Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

UROLITHIASIS

(BATU GINJAL)

OLEH

KELOMPOK 5 :

RANDI JASLI MEZA 14121956

REZA YUNI SANDRA 14121968

RIA AMYA 14121955

RIMA OKDA HAFIZAH 14121936

RISKA FADILAH 14121927

RIZA BAKRI PRATAMA 14121965

RISKA AZILLA AZAHRI 14121946

Kelas IIB

Pembimbing Akademik

(Ns. Vivi Syofia Sapardi, S. Kep)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


2016

SATUAN ACARA PENYULUHAN


UROLITHIASIS (BATU GINJAL)

Pokok Bahasan : Sistem Perkemihan


Sub Pokok Bahasan : Pencegahan Penyakit Urolithiasis (Batu Ginjal)
Waktu : 09.00 - 09.30 WIB
Hari / Tanggal :
Tempat : Balai Desa Kec. Nanggalo
Sasaran : Dewasa

A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan tentang penyakit Labiopalatoschizis diharapkan
kelompok orang tua di kecamatan Naggalo mampu memahami tentang cara
pencegahan penyakit Labiopalatoschizis

2. Tujuan Khusus
1) Peserta penyuluhan dapat menyebutkan hal-hal tentang Pengertian penyakit
Labiopalatoschizis
2) Peserta penyuluhan dapat menyebutkan tentang etiologi penyakit
Labiopalatoschizis
3) Peserta penyuluhan dapat menyebutkan tentang tanda dan gejala penyakit
Labiopalatoschizis
4) Peserta penyuluhan dapat menyebutkan komplikasi penyakit
Labiopalatoschizis
5) Peserta penyuluhan dapat menyebutkan cara pencegahan penyakit
Labiopalatoschizis

C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. SASARAN
Orang tua di Kec. Nanggalo, Siteba Padang

2. METODE
a. Ceramah
b. Diskusi/tanya jawab

3. MEDIA
a. Laptop
b. LCD
c. Leaflet
d. Mikrofon

4. WAKTU PENYULUHAN
Hari/Tanggal : Selasa, 22 Maret 2016
Jam : 09:00-09.30 Wib
Tempat : Balai Desa Rt.01 Rw.02 Kec. Nanggalo, Siteba Padang

5. PENGORGANISASIAN
a. Moderator : RIMA OKDA HAFIZAH
b. Presenter : REZA YUNI SANDRA
c. Observer : RIA AMYA
d. Fasilitator : RANDI JASLI MEZA
RISKA FADILAH
RIZA BAKRI PRATAMA
RIZKA AZILLA AZAHRI

6. SETTING TEMPAT
: Moderator : peserta : observer

: presenter : fasilitator

D. URAIAN TUGAS
1. Moderator
a. Pada acara pembukaan
1) Membuka acara
2) Memperkenalkan anggota dan dosen pembimbing akademik
3) Menjelakan tujuan dan topic
4) Menjelaskan tata tertib dalam penyuluhan
5) Menjelaskan kontrak waktu ( 09.00 – 09.30 WIB)
b. Kegiatan inti
1) Meminta peserta memberikan pertanyaan atas penjelasan yang tidak
dipahami
2) Memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk menjawab
atas pertanyaan yang diajukan oleh peserta.
c. Pada acara penutupan
1) Menyimpulkan dan melakukan evaluasi penyuluhan
2) Mengucapkan salam

2. Presenter
a. Menggali pengetahuan peserta tentang materi yang akan disajikan
b. Menyampaikan materi penyuluhan yang telah disiapkan
c. Memberikan reinforcement positif terhadap peserta tentang pendapatnya

3. Fasilitator
a. Memotivasi peserta agar berperan aktif
b. Membuat absensi penyuluhan
c. Membagikan leaflet pada setiap peserta
d. Mengantisipasi suasana yang dapat mengganggu kegiatan penyuluhan

4. Observer
a. Mengawasi proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir
b. Membuat laporan penyuluhan yang telah dilaksanakan

E. Kegiatan Penyuluhan
No. Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audiens Waktu
1. Pembukaan
 Moderator memberikan  Menjawab salam 5 menit
salam
 Moderator memperkenalkan  Mendengarkan dan
pembimbing memperhatikan
 Moderator menjelaskan  Mendengarkan dan
tentang topik penyuluhan memperhatikan
 Moderator membuat kontrak  Mendengarkan dan
waktu dan bahasa memperhatikan
 Moderator menjelaskan  Mendengarkan dan
tujuan penyuluhan memperhatikan
 Mengkaji penegetahuan  Mengemukakan
peserta tentang ileus pendapat
obstruksi
 Memberi reinforcement  Mendengarkan dan
positif memperhatikan

2. Pelaksanaan
 Menjelaskan pengertian  Mendengarkan dan 20 menit
penyakit Labiopalatoschizis memperhatikan
 Memotivasi peserta untuk  Mengulang kembali
mengulang kembali
 Memberikan reinforcment  Mendengarkan
positif
 Menggali pengetahuan
 Mengemukakan
tentang etiologi penyakit
pendapat
Labiopalatoschizis
 Memberikan reinforcement
 Mendengarkan
positif
 Menjelaskan tentang
 Mendengarkan dan
etiologi penyakit
memperhatikan
Labiopalatoschizis
 Menggali pengetahuan
 Mengemukakan
tentang tanda dan gejala
pendapat
Labiopalatoschizis
 Memberikan reinforcement
 Mendengarkan
positif
 Menjelaskan tentang tanda
 Mendengarkan dan
dan gejala
memperhatikan
Labiopalatoschizis
 Menjelaskan tentang  Mendengarkan
pencegahan
Labiopalatoschizis
3. Penutup
 Mengevaluasi materi yang  Menjawab pertanyaan 5 menit
telah diberikan
 Bersama peserta  Ikut menyimpulkan
menyimpulkan materi yang materi
telah disampaikan
 Menutup dan memberi salam  Menjawab salam

F. EVALUASI
a. Evaluasi Struktur
 Diharapkan penyuluh dan peserta dapat hadir sesuai dengan waktu yang
direncanakan
 Diharapkan setting tempat teratur, media serta alat – alat untuk penyuluhan tersedia
sesuai rencana

b. Evaluasi Proses
 Diharapkan peran dan tugas anggota kelompok sesuai dengan perencanaan
 Diharapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
 Diharapkan peserta tidak ada yang meninggalkan tempat selama kegiatan
berlangsung
 Selama proses berlangsung diharapkan peserta penyuluhan mengikuti kegiatan dari
awal sampai akhir
 Selama kegiatan diharapkan peserta berperan aktif

c. Evaluasi Hasil
Diharapkan 75% peserta mampu menyebutkan kembali :
 Pengertian penyakit Labiopalatoschizis
 Etiologi Labiopalatoschizis
 Tanda dan gejala Labiopalatoschizis
 Komplikasi Labiopalatoschizis
 Pencegahan Labiopalatoschizis
LAMPIRAN MATERI

PENYAKIT LABIOPALATOSCHIZIS

A. DEFINISI
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan

bentuk pada struktur wajah. Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato

yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12

minggu.

Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,

palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu

selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

B. ETIOLOGI

- Faktor Heriditer
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif

dan 25% bersifat dominan.

a. Mutasi gen.

b. Kelainan kromosom

- Faktor Eksretnal / Lingkungan.

a. Faktor usia ibu.

b. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin,

Fenasetin,Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat,

Ibuprofen,Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit.

Antineoplastik, Kortikosteroid.

c. Nutrisi .

d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella.

e. Radiasi.

f. Stres emosional.

g. Trauma, (trimester pertama).

C. TANDA DAN GEJALA


a. Pada labio Skisis (sumbing bibir):

1. Distorsi pada hidung.

2. Tampak sebagian atau keduanya.

3. Adanya celah pada bibir.

b. Pada palato skisis (sumbing langit langit mulut):

1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau

foramen incisive.

2. Adanya rongga pada hidung.

3. Distorsi hidung.

4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
5. Kesukaran dalam menghisap atau makan

c. Pada labio Skisis (sumbing bibir):

1. Distorsi pada hidung.

2. Tampak sebagian atau keduanya.

3. Adanya celah pada bibir.

4. Pada palato skisis (sumbing langit langit mulut):

1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau

foramen incisive.

2. Adanya rongga pada hidung.

3. Distorsi hidung.

4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.

5. Kesukaran dalam menghisap atau makan

D. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajariuntuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau se
lamakehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadin
ya celah-celahorofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di
Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial
yang terjadi pada populasi negara itu. Lebih dari satu miliar orang merokok di
seluruh dunia dan hampir tiga perempatnyatinggal di negara berkembang, sering
kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk
upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002).
Banyak laporantelah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok p
ada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada
dekade terakhir (Windsor, 2002).
Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh duni
a merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat,
50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama
kehamilan mereka (Windsor, 2002).
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tum
buh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom
alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan
di Utah Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei
2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial
dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang
merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil
yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang norma
dari fetus.
a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit
untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber
makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya
diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga
mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat
merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting
pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat
memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam
proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan
lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang
embrionik. Telah disaranka bahwa suplemen asam folat pada ibuhamil
memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik
seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah
orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian
juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin,
atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan
defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan
terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binata
ng percoban.
Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitam
in B-6 dalam terjadinya celah
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resi
ko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah
peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada
babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap
retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan
kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran
pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya
umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A
pada masa perikonsepsional
d. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai
kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena
trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan
dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini
diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada
wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan
ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah
orofasial.
e. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia
untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang
dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik
yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan
tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya
sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya
dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah
orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil
pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut
memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya. Salah
satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial
adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa
produktifnya.

b. Pecegahan sekunder
Penatalaksanaan labio palatoschizis adalah dengan tindakan pembedahan.
Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum
berdasarkan kriteria “ rule of ten “, yaitu:
a. Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
b. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
c. Hb lebih 10 g / dl
d. Leukosit lebih dari 10.000 / ul

Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi
selanjutny adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini
mungkin ( 15 – 24 bulan ) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat
bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat,
seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal ( tidak
sengau ) sulit dicapai.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah
alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan
gigi di kanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian
spongius kista iliaca. Tindakan operasi terakhir yang mungkin perlu dikerjakan
setelah pertumbuhan tulang – tulang muka mendekatiselesai, pada umur 15 – 17
tahun.

c. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan,
mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah
keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi
sedini mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Suradi, S.Kp, dan Yuliani, Rita. S.Kp.2001. Asuhan keperawatan pada anak. PT Fajar

Interpratama, Jakarta.

Wong, Donna L.1996. Pedoman klinis keperawatan pediatrik. EGC. Jakarta

Mansyoer, Arif. Dkk.2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi III jilid II. Media

Aesculapius FK UI. Jakarta.

Dr . Bisono, SpBp. Operasi bibir sumbing. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai