Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM AGRARIA

HAK GUNA BANGUNAN

Disusun Oleh Kelompok 2 :

SAMUEL BONA TUA (11010113130513)


JEREMIA GANESH (11010113140749)
RIZKY PANDAPOTAN S. (11010114120233)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017,
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tanah,jika tidak dimiliki oleh orang perorangan atau
badan kesatuan, maka tanah tersebut adalah milik negara. Dalam konsep undang-undang pokok
agraria, tanah diseluruh wilayah indonesia bukanlah milik Negara Republik Indonsia., melainkan
ialah milik seluruh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria) dan pada
tingkatan yang paling tinggi dikuasai oleh Negara Republk Indonesia, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria). Atas dasar hak
menguasai dari negara itu, ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik secara pribadi maupun bersama-sama dengan orang
lain, serta badan-badan hukum (pasal 4 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria). Hak-hak atas tanah
yang diberikan tersebut memberikan wewenang kepada yang bersngkutan untuk
mempergunakannya (pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria), semuanya dengan
memperhatikan akan fungsi hak atas tanah yang berfungsi sosial (Pasal 6 Undang-Undang Pokok
Agraria). Penggunaan tnah tersebut harus disesuaikan dengan keadaannya yang disesuaikan
dengan haknya, hingga memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Kepentingan-kepentingan
masyarakat dan perseorangan haruslah berada dalam keadaan yang seimbang. Dari prinsip-prinsip
dasar tersebut, maka lahirlah hak-hak atas tanah yang peruntukannya dibeda-bedakan pada jenis
pemanfaatannya, serta pada pribadi-pribadi hukum yang akan menjadi pemiliknya. Secara umum
ketentuan tersebut dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut:
1. Hak Milik, yang merupakan hak yang terpenuh dan yang paling kuat serta bersifat turun temurun,
yang hanya diberikan kepada warga negara tunggal dengan pengecualian badan-badan hukum
tertentu, yang pemanfaatannya dapat disesuaikan dengan peruntukan tanahnya di wilayah, dimana
tanah terletak.
2. Hak Guna Usaha, yang merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara, untuk jangka waktu tertentu, yang dapat diberikan baik pada warga negara Indonesia
tunggal maupun badan hukum Indonesia.
3. Hak Guna Bangunan, yang merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat dimiliki oleh warga
negara Indonesia tunggal maupun badan hukum indonesia.
4. Hak Pakai, yang merupakan hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah milik
orang lain atau yang dikuasai langsung oleh negara, yang bukan sewa menyewa atau pengolahan
tanah, yang dapat diberikan untuk suatu jangka waktu tertentu kepada warga negara Indonesia
tunggal, badan hukum Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, serta badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Siring dengan besarnya kebutuhan tanah maupun bangunan hak-hak ini sering menjadi persoalan
dalam masyarakat khususnya hak guna bangunan, untuk melihat permasalahan hak guna
bangunan kita harus memahami bagaimana dalam undang-undang pokok agrarian mengatur
masalah itu.

1.1 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari HGB dan apa dasar hukum Hak Guna Bangunan (HGB)?
2. Bagaimana ruang lingkup Hak Guna Bangunan (HGB)?
3. Bagaimana contoh kasus yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan yang pernah terjadi di
Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
2. Mengetahui pengertian dari HGB dan apa dasar hukum Hak Guna Bangunan (HGB)
3. Mengetahui ruang lingkup Hak Guna Bangunan (HGB)
4. Menganalisis sebuah kasus Hak Guna Bangunan yang pernah terjadi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan adalah salah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang-
Undang Pokok Agraria. Menurut ketentuan pasal 35 UUPA sebagai berikut:
Pasal 35
1) Hak Guna Bangunan Ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-
bangunannya jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama
20 tahun
3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.

Dapat diketahui bahwa yang dinamakan Hak Guna Bangunan ialah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu 30 tahun.
Jadi dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak atas tanah dimana bangunan tersebut
didirikan. Ini berarti seorang pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari pemegang hak
milik atas bidang tanah dimana bangunan tersebut didirikan, atau dalam konotasi yang lebih
umum, pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah pemegang Hak Milik dari tanah dimana
bangunan tersebut didirikan. Sehubungan Hak Guna Bangunan ini, pasal 37 UUPA menyatakan
bahwa:

Pasal 37
Hak Guna Bangunan terjadi:
1. Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara; karena penetapan pemerintah.
2. Mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk autentik antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud
menimbulkan hak tersebut.
2.2 Ruang Lingkup Hak Guna Bangunan (HGB)

A. Subjek Hukum yang Dapat Menjadi Pemegang Hak Guna Bangunan


Dalam kaitannya dengan kepemilikan Hak Guna Bangunan, ketentuan pasal 36 Undang-undang
Pokok Agraria menyatakan bahwa:
Pasal 36
1. Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah:
a. Warga negara Indonesia
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
2. Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-
syarat yang tersebut dalam ayat 1 dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang
memperoleh Hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika Hak Guna
Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka
hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan,
menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sejalan dengan ketentuan Hak Guna Bangunan, seperti telah dijelaskan dimuka, dari rumusan
Pasal 36 UUPA tersebut juga dapat diketahui bahwa Undang-undang memungkinkan dimilikinya
Hak Guna Bangunan oleh badan hukum yang didirikan menurut ketentuan hukum Negara
Republik Indonesia dan yang berkedudukan di Indonesia. Dua ketentuan diatas yaitu:
1. Didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia, dan
2. Berkedudukan di Indonesia
Adalah dua unsur yang secara bersama-sama harus ada, jika badan hukum tersebut ingin
mempunyai Hak Guna Bangunan di Indonesia. Ini berarti badan hukum yang didirikan menurut
ketentuan hukum Indonesia tetapi tidak berkedudukan di Indonesia tidak mungkin memiliki Hak
Guna Bangunan, atau badan hukum yang tidak didirikan di Indonesia tetapi berkedudukan di
Indonesia juga tidak dapat memiliki Hak Guna Bangunan.

B. Jangka Waktu Pemberian Hak Guna Bangunan


Ketentuan Pasal 25 hingga Pasal 29 Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996 mengatur mengenai
jangka waktu pemberian Hak Guna Bangunan. Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang
paling lama 20 tahun (pasal 25 UUPA). Hak Guna Bangunan atas tanah dan Hak Pengelolaan
diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan ssetelah
mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan (Pasal 26 UUPA). Permohonan
perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau waktu pembaharuannya diajukan selambat-
lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau
perpanjangannya (Pasal 27 ayat(1) UUPA). Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan
dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan (Pasal 27 ayat (2) UUPA). Untuk kepentingan
penanaman modal, permintaan perpanjangan dan perbaharuan Hak Guna Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang
ditentukan, untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan (Pasal
28 UUPA). Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama
30 tahun (Pasal 29 ayat (1) UUPA). Atas kesepakatn antara pemegang Hak Guna Bangunan
dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui
dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan hak tersebut wajib didaftarkan (Pasal 29 ayat (2) UUPA).
Rumusan tersebut diatas memperlihatkan pada kita semua, bahwa hanya Hak Guna Bangunan
diberikan diatas tanah negara dan tanah Hak Pengelolan saja yang dapat diperpanjang. Sedangkan
Hak Guna Bangunan yang diberikan diatas tanah Hak Milik tidak dapat diperpanjang, melainkan
hanya dapat diperbaharui setelah berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya
tersebut.
C. Hak Dan Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
Hak dan kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dapat ditemukan pengaturannya dalam pasal
30 hingga pasal 32 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996, sebagai berikut:
Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
Pasal 30
a. Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban :
b. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya di tetapkan dalam keputusan
pemberian Haknya.
c. Menggunakan tanah sesuai dengan perruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya.
d. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
e. Menyerahkan kembali tanah yang di berikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara.
Pemegang Hak Pengelolaan atau Pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus.
f. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 31
Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan, atau sebab-sebab lain
letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain
dari lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar
atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

Pasal 32
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang di berikan
dengan Hak Guna Bangunan selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan untuk kepentingan pribadi atau usaha nya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada
pihak lain dan membebaninya.
Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari pengertian Hak Guna
Bangunan, cara untuk memperolehnya serta kewajiban untuk memanfaatkannya sesuai dengan
peruntukkannya.

D. Hapusnya Hak Guna Bangunan


Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan dalam Pasal 40 Undang-
Undang Pokok Agraria, yang menyatakan bahwa:
Pasal 40
Hak Guna Bangunan hapus karena:
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat yang tidak dipenuhi
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat diketahui bahwa yang dinamakan Hak Guna Bangunan ialah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu 30
tahun. Jadi dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak atas tanah dimana bangunan
tersebut didirikan. Ini berarti seorang pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari
pemegang hak milik atas bidang tanah dimana bangunan tersebut didirikan, atau dalam konotasi
yang lebih umum, pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah pemegang Hak Milik dari tanah
dimana bangunan tersebut didirikan.
Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah:
a. Warga negara Indonesia
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap
pihak yang memperoleh Hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika
Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu
tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan
diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 diberikan untuk jangka waktu
30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang paling lama 20 tahun. Permohonan
perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau waktu pembaharuannya diajukan selambat-
lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau
perpanjangannya.
Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban :
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya di tetapkan dalam keputusan
pemberian Haknya.
b. Menggunakan tanah sesuai dengan perruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya.
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
d. Menyerahkan kembali tanah yang di berikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara.
Pemegang Hak Pengelolaan atau Pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus.
e. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang di berikan
dengan Hak Guna Bangunan selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan untuk kepentingan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada
pihak lain dan membebaninya.
Hapusnya Hak Guna Bangunan karena:
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat yang tidak dipenuhi
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum, Ditelantarkan, dan Tanahnya musnah.
Berdasarkan berita diatas dua belah pihak sama-sama memiliki legalitas, namun jika di lihat dari
kekuatan hokum menurut kami yang berhak atas tanah itu adalah yang memiliki sertifikat hak guna
bangunan, karena sertifikat hak guna bangunan akan dikeluarkan setelah ,memenuhi syarat artinya
ketika surat itu sudah dikeluarkan maka peraturan kereta api tidak berbenturan dengan syarat
dikeluarrkannya sertifikat hak guna bangunan sehingga sertifikat itu sah, namun untuk melihat
apakah benar PT Basko Minang Plaza (BMP) memasang pagar melewati batas wilayah yang sudah
ditentukan disertifikat atau tidak perlu dibuktikan dengan sertifikat hak guna bangunan dan data
dari dinas pertanahan. Penyelesaian yang dapat dilakukan menurut kami adalah melalui jalur
hukum.

B. Saran
Makalah Hak Guna Bangunan (HGB) yang susun ini, sangatlah jauh dari apa yang di sebut
sempurna. Demi perbaikan makalah ini kedepan kami harapkan adanya kritik dan saran untuk para
pembaca dan juga demi perbaikan yang akan dating.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan.2004.”Hak-hak atas Tanah”. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
2. Prof. Subekti, S.H.2003.“Pokok-pokok Hukum Perdata”. Jakarta: Intermasa.
3. Supriadi , 2012 . “hukum Agrari “. Jakarta : Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai