, locus coeruleus, nucleus raphe magnus dan formation reticularis), ia mengatur
integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan respons konvergensi kerja dari
korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex dan struktur system limbik
yang lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator
sefalgia.7
Stimuli electrod, atau deposisi zat besi ferum yang berlebihan pada periaquaduct grey
(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya sefalgia seperti migren. Pada
penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada
penderita migren, CDH (Chronic Daily Headahe) dan sampel kontrol yang non sefalgi,
didapat bukti adanya peninggian deposisi ferum di PAG pada penderita migren dan CDH
dibandingkan dengan control.7
Patofisiologi CDH belum diketahui dengan jelas. Pada CDH justru yang paling
berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N- metal-D-
Aspertat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikan produksi neuropeptide sensoris
yang bertahan lama. Kenaikan nitrit likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan
kenaikan kadar cGMP (cytoplasmic Guanosine Mono phosphate) di likuor.7
Adanya inflamasi steril pada sefalgia ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi
dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin IL1 (Interleukin 1), IL6 dan TNF (Tumor
Necrotizing Factor) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast sel melepasi/mengasingkan
metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan asam arachidonik dengan kemampuan
melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi
beberapa reseptor dan peptide.7
Bersifat akut, subakut atau kronis. Sefalgia berat timbul mendadak untuk
pertama kalinya, disertai gangguan kesadaran atau defisit neurologis lainnya maka
akan memberi kecurigaan adanya perdarahan subarahnoid atau meningitis. Sefalgia
sudah berlangsung lama, maka akan memberi kecurigaan adanya nyeri vaskuler,
sefalgia tipe tegang, atau karena tumor otak.
b. Frekuensi Sefalgia.
Untuk sefalgia yang berulang: sefalgia tipe klaster, migren, neuralgia trigeminus,
sefalgia tipe tegang.
Berapa jam sampai dengan berapa hari saat terjadi serangan sefalgia.
d. Lokasi sefalgia.
e. Kualitas nyeri.
f. Kuantitas sefalgia.
g. Intensitas sefalgia.
Sefalgia klaster dapat timbul siang atau malam hari, dan sering membangunkan
pasien pada 1-2 jam setelah tidur. Migren timbul saat bangun pagi atau
membangunkan pasien pada dini hari.
j. Faktor pencetus.
Area wajah yang diusap atau disentuh, berbicara, mengunyah, menelan, tiupan
angina dapat cetuskan nyeri neuralgia trigeminal. Sefalgia tipe tegang dan migren
dicetuskan oleh cahaya yang menyilaukan, suara keras, makanan tertentu seperti
coklat, keju, dan jeruk.
Migren sering disertai anoreksia, muntah, dan fotofobia. Sefalgia klaster disertai
gangguan vegetative ipsilateral seperti keluar air mata, lendir dari hidung, dan
hidung tersumbat.
Sefalgia vaskuler apapun sebabnya akan makin berat dengan goncangan, gerakan
kepala mendadak, batuk, bersin, maupun mengejan.
Pasien migren cenderung mematikan lampu dan berada di ruang yang tenang.
Pasien sefalgia klaster justru gelisah dengan berjalan berkeliling ruangan.
a. Kesehatan umum pasien, yaitu tingkat kesadaran pasien, dan status gizi.
b. Tinjauan sistemik, yaitu adakah kelainan di setiap system tubuh yang dapat
menyebabkan nyeri keluhan kepala misalnya dari bidang mata, gigi, telinga, hidung,
maupun tenggorok.
c. Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat trauma kepala, riwayat muntah dan
mabuk perjalanan yang mendasari migren.
d. Riwayat keluarga, yaitu pada migren dan sefalgia tipe tegang biasanya didapatkan
juga pada keluarga pasien.
ii) Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor pada pasien.
iii) Kebiasaan pasien yaitu adakah pasien tidak tahan terhadap makanan tertentu
yang dapat menyebabkan sefalgia.
iv) Emosi yaitu adakah keadaan depresi pada pasien dan keadaan apa yang
mendasari depresi tersebut.
d. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tonus, trofi, reflex fisiologis, reflex
patologis, klonus.
e. Pemeriksaan sensibilitas
a. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai
penyebab sefalgia.
b. Specimen CSS bila ada indikasi kecurigaan perdarahan subarahnoid atau infeksi
susunan saraf pusat.
ii) Adanyan sefalgia pada satu sisi yang menetap disertai kelainan visual,
motorik, atau sensibilitas atau sensibilitas sisi kontralateral.
iii) Adanya defek lapang pandang, defisit motorik, atau sensibilitas yang
menetap.
iv) Adanya serangan migren disertai sinkope.
a. Rontgen polos kepala dengan indikasi bila sefalgia tidak termasuk sefalgia
seperti neoplasma intrakranial, hidrosefalus, perdarahan intrakranial.
b. Rontgen vertebrae servikal dengan indikasi bila ada nyeri oksipital atau
suboksipital yang bukan disebabkan oleh sefalgia tipe tegang.
d. CT scan kepala dengan indikasi bila ada kecurigaan gangguan struktural otak
seperti neoplasma, perdarahan intrakranial, dan lain-lain.
a) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhuungan dengan keluhan sefalgia.
Hal teseut didukung dengan penelitian yang dilakukan di spanyol yang menunjukan
permepuan memiliki resiko 3,02 x lebih besar menderita sefalgia dibandingkan laki-
laki. Penelitian yang lain juga menunjukan prevalensi sefalgia sebesar 43%
perempuan dan 18% pad laki-laki. Estrogen diketahui memiliki peranan dalam
keluhan sefalgia. Fluktuasi estrogen disebut juga memicu sefalgia. Khususnya
sefalgia pada wanita. Dan biasanya terjadi saat 1). Sebelum atau selama periode
menstruasi dimana terjadi penurunan besar hormone estrogen 2). Selama kehamilan
atau menopause 3). Jika mengkonsusmsi obat hormonal seperti obat kontrasepsi oral
dan terapi pengganti hormon.10
b) Usia
Salah satu dari hasil penelitian menunjukan bahwa usia mempunyai hubungan yang
bermakna terhadap sefalgia. Hasil penelitian menunjukan hasil dengan kelompok usia
yang paling sering adalah usia 15-34 tahun (25,2%) dan usia umur 35 -44 tahun
(25,0%) puncak usia penderita sefalgia tidak jauh berbeda dengan penelitian di
Taiwan (20-60 tahun), Spayol (31-50 tahun) dan Cina (40-49 tahun).10
c) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan menunjukan hubungan yang bermakna dengan sefalgia.
Responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah (tamat SD) cenderung menderita
sefalgia dibandingkan subjek yang tamat perguruan tinggi. Penelitian di Spayol yang
dilakukan Fernandes menunjukan orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan
lebih sering menderita sefalgia (15,51%) dengan peluan sefalgia sebesar 1,90 kali
lebih besar dibandingkan kelompok lainnya. Penelitian yang lain pada tahun 2010
juga menunjukan peningkatan risiko sefalgia dan subtipenya terjadi pada subjek
dengan pendidikan rendah. Selain itu, pada subjek laki-laki yang tidak menyelesaikan
pendidikan 9 tahun atau 12 tahun diketahui mengelami peningkatan risiko sefalgia
dibandingkan subjek perempuan. Terjadinya sefalgia pada subjek dengan tingkat
pendidikan yang rendah disertai kelas sosisal ekonomi yang rendah pula
kemungkinan disebabkan karena stress, gaya hidup tidak sehat.di dalam penelitian ini
juga menyatakan bahwa pendidikan tinggi dapat menurunkan 14-24% risiko
sefalgia.10
d) Status Gizi
Indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang telah menjadi suatu alat ukur yang
secara luas digunakan untuk mengenali status gizi pada individu seperti adakah
overweight atau obesitas. Indeks massa tubuh adalah indeks dari berat badan terhadap
tinggi badan (kg/m2) dan merupakan indikator dari resiko kesehatan yang paling
sering digunakan. Lingkar pinggang adalah metode yang digunakan untuk
pengukuran massa lemak tubuh terutama di perut, sehingga digunakan sebagai
indikator adanya obesitas abdominal.11
e) Jenis Pekerjaan
Tempat kerja adalah salah satu lingkungan kunci yang mempengaruhi kesehatan fisik
dan mental. Dunia pekerjaan sedang mengalami perubahan yang cukup banyak.
Semua perubahan dalam kehidupan kerja merupakan tantangan baru untuk kesehatan
mental dan kesejahteraan. Pekerjaan berhubungan dengan stres karena apabila
seseorang dihadapkan dengan tuntutan pekerjaan dan tekanan yang tidak cocok
dengan pengetahuan dan keterampilannya, kemampuan mereka untuk mengatasinya
menjadi persoalan. Sebagian besar penyebab stres bergantung pada cara pekerjaan
dirancang dan cara organisasi dikelola. Menurut salah satu artikel (WHO 2005),
terdapat lapan pekerjaan yang paling banyak menimbulkan stress yang seterusnya
dapat menyebabkan sefalgia. Jenis Pekerjaan yang dapat menimbulkan keluhan
sefalgia tersebut adalah pengontrol lalu lintas udara, polisi, juruterbang, dokter,
perawat, pemadam kebakaran paramedik dan guru.15
Hal ini didukung dengan hasil dari penelitian tentang hubungan antara jenis pekerjaan
dengan timbulnya sefalgia tipe tegang menunjukan bahwa dari jenis pekerjaan yang
sering mempunyai keluhan sefalgia adalah pemadam kebakaran seterusnya adalah
dokter, diikuti oleh satpam, perawat dan guru. Ini membuktikan bahwa terdapat
hubungan antara jenis pekerjaan dan timbulnya sefalgia tipe-tegang pada pekerja.
Dimana salah satu faktornya dikarenakan beban kerja seperti adanya tanggung jawab
yang besar dan stressor yang tinggi saat melakukan tugas.16
f) Gangguan Tidur
Tidur dan sefalgia primer memiliki hubungan substansial secara anatomi, klinik,
biokimia, dan fisiologi. Migren, sefalgia kluster dan HH merupakan tipe sefalgia
primer yang seringkali dihubungkan dengan adanya gangguan tidur yang bermacam
macam. Insomnia, OSA, parasomnia, merupakan gangguan tidur yang sering
dikaitkan dengan timbulnya sefalgia primer ini. Pemanjangan waktu tidur fase REM
mungkin menjadi pemicu timbulnya serangan sefalgia primer tersebut
Patomekanisme yang menjelaskan hubungan antara keduanya masih belum jelas
namun demikian disfungsi melatonin serta gangguan ritme sirkadian oleh disfungsi
nucleus suprachiasmatik hipotalamus diduga kuat mendasari patofisiologi kedua
fenomena yang saling mempengaruhi ini. Gangguan tidur yang diatasi dengan baik
merupakan terapi non-farmakologi yang potensial untuk penderita sefalgia. 17
g) Kecemasan
Kecemasan dan sefalgia dilaporkan memiliki asosiasi yang signifikan. Kecemasan
menggambarkan kondisi psikis berupa rasa khawatir yang berlebihan yang sering
muncul pada kondisi penuh tekanan sedangkan sefalgia sering dialami pada kondisi
kelelahan dan ketegangan fisik yagn berlebih. Kecemasan dan sefalgia merupakan
suatu komorbiditas yang sering dikaitkan dan ditemukan pada kondisi atau situasi
lingkungan yang hampir sama. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor pencetus
dari kecemasan dan sefalgia yang hampir sama. Hubungan antara sefalgia dan
kecemasan juga tidak lepas dari karakteristik individu yang mengalaminya. Usia,
jenis kelamin, domain pekerjaan atau pendidikan adalah beberapa dari sekian banyak
faktor yang turut memengaruhi kejadian kecemasan dan sefalgia. Jadi, kecemasan
berkorelasi positif dengan sefalgia, bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan maka
semakin tinggi pula tingkat kejadian sefalgia.18
g). Media Elektronik
Studi in-vitro menunjukkan bahwa EMF dapat menyebabkan perubahan dalam
permeabilitas BBB dan gangguan dalam transpor aktif ion Na +, K+ dan pelepasan ion
Ca+ + oleh membran selular. Aktivasi atau phosporilasi dari hsp27 oleh radiasi telepon
selular (molecular system) menyebabkan regulasi polimerasi dan stabilisasi stress
fibers yang meningkat sehingga berefek terhadap permeabilitas BBB yang juga
meningkat. Perubahan pada Blood brain barrier (BBB) akibat meningkatnya
permeabilitas menyebabkan unsur albumin, ion, metal, zat kimia, virus mudah
melewati susunan serabut saraf sehingga dalam waktu singkat akan berakibat
terbentuknya mikrooedema, inflamasi yang kemudian menimbulkan gejala berupa
sefalgia. Jika hal ini berkelanjutan secara terus menerus dapat menyebabkan oedema
serebri, peningkatan tekanan intrakranial dan kerusakan otak yang irreversibel. Zat
toksik dari sirkulasi darah dapat melewati neuron sehingga peningkatan permeabilitas
BBB secara transient bisa menyebabkan kerusakan permanent pada jaringan saraf.
Paparan EMF secara terus menerus dapat membangkitkan membran shock dan
beberapa efek lainnya yang bila voltase gelombang elektromagnetik membrane
melebihi ambang rangsang dapat menyebabkan melebarnya pori-pori dari membran
sel. Fenomena ini disebut dengan elektroforasi. Sebagai hasilnya plasma membran
menjadi bocor yang kemufdian menyebabkan hilangnya molekul intraselular, ion dan
makromolekul juga termasuk kalsium didalamnya. Posisi duduk yang tidak benar
khususnya fleksi leher dan sikap tubuh yang statis juga berhubungan dengan nyeri
leher dan sefalgia dimana otot-otot leher juga berperan penting pada patogenesis
migren juga memfasilitasi dari sensitisasi sentral.19
h) Stress20
2.1.8 Penatalaksanaan
Penting sekali mengetahui tujuan klinis dan harapan sebelum mengobati migren akut.
The International Headache Society (IHS) menetapkan efikasi pengobatan migren akut
dengan respons bebas nyeri pada 2 jam pertama. 10 Penderita harus mengerti tentang migren
dan cara penanganan saat serangan, menghindari faktor pencetus, misalnya dengan teratur
tidur, makanan, latihan dan menghindari stres. Harapan pasien dalam pengobatan migren akut
adalah (a) bebas nyeri, (b) tidak berulang, (c) onset cepat. Catatan harian sefalgia/kalender
perlu dalam membantu identifi kasi serangan migren, faktor pencetus, dan keberhasilan
pengobatan. Pengobatan terbaik adalah efikasi tinggi, efek samping minimal, dan harga
murah.21
• menurunkan disabilitas,
• Pengobatan yang tepat pada awal serangan (stratifi ed care) dengan golongan triptan
dalam dosis yang tepat biasanya memberikan hasil signifi kan pada kasuskasus migren
tertentu, ketimbang pemberian pengobatan non-spesifik.
Obat migren abortif dibagi menjadi dua bagian yaitu: golongan non spesifik dan spesifik.
• Abortif nonspesifik; untuk serangan ringan sampai sedang atau serangan berat atau
berespons baik terhadap obat yang sama, dapat dipakai golongan analgesik yang dijual bebas
(tabel 1).
• Abortif spesifik; bila tidak responsif terhadap analgesik, dipakai obat spesifik, seperti
golongan triptan (naratriptan, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), dihidroergotamin (DHE)
(tabel 2).24
Alkaloid ergot Penelitian komparatif melaporkan bahwa efikasi triptan lebih baik daripada
alkaloid ergot. Keuntungan penggunaan alkaloid ergot adalah rekurensinya lebih rendah pada
beberapa pasien. Obat golongan ini sebaiknya digunakan terbatas pada pasien dengan
serangan migren yang sangat panjang atau dengan rekurensi yang reguler. Senyawa satu-
satunya yang memiliki bukti efikasi cukup adalah ergotamin tartrat dan dihydroergotamine 2
mg (oral dan suppositoria). Alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat
cepat pada dosis sangat rendah. Karena itu, penggunaannya dibatasi hanya sampai 10 hari
saja per bulan. Efek samping utama adalah nausea, muntah, parestesia, dan ergotisme.
Kontraindikasi obat ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler,
penyakit Raynaud, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan dan masa laktasi.24-26
Antiemetik Antiemetik pada serangan migren akut direkomendasikan untuk pengobatan
nausea dan potensi emesis; diasumsikan obat-obat antiemetik ini meningkatkan resorbsi
analgetik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja. Anak anak
sebaiknya diberi domperidon 10 mg karena kemungkinan efek samping ekstrapiramidal pada
penggunaan metoklopramid (tabel 3).24-26
2.2.1 Defenisi
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa
keluar dari jantung keseluruh tubuh.Tenaga ini mempertahankan aliran darah dalam arteri
agar tetap lancar. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 2 dan diukur dalam satuan
milimeter air raksa (mmHg).27
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.
Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri,
arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.28
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah sebagai
akibat dari gaya hidup individu dan faktor lingkungan. 3 Hipertensi primer merupakan tipe
yang terjadi sekitar 95% pada sebahagian besar kasus tekanan darah tinggi. Hipertensi
esensial (primer) biasanya dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang
bergerak (inaktivitas) dan pola makan.27
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan akibat dari adanya penyakit
lain. Hipertensi sekunder lebih jarang terjadi hanya sekitar 5%, hipertensi sekunder
disebabkan oleh kondisi medis lain misalnya penyakit jantung atau reaksi terhadap obat -
obatan tertentu.27
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa stadium.
Ada empat faktor resiko utama yang tidak dapat diubah dan tidak dapat dikendalikan
pada hipertensi.
1. Ras
Data dari Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III,
1988-1991) menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi berkulit hitam 40% lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berkulit putih. Diantara orang berusia 18 tahun ke atas,
perbandingan jumlah penderita hipertensinya adalah 32,4% berkulit hitam dan 23,3%
berkulit putih. Di Amerika Serikat, angka tertinggi untuk penyakit hipertensi adalah pada
orang berulit hitam yang tinggal di negara - negara bagian sebelah tenggara. Pada golongan
ini, hipertensi biasanya timbul pada usia lebih muda dibandingkan dengan orang berkulit
putih, bahkan perkembangannya cenderung lebih cepat dan menonjol.26
2. Usia
Usia merupakan salah satu faktor terjadinya peningkatan tekanan darah, seiring
bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit hipertensi juga semakin
meningkat, meskipun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun ke atas. Diantara orang Amerika baik yang berkulit
hitam maupun berkulit putih yang berusia 65 tahun ke atas, setengahnya menderita penyakit
hipertensi. Peningkatan tekanan darah sesuai dengan pertambahan usia merupakan hal yang
fisiologis dari tubuh. Peningkatan tekanan darah ini disebabkan oleh perubahan fisiologis
pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.26
3. Riwayat keluarga
4. Jenis kelamin
Jenis kelamin salah satu yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, hipertensi banyak
diderita pada jenis kelamin laki-laki, baik pada dewasa awal maupun dewasa tengah, namun
setelah usia 55 tahun ketika wanita mengalami menopause, hipertensi menjadi lebih lazim
dijumpai pada wanita. Diantara penduduk Amerika yang berusia 18 tahun keatas, 34% pria
dan 31% wanita berkulit hitam menderita penyakit hipertensi. Pada pria berkulit putih 25%
dan pada wanita berkulit putih 21% menderita penyakit hipertensi, sedangkan pada keturunan
Asia dan suku-suku di kepulauan Pasifik ditemukan hanya 10% pria dan 8% wanita
menderita penyakit hipertensi.26
Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg dan <80 mmHg
Pre hiperensi 120 – 139 atau 80 -89 mmHg
mmHg
Hipertensi 140 –159 atau 90 – 99 mmHg
tingkat 1 mmHg
Hipertensi ≥ 160 mmHg atau ≥ 100 mmHg
tingkat 2
Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor yang
dapat dan tidak dapat dikendalikan.
a. Usia
Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada
umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada umur 45-64 tahun
sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian Hasurungan pada lansia
menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun terjadi peningkatan
risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97 kali.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada
orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi
yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 65 tahun. Peningkatan
tekanan darah dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku.32
b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, dengan
peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria lebih
banyak mengalami kemungkinan hipertensi dari pada wanita,seringkali dipicu oleh perilaku
tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status pekerjaan,
perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.32
c. Riwayat Keluarga
d. Genetik
a. Kebiasaan merokok
c. Alkohol
d. Olahraga
Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon
adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga
meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus maka tubuh akan
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organik atau perubahan
patologis.35
f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol
total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol HDL darah.
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang
mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga meningkatkan tekanan darah.36
g. Obesitas
2.2.4 Fisiologi
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi pembuluh darah perifer
(tahanan perifer). Peningkatan terhadap tekanan pembuluh darah disebabkan peningkatan
volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, jika terjadi penurunan
volume darah atau peningkatan elastisitas pembuluh darah maka akan menurunkan tekanan
darah. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel setiap menitnya.
Curah jantung normal adalah 5 liter/menit dan dipengaruhi oleh usia, posisi tubuh, olahraga,
obat-obatan (digitalis), dan penyakit intrakardia atau ekstrakardial. Resistensi perifer total
(tahanan perier) pada pembuluh darah dipengaruhi oleh jari-jari arteriol dan ciskositas darah.
Heart rate atau denyut jantung adalah jumlah kontraksi ventrikel per menit. Volume sekuncup
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume akhir diastolik ventrikel, beban akhir ventrikel
(afterload) dan kontraktilitas jantung.38
Tubuh mensuplai darah ke seluruh jaringan, sehingga mampu memberikan gaya
dorong berupa tekanan arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol jaringan
tersebut. Tekanan arteri rata-rata merupakan gaya utama yang mendorong darah ke jaringan.
Tekanan arteri ratarata harus dipantau dengan baik karena apabila tekanan ini terlalu tinggi
dapat 11 memperberat kerja jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah
serta terjadinya ruptur pada pembuluh-pembuluh darah halus. Tekanan arteri akan tetap
normal melalui penyesuaian jangka pendek (dalam hitungan detik) dan penyesuaian jangka
panjang (dalam hitungan menit sampai hari). Penyesuaian jangka pendek dilakukan dengan
mengubah curah jantung dan resistensi perifer total yang diperantarai oleh sistem saraf
otonom pada jantung, vena dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang dilakukan dengan
menyesuaikan volume darah total dengan cara menyeimbangkan garam dan air melalui
mekanisme rasa haus dan pengeluaran urin.39
Penyimpangan pada arteri rata-rata akan mengaktivasi reflek baroresptor untuk
dapat menormalkan kembali tekanan darah yang diperantarai oleh saraf otonom. Hal ini yang
mempengaruhi kerja jantung dan pembuluh darah dalam upaya menyesuaikan curah jantung
dan resistensi perifer total. Reflek dan respon lain yang mempengaruhi tekanan darah yaitu
reseptor volume atrium kiri, osmoreseptor hipotalamus yang penting dalam mengatur
keseimbangan air dan garam, kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta yang
secara reflek akan meningkatkan pernafasan sehingga lebih banyak oksigen yang masuk.
Respon lainnya yaitu respon yang berkaitan dengan emosi, kontrol hipotalamus terhadap
arteriol kulit untuk mendahulukan pengaturan suhu daripada kontrol pusat kardiovaskular dan
zat-zat vasoaktif yang dikeluarkan oleh sel-sel endotel seperti endothelium-derived relaxing
factor (ERDF) atau nitric oxide (NO).39
Kerangka Teori
Kerangka Konsep
Tekanan darah
Sefalgia
Sistol dan Diastol
Usia
Jenis kelamin
Pendidikan
Perilaku:
gangguan tidur
dan
penggunaan
elektronik
Psikologi :
stress
Obesitas