Anda di halaman 1dari 10

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jabon


Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] merupakan salah satu jenis
tumbuhan yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan
tanaman maupun untuk tujuan lainnya seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas
tambang, dan pohon peneduh. Tanaman jabon memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan tanaman jenis lain antara lain: teknik budi dayanya mudah,
sebarannya luas, dan bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini juga memiliki batang
yang lurus dan silindris sehingga sangat cocok untuk bahan baku industri kayu.
Tanaman ini tergolong dalam tanaman yang cepat tumbuh dengan riap
(pertumbuhan) diameter 7-10 cm per tahun dan riap tinggi 3-6 m per tahun
(Mansur dan Tuheteru 2010).
Di alam, umumnya pohon jabon bisa mencapai ketinggian 45 m dengan
panjang bebas cabang 30 m dan diameter mencapai 160 cm. Batangnya lurus dan
silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, dan berbanir sampai ketinggian
1,5 m. Keunikan jabon adalah kemampuannya dalam melakukan pemangkasan
secara alami. Hal ini karena cabang-cabang yang berada di bagian bawah dan
tidak cukup mendapatkan cahaya akan gugur secara alami. Kulit luar batang
waktu muda berwarna putih kehijauan tanpa alur, tetapi seiring pertambahan umur
pohon, batangnya akan berubah warna menjadi kelabu-coklat sampai coklat,
sedikit beralur dangkal, dan kulit batang tidak mengelupas (Mansur dan Tuheteru
2010).
Berdasarkan klasifikasinya, jabon termasuk ke dalam famili Rubiaceae
(suku kopi-kopian). Ada dua jenis jabon yang ditanam petani di Indonesia, yaitu
jabon merah (Anthocephalus machropyllus) dan jabon putih (Anthocephalus
cadamba). Jabon merah umumnya dapat dijumpai di daerah Sulawesi dan Maluku
yang dikenal dengan sebutan “samama” (sekarang dikenal dengan nama jabon
merah karena kayunya berwarna merah). Nama lokal kayu jabon di negara lain,di
antaranya: bangkal, kaatoan bangkal (Brunei); thkoow (Kamboja); kadam (India);
4

cadamba, common burr-flower tree (Inggris); sako (Laos); dan laran, selimpoh
(Malaysia) (Krisnawati et al. 2011).
Dalam hal tempat untuk tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat
luas, yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1000 m dpl, tetapi ketinggian
optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl (Mansur
dan Tuheteru 2010). Kayu jabon memiliki kayu teras berwarna putih semu-semu
kuning muda, lambat laun menjadi kuning semu-semu gading, dan kayu gubalnya
tidak dapat dibedakan dari kayu terasnya. Tekstur kayu jabon agak halus sampai
agak kasar. Arah seratnya lurus tetapi kadang-kadang agak berpadu. Permukaan
kayu licin atau agak licin dan mengkilap atau agak mengkilap (Martawijaya et al.
1989).
Kayu jabon bisa digunakan sebagai bahan pembuatan face pada kayu lapis
yang selama ini mengandalkan meranti dari kayu hutan alam karena kayu ini
berserat halus. Selain itu, kayu jabon juga dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan pulp. Di India kayu ini bukan hanya digunakan sebagai bahan
konstruksi tetapi juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan furnitur
dan patung (Anonim 2011).

Tabel 1 Sifat fisis kayu jabon, akasia, sengon, dan jati


Sifat Jabon Akasia Sengon Jati
0,42 0,45 0,33 0,67
Berat jenis
(0,29-0,56) (0,53-0,69) (0,24-0,49) (0,62-0,75)
Kelas kuat III-IV II-III IV-V II
Penyusutan radial (%) 3,0 1-1,4 2,5 2,8
Penyusutan tangensial (%) 6,9 2,3-4,2 5,2 5,2
Sumber : Martawijaya et al. 1989
5

Tabel 2 Sifat mekanis kayu jabon, akasia, sengon, dan jati


Sifat Kondisi Jabon Akasia Sengon Jati
Keteguhan lentur statis
Tegangan pada batas proporsi Basah 294 - 262 -
(kg/cm2) kering 387 528,3 316 718
Tegangan pada batas patah Basah 516 - 465 -
(kg/cm2) kering 691 850,9 526 1031
Modulus elastisitas Basah 42,9 - 33 -
(103 kg/cm2) kering 68 118,7 44,5 127,7
Usaha sampai batas proporsi Basah 0,53 - 0,44 -
(kg/cm2) kering 0,80 - 0,60 2,25
Usaha sampai batas patah Basah 5,4 - 5,30 -
(kgm/dm2) kering 6,0 - 4,98 8,08
Keteguhan pukul
Basah 20,2 - 23,8 -
Radial (kgm/dm3)
kering 22,3 - 24,1 -
Basah 20,6 - 26,5 -
Tangensial (kgm/dm3)
kering 24,2 - 23,6 -
keteguhan tekan sejajar arah
Basah 279 - 215 -
serat, tegangan maksimum
kering 374 467,1 283 550
(kg/cm2)
Kekerasan (JANKA)
Basah 275 - 160 -
Ujung (kg/cm2)
kering 409 - 222 414
Basah 239 - 112 -
Sisi (kg/cm2)
kering 268 - 119 428
Keteguhan geser
Basah 36,6 - 29,0 -
Radial (kg/cm2)
kering 48,4 - 44,5 80
Basah 46,4 - 36,6 -
Tangensial (kg/cm2)
kering 59,1 - 49,9 89
Keteguhan belah
Basah 46,2 - 37,6 -
Radial (kg/cm)
kering 36,1 - 78,0 -
Basah 55,0 - 67,7 -
Tangensial (kg/cm)
kering 55,1 - 83,7 -
Keteguhan tarik tegak lurus arah serat
Basah 32,6 - 35,9 -
Radial (kg/cm2)
kering 25,0 - 56,8 -
Basah 38,4 - 57,7 -
Tangensial (kg/cm2)
kering 31,4 - 61,1 -
Sumber: Martawijaya et al. 1989

2.2 Sifat Fisis


Sifat fisis merupakan bagian dari ciri makroskopik kayu, dimana ciri ini
penting diketahui guna membantu dalam pengenalan kayu (Haygreen et al. 2003).
Selanjutnya Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
sifat fisis kayu diantaranya adalah:
a. Jumlah zat kayu yang terdapat pada suatu volume tertentu dan jumlah air di
dalam dinding sel.
6

b. Persentase komponen utama pembentuk dinding sel dan persentase zat


ekstraktif.
c. Susunan dan orientasi fibril dalam sel atau jaringan termasuk jenis, ukuran, dan
proporsinya.
Sifat fisis kayu yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kadar
air, kerapatan, berat jenis, dan kembang susut.

2.2.1 Kadar Air


Kadar air adalah berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas
air atau kering tanur (BKT) (Haygreen et al. 2003). Kadar air kayu segar (fresh
cutting) bisa mencapai lebih besar dari 100%. Kadar air dapat mempengaruhi
kekuatan kayu. Apabila terjadi penurunan kadar air maka kekuatan kayu akan
meningkat. Pengaruh penurunan kadar air terdapat sifat kekuatan kayu tampak
jelas apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri
atas air bebas dan air terikat dimana keduanya dapat menentukan kadar air kayu.
Dalam satu pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan
umur pohon (Haygreen et al. 2003).

2.2.2 Kerapatan
Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap
volumenya. Air pada temperatur 4ºC mempunyai kerapatan sebesar 1 g/cm 3. Oleh
karena itu air pada temperatur tersebut dijadikan sebagai benda standar. Kerapatan
air akan berkurang apabila temperaturnya dinaikkan, tetapi perubahannya sangat
kecil, sehingga dapat diabaikan bila pengukuran dilakukan pada suhu kamar
(Tsoumis 1991).
Kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun horizontal. Pada arah
vertikal, bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki kerapatan rendah. Hal
ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor biologis. Pada arah horizontal,
kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang umurnya lebih muda memiliki
kerapatan lebih rendah. Kerapatan mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas,
penyusutan dan pengembangan, sifat mekanis, panas, sifat akustik, kelistrikan,
7

dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu selanjutnya (pengolahan,


pengeringan, dan lain-lain) (Tsoumis 1991).

2.2.3 Berat Jenis


Berat jenis kayu merupakan suatu sifat kayu yang paling penting.
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis. Berat
jenis digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan volume. Ciri-ciri
ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan
didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume, sedangkan berat jenis
adalah perbandingan antara berat kering tanur bahan dengan volumenya dengan
kerapatan air (1 g/cm3) (Haygreen et al. 2003). Nilai berat jenis dari berbagai jenis
kayu berkisar dari 0,2 sampai 1,23 (Tsoumis 1991).
Perbedaan kerapatan dengan berat jenis adalah pada penghitungan nilai
kerapatan yang digunakan sebagai pembilang adalah nilai berat awal contoh uji
sedangkan dalam perhitungan berat jenis nilai yang digunakan adalah nilai berat
kering tanur. Sehingga nilai kerapatan pada kondisi basah lebih tinggi daripada
kondisi kering udara sedangkan nilai berat jenis pada kondisi basah lebih rendah
daripada kondisi kering udara. Variasi berat jenis terutama terjadi karena
perbedaan banyaknya ruang-ruang kosong dari jenis kayu yang berbeda-beda.
Berat jenis zat kayunya (tanpa ruang kosong) pada semua jenis kayu adalah sama
yaitu rata-rata 1,5 (Tsoumis 1991).

2.2.4 Kembang Susut


Penyusutan merupakan akibat kehilangan air pada kayu di bawah titik
jenuh serat. Pengembangan adalah akibat dari penambahan kadar air kayu.
Kembang susut dimensi kayu tidak sama pada ketiga arahnya (radial, tangensial,
dan longitudinal). Penyusutan arah longitudinal sering diabaikan karena
persentasenya kecil biasanya berkisar antara 0,1-0,2% atau kurang dari 4%.
Penyusutan arah tangensial lebih besar daripada penyusutan arah radial dengan
suatu faktor antara 1 sampai 3 berbanding 1. Penyebabnya adalah adanya

jaringan jari-jari, pernoktahan rapat pada dinding radial, dominasi kayu musim
8

panas dalam arah tangensial, dan perbedaan dalam jumlah zat dinding sel secara
radial lawan tangensial (Haygreen et al. 2003).

2.3 Sifat Mekanis


Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
(aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991). Sifat mekanis kayu merupakan
ciri-ciri terpenting dari produk kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan
gedung. Dalam penggunan struktural, sifat mekanis merupakan kriteria pertama
untuk pemilihan bahan yang akan digunakan (Haygreen et al. 2003). Sifat
mekanis yang diuji adalah sebagai berikut: modulus of elasticity (MOE), modulus
of rupture (MOR), kekuatan tekan, kekerasan, ketahanan belah, dan rasio poisson.

2.3.1 Modulus of Elatisticity (MOE)


Menurut Tsoumis (1991), elastisitas adalah sifat benda yang mampu
kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang
mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara
25510–173469 kg/cm2. Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah
pertumbuhannya. Pada arah transversal modulus elastisitas hanya berkisar
3061–6122 kg/cm2, sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial
tidak nyata.

2.3.2 Modulus of Rupture (MOR)


Kekuatan lentur merupakan salah satu sifat mekanis yang sangat
penting. Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dengan modulus patah.
Modulus patah bervariasi antara 561-1632 kg/cm2. Nilai kekuatan lentur ini
menunjukkan kecenderungan yang sama dengan kekuatan tarik aksial
sehingga modulus patah dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan tarik
aksial jika data nilai kekuatan tersebut tidak tersedia. Kekuatan lentur kayu
9

lebih rendah dibandingkan logam tetapi lebih tinggi dari kebanyakan bahan
non logam (Tsoumis 1991).

2.3.3 Kekuatan Tekan (Compression Strength)


Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kekuatan tekan adalah
kemampuan kayu untuk menahan beban atau tekanan yang berusaha
memperkecil ukurannya. Kekuatan tekan aksial lebih tinggi dari kekuatan
tekan transversal (sampai 15 kali). Pada softwood kekuatan tekan pada arah
tangensial lebih tinggi daripada arah radial, sedangkan untuk hardwood
kekuatan tekan radial lebih tinggi dibandingkan tangensialnya. Kekuatan
tekan kayu pada arah aksial lebih rendah dibandingkan dengan bahan
konstruksi lainnya kekuatan tekan kayu lebih tinggi.

2.3.4 Kekerasan (Hardness)


Sifat kekerasan kayu adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan
indentasi (indentation) atau tekanan setempat atau pijitan pada permukaan
kayu. Sifat kekerasan ini dapat pula dikatakan sebagai kemampuan kayu
untuk menahan kikisan (abrasi) pada permukaannya. Pada umumnya, kayu
yang memiliki sifat kekerasan yang bagus digunakan untuk lapisan aus pada
peti kemas (pada bagian pinggir yang banyak mengalami gesekan dan
benturan). Pada dasarnya sifat kekerasan kayu dipengaruhi oleh
kerapatannya, tetapi selain itu ditentukan pula oleh keuletan kayu, ukuran
serat kayu, daya ikat antar serat kayu serta susunan serat kayunya
(Mardikanto et al. 2011).

2.3.5 Ketahanan Belah (Cleavage Resistance)


Sifat ketahanan belah kayu mempresentasikan kemampuan kayu
untuk menahan belahan. Kayu dengan ketahanan belah yang rendah sangat
disukai untuk keperluan penyiapan kayu bakar karena mudah dibelah. Kayu
dengan ketahanan belah yang tinggi sangat diperlukan untuk mengikat paku
atau sekrup serta alat sambung lainnya pada bangunan. Pengujian ketahanan
belah dilakukan untuk mendapatkan besarnya gaya yang diperlukan untuk
10

membelah kayu dengan bidang belahan sejajar serat kayu baik itu pada arah
radial maupun tangensial (Mardikanto et al. 2011).

2.4 Rasio Poisson


Fenomena kontraksi lateral pada papan seperti mengalami perpanjangan
sejak ditemukan oleh Poisson pada tahun 1760 disebut Poisson’s effect.
Deformasi dalam arah gaya sering disebut deformasi aktif, sedangkan deformasi
ke arah gaya disebut deformasi pasif. Jika beban tarik P diaplikasikan terhadap
sebuah papan dengan panjang x1 dan lebar x2, papan akan mengalami
perpanjangan sebesar ∆u1 dan kontraksi total sebesar ∆u2. Hasilnya adalah
regangan pasif (γ2) dan regangan aktif (γ1). Rasio regangan pasif terhadap
regangan aktif inilah yang disebut rasio Poisson (Bodig dan Jayne 1993). Nilai
rasio Poisson dari beberapa rujukan disampaikan pada Tabel 2. Berikut adalah
rumus untuk menghitung nilai rasio Poisson:

υ= → γ2 = dan γ1 =

keterangan :
υ = rasio Poisson
γ2 = reganan pasif
γ1 = reganan aktif
∆u2 = kontraksi total (cm)
∆u1 = perpanjangan (cm)
x2 = lebar (cm)
x1 = panjang (cm)
11

Tabel 3 Nilai rasio Poisson untuk beberapa jenis kayu


Rasio Poisson
Jenis Kayu Sumber
υ LR υ LT υ RL
Bodig dan Jayne
A Softwood 0,37 0,42 -
1993
Pinus merkusii - - 0,02
A1 Baihaqi 2009
Pinus insularis - - 0,02
A2 Pinus insularis - 0,29 - Wijayatrie 2009
Red pine 0,35 0,32 -
A3 Red wood 0,36 0,35 - Green et al. 1999
Spruce, Sitka 0,37 0,47 -
Rata-rata A1 – A3 0,36 0,36 0,02
Bodig dan Jayne
B Hardwood 0,37 0,50 -
1993
Acacia mangium - 0,29 0,02
Dalbergia Latifolia - 0,25 0,03
B1 Baihaqi 2009
Maesopsis eminii - 0,26 0,03
Swietenia mahagoni - 0,21 0,02
Afrika - 0,28 -
Balsa - 0,53 -
Cempaka - 0,39 -
Keruing - 0,34 -
B2 Wijayatrie 2009
Mangium - 0,29 -
Randu - 0,39 -
Salam - 0,51 -
Ulin - 0,56 -
Balsa 0,23 0,49 0,02
Mahogany, African 0,30 0,64 0,03
Mahogany, Honduras 0,31 0,53 0,03
B3 Green et al. 1999
Oak, red 0,35 0,45 0,06
Oak, white 0,37 0,43 0,04
Walnut, black 0,50 0,63 0,05
Rata-rata B1 – B3 0,34 0,41 0,03
Keterangan:
υLR : rasio Poisson untuk deformasi arah radial akibat tegangan arah longitudinal
υLT : rasio Poisson untuk deformasi arah tangensial akibat tegangan arah longitudinal
υRL : rasio Poisson untuk deformasi arah longitudinal akibat tegangan arah radial

2.5 Pengujian Nondestruktif


Pengujian sifat mekanis kayu dengan metode destruktif bukanlah satu-
satunya metode yang dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai kekuatan kayu. Ada
metode lain yang bisa dilakukan, yaitu metode nondestruktif (Nondestructive
Testing/NDT). Nondestructive Testing (NDT) ialah pengujian sifat fisis dan
mekanis suatu kayu yang tidak menimbulkan kerusakan pada kayu yang diuji
sehingga setelah pengujian kayu tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk
penggunaan selanjutnya (Ross et al. 1998 dalam Karlinasari et al. 2008).
12

Ada beberapa tipe pengujian nondestruktif kayu yang dikembangkan


antara lain: teknis mekanis, vibrasi, akustik/gelombang tegangan (stress waves),
gelombang elektromagnetik dan nuklir (IUFRO 2006). Pada penelitian ini
pengujian nondestruktif yang dilakukan adalah metode gelombang ultrasonik
yaitu suatu teknik untuk menduga kualitas kayu yang didasarkan pada pengukuran
kecepatan perambatan melalui getaran. Teori dasar dari metode gelombang
ultrasonik adalah adanya hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik yang
melewati bahan dengan sifat elastik bahan dan kerapatan bahan. Pada dasarnya
gelombang ultrasonik tidak dapat merambat pada ruang hampa. Parameter yang
diukur pada metode ini adalah waktu perambatan gelombang ultrasonik yang
kemudian dapat digunakan untuk menghitung kecepatan perambatannya.
Dalam Nondestructive Testing pengukuran kecepatan gelombang
ultrasonik pada kayu didasarkan pada sifat elastik dan viskoelastisitasnya.
Pendugaan kualitas kayu yang dilakukan berdasarkan pada pengukuran kecepatan
perambatan gelombang ultrasonik yang dibangkitkan melalui getaran. Parameter
yang diukur adalah waktu perambatan gelombang ultrasonik yang digunakan
untuk menentukan kecepatan perambatannya. Uji nondestruktif mempunyai
beberapa keuntungan diantaranya yaitu bisa digunakan untuk menduga kekuatan
kayu tanpa harus menebangnya, mengurangi limbah kayu, serta dapat mendeteksi
cacat Acak (R-T) serat dan adanya kayu reaksi pada pohon yang masih berdiri
(Bucur 2006).

Anda mungkin juga menyukai