Anda di halaman 1dari 7

Definisi

Heat Stress atau Tekanan Panas diartikan sebagai jumlah beban panas
yang merupakan hasil dari kegiatan (pelaksanaan pekerjaan) tenaga kerja dan
kondisi lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja. Sedangkan Iklim kerja
di indonesia diartikan sebagai hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, cepat
gerak udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.Dengan pengertian seperti itu,
sesungguhnya tekanan panas dan iklim kerja memiliki pengertian yang sama.

Efek Cuaca Lingkungan Kerja bagi Pekerja


Menurut WHO sering ditemukan bahwa respon setiap orang terhadap
panas berbeda, meskipun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini
menggambarkan adanya perbedaan kondisi fisiologi dari masing-masing individu
misalnya faktor aklimatisasi, kesegaran jasmani, perbedaan jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh, dan suku bangsa. (Wahyu, 2003).
Perbedaan ukuran badan akan mempengaruhi reaksi fisiologis badan
terhadap panas. Orang gemuk mudah meninggal karena tekanan panas bila
dibandingkan dengan orang kecil badannya karena orang yang kecil badannya
mempunyai ratio luas permukaan badan yang lebih kecil dan panas yang
ditimbulkan lebih sedikit. Suhu nikmat bagi orang Indonesia berkisar antara (24-
26)oC, namun pada umumnya orang Indonesia mampu beraklimatisasi dengan
iklim tropis yang suhunya sekitar (29-30)oC dengan kelembaban (85-
95)oC.(Wahyu, 2003).
Temperatur yang baik untuk pekerja berkisar antara (18,3-21,3)oC
sedangkan untuk pekerja berat biasanya digunakan suhu yang lebih rendah yaitu
(12,8-15,6)oC. Menurut Sedarmayanti (1996), bahwa temperatur yang terlampau
dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur yang
terlampau panas, dapat mengakibatkan timbulnya kelelahan tubuh yang lebih
cepat dan dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999
disebutkan bahwa nilai ambang batas (NAB) untuk tekanan panas/iklim kerja
adalah :
Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam ISBB oC Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus menerus 8 jam/hari 30,0 26,7 25,0
75% Kerja 5 % Istirahat 30,6 28,0 25,9
50% Kerja 50 % Istirahat 31,4 29,4 27,9
25% Kerja 75 % Istirahat 32,2 31,1 30,0
Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999

Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa pekerja yang bekerja


selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks
Suhu Bola Basah (ISBB) antara 32,02 – 33,01oC menyebabkan kehilangan berat
badan sebesar 4,23 %. Menurut Grantham (1992) dan Bernard (1996) bahwa
reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari
gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit
yang sangat serius.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan
panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering
melakukan istirahat, dll.
2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan
yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena
gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak
nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.
3. Heat Rash. Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit
akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat
pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.
4. Heat Cramps. Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat
keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang
kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit
garam natrium.
5. Heat Syncope atau Fainting. Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke
otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit
atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
6. Heat Exhaustion. Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak
cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah
dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum
beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
Suma’mur melaporkan bahwa pengujian pada 6 (enam) perusahaan
dengan pemeriksaan pada 48 tenaga kerja (27%) sampel, sebanyak 60% dari
tenaga kerja yang pada tekanan panas ISBB 28,8-29,2oC menyatakan perasaan
panas. Seluruh tenaga kerja pada ISBB dari 30,2oC menyatakan bahwa keadaan
panas tidak tertahankan. Sedangkan pada ISBB yang kurang dari 27,65oC ,
mereka tidak merasakan sesuatu efek panas.

Antsipasi dan Rekognisi Bahaya


a) Antisipasi
Umumnya di dalam industri sering dijumpai adanya perbedaan suhu yang
besar antara satu tempat dengan tempat yang lain, dan hal ini mengakibatkan
terjadinya perbedaan panas yang besar pula. Energi panas yang berasal dari
sumber akan dipancarkan secara langsung dan masuk ke lingkungan tempat kerja
yang bersuhu dingin dan menyebabkan suhu udara tempat kerja naik, dengan
demikian iklim atau cuaca di dalam tempat kerja berubah dan menimbulkan
tekanan panas yang akan diterima oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban
panas tambahan. Panas mempunyai pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Dalam
hal tersebut, yang harus diketahui dari tenaga kerja yang bekerja di lingkungan
tempat kerja yang panas yaitu: sumber panas.
Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja
yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas:
1) Panas Metabolisme
Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses yang
menghasilkan panas di dalam tubuh ini disebut proses merabolisme. Panas
metabolisme meningkat, apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat.
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup, maka suhu tubuh harus dipelihara
agar tetap konstan (37oC). Kenya taan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan
yang sangat terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang
dihasilkan dari metabolisme yang terbanyak (yang dihasilkan) harus dibuang atau
dikeluarkan dari dalam tubuh ke udara disekitarnya (udara lingkungan tempat
kerja).

2) Panas dari Luar Tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja). Hal tersebut
sangat penting untuk dua alasan:
a. Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban
panas kepada tubuh.
b. Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara,
kecepatan gerak udara, kelembaban udara dan panas radiasi. Ini semua
menentukan kecepatan (kemampuan) tubuh dalam mengeluarkan (melepaskan)
panas ke udara lingkungan tempat kerja.

b) Rekognisi
1. Pengenalan
Reaksi fisiologis terhadap pemajanan tekanan panas dapat digunakan sebagai alat
untuk mengenal adanya bahaya tekanan panas di lingkungan tempat kerja panas,
seperti: kenaikan suhu inti, kenaika denyut nadi atau kehilangan cairan tubuh
(keringat) yang sangat banyak. Disamping itu tekanan panas juga berpengaruh
kepada tingkah laku tenaga kerja. Tingkah laku yang umumnya dihubungkan
dengan tekanan panas adalah upaya untuk mengurangi pemajanan, seperti
membuka baju yang maksudnya untuk meningkatkan penguapan dari tubuh.
Pengaruhnya terhadap sikap menunjukkan bahwa tenaga kerja lekas menjadi
marah, menurunnya moral kerja, dan meningkatnya angka absen. Ada juga suatu
kenaikan sejumlah kesalahan dan kemacetan mesin, dan meningkatnya
tingkahlaku yang membahayakan.

2. Pengukuran
Pada umumnya rata-rata suhu kulit orang normal adalah 33-35oC. Andaikata suhu
yang paling nyaman adalah ta= 20oC, maka kenaikan suhu (udara) dengan kulit =
(35-20)oC = 15oC (perbedaan antara suhu udara dengan suhu kulit dalam kondisi
yang dirasakan nyaman atau sering disebut gradient temperature). Pada keadaan
yang nyaman tersebut maka diperkirakan seseorang berada dalam keadaan “Zone
of Thermal Neutrality”. Untuk mendaptkan kenyamanan, maka tubuh akan
mengadakan reaksi yaitu dari “Zone of Thermal Neutrality” menuju ke “Zone of
Vasomotor Thermo Regulation”. Dalam hal ini jantung akan bekerja lebih keras
lagi, sehingga kulit menjadi lebih panas, hal ini dimaksudkan untuk menempatkan
kembali kepada gradient temperature semula. Apabila suhu lingkungan yang
semula 22oC naik menjadi 28oC maka selanjutnya akan terjadi perbedaan suhu
dari 37oC – 28oC = 9oC (perbedaan antara suhu kulit dengan suhu udara). Untuk
mencapai perbedaan antara suhu kulit dengan suhu lingkungan (gradient
temperature) yang nyaman seperti semula (15oC), berarti suhu kulit harus naik
menjadi 28oC + 15oC = 43oC. Kenaikkan suhu kulit ini (dari 37oC menjadi 43oC)
sangat besar sekali. Maka panas perlu dihilangkan dengan jalan penguapan
keringat. Jadi dengan adanya timbunan panas metabolisme yang sangat besar
tersebut, maka pengatur keseimbangan panas didalam tubuh memberi sinyal
kepada kelenjar-kelenjar keringat untuk menghasilkan keringat, diharapkan panas
akan dapat dibuang (dihilangkan) dengan jalan penguapan keringat. Pada keadaan
ini seseorang berada dalam keadaan “Zone of Evaporative Thermo Regulation”.
Apabila pelepasan panas dari tubuh kelingkungan berjalan cepat (Jumlah panas
yang dibuang lebih cepat daripada panas metabolisme yang dihasilkan), maka
aliran darah yang menuju ke kulit, akan ditarik lebih ke dalam lagi untuk
memelihara agar suhu tubuh tetap konstan, maka tubuh akan berusaha
mengahasilkan panas yang lebih besar, sehingga tubuh akan melakukan reaksi
dengan cara menggiggil. Dalam keadaan seperti ini, seseorang disebut “Zone Of
Metabolic Thermo Regulation”.

Evaluasi dan Monitoring Bahaya


1. Mengukur Suhu Inti (Suhu Tubuh bagian Dalam) dari Tenaga Kerja
Caranya dengan mengukur suhu oral. Suhu oral dapat diukur dengan
menggunakan thermometer air raksa biasa atau dengan thermometer elektronik.
Tenaga kerja yang akan diukur suhu oralnya tidak diperkenankan makan atau
minum 15 menit sebelum diukur suhunya, dan tenaga kerja harus menutup
mulutnya selama pengukuran. Suhu inti diperkirakan = nilai hasil pengukuran
ditambah dengan 1oF atau 0,5oC. Bila suhu inti di atas 100,4oF atau di atas 38oC,
maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan tempat kerja tersebut
cukup tinggi. Oleh karenanya perlu evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja
lebih lanjut.

2. Pengukuran Denyut Nadi Tenaga Kerja


Untuk pengukuran saat pemulihan denyut nadi menjadi normal kembali, maka
tenaga kerja harus berhenti bekerja atau dilakukan saat putaran kerja berakhir dan
duduk istirahat. Nadi diukur (dihitung) setelah 1 menit duduk istirahat, hasilnya
denyut nadi harus di bawah 110 denyut/menit. Atau dengan cara lain ialah denyut
nadi diukur setelah pekerja istirahat selama 3 menit pertama, dan hasilnya haruss
dibawah 90 denyut/menit. Bila denyut nadi tenaga kerja lebih tinggi dari hasil
yang diperoleh dengan kedua cara pengukuran tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah berlebihan,
dan oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.

3. Pemantauan terhadap Dehidrasi


Dehidrasi dapat dilakukan dengan mencatat perubahan berat badan pada saat akan
mulai bekerja dan pada akhir kerja. Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari
1,5%, maka telah terjadi dehidrasi yang berlebihan, sehingga disarankan untuk
melakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.
4. Mengukur Suhu Efektif
Untuk mendapatkan suhu efektif dapat melakukan pengukuran suhu kering dan
suhu basah dengan alat psychrometer dan dengan menggunakan psychrometric
chart maka dapat diperoleh besarnya kelembaban. Apabila kecepatan gerak udara
telah diketahui, maka suhu efektif dapat diperoleh dari perpotongan antara garis
yang menghubungkan suhu kering dan suhu basah dengan garis gerak cepat udara.
Misalnya di dalam suatu ruangan, dari hasil pengukuran diketahui bahwa nilai
suhu kering = 70oF dan suhu basah = 55oF. Dengan menggunakan psychromtric
maka dapat dicari besarnya kelembaban udara di dalam ruangan tersebut. Jika di
dalam ruangan tersebut ada sumber panaas dan memancarkan panas radiasi, maka
besarnya suhu efektif akan dipengaruhi oleh adanya panas radiasi dari sumber
tersebut. Oleh karenanya besarnya suhu eefektif harus dikoreksi.

5. Index Suhu Basah dan Bola


Batas pemaparan yang diperkenankan didasarkan atas perumpamaan bahwa harga
ISBB dari tempat istirahat adalah sama sangat dekat dengan tempat kerja. Apabila
tempat isntirahat menggunakan AC atau keadaan iklim kerja harga ISBB adalah
24oC, waktu istirahat yang diperkenankan dapat direduksi 25%. Batas pemaparan
yang diperbolehkan untuk bekerja untuk bekerja secara terus menerus dapat
dipakai dimana ad suatu “work-rest regimen” atau putaran kerja dan istirahat dari
5 hari kerrja setiap minggunya dengan 8 jam kerja setiap harinya dengan istirahat
agak lama atau makan siang ±30 menit.

Anda mungkin juga menyukai