Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
HUKUM AGRARIA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017,
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tanah,jika tidak dimiliki oleh orang perorangan atau
badan kesatuan, maka tanah tersebut adalah milik negara. Dalam konsep undang-undang pokok
agraria, tanah diseluruh wilayah indonesia bukanlah milik Negara Republik Indonsia., melainkan
ialah milik seluruh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria) dan pada
tingkatan yang paling tinggi dikuasai oleh Negara Republk Indonesia, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria). Atas dasar hak
menguasai dari negara itu, ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik secara pribadi maupun bersama-sama dengan orang
lain, serta badan-badan hukum (pasal 4 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria). Hak-hak atas tanah
yang diberikan tersebut memberikan wewenang kepada yang bersngkutan untuk
mempergunakannya (pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria), semuanya dengan
memperhatikan akan fungsi hak atas tanah yang berfungsi sosial (Pasal 6 Undang-Undang Pokok
Agraria). Penggunaan tnah tersebut harus disesuaikan dengan keadaannya yang disesuaikan
dengan haknya, hingga memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Kepentingan-kepentingan
masyarakat dan perseorangan haruslah berada dalam keadaan yang seimbang. Dari prinsip-prinsip
dasar tersebut, maka lahirlah hak-hak atas tanah yang peruntukannya dibeda-bedakan pada jenis
pemanfaatannya, serta pada pribadi-pribadi hukum yang akan menjadi pemiliknya. Secara umum
ketentuan tersebut dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut:
1. Hak Milik, yang merupakan hak yang terpenuh dan yang paling kuat serta bersifat turun temurun,
yang hanya diberikan kepada warga negara tunggal dengan pengecualian badan-badan hukum
tertentu, yang pemanfaatannya dapat disesuaikan dengan peruntukan tanahnya di wilayah, dimana
tanah terletak.
2. Hak Guna Usaha, yang merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara, untuk jangka waktu tertentu, yang dapat diberikan baik pada warga negara Indonesia
tunggal maupun badan hukum Indonesia.
3. Hak Guna Bangunan, yang merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat dimiliki oleh warga
negara Indonesia tunggal maupun badan hukum indonesia.
4. Hak Pakai, yang merupakan hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah milik
orang lain atau yang dikuasai langsung oleh negara, yang bukan sewa menyewa atau pengolahan
tanah, yang dapat diberikan untuk suatu jangka waktu tertentu kepada warga negara Indonesia
tunggal, badan hukum Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, serta badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Siring dengan besarnya kebutuhan tanah maupun bangunan hak-hak ini sering menjadi persoalan
dalam masyarakat khususnya hak guna bangunan, untuk melihat permasalahan hak guna
bangunan kita harus memahami bagaimana dalam undang-undang pokok agrarian mengatur
masalah itu.
Hak Guna Bangunan adalah salah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang-
Undang Pokok Agraria. Menurut ketentuan pasal 35 UUPA sebagai berikut:
Pasal 35
1) Hak Guna Bangunan Ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-
bangunannya jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama
20 tahun
3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.
Dapat diketahui bahwa yang dinamakan Hak Guna Bangunan ialah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu 30 tahun.
Jadi dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak atas tanah dimana bangunan tersebut
didirikan. Ini berarti seorang pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari pemegang hak
milik atas bidang tanah dimana bangunan tersebut didirikan, atau dalam konotasi yang lebih
umum, pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah pemegang Hak Milik dari tanah dimana
bangunan tersebut didirikan. Sehubungan Hak Guna Bangunan ini, pasal 37 UUPA menyatakan
bahwa:
Pasal 37
Hak Guna Bangunan terjadi:
1. Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara; karena penetapan pemerintah.
2. Mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk autentik antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud
menimbulkan hak tersebut.
2.2 Ruang Lingkup Hak Guna Bangunan (HGB)
Pasal 32
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang di berikan
dengan Hak Guna Bangunan selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan untuk kepentingan pribadi atau usaha nya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada
pihak lain dan membebaninya.
Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari pengertian Hak Guna
Bangunan, cara untuk memperolehnya serta kewajiban untuk memanfaatkannya sesuai dengan
peruntukkannya.
A. Kesimpulan
Dapat diketahui bahwa yang dinamakan Hak Guna Bangunan ialah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu 30
tahun. Jadi dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak atas tanah dimana bangunan
tersebut didirikan. Ini berarti seorang pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari
pemegang hak milik atas bidang tanah dimana bangunan tersebut didirikan, atau dalam konotasi
yang lebih umum, pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah pemegang Hak Milik dari tanah
dimana bangunan tersebut didirikan.
Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah:
a. Warga negara Indonesia
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap
pihak yang memperoleh Hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika
Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu
tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan
diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 diberikan untuk jangka waktu
30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang paling lama 20 tahun. Permohonan
perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau waktu pembaharuannya diajukan selambat-
lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau
perpanjangannya.
Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban :
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya di tetapkan dalam keputusan
pemberian Haknya.
b. Menggunakan tanah sesuai dengan perruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya.
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
d. Menyerahkan kembali tanah yang di berikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara.
Pemegang Hak Pengelolaan atau Pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus.
e. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang di berikan
dengan Hak Guna Bangunan selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan untuk kepentingan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada
pihak lain dan membebaninya.
Hapusnya Hak Guna Bangunan karena:
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat yang tidak dipenuhi
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum, Ditelantarkan, dan Tanahnya musnah.
Berdasarkan berita diatas dua belah pihak sama-sama memiliki legalitas, namun jika di lihat dari
kekuatan hokum menurut kami yang berhak atas tanah itu adalah yang memiliki sertifikat hak guna
bangunan, karena sertifikat hak guna bangunan akan dikeluarkan setelah ,memenuhi syarat artinya
ketika surat itu sudah dikeluarkan maka peraturan kereta api tidak berbenturan dengan syarat
dikeluarrkannya sertifikat hak guna bangunan sehingga sertifikat itu sah, namun untuk melihat
apakah benar PT Basko Minang Plaza (BMP) memasang pagar melewati batas wilayah yang sudah
ditentukan disertifikat atau tidak perlu dibuktikan dengan sertifikat hak guna bangunan dan data
dari dinas pertanahan. Penyelesaian yang dapat dilakukan menurut kami adalah melalui jalur
hukum.
B. Saran
Makalah Hak Guna Bangunan (HGB) yang susun ini, sangatlah jauh dari apa yang di sebut
sempurna. Demi perbaikan makalah ini kedepan kami harapkan adanya kritik dan saran untuk para
pembaca dan juga demi perbaikan yang akan dating.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan.2004.”Hak-hak atas Tanah”. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
2. Prof. Subekti, S.H.2003.“Pokok-pokok Hukum Perdata”. Jakarta: Intermasa.
3. Supriadi , 2012 . “hukum Agrari “. Jakarta : Sinar Grafika.