Anda di halaman 1dari 17

PENGANTAR ARSITEKTUR

(Asal Mula Arsitektur)

KELOMPOK 8
.
.
.
.
.
ASAL MULA ARSITEKTUR

Kebanyakan orang, bila ditanya, barangkali akan berkata bahwa arsitektur bermula sebagai
tempat bernaung. Memang, bangunan-bangunan yang pertama adalah tempat tinggal, dan orang
memrlukan tempat bernaung agar dapat bertahan hidup. Namun tempat bernaung bukanlah merupakan
satu-satunya fungsi atau bahkan bukan fungsi pokok dari perumahan. Di daerah-daerah beriklim dingin –
yang menyebabkan kebutuhan yang sangat akan tempat bernaung dan berlindung – banyak ragam
ditemukan, mulai dari tempat bernaung yang paling sederhana di Tierra de Fuego melalui tingkat-tingkat
perlindungan yang agak rendah di antara beberapa tempat tinggal orang Indian Amerika di Wincon dan
Minnesota sampai kepada tempat bernaung orang Eskimo yang telah sangat maju.
Lingkungan buatan (built environment) mempunyai bermacam-macam kegunaan : melindungi
manusia dan kegiatan-kegiatannya serta harata miliknya dari elemen-elemen, dari musuh-musuh berupa
manusia dan hewan, dan dari kekuatan-kekuatan adi kodrati, membuat tempat, menciptakan suatu
kawasan aman yang berpenduduk dalam suatu dunia fana dan cukup berbahaya; menekankan identitas
sosial menunjukan status; dan sebagainya. Dengan demikian asal mula arsitektur dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya bila orang memilih pandangan yang lebih luas dan meninjau faktor-faktor sosio-budaya,
dalam arti seluas-luasnya, lebih penting dari iklim, teknologi, bahan-bahan, dan ekonomi.
Dalam keadaan apapun, interaksi diantara faktor-faktor inilah yang peling tepat untuk
menjelaskan bentuk bangunan. Satu penjelasan saja tidak memadai, karena bangunan- bahkan rumah
yang tampaknya sederhana- adalah lebih dari sekedar objek kebendaan atau struktur. Mereka adalah
lembaga gejala budaya dasar.

PEMBEDAAN RUANG
Semakin banyak yang kita pelajari mengenai hewan, semakin tampak betapa rumitnya perilaku
mereka. Bahkan hewan pun membedakan ruang dan menciptakan tempat, yang menunjukan kepada si
pemakai bahwa mereka lebih berada di sisni daripada di sana. Di kalangan hewan, tempat-tempat yang
demikian diketaui dan ditandai; termasuk lingkungan rumah, kawasan inti, daerah kekuasaan dan tempat
bersarang, mendapatkan makanan, dan bercumbu. Jadi hewan membuat tempat mereka. Sebagian dari
keheranan kita tentang kebiasaan-kebiasaan ini adalah karena kita jarang mengenal hewan liar, sedangkan
hewan piaraan telah banyak kehilangan sifat-sifatnya untuk bersarang, menandai tempat, mengamati
ritual, mengatur waktu–bahkan membangun. Hewan juga menata lingkungan dengan membuat abstraksi
dan menciptakan bagian-bagian.
Bila demikian halnya, dapatlah kita harapkan bahwa manusia, lebih daripada hewan, seharusnya
mengadakan pembedaan antara ruang-ruang dan tempat-tempat sejak zaman purbakala. Hominid dan
menusia memerlukan tempat untuk saling bertemu, untuk membagi-bagikan makanan dan untuk
digunakan sebagai daerah kekuasaan pribadi. Jadi hubungan ruangdan sosial tidaklah acak tetai teratur.
Perbedaan yang yang pertama kali diketahui, kemudian manusia melukiskannya melalui bahasa dan
menyatakan nya melalui bangunan. Dalam pengertian ini, bahasa dan arsitektur bertalian , kedua
mengekspresikan proses kognitif untuk membedakan tempat.
Menandai tempat menjadi lebih penting ketika hominid-hominid pertama meninggalkan pohon-
pohon mereka dan mulai pindah melintasi padang rumput terbuka, dan pada waktu berikutnya ketika
kebutuhan-kebutuhan kognitif dan simbolik serta kemampuan mereka bertambah. Sementara peranan alat
dan bahasa dalam proses ini telah dipelajari, peranan bangunan sebagai cara mengkiaskan bagan dan
tempat kognitif dalam bentuk fisik nyaris tidak mendapatkan perhatian sama sekali.
Dapatkah kita peroleh bukti untuk peranan lingkungan buatan ini? Jawabnya ialah bahwa sulit
untuk tidak menemukannya! Bila kita perhatikan suatu kelompok seperti orang pribumi di Australia, yang
membangun beberapa bangunan, kita dapati bahwa mereka membedakan tempat-tempat di suatu padang
pasir yang tanpa cirri-ciri apa pun dengan memahami perbedaan-perbedaan dan dengan membedakan
tingkat kepentingan terhadap tempat-tempat tersebut. Mereka juga menandai tempat-tempat ini dengan
berbagai cara - dengan memberikan mitos pada tempat-tempat tersebut, dengan menghidupkan kembali
ritus-ritus di pelataran-pelataran upacara, dan dengan menggunakan lukisan- lukisan dan ukiran-ukiran
suci di batu-batu karang dan gua-gua (seperti dilakukan orangdi Eropa 25.000 tahun yang lalu). Mereka
juga memasang tanda-tanda peringatan dan tugu-tugu sementara atau tetap, membangun tempat ritus atau
upacara yang digarap dengan seksama, dengan menggunakan api unggun sebagai tanda peringatan dan
sebagainya. Bangunan seperti yang kita pahami jarang dibangun dan tidak begitu penting, walaupun
berbagai tempat tinggal memang membantu untuk lebih jauh membedakan antara tempat yang satu
dengan yang lain. Penduduk pribumi Australia juga menggunakan sarana-sarana lain; umpamanya
disekeliling hunian wanita seringkali menyapu tanah dalam suatu lingkaran nergaris tengah 30 kaki.
Perubahan cirri tanah ini menandai suatu batas penting diantara berbagai tempat berbeda, yang dalam hal
ini adalah antara perkampungan umum dan ruang pribadi keluarga. Dalam perpindahan dari gurun pasir
“bagian luar” (dan berbagai bagian dari gurun pasir “ yang dimiliki” oleh kelompok-kelompok tertentu),
ke tempat “ agak di dalam” perkampungan dan kemudian ke ruangan “di dalam” unit keluarga, tidak
terdapat diding atau penghalang. Walaupun demikian transisi-transisi ini penting, dan penghalang yang
tak kelihatan itu tak mudah untuk dilalui. Ada berbagai aturan lewat yang berlaku.
Janganlah kita berfikir bahwa sarana-sarana demikian hanya digunakan oleh orang pribumi. Di
Amerika Latin (Kolumbia), di hunian-hunian pemukiman liar, terdapat ketentuan-ketentuan yang jelas
mengenai siapa yang boleh masuk dan sampai kemana. Batas-batas ini tidak selalu dinyatakan oleh
tembok-tembok kokoh, ada kalanya hanya oleh tirai manic-manik atau perubahan-perubahan di tingkat
lantai. Di rumah-rumah pertanian yanglebih tua di Norwegia dan Swedia orang sering menjumpai balok
tertentu di langit-langit, yang menandakan bataas pengunjung harus berhenti dan dipersilahkan masuk.
Sampai bats itu, walaupun sesungguhnya berada dalam ruangan, pengunjung dianggap berada di luar.
“Menanti untuk dipersilahkan” seperti mirip sekali dengan apa yang terjadi pada suatu perkampungan
orang pribumi, atau suatu perkemahan orang badui, atau bahkan di antara kera babon.
Bila terdapat perbedaan dalam ruangan-ruangan yang didiami, maka transisi adalah penting. Kita
baru saja membicarakan ritus perkenanan masuk; secara sosial terdapat ritus dalam hal melintas, yang
menandai

transisi sosial, dan seringkali hal ini memiliki padanan ruang. Arsitektur memperjelas transisi ruang, yang
tentunya mempunyai arti sosial dan konseptual. Jadi tembok, gerbang, pintu, ambang, dan sebagainya
sering menandai peralihan antara di dalam/ di luar, suci duniawi, pria/ wanita, umum/pribadi, dan jenis-
jenis domain lainnya. Demikian pentingnya. Tapi yang lebih penting lagi adalah fakta mengenai
pembedaan itu.

PENINGGALAN ARSITEKTUR
Sejak kapankah dalam sejarah umat manusia dapat ditemukan bukti adanya bangunan? Sedini mana dapat
ditemukan bukti-bukti adanya pembedaan?
Jelas bahwa sistem seperti yang digunakan oleh orang pribumi Australia hanya akan
meninggalkan sedikit jejak, walaupun para arkeolog dapat menentukan tempat-tempat permukiman yang
digunakan sepnajang kurun waktu yang sangat lama dan ada kalanya bahkan lokasi masing-masing
gubuk. Dengan menggunakan suatu kebudayaan yang sangat berbeda sebagai contoh, orang Eskimo juga
mengadakan pembedaan tempat tanpa bangunan dan dengan cara–cara yang tidak meninggalkan bekas.
Sistem pembedaanya didasarkan atas suatu kepercayaan akan berbagai bentukroh jahat dan hantu, yang
membedakan tanah ke dalam daerah-daerah dengan berbagai ketentuan penggunaan, penyingkiran,
perjalanan, permukiman, dan sebagainya. Secara lebih umum, dapat ditunjukan bahwa alam pikiran
manusia mempunyai kebutuhan untuk mengadakan pembedaan – menggolongkan, member nama, dan
membedakan – diantara tempat-tempat; taksonomi dan domain merupakan dasar bagi pengingatan dan
untuk menjadikan dunia bermakna.
Dalam tahun-tahun belakangan ini asal-usul manusia telah terdorong mundur dalam waktu.
Bangunan-bangunan juga tampaknya mundur lebih jauh daripada yang mungkin diduga orang selama ini.
Contoh yang menyolok ialah pembuktian bahwa hominid-hominid seperti Australopithecines

pliosen Atas memiliki bebrapa tempat bernaung. Unsur-unsur batu berbentuk setengah lingkaran yang
mungkin menjadi penahan angina tau pondasi untuk gubuk selebar 2 meter terdapat di Olduval Gorge,
Tanzania, dan berrasal dari kira-kira 1,8 juta tahun yang lalu. Tampaknya tempat ini telah dibuat dengan
baik ketika itu; hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ‘home base behavior’ merupakan cirri pokok
dari perilaku manusia yang berbeda denganperilaku hewan tegak lainnya. Fungsi bukan-tempat bernaung
dari konstruksi demikian- yang menandai rumah (keluarga) – barangkali setidak-tidaknya sama
pentingnya (kalau tidak lebih penting) dengan peranannya sebagai tempat bernaung.
Contoh berikutnya berasal dari kurun yang jauh lebih baru – hanya berasal dari 300.000 tahun
lalu! Yaitu suatu perkampungan di Terra Amata, dekat Nice di Selatan Perancis. Di situ terdapat 21 gubuk
utama dalam suatu kelompok dan 11 gubuk dalam kelompok lain. Bentuk tempat-tempat tinggal ini
lonjong memanjang, dengan panjang antara 26 dan 49 kaki dan lebar 13 sampai 20 kaki. Mungkin sekali
bahwa masing-masing gubuk ditempati oleh lebih dari satu keluarga, dan jumlahnya memberikan
petunjuk adanya suatu kelompok keluarga. Konstruksi rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga
menunjukan adanya organisasi kemasyarakatan yang rumit. Banyak alat, tongkat oker merah untuk
mewarnai, dan berbagai jenis barng ditemukan, dan menimbulkan kesan berlangsungnya kehidupan ritual
yang cukup maju. Rumah-rumah dibangun dengan memasukan batang-batang panjang bergaris tengah 3
inci ke dalam tanah secara beraturan, membengkokannya ke bagian dalam dan mengikatkannya pada
sederet tiang tengah ( tidak diketaui apakah disini digunakan balok bubungan). Batu-batu diletakan
sepanjang dasar tembok. Di sebelah dalam, bagian tengah, terdapat sebuah tunggku pendiangan- dapat
berupa sebuah parit dangkal atau suatu bidang tumpukan batu.
Di “Zaman Baru”, tanggal tempat tinggal, dusun, dan hasil-hasil kognitif lainnya juga bergeser
mundur. Penggalian-penggalian baru-baru ini yang dilakukan Stuart Struever di loksi Koster di Illinois,
50 mil di sebelah utara St. Lois, telah mengungkapkan sebuah dusun yang berasal dari 7000 tahun
sebelum masehi, dengan rumah-rumah, alat-alat, dan kuburan-kuburan untuk manusia dan anjing. Anking
dikubur dikelilingi api unggun untuk upacara. Adalah penting bahwa sejak gletser menyusut dari kawasan
ini kira-kira 8000 tahun sebelum masehi, rumah-rumah dan desa-desa berkembang sangat cepat. Karena
masih terdapat beberapa lapisan yang tidak tergali di bawah lapisan yang diuraikan di atas, asal-usulnya
disini adalah lebih dini lagi.
Sebagai contoh terakhir, perhatikanlah inggris. Sampai akhir-akhir ini, citra dininya ialah suatu
kebudayaan barbar yang agak bersahaja, tapi sudah selama zaman Neolitikum, kira-kira 4000 tahun
sebelum masehi, terdapat perkampungan-perkampungan berpematang yang sangat kompleks bergaris
tengah 1000 kaki. Makam sampai sepanjang 490 kaki ( yang disebut ‘ gundukan panjang’) juga terdapat,
kadang –kadang berhubungan dengan “ jalan raya” dengan pinngiran jalan yang terpisah sejauh 300 kaki.
Di Stonehenge, jalan raya seperti itu memiliki panjang 1 ¾ mil; yang lain, di Dorset, sampai sepanjang 6
mil. Diperlukan penggalian 1 ½ juta kaki kubik kapurdari dua parit yang sejajar guna membuat kedua
tepinya terpisah sejauh 300 kaki, yang meliputi jalan raya seluas 200 acre yang mungkin digunakan untuk
iring-iringan jenazah. Pada kira-kira 2500 tahun sebelum Masehi ditemukan serangkaian bangunan kayu
yang hebat bergaris tengah sampai 130 kaki di dalam tutupan tanah, yang ditunjang oleh barisan pilar
konsentris dan mungkin memiliki atap berbentuk kerucut dan suatu pelataran di tengahnya. Bangunan
terbesar memerlukan sampai 260 ton kayu, dan hutan seluas 9 acre harus ditebang untuk satu bangunan.
Pada masa itu juga dibangun bukit-bukit buatan. Silbury Hill, tinggi 130 kaki, tidak hanya begitu
saja ditumpukan tapi dibangun dan dibuat dengan lapisan-lapisan berbentuk tangga. Bukit ini
menggunakan 9 juta kaki kubik puing, 6 juta kubik diantaranya digali, dan membentuk sebuah parit.
Akhirnya berbagai megalit, lingkaran, “kipas”, dan engsel batu dan kayu dibuat di seluruh inggris ( dan
Brittany), semuanya dengan seksama dirancang dengan menggunakan “megalithic yard” yang dibakukan
dan menggunakan bahan yang dibawa dari jauh. Struktur-struktur ini tampaknya dipakai untuk
pengamatan matahari dan bulan dalam satu ilmu

pengetahuan yang agak rumit. Bangunan-bangunan ini dikaitkan dengan lansekap dan – dalam hal
kuburan, lubang, dan sebagainya- dikaitkan dengan lalulintas utama. Jadi mereka dapat digunakan
sebagai pedoman dalam bentang alam. Bersamaan dengan itu didapati dusun-dusun seperti Skara Brae di
daerah Orkneys, dengan sebuah jalan raya yang menghubungkan sederetan rumah batu berbentuk
lingkaran dan berisi perabot –perabot batu yang jelas jauh lebih “primitive” dari pada monument-
monumen yang baru saja di uraikan. Jadi, mereka yang membangun struktur kompleks dan sangat luas ini
pada umumnya hidup dalam gubuk-gubuk atau tenda-tenda yang kecil.
Jadi telah dijelaskan bahwa tempat-tempat tinggal dan bangunan-bangunan monumental tersebar
sejak dini dan secara meluas, dan dengan demikian diperoleh bukti untuk kegiatan kognitif utama;
keduanya tmpaknya bertalian. Kita menemukan sumberdaya dalam jumlah yang besar, tenaga kerja, dan
upay ayang digunakan dalam konstruksi bukan tempat tinggal, dan bila timbul bentrokan antara rencana
yang diusahakan dan kesulitan-kesulitan kontruksi serta perekonomian, yang terdahululah yang menang.
Jadi, dalam hal pusat upacara Maya di Lubaantun di Belize, rencana dilaksanakan dengan biaya berupa
pekerjaan-pekerjaanpengolahan tapak yang sangat kompleks dan besar biayanya, walaupun perubahan-
perubahan kecil dalam rencana kiranya dapat menghindarkan terjadinya hal seperti itu. Hasilnya adalah
suatu pembangunan dengan dimensi yang sangat berbeda-bbeda dan dalam cara-cara yang sangat rumit.

APAKAH ARSITEKTUR ITU?


Manusia sudah sejak lama merencanakan dan membuat bangunan. Tapi apakah itu arsitektur?
Sampai beberapa waktu yang lalu, adalah biasa untuk membedakan antara arsitektur dan “bangunan
biasa”, akan tetapi hal ini menjadi makin sulit. Sudah pasti bahwa asal mula arsitektur lebih dini dari
arsitek pertama, yang biasanya dianggap sebagai si perancang piramida berbentuk tangga di Mesir.
Bahkan sekiranya orang memasukan pembangunan rumah kepala-kepala duku dan bangunan-banguna
ritual, sebagian besar dari apa yang dibangun tidak dirancang oleh kalangan professional tapi lebih
merupakan dorongan ekspresi arsitektural yang sama yang mendorong rancangan gaya modern ( yang
dilakukan oleh para perancang). Jadi dalam mempersoalkan asal mula arsitektur atau pemahaman tentang
apakah arsitektur itu, kita harus memperhatikan tradisi rakyat atau trdisi yang disenangi yang disenangi
masyarakat–bangunan-bangunan yang disebut “primitive” atau “asli” yang selalu merupakan bagian
terbesar dari lingkungan buatan dan yang hakiki bagi setiap generalisasi yang abash, dan yang pasti
penting untuk suatu pembahasan tentang asal mula.
Semua lingkungan tersebut, maupun semua artifak manusia, dirancang dalam arti bahwa meraka
melibatkan keputusan dan pilihan serta cara tertentu untuk melakukan segala sesuatu. Seorang yang
membuka hutan, mendirikan perhentian di tepi jalan, atau membuka suatu perkampungan adalah seorang
perancang seperti juga seorang arsitek – kegiatan-kegiatan seperti itu mengubah wajah bumi dan
menciptakan lingkungan buatan.
Semua lingkungan berasal dari pilihan yang dibuatdari semua alternatif yang mungkin. Pilihan
yang khas cenderung menuruti hukum, mencerminkan kebudayaan manusiayang bersangkutan.
Sesungguhnya salah satu cara untuk memandang kebudayaan ialah dari segi pilihan yang paling umum
dibuat. Keabsahan keputusan inilah yan menjadikan tempat-dan bangunan- jelas berbeda satu sama lain;
ketaan pada norma ini juga menghasilkan cara-cara khas dalam berpakaian, berperilaku, makan dan
sebagainya. Ia mempengaruhi cara manusia berinteraksi serta menyusun ruang dan waktu. Pilihan-pilihan
yang tetap inimenghasilkan gaya –baik pada lingkungan buatan ataupun pada kehidupan.
Dalam membuat pilihan ini diperlukan nilai-nilai, norma-norma, criteria, dan anggapan-anggapan
tertentu. Semuanya ini sering terwujud dalam bagan yang ideal. Lingkungan, sedikit banyak,
mencerminkan dan mengkiaskan schemata-skemata serta tatanan yang mereka cirikan. Tatanan yang
diekspresikan melalui proses pemilihan, citra yang terkandung, dan bentuk yang diberikan
merupakansuatu pendangan dari lingkungan ideal yang dikemukakan oleh lingkungan buatan betapapun
tidak sempurnanya. Leingkungan-lingkungan demikian diartikan sebagai rona bagi jenis manusia yang
menganggap suatu kebudayaan tertentu sebagai normatif, dan bagi jenis gaya hidup yang dianggap
penting dank has dari kelompok tersebut dan yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain.
Sesungguhnya apa yang kita sebut kebudayaan dapat dilihat dalam tiga cara utama (dua yang pertama
dari padanya tercakup dalam pembahasan diatas); sebagaisuatu cara hidup yang mencirikan suatu
kelompok; sebagai suatu sistem lambing, arti, dan schemata kognitif, dan sebagai suatu perangkat strategi
penyesuaian diri guna kelangsungan hidup, dalam kaitannya dengan ekologi dan sumber daya.
Dengan demikian, kebudayaan menyangkut sekelompok manusia yang memiliki seperangkat
nilai dan keyakinan dan suatu pandangan terhadap dunia yang mewujudkan suatu cita-cita. Ketentuan ini
juga menimbulkan pilihan-pilihan yang sistematik dan mantap. Dengan pernyataan kita terdahulu bahwa
arsitektur terutama sekali merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, dan dengan definisi kita
tentang perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan yang paling berguna terhadap lingkungan
fisik, arsitektur dapat dianggap sebagai suatu konstruksi yang dengan sengaja mengubah lingkungan fisik
menurut suatu bagan pengaturan. Perbedaan antara bangunan dan pemukiman adalah perbedaan dalam
skala. Seperti pernah dikatakan Also Van Eyck : ‘ sebuah bangunan adalah suatu kota kecil, sebuah kota
adalah suatu bangunan yang besar.”
Untuk menjawab pertanyaan mengapa manusia membuat lingkungan, kita harus mengerti
bagaimana pikiran manusia berkerja. Skema merupakan produk dari apa yang tampaknya merupakan
proses dasar dari pikiran manusia, untuk member arti kepada dunia, untuk memanusiawikannya dengan
menyodorkan tatanan kepadanya- suatu tatanan kognitif yang sering dicapai melalui klasifikasi dan
penamaan, atau melakukan pembedaan. Dunia bersifat kacau dan tak menentu; pikiran manusia
menggolongkan, membedakan, dan menata. Dapat kita katakana, bahwa penataan dipikirkan sebelum
dibangun. Pemukiman, bangunan, dan pemandangan adalah bagian dari kegiatan ini, yang seperti telah
kita lihat, telah berlangsung lama. Ketika manusia Neanderthal mengubur mayat dengan bunga-bunga,
mereka berusaha mengadakan suatu tatanan untuk mempertemukan kehidupan dan kematian. Lukisan-
lukisan gua di Eropa menandakan sistem tatanan yang rumit dan menetapkan gua-gua sebagai ruang suci,
berbeda dari ruang-ruang lain seperti gua-gua hunian yang tidak dilukis. Sistem pencatatan simbolis,
dalam hal ini tentang pengamatan bulan, ditemukan sangat dini dan jelas merupakan usaha untuk
menentukan suatu tatanan tentang waktu dan gejala alam.
Manusia memikirkan lingkungan sebelum mereka membangunnya. Alam pikiran menata ruang,
waktu, kegiatan, status, peranan, dan perilaku. Tapi adalah berharga untuk memberikan penampilan fisik
pada gagasan. Mengkiaskan menjadikannya bantuan ingatan yang bermanfaat; gagasan membantu
perilaku dengan mengingatkan manusia tentang bagaimana bertindak, bagaimana berperilaku, dan apa
yang diharapkan dari mereka. Penting untuk ditekankan bahwa semua lingkungan buatan –bangunan,
pemukiman, dan lansekap- merupakan satu cara untuk menata dunia dengan memuat sistem tatanan yang
dapat dilihat. Karena itu, langkah yang amat penting adalah penataan atau pengaturan lingkungan.

TUJUAN ARSITEKTUR
Kembali kepada pertanyaan : mengapa manusia menciptakan lingkungan buatan demikian pelik?
Apakah kiranya tujuan arsitektur? Bahkan analisis singkat yang kita lakukan hingga kini mengemukakan
bahwa tujuannya lebih dari sekedar fungsi tempat bernaung guna mengubah cuaca. Arsitektur dapat
memberikon rona bagi kegiatan-kegiatan tertentu; mengingatkan orang tentang kegiatan-kegiatan apakah
ini; menyatakan kekuasaan, status atau hal pribadi; menampilkan dan mendukung keyakinan-keyakinan
kosmologis; menyampaikan informasi; membantu menetapkan identitas pribadi ataukelompok ; dan
mengkiaskan sistem-sistem nilai. Arsitektur juga dapat memisahkan wilayah dan membedakan antara sini
dan sana, suci dan duniawi, pria dan wanita, depan dan belakang, pribadi dan umum, yang dapat dan tak
dapat dialami, dan sebagainya. Walaupun pembedaan antara tempat-tempat merupakan pusat masalah,
tujuan dilakukannya hal itu dan cara-cara yang digunakan untuk melakukannya mungkin sangat berbeda.
Telah kita lihat bahwa wilayah-wilayah bisa secara konseptual terpisah, melalui perubahan-
perubahan dalam lapisan penting tanah atau perlakuan terhadap tanah (seperti menyapunya atau
meliputinya dengan pasir) atau melalui sarana-sarana lambang seperti balok langit-langit atau tirai manic-
manik. Pagar rendah atau bahkan pondasi dapat mempunyai pengaruh yang sama. Contoh yang
belakangan ditunjukan oleh suatu permukiman liar di Afrika. Di sini batu-batu dilabur putih yang
menandai pojok tanah mencegah orang masuk melintasi tanah milik itu. Perubahan ketinggian atau
penghalang yang kokoh, mungkin mempunyai berbagai tujuan yang tidak selalu harus sama menonjolnya.
Penghalang seperti itu dapat membatasi penglihatan, mencegah pergerakan, member keteduhan, member
perlindungan terhadap angin, memisahkan wilayah, memberikan serangkaian rona yang dapat dikenali
cirinya untuk kegiatan yang berbeda-beda dan sebagainya. Jadi, bangunan dapat di pahami dari segi
bagaimana hubungannya dengan masyarakat dan rona-rona alami bagaimana hubungan ini lama
kelamaan berubah bersama kebudayaan.
Juga, bila tempat bernaung merupakan fungsi arsitektur satu-satunya, atau bahkan yang pokok,
kita akan mendapati lebih sedikit ragam dalam bentuk. Kita bisa mengharapkan peningkatan teratur
dengan dahsyatnya iklim – yang nyatanya tidak akan kita dapatkan walaupun kita msukan ujung terdingin
dari skala. Selanjutnya kita menemukan rumah-rumah yang sama dalam wilayah iklim yang berbeda-
beda, demikian pula perbedaan-perbedaan dalam bentuk dan bahan dalam wilayah-wilayah iklim yang
sama. Perbedaan-perbedaan demikian sering berkaitan dengan status dan tingkat keterbukaan untuk
umum.
Lagi pula, apabila tempat bernaung memang merupakan fungsi pokok arsitektur, kita tidak dapat
mengaharapkan kemajuan banguan-bangunan pun telah melihat bahwa kasusnya justru bertolak belakang
dan satu hal yang sepanjang waktu berubah adalah pembedaan jenis-jenis bangunan cenderung
meningkat. Jadi di Olduva gubuk-gubuk adalah serupa; di Terra Amata, ukuran-ukurannya berbeda tapi
tak terdapat petunjuk tentang adanya kegunna yang berbeda. Di Dalni Vestonice dan Nea Nokomedia,
akan kita dapati bangunan-bangunan suci yang di Catal Huyuk jelas dibedakan. Kemudian lagi, kita
temukan perbedaan-perbedaan yang lebih banyak dan lebih besar – dari satu ruang menjadi banyak ruang
untuk tujuan yang berbeda-beda, mulai dari tempat tinggal dan kerja, mulai dari rumah dan bengkel yang
digabung sampai pemisahan keduanya dan kemudian sampai kepada pelataran kerja dan bengkel yang
dikhususkan, dan sebagainya. Demikian pula, kita bisa mengharapkan adanya suatu kecenderungan
penggunaan bahan dari kemudahan untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut, tetapi tidak demikian
halnya. Telah kita lihat pula bahwa bahan-bahan rupanya memiliki makna; mereka memiliki fungsi-
fungsi komunikatif.
Arsitektur membuat makna yang nyata; menghasilkan kiasan konkrit dari cita-cita dan keyakinan
suatu kelompok. Bahkan pernah dikemukakan bahwa bentuk-bentuk tertentu dalam arsitektur bersifat
mimetic, bahwa piramida, kuil, kubah dan menara menjadi manusiawi serta mnciptakan bentuk-bentuk
permanen yang telah memperoleh nilai ideologis dan simbolik dalam bahan-bahan yang dapat rusak. Ini
bisa jadi berupa bentang alam yang penting, sehingga tempat-tempat suci dapat secara jelas dicirikan
dengan kedewaannya melaui kuil-kuil yang dibangun, dengan memperkuat kaitan antara bentang alam
dan dewa serta mengingatkan manusia tentang hal ini. Arsitektur seperti itu juga melakukan hal yang sam
untuk perilaku, dengan menentukan suatu rona yang mengingatkan orang akan konteks dan perilaku yang
tepat dan yang diharapkan.
Bila kita menggunakan wawasan perilaku sebagai drama, maka ini berarti bahwa rona-rona yang
tepat dan alat-alat perlengkapan membuat lebih mudah untuk memainkan peranan yang cocok. Oleh
karenanya, adalah bermanfaat untuk menampilkan rona-rona secara fisik guna mengingatkan manusia
bagaiman berperilaku. Perhatikanlah suatu pertunjukan, apakah ritual atu dramatic. Jelaas hal ini bisa
terjadi di mana saja, dimana terdapat ruang yang cukup untuk para penonton dan para pelaku.
Bagaimanapun adalah bermanfaat untuk menandai tempat itu dengan cara tertentu. Demikianlah
penduduk pribumi di Australia menyediakan tanah-tanah ritual, mempersiapkannya, mendirikan unsur-
unsur yang berlaku sebagai dekor, dan menghiasi tubuh mereka sebagai “arssitektur yang bergerak”.
Langkah berikutnya ialah menyisihkan suatu tempat tetap dengan hubungan yang tepat antara penonton
dan para pelaku, dengan mencerminkan gagasan tentang bagaimana pertunjukan seharusnya diberikan
dan bagaimana orang seharusnya berperilaku.
Jadi bangunan adalah cara menata perilaku dengan menempatkannya kedalam tempat-tempat dan
rona-rona yang tersendiri yang dapat dibedakan, masing-masing menuntut perilaku, peranan yang
diketahui dan diharapkan dan sebaginya. Jadi para pendeta, pedagang, aktor, dan penguasamemerlukan
bangunan-bangunan religious, pasar atau bengkel, teater atau istana. Keluarga-keluarga membutuhkan
tempat tinggal.
Di Mesir purba, rancangan istana kerajaan hanya dapat dipahami bila kita memikirkannya dalam
pengertian bangunan Barat. Istana bukanlah suatu rumah yang besar, seperti Vatikan, Hampton Court,
atu Versailes (walaupun bangunan-bangunan ini juga mempunyai makna yang jelas-jelas bukan tempat
tinggal). Istana di Mesir purba terutama sekali adalah sarana untuk menekankan kekuatan penguasa,
untuk menambah kekuatan dengan menciptakan perasaan kagum di dalam pikiran para subjek. Hal ini
dilakukan melalui bahan-bahan serta penggarapan kedaan; kedatangan, dilakukan melalui bahan-bahan
serta penggarapan kedaan; kedatngan, masuk, dan pergerakan berlangsung di dalam ruang dan rona yang
tertata.
Untuk mengulangi lagi, semua contoh ini mempunyai satu hal yang sama; mereka
menyebabkandapat dilihatnya perbedaan-perbedaan diantara tempat-tempat dan diantara perilaku yang
menyertainya. Inilah makna dari peristiwa dispunya daerah tertentu oleh orang Aborigin di Australia di
sekitar tempat tinggalnya yang sangat berbahaya, dan tentang perilaku bushmen I Kung.
Wanita I Kung hanya memerlukan 45 menit untuk membangun tempat bernaung. Tapi sering kali
mereka tidak merasa membuat suatu tempat bernaung sam sekali. Mereka hanya memasang tonggak
untuk melambangkan jalan masuk ke tempat bernaung dan tidak membangun tempat bernaung sama
sekali. Hal ini memungkinkan keluarganya untuk membawa diri serta mengetahui di sebelah mana api
unggun tempat buat pria atau wanita. Ini juga memungkinkan orang-orang lain untuk mengetahui
hubungan antara tempat tinggal mereka dengan perkampungan. Hal ini jelas merupakan kunci pengingat
yang bahkan tidak penting, karena ada kalanya para wanita bahkan tidak peduli dengan tongkat-tongkat
itu. Meskipun demikian makin banyak informasi, makin mudah terbentuk perilaku sosial, makin
mencapai persesuaian bentuk fisik dengan kegiatan, dan makin mudah pila untuk mengajarkan perilaku
yang tepat kepada anak-anak. Demikianlah, di perkampungan orang pigmis, gubuk-gubuk di ubah
sedemikian rupa sehngga hubungan pintu-pintu (dan ada tidaknya “pagar-pagar dendam”)
mengekspresikan hubungan di antara orang-orang dan ada tidakny akomunikasi di antara mereka.
Kelompok tersebut cukup kecil untuk mengetahui siapa yang marah kepada siapa atau berbaik sengan
siapa, tetapi lingkungan buatan mengingatkan orang akan hal-hal ini, ia berfungsi sebagai sesuatu yang
mengingatkan.
Dengan demikian lingkungan buatan menyampaikan makna-makna untuk membantu melayani
tujuan kemasyarakatan; mereka memberikan kerangka ruang waktu, atau sistem rona, untuk tindakan
manusia dan perilaku yang tepat. Kerenanya didalam lingkungan buatan, pemisahan sangat menentukan;
mereka merupakan petunjuk untuk pemahaman mengenai hal-hal yang lain. Ini membantu menjelaskan
mengapa fungsi yang tak ternyata cendrung menjadi lebih penting dari pada fungsi nyata; hampir semua
orang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sama, tapi mereka artikan secara berbeda. Juga makin
komplek dan terpilah-pilah suatu kelompok, makinbesar bantuan lingkungan buatan. Dalam suatu
kelompok kecil yang terpisah, mengetahui rona saja sudah cukup, sedangkan di kemudian hari, rona-rona
perlu ditandai dan dibedakan; akhirnya bahkan itu pun tak cukup, karena orang menemukan tanda-tanda
verbal dan eikonik –sistem makna yang berbeda dari arsitektur dan yang menjadi satu dengannya
Perhatikanlah kegiatan berbelanja. Dalam suatu kelompok kecil, pasar danya suatu tempat; ia
akan menjadi sesuatu hanya ketika digunakan. Kemudian pasar tersebut mungkin menjadi tetap, dengan
lahan yang disediakan dalam suatu lokasi khusus. Lalu mungkin ditambahkan tempat-tempat teduh atau
kios-kios; ini menghubungkan perdagangan dan berbagai fungsi tersamanya yang lain. Kita dapati pasar,
bazaar, dan took di mana terjadinya tawar-menawar. Di masing-masing tempat, perilakunya berbeda dan
rona membantu menyampaikan konteks dan perilaku.
Dengan demikian arsitektur, dengan cara membuat perbedaan yang dapat terlihat di antara
tempat-tempat, menyampaikan informasi tentang sarana ruang, sosial, waktu dan lain-lain dari penataan
masyarakat. Ia menyampaikan hal-hal yang lebih disukai, hierarki, gaya hidup, dan sebagainya. Ia
menetapkan wilayah manusiawi yang suci (kebudayaan) yang berbeda dari sifat duniawi atau kemudian,
wilayah manusia duniawi yang berbeda dari sifat suci. Arsitektur menjadi begitu menyatu dengan
kelompok-kelompok, kebudayaan dan gaya hidup, yang bersifat azazi agar merasa betah. Kaum
pendatang membawa serta bebtuk-bentuk arsitektur dan berusaha menciptakannya kembali, keberhasilan
mereka dalam lingkungan mereka yang baru mungkin tergantung pada kesanggupan mereka untuk
berbuat demikian.
Semuanya ini memperkuat argument pokok – lingkungan dipikirkan terlebih dahulu sebelum
dibangun. Alat-alat juga harus dipikirkan. Aborigin mendapatkan alat-alat di alam, tapi objek-objek
tersebut hanya kan menjadiperkakas bila cocok dengan suatu cetakan mental. Ketika alat-alat perkakas
dibuat, mereka dibuat sesuai dengan bagan. Jadi setiap artefak apa saja, bagaimanapun seerhananya, harus
muncul sebagai gagasan sebelum dapat dibuat. Sekali dibuat, artifak tersebut membantu mengingatkan
kita akan gagasan itu, dan ini yang membuatnya penting.
Adanya gagasan yang terus-menerus tersebut dapat dilihat dalam situasi-situasi perubahan
budaya. Dengan demikian di Afrika Utara dan di kalangan Orang Badui di Israel, ruang-ruang
penyimpanan sering merupakan bangunan pertama yang dibuat, dengan mempertahankan tenda sebagai
tempat tinggal. Ketika dibuat, tempat-tempat tinggal ini cenderung melukiskan kembali pengaturan ruang
tenda, dan penyusunan secara besar-besaran terus berlaku bahkan sesudah tempat-tempat tinggal itu
sendiri berubah dalam pengaturan bentuk dan ruang. Nilai-nilai inti tertentu dikiaskan pada tingkat
penataan permukiman, bahkan ketika mereka tidak lagi dikiaskan dalam bangunan-bangunan. Jadi orang
tidak dapat memisahkan tempat tinggal dari bangunan-bangunan lain, atau bangunan dari pemukiman.
Sistem ruamgh pemukiman adalah suatu sistem rona, dan pemisahan bangunan dari permukiman dalam
pembahasan ini bergantung pada keadaan; keduanya harus diperhatikan bersama-sama.

SISTEM RUMAH PERMUKIMAN


Pentingnya sistem rumah permukiman juga timbul dari pembahasan kita tentang pembedaan,
perkembangan berbagai rona untuk tujuan yang berbeda-beda. Ingatlah bahwa penampilan fisik dari
perbedaan-perbedaan merupakan bantuan berguna yang mengingatkan orang akan banyak hal yang
penting termasuk perilaku. Sistem keseluruhan mengingatkan mereka akan hubungan-hubungan yang
tepat dan urutan-urutan perilaku. Hal ini juga timbul dari kenyataan bahwa orang hidup dalam ruang
waktu dan memiliki sistem kegiatan yang rumit dan bertautan dengan kegiatan-kegiatan dan orang-orang
lainnya.
Jadi perbedaan budaya menghasilkan gabungan kegiatan yang berbeda-beda dan karena itu
memrelukan sistem rona yang berbeda pula. Di kota-kota Muslim, Kedai kopi merupakan pusat bagi pria,
sedangkan sumur merupakan pusat bagi wanita. Di Korea Selatan, kedai teh merupakan unsur penting
bagi kaum pria; di kalangan kelas pekerja Inggris, Kedai minuman(Pub)-lah yang penting; dan di dusun-
dusun Hongaria tertentu kandanglah yang penting (tempat semua keputusan penting diambil). Tidak
semua jelas apakah rona itu dan apa yang diperbuatnya, kecuali bila kita memperhatikan tempat-tempat
dan rona-rona yang berhubungan. Sesungguhnya menerima pandangan-pandangan seperti itu dapat
memperhatikan bahwa mendefinisikan bangunan sangatlah rumit. Ambilah contoh yang paling kita kenal
–tempat tinggal– sungguh jauh dari jelas bagaimana mendefinisikannya bila kita memikirkannya dari segi
kegiatan, banyak dari padanya mungkin juga terjadi di bangunan-bangunan lain, dan hal-hal yang tidak
terduga, dari sistem rumah pemukiman.
Perbedaan-perbedaan damal sistem rumah-permukiman ini, hubungan antara unsur-unsur gaya tinggi dan
matriks asli pribumi, dan perbedaan-perbedaan daalam bagan juga mengarah pada kesadaran bahwa
sangatlah penting untuk memperhatikan segala sesuatu secara lintas budaya. Sesungguhnay, hal ini
membawa kita kembali ketempat kita mulai, dengan suatu pembahasan singkat tentang mengapa
pentingnya untuk memperhatikan segala sesuatu secara lintas budaya dan secara sejarah, atau mengapa
kita seyogyanya memperhatikan asal mula budaya arsitektur.
SEJARAH ARSITEKTUR

Arsitektur dikembangkan berdasarkan kebutuhan yang sederhana dari manusia purba untuk
berlindung, baik terhadap alam maupun manusia. Ada yang berlindung dalam goa (manusia goa) dan ada
yang membuat perlindungan diatas pohon (manusia pohon).
Kemudian manusia purba tersebut mencoba membuat bangunan untuk berlindung dari bahan
yang diperoleh dari alam. Umumnya bangunan-banunan tersebut dibuat dari dahan yang diperoleh
disekitarya dan mempunyai bentuk yang sederhana sekali (tidak dapat dibedakan antara atap dan
dinding).
Namun bagaimana sederhananya bentuk tempat berlindung tersebut minimal sudah dapat
membedakan dua nilai dasar, yaitu tentang kegunaannya serta kekuatannya. Bahkan mungkin pada waktu
itu mereka sudah bisa merasa suatu kenikmatan berlindung di dalam bangunan yang telah mereka buat
itu. Dalam pengertian yang sederhana bangunan –bangunan tersebut sudah dapat digolongkan sebagai
suatu hasil arsitektur.
Kata arsitektur berasal dari kata latin architectura, dan kata ini semula berasal dari kata Yunani
Architekton yang berarti “Utama” dan “pembangun”. Jadi arsitektur menyangkut bangunan hasil buatan
suatu pembangun utama atau hasil pembangun (dalam bahasa sangskrit disebut silpasastra). Pada zaman
dahulu seorang pembangun utama menyiapkan rencana sebuah bangunan serta memimpin cara
membangunnya.
Marcus Vitruvius Pollio (abad pertama S. M) yang menulis buku DE RE ARCHITECTURA
merumuskan bahwa suatu bangunan yang baik memenuhi 3 tujuan, yaitu memenuhi maksud
kegunaannya, menjamin kekuatan bahan dan pelaksanaannya serta memberikan rasa kenyamanan.
Perumusan yan sama kemudian juga diberikan oleh SIR HENRY WOTTON dalam bukunya The
Elements of Architecture (1624).
Dalam masa perkembangannya arsitektur mengalami pengertian ynag berbeda-beda, bahwa pada
suatu ketika arsitektur disamakan seperti menghias (Ruskin pada abad ke 19). Orang yang ahli dalam
bidang arsitektur disebut arsitek (=latin Architecus).
Arsitektur sangat dipengaruhi oleh perkembangan kebudayaan. Pengaruh utama pada arsitektur
adalah alam, yaitu bahan bangunan yang tersedia di iklim dimana bangunan tersebut dibuat. Dalam hal ini
perkembangannya tidak terlalu menyolok demikian pula tentang kegunaannya. Yang besar perbedaan
perkembangan adalah pengertian tentang kenyamanan, baik yang bersifat masmaniah maupun rohaniah.
Sampai pada suatu batas dimana keinginan dan kebutuhan sudah tidak ada kaitannya lagi.
Faktor kekuatan bangunan menyangkut masalah keselamatan, dan keselamatan ini menyangkut
tidak saja keselamatan jasmaniah akan tetapi juga keselamatan rohaniah. Yang terakhir ini hingga kini
masih hidup dalam kalangan masyarakat kita.
Dalam pengertian moderen arsitektur tidak sekedar menghasilkan bangunan,akan tetapi yang
disiptakan adalah “ruang” (= space) yang ditempatkan sesuai dengan kondisi dan situasi dimana dia
berada.

Anda mungkin juga menyukai