DISUSUN OLEH :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler “Infark Miokard” ini.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur
mata kuliah Sistem Kardiovaskuler Tahun Akademik 2016/2017 di Fakultas Kedokteran,
Universitas Tanjungpura.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan
dari pihak-pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnan makalah berikutnya. Penulis
harapkan semoga makalah ini dapat memberikan suatu manfaat bagi kita semua dan memilki
nilai ilmu pengetahuan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Definisi ................................................................................................................4
2. Klasifikasi ...........................................................................................................4
3. Etiologi ................................................................................................................5
4. Faktor Resiko ......................................................................................................5
5. Patofisiologi ........................................................................................................7
6. Manifestasi Klinis ...............................................................................................8
7. Komplikasi ..........................................................................................................8
8. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................11
9. Penatalaksanaan ..................................................................................................11
1. Pengkajian ...........................................................................................................13
2. Pemeriksaan Fisik ...............................................................................................14
3. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................15
4. Intervensi Keperawatan ......................................................................................15
5. Evaluasi ...............................................................................................................18
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan .........................................................................................................19
2. Penutup ...............................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah atau penyakit jantung seperti juga pada banyak orang lain, sebenarnya
bermacam-macam. Dan yang paling sering mendapat perhatian adalah penyakit jantung
yang merenggut cukup banyak korban meninggal secara cepat yaitu penyakit jantung
koroner (PJK) yang termasuk didalamnya adalah infark miokard akut (IMA) atau secara
awam diistilahkan sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan nekrosis
miokard yang berkembang cepat oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen otot-otot jantung. IMA menempati peringkat pertama sebagai
penyebab kematian di Amerika Serikat. Dilaporkan setiap tahunnya terdapat sekitar
476.124 kematian yang disebabkan oleh serangan jantung. Pada tahun 1999 diperkirakan
1.100.000 warga Amerika mengalami serangan jantung, 650.000 serangan pertama kali
dan 450.000 serangan ulangan. Penduduk dengan pendidikan rendah ternyata lebih besar
angka kejadiannya dikarenakan ketidakpatuhaannya dalam melakukan pengobatan dan
rehabilitasi secara teratur (Muhammad, 2011). Menurut laporan WHO, pada tahun 2004,
penyakit IMA merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung
sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.
Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana.IMA
adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan angka
mortalitas 2.470.000 (9,4%) (WHO, 2008).
1
panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR)
tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal
jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009).
Adapun komplikasi yang ditimbulkan dari infark miokard ini antara lain adalah
gagal jantung kongestif, syok kardiogenik, edema paru akut, disfungsi otot papilaris,
defek septum ventrikel, ruptur jantung, aneurisma ventrikel, tromboembolisme,
perikarditis dan aritmia.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Umum
4. Tujuan Khusus
4.1. Mengetahui definisi infark miokard
4.2. Mengetahui klasifikasi dari infark miokard
4.3. Mengetahui etiologi dari infark miokard
4.4. Mengetahui faktor resiko infark miokard
2
4.5. Mengetahui patofisiologi infark miokard
4.6. Mengetahui manifestasi klinis infark miokard
4.7. Mengetahui komplikasi dari infark miokard
4.8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada infark miokard
4.9. Mengetahui penatalaksanaan infark miokard
4.10. Mengetahui asuhan keperawatan infark miokard
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap
iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20
menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobic lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan
energinya (Corwin, 2009).
Jadi dapat disimpulkan Infark Miokard adalah kondisi terhentinya aliran darah
dari arteri koroner pada area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen
(iskemia) lalu sel-sel menjadi mati (nekrosis miokard).
2. Klasifikasi
2.1. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial
yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat
penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
perdarahan dan hipoksia. (Rendy & Margareth, 2012). Infark Miokard
Subendokardial mengenai terbatas pada separuh bagian dalam miokardium
(Muttaqin, Arif, 2012).
4
Infark ini mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan miokardium. Oleh karena
fungsi jantung sebagai pemompa, upaya sistolik untuk mengosongkan ventrikel
dapat diturunkan oleh satu segmen dinding miokardium yang mati dan tak berfungsi.
Bila area infark transmural kecil, jaringan nekrotik mungkin diskinetik. (Muttaqin,
Arif, 2012).
3. Etiologi
Penyebab paling umum IM akut adalah penyumbatan total atau sebagian arteri
koroner, biasanya akibat robeknya plak arterosklerosis dan disusul dengan pembentukan
thrombus. Pecahnya plak dapat dipicu oleh kedua faktor internal dan eksternal (Tazbir &
Keresztes, 2005).
Faktor internal termasuk karakteristik plak, seperti ukuran dan volume lipid dan
ketebalan serabut penutup. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh kondisi pasien
seperti stres aktifitas fisik dan emosi berat, gampang marah, peningkatan ativitas simpatik
yang berpengaruh ke peningkatan stress hemodinamik yang dapat menyebabkan robeknya
plak. Kerentanan robeknya plak sering terjadi pada daerah stenosis kurang dari 70%. Pada
saat yang sama aktivitas simpatik meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung. Aktivitas
simpatik meningkat juga pada keterpaparan suhu dingin dan selama pagi hari. Hal ini dapat
menyebabkan robeknya plak (Tazbir &Keresztes, 2005).
4. Faktor Resiko
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu
usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik. Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi,
merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol,
dan aktivitas fisik.
4.1. Jenis Kelamin
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama
kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama
ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita
dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini
sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen.
5
4.2. Hiperlipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The
Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan
kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard
4.3. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.
4.4. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.
Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
4.5. Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-
30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas
dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan
dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes
melitus tipe II.
6
5. Patofisiologi
6. resiko: obesitas,
Faktor Endapan protein di Cedera endotel: interaksi Invasi &
perokok,
7. ras, jenis tunika intima antara fibrin& platelet akumulasi dari
kelamin usia >40tahun proliferasi otot tunika lipid
Penyempitan/Obstruksi arteri media Lesi Komplikata
Aterosklerosis
Flaque fibrosa
koroner
Kebutuhan dan
Penurunan suplai
Infark Miokard
suplai O2 tidak Iskemik
darah ke miokard
seimbang
seimbang
Peningkatan
Penurunan kontraktilitas
metabolisme anaerob
miokard
Kelemahan
miokard M asam laktat
Mk: Intoleransi
Suplai darah ke Kebutuhan dan aktivitas b.d
Kelemahan fisik ketidakseimbanga
jaringan tidak suplai O2 tidak
adekuat seimbang n suplai dan
seimbang kebutuhan O2
(Huda, 2013)
7
5. Manifestasi Klinis
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas). (Gray, 2003)
6. Komplikasi.
6.1. Disritmia
Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian setelah IMA.
Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang
iskemik dan mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat
mengganggu system konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok
jantung). Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat gagal
jantung. Reperfusi spontan atau dengan farmakologis dari area yang sebelumnya
iskemik juga dapat memicu terjadinya ventrikel disritmia.
6.2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi lebih
dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain,
penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, disritmia tak
terdeteksi, dan sepsis.
6.3. Gagal jantung dan edema paru
8
Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan
jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan
46 % wanita yang mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian
setelah IMA.
6.4. Emboli paru
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul
(trombosis vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10
% hingga 20 % klien pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode
konvalensi.
6.5. Infark miokardum berulang
Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % lakilaki dan 35 % wanita dapat
mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga berlebih,
embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma.
6.6. Perikarditis
Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis
dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan
permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi
pericardium dapat didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada
memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan
mereda dengan duduk dan condong ke depan.
6.7. Sindrom dressler (perikarditis akut)
Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir enam
minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen penyebabnya tidak
diketahui, diduga terjadi karena faktor autoimun. Klien biasanya datang dengan
demam berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri dadaperikardium, gesekan friksi
pericardium, dan kadang kala pleuritis dengan efusi pleura. Ini merupakan fenomena
yang akan sembuh sendiri dan tidak ada pengobatan yang telah diketahui. Terapi
meliputi aspirin, prednisone, dan analgesic opioid untuk nyeri. Terapi antikoagulasi
dapt memicu tamponade kordis dan harus dihindari pada klien ini (M.Black, Joyce,
2014 : 348).
9
7. Pemeriksaan Penunjang
7.1. Enzim Jantung
Setelah kematian jaringan miokard, konstituen sitoplasma sel miokard
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Kreatin fosfokinase (creatine phosphokinase/CPK)
dapat di deteksi 6-8 jam setelah infark miokard dan memuncak dalam 24 jam serta
kembali normal setelah 24 jam selanjutnya. Isoenzim (CPK-MB) spesifik untuk otot
jantung, namun juga dapat dilepaskan pada kardiomiositis, trauma jantung, dan
setelah syok yang melawan aliran langsung. Aspartat amino transferase (AAT),
suatu enzim nonspesifik umumnya diperiksa sebagai bagian skrining biokimiawi,
dapat dideteksi dalam 12 jam, memuncak pada 36 jam, dan kembali normal setelah 4
hari. Kongesti hati, penyakit hati primer, dan emboli paru dapat menyebabkan
peningkatan AAT. Seperti CPK, AAT juga ditemukan pada otot skelet. Peningkatan
enzim nonspesifik laktat dehidrogenase (LDH) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard: peningkatan kadar dapat dideteksi dalam 24 jam, memuncak dalam 3-6
hari dengan peningkatan yang tetap dapat dideteksi selama 2 minggu.
7.2.Troponin
Troponin (T&I) merupakan protein regulator yang terletak dalam aparatus
kontraktil miosit. Keduanya merupakaan cedera sel miokard pertanda spesifik dan
dapat diukur dengan alat tes disisi tempat tidur (bedside). Troponin meningkat pada
infark miokard akut dan pada beberapa pasien resiko tinggi dengan angina tidak
stabil bila kadar CPK tetap normal. Kriteria diagnostik untuk infark miokard akut
baru-baru ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran troponin.
7.3.Tes Darah
Perubahan nonspesifik pada tes darah rutin meliputi peningkatan jumlah sel
darah putih setelah 48 jam. Khasnya 10-15.000 terutama sel-sel polimorfik, dan
peningkatan LED serta protein reaktif-C (CRP) yang memuncak dalam 4 hari
dengan puncak kedua sebagai gambaran sindrom Dressler. Hiperglikemis ringan
sebagai akibat dari intoleransi karbohidrat dapat berlangsung selama beberapa
minggu. Pelepasan katekolamin, tirah baring, dan perubahan diet mempengaruhi
perkiraan kadar lipid sehingga harus ditunda selama 4-6 minggu.
7.4.Elektrokardiografi
EKG memiliki tingkat akurasi prediktif positif sekitar 80%, maka EKG
normal tidak menyingkirkan diagnosis infark. EKG serial bernilai dalam
dokumentasi evolusi gangguan elektrik. Perubahan EKG berlangsung dalam susunan
10
yang jelas. Repolarisasi inkomplet miokard yang rusak menyebabkan elevasi
segmen S-T pada daerah yang mengalami infark. Pada EKG pasien segera setelah
infark, gelombang T yang tinggi dan simetris dapat terlihat terbalik ketika segmen S-
T mengalami elevasi. Depresi segmen S-T respiprokal didapatkan pada lead yang
berlawanan dengan infark. Segmen S-T kembali ke garis isoelektrik dalam beberapa
hari tergantung pada besar infark, diikuti oleh terbaliknya gelombang T yang bisa
tetap selamanya. Kemudian gelombang Q patologis, didefinisikan sebagai
gelombang Q dengan durasi >30mdet dan amplitudo >25%. Gelombang R timbul
pada daerah infark. Gelombang S tidak didapatkan pada kardiomiopati dan hipertrofi
ventrikel.
7.5.Ekokardiografi
7.6.Skintigrafi Radionuklida
Untuk penilaian semikuantitatif ukuran infark namun tidak digunakan
sebagai pemeriksaan rutin.
7.7.Arteriografi Koroner
Arteriografi koroner darurat kadang diperlukan bile ada keraguan mengenai
diagnosis pasien dengan gejala tipikal tanpa ada perubahan EKG yang khaas.
Biasanya dilakukan pada pasien yang menjalani PTCA primer atau pemasangan
stent. (Gray, 2003).
8. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas.
Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius
seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris,
aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak.
Untuk sakit diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif
dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak
dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg
dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan. Pada sakit dada dengan lMA
terutama infark anterior dengan sinus tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 -
11
100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg
Inderal IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada
kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark (1,4,7,12) Nitrat baik sublingual
maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama. Nifedipin,C-
antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah spasme koroner, khusus
angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang. Istirahat, pemberian 02,diet kalori rendah
dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap gawat. Pemberian anti koagulansia
hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak lama seperti gagal jantung, syok dan
infark anterior yang luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan
dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang
dimodifikasikan. Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar
diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah
koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal. Bila ada komplikasi pada IMA
dicoba untuk mengklasifikasi penderita ini dalam subset klinik dan hemodinamik
(Forrester) untuk pengobatannya.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1. Anamnesa
a. Identitas
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor
register, pendidikan, pekerjaan yang berhubungan dengan stress atau sebab dari
lingkungan yang tidak menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk
membedakan antara pasien yang satu dengan yang lain dan untuk mementukan
resiko penyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita
lebih dari 50 tahun.
b. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri
dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang,
atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri
mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri, rahang
dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel
vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme
otot polos dinding pembuluh darah. Hipersenti yang sebagian diakibatkan
dengan adanya penyempitan pada arteri renalis dan hipo perfusi ginjal dan kedua
hal ini disebabkan lesi arteri oleh arteroma dan memberikan komplikasi trombo
emboli.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
13
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan
kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara
genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya.
f. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul
pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan oelh
klien. Peubhan psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan
terhadap penyebab, proses dan penanganan penyakit infark miokard akut. Hal ini
terjadi dikarenakan klien kurang kooperatif dengan perawat.
2. Pemeriksaan Fisik
14
2.3. Pemeriksaan Jantung :
a. Bunyi jantung IV terdengar; bunyi jantung I dan II lemah; BJ III ditemui bila
gagal jantung
b. Terdengar bunyi gallop S3 dan S4
c. Banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3 dan/atau split terbalik S2
d. Terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh regurgitasi mitral
akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena dilatasi ventrikel kiri
e. Bising sistolik kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar
di linea sternalis kiri dan di apeks disebabkan oleh muskulus papilaris
f. Gesekan friksi perikard jarang hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama
g. Pulsasi apeks sulit diraba
h. Palpasi prekardium menunjukan area yang diskinesia pada pasien infark anterior
luas berlanjut
2.4. Pemeriksaan Paru :
a. Ronki akhir pernapasan dapat terdengar meski tidak terlihat edema paru pada
radiografi
b. Edema paru sebagai komplikasi infark luas (biasanya anterior)
c. Krepitasi (suara gemertak) terdengar dan suara meluas pada edema paru
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung Kriteria Hasil: NIC
b.d perubahan Tanda vital dalam Evaluasi adanya nyeri
kontraktilitas miokardium rentang normal (TD, dada (intensitas, lokasi,
nadi, respirasi) durasi)
Dapat mentoleransi Catat adanya disritmia
aktivitas, tidak ada jantung
kelelahan Catat adanya tanda dari
Tidak ada edema paru, gejala penurunan
perifer, dan tidak ada cardiac output
asites Monitor status
Tidak ada penurunan pernapasan yang
kesadaran menandakan gagal
jantung
15
Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
Monitor balance cairan
Monitor adanya
perubahan TD
Monitor respon pasien
terhadap efek
pengobatan antiaritmia
Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
Monitor toleransi
aktivitas pasien
Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
takipneu, dan
orthopneu
Anjurkan untuk
menurunkan stress
Monitor TTV klien
2. Nyeri Akut b.d agen Kriteria Hasil:
cedera biologis Mampu mengontrol Lakukan pengkajian
nyeri (tahu penyebab nyeri secara
nyeri, mampu komprehensif termasuk
menggunakan tekhnik lokasi, karateristik,
nonfarmakologi untuk durasi, frekuensi,
mengurangi nyeri, kualitas dan faktor
mencari bantuan) prepitasi
Melaporkan bahwa Observasi reaksi non
nyeri berkurang dengan verbal dari
manajemen nyeri ketidaknyamanan
Mampu mengenali nyeri Gunakan teknik
(skala, intensitas, komunikasi terapeutik
frekuensi dan tanda untuk mengetahui
nyeri) pengalaman nyeri
Menyatakan rasa pasien
nyaman setelah nyeri Kaji kultur yang
berkurang mempengaruhi respon
nyeri
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
16
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
3. Gangguan Pertukaran Kriteria Hasil: NIC
Gas b.d perubahan Mendemonstrasikan Posisikan pasien untuk
membrane alveolar peningkatan ventilasi memaksimalkan
kapiler dan oksigenasi yang ventilasi
adekuat Auskultasi suara napas,
Memelihara kebersihan catat adanya suara
paru-paru dan bebas dari tambahan
tanda-tanda distress Atur intake untuk
pernapasan cairan mengoptimalkan
Mendemonstrasikan keseimbangan
batuk efektif dan suara Monitor repsirasi dan
napas yang bersih, tidak status O
ada sianosis dan Monitor rata-rata,
dyspneu (mampu kedalaman, irama dan
mengeluarkan sputum, usaha respirasi
mampu bernapas Catat pergerakan dada,
dengan mudah, tidak amati kesimetrisan
pursed lips) penggunaan otot
Tanda-tanda vital dalam tambahan, retraksi otot
rentang normal supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara napas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas:
bradipnea, takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
Monitor kelelahan otot
diafragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas,
catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
Beri O2 bila perlu
4. Intoleransi aktivitas b.d Kriteria Hasil: NIC
ketidakseimbangan Berpartisipasi dalam Bantu klien
suplai dan kebutuhan O2 aktivitas fisk tanpa mengidentifikasi
disertai peningkatan TD, aktivitas yang mampu
Nadi, dan RR dilakukan
Mampu melakukan Bantu untuk memilih
aktivitas sehari-hari aktivitas konsisten
secara mandiri yang sesuai dengan
TTV dalam keadaan kemampuan fisik,
normal psikologi dan sosial
Bantu klien dan
keluarga
17
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
yang positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi dari dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
5. Evaluasi
18
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Infark Miokard adalah kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada
area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel
menjadi mati (nekrosis miokard). Infark miokard diklasifikasikan menjadi infark
miokard subendokardial dan infark miokard transmural. Penyebab paling umum IM
akut adalah penyumbatan total atau sebagian arteri koroner, biasanya akibat robeknya
plak arterosklerosis dan disusul dengan pembentukan thrombus. Pecahnya plak dapat
dipicu oleh kedua faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya infark miokard adalah jenis kelamin, obesitas, merokok,
hiperlipidemia, dan hipertensi. Gejala yang dapat timbul adalah nyeri dada, sesak nafas,
gejala gastrointenstinal serta gejala lain seperti pusing, palpitasi dan sinkop. Komplikasi
yang dapat terjadi yaitu gagal jantung, emboli paru, pericarditis, syok kardiogenik,
disritmia dll. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan enzim jantung,
ekokardiografi, troponin dll. Diagnosa yang dapat timbul adalah penurunan curah
jantung, nyeri akut, gangguan pertukaran gas serta intoleransi aktivitas.
2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat kepada para
pembaca khususnya mahasiswa mahasiswi ilmu keperawatan dan perawat mengenai
infark miokard sehinggadapat digunakan sebagai acuan dalam membuat asuhan
keperawatan pada pasien infark miokard dan dapat diaplikasikan dalam praktik bila
menghadapi kasus infark miokard.
19
DAFTAR PUSTAKA
A.Price Sylvia. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC:
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Gray, Huon H., dkk. 2003. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
20